Brak!
"Astaga! Kalian berdua!" Suara Andra menggelegar di ruangan khusus karyawan Restoran Gama. Lelaki itu menunjukkan kekesalan. Bagaimana tidak, baru sepagi ini, tetapi Zety dan Margaretha sudah rusuh. Mereka berebut masuk persis seperti anak kecil.
"Apa sih, Ndra?" tanya Zety, sedikit ketus. Menaruh tas di atas meja secara sembarang. Andra tidak menjawab, hanya melirik kedua gadis itu sekilas lalu pergi ke luar ruangan. Sementara Margaretha tergelak keras setelah melihat Zety dicuekin Andra—lelaki judes menurut Margaretha.
"Diem deh, Mar! Pacar elu, tuh!" cebik Zety.
"Enak aja. Mana mau gue pacaran sama laki yang dinginnya kaya gitu. Apa kata dunia? Bisa-bisa gelap dunia gue, Suk," timpal Margaretha. Ikut menaruh tas lalu pergi mengambil kain lap.
"Awas, loh, Mar. Jangan sampai elu ngejilat ludah sendiri," goda Zety sembari menaik-turunkan alisnya.
"Gue bukan cuma ngejilat, tapi gue puter terus gue celupin. Puas, lu!" Margaretha berlalu begitu saja meninggalkan Zety yang masih saja tergelak. Setelah cukup lama, Zety segera menyusul Margaretha yang sudah mulai bersih-bersih.
Namun, ketika baru saja sampai di ambang pintu, Zety hampir saja terjatuh saat bertabrakan dengan Gatra. Beruntung, dengan sigap Gatra menggenggam tangan Zety untuk menahan gadis itu. Cukup lama mereka saling berpandangan seperti adegan romantis dalam sinetron.
"Hati-hati," ucap Gatra lembut membuat senyum Zety merekah sempurna. Gadis itu menjadi salah tingkah. Bahkan, pipinya sudah menunjukkan rona merah.
"Maaf, Mas." Zety membalas dengan suara yang tak kalah lembut. Namun, gadis itu tersentak saat melihat kepala Margaretha yang nongol dari belakang tubuh kekar Gatra. Margaretha tersenyum meledek ke arah Zety, bahkan gadis itu sudah menjulurkan lidah hingga membuat Zety menjadi kesal.
"Markonah!" Zety berusaha meredam kekesalan di depan Gatra karena jaga image di depan lelaki itu. Margaretha yang melihat itu pun hanya terkekeh geli.
"Gue pergi dulu." Margaretha pergi begitu saja. Meninggalkan Zety yang sedang merem*s tangan dengan gigi saling bergemerutuk karena kesal dengan sahabatnya. Gatra yang melihat itu pun menarik kedua sudut bibirnya. Jujur, kehadiran Margaretha dan Zety seolah menjadi penghibur hatinya yang masih terasa sakit sampai sekarang.
Ternyata, tidak semudah itu melupakan dan menghapus cinta yang pernah tertanam di hati kita. Meskipun kita sadar kalau kita tidak akan pernah bisa bersatu dengan orang tersebut. Apalagi, kenangan di tempat itu membuat Gatra selalu mengingat Rasya. Nama yang masih terpatri kuat di hatinya sampai sekarang.
"Mas! Mas Gatra!" panggil Zety dengan suara sedikit meninggi untuk menyadarkan Gatra dari lamunan.
"I-iya, Ra," jawab Gatra. Namun, lelaki itu seketika membungkam mulut rapat saat menyadari telah salah bicara. "Maaf, maksudku Zety. Ada apa?" tanyanya, berusaha menutupi kegugupannya.
"Tidak papa, Mas. Ada apa Mas Gatra sepagi ini di sini?" Zety berusaha bersikap biasa, meski dalam hati dia merasakan sebuah desiran saat mendengar Gatra memanggil nama Rasya.
"Oh itu, aku cuma mau mengecek saja. Kalau begitu, aku pergi dulu. Selamat bekerja." Gatra berlalu begitu saja. Meninggalkan Zety yang hanya berdiri dan menatap punggung Gatra yang menjauh.
Awalnya, Gatra akan mengajak Zety sarapan bersama. Namun, semua dia urungkan saat ingatan tentang Rasya kembali terputar hingga membuat mood Gatra mendadak buruk dalam waktu sekejab. Sementara raut wajah Zety mendadak pias. Gadis itu menghela napas panjang lalu mengembuskan secara perlahan.
"Kapan kamu bisa melupakan dan menghapus nama Rasya dari hatimu, Mas," gumam Zety.
Daripada harus terlalu larut dalam perasaan yang bisa saja membuat hatinya sedih, Zety memilih bergabung bersama Margaretha dan Andra yang sedang sibuk berdebat sembari membersihkan meja. Zety merasa bingung, kenapa dua orang itu selalu saja berdebat saat sedang bersama, tetapi kalau salah satu dari mereka tidak berangkat kerja, pasti yang satunya akan menanyakan.
"Kenapa elu, Suk? Wajah elu asem amat." Margaretha mengerutkan kening saat melihat Zety yang tampak lesu, tidak seperti saat berangkat kerja tadi.
"Enggak papa. Udah kerja aja, deh. Sebelum laki elu ngomel-ngomel," ledek Zety. Memaksakan senyumnya.
"Mulut elu belum pernah gue jejeli sosis jumbo, Suk!" Margaretha mendengkus kasar. Sementara Zety akhirnya tak kuasa menahan gelakan tawanya. Melihat reaksi wajah kesal sahabatnya, membuat hati Zety sedikit terhibur dan melupakan sesaat rasa nyeri yang barusan menjalar di hatinya.
"Kalian berdua diamlah! Ada saatnya mengobrol ada juga saatnya bekerja serius!" Ucapan tegas Andra membuat dua gadis somplak itu terdiam dan saling menyenggol. Memberi kode lewat kedipan mata. Namun, mereka bergegas membersihkan meja saat melihat sorot mata Andra yang menajam.
Sementara itu, di dalam ruangan Gatra, lelaki itu sedang duduk bersandar. Menatap langit-langit kamar sebelum akhirnya memejamkan mata saat merasakan denyutan yang berpusat di hatinya. Embusan napas kasar terdengar memecah keheningan ruangan tersebut.
Tangan Gatra membuka laci meja di depannya lalu mengeluarkan selembar foto. Sedikit mengangkat dan menatap foto tersebut dengan lekat. Hati Gatra kian berdenyut-denyut bahkan sampai membuat tubuhnya seolah melemas.
"Kenapa aku susah sekali melupakanmu, Ra. Padahal aku sadar kalau kamu sudah menikah dengan orang lain yang bahkan sebentar lagi kamu akan memiliki anak dari pria itu. Cara apa lagi yang harus aku lakukan agar aku benar-benar bisa menghapus namamu dari hatiku, Ra."
Gatra mendes*hkan napasnya ke udara. Benar kata orang-orang, jatuh cinta itu mudah, tetapi saat kita patah hati, akan sangat sulit menghapus perasaan dan setiap kenangan bersama orang itu. Seperti yang Gatra rasakan saat ini. Dirinya terlalu sulit menghapus nama Rasya dan segala kenangan bersama wanita itu dari hati dan hidupnya. Gatra menghirup napas dalam-dalam untuk mengurangi sedikit rasa sesak yang seolah menggerogoti hatinya. Lalu menyimpan kembali foto tersebut ke dalam laci.
"Mungkin aku akan berusaha membuka hatiku untuk orang lain agar bisa menghapus perasaan yang menyesakkan dada ini," ucap Gatra.
Tiba-tiba perhatian lelaki itu teralihkan pada ponsel yang menyala dan saat melihat nama sang mama tertera di layar, Gatra pun segera mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo, ada apa, Ma?" tanyanya saat panggilan baru saja terhubung.
"Gatra, nanti malam kamu temui Shifa, putri Om Wijaya."
"Untuk apa, Ma?" sela Gatra. Padahal lelaki itu sudah tahu maksud sang mama yang hendak menjodohkan dirinya dengan Shifa yang katanya anak sahabatnya.
"Sepertinya kamu sudah tahu maksud mama. Kali ini mama tidak menerima penolakan. Jadi, mama harap kamu tidak membuat mama kecewa." Ucapan Maria—mama Gatra—terdengar penuh dengan ketegasan.
"Baiklah." Gatra pun pasrah. Lalu panggilan itu terputus setelahnya. Gatra menaruh ponselnya sedikit kasar. Hatinya sebenarnya tidak yakin akan bertemu dengan Shifa. Padahal sang mama sudah menyuruhnya berkali-kali.
"Mungkin dengan ini aku bisa menghapus perasaanku untuk Rasya." Gatra kembali mendes*h secara kasar sebelum akhirnya berusaha fokus pada pekerjaannya.
Sore hari di rumah kontrakan yang dulu ramai dan kini sudah sangat sepi karena hanya dihuni oleh dua gadis somplak. Meskipun tidak terlalu sepi karena Zety dan Margaretha yang lebih sering berdebat. Namun, mereka tetap merasa ada yang kurang saat tidak ada Rasya maupun Zahra.
"Sumpah, Mar. Gue kangen banget sama Kurap juga Zaenab," ujar Zety yang saat ini sedang duduk bersama dengan Margaretha di depan rumah. Menatap pohon jambu biji dan mangga yang dulu sering mereka panjat.
"Sama, Suk. Gue juga. Setelah menikah, mereka jadi sibuk dengan kehidupannya. Rasya dengan gelar ibu hamil istri CEO,, sedangkan Zaenab dengan gelar pengantin baru dan anak pengusaha kaya raya. Nah kita nyandang gelar apa, Suk?" gerutu Margaretha.
"Gelar kita masih sama. Jones alias Jomlo ngenes. Udah ngenes enggak punya pacar, enggak punya duit pula! Apa enggak keren dengan gelar ke-ngenes-an kita yang paripurna, tuh," seloroh Zety. Dia mengaduh setelahnya saat Margaretha melempar kacang atom hingga tepat mengenai wajahnya. "Sakit, Mar!"
"Habisnya mulut elu kalau ngomong suka bener. Emang kita ngenes banget ya." Margaretha menghela napas panjang. Kalau boleh jujur, mereka berdua terkadang merindukan waktu bersama dengan geng somplak sekawan dalam formasi lengkap. Ya, walaupun di grup chat mereka masih terus berkomunikasi, tetapi rasanya berbeda saat mereka sedang kumpul bersama.
"Mar! Jangan ngelamun. Ada mobil siapa, tuh." Zety mengagetkan Margaretha hingga hampir terjengkang karena posisi Margaretha yang duduk di pinggiran.
Zety bangkit dan disusul oleh Margaretha yang berdiri di sampingnya. Kening mereka mengerut dalam saat melihat sebuah mobil sedan warna hitam berhenti tepat di depannya. Ketika dua orang keluar dari mobil tersebut, Zety dan Margaretha membuka mata lebar sebelum akhirnya berteriak histeris.
"Kurap! Zaenaab!" Margaretha dan Zety berlari menghambur dan memeluk kedua sahabatnya erat. Mereka berempat berpelukan seperti Teletubbies.
"Gue kangen banget sama kalian," ucap Rasya, mengeratkan pelukannya.
"Gue juga sama. Kangen banget," imbuh Zety.
"Gue juga." Zahra menambahkan.
"Gue juga sama." Margaretha tak mau kalah. Mereka pun tergelak keras setelahnya. Ternyata mereka masih kompak seperti dulu.
Setelah cukup lama, akhirnya mereka melerai pelukan tersebut. Lalu mereka bergantian mengusap perut Rasya yang sudah membuncit.
"Hai, Baby Bisul. Apa kabar? Onty sangat merindukanmu," bisik Zety sembari mengusap perut Rasya. Mengajak berbicara calon bayi di perut Rasya yang diperkirakan berjenis kelamin laki-laki.
"Kabar baik, Onty. Sayang sekali aku enggak pernah merindukan Onty yang cerewet," balas Rasya menirukan suara anak kecil. Zety mencebik kesal, sedangkan Zahra dan Margaretha justru tertawa meledek.
"Jangan mulai nyebelin, deh, Ra. Ingat, kita baru aja ketemu." Zety memukul bahu Rasya perlahan. Jika dulu saat kesal atau gemas mereka akan saling memukul, tetapi tidak sekarang. Zety takut akan kena amarah Pandu kalau sampai melukai Rasya. Menilik bagaimana lelaki itu sangat bucin kepada istrinya.
"Kita ini sekarang tamu, kalian enggak mau nyuruh kita masuk?" sindir Zahra diiringi kekehan.
"Astaga. Iya, Tuan Putri," sahut Margaretha. Mereka pun masuk ke rumah dan duduk bersama di ruang tamu.
Ruangan yang sudah lama sepi, kini terasa ramai dengan gelakan tawa empat sahabat somplak yang kini sedang berkumpul. Berbagai keseruan cerita ikut menemani obrolan mereka. Apalagi Zahra yang berstatus sebagai pengantin baru, menjadi bulan-bulanan mereka bertiga.
••••••
Assalamualaikum
selamat pagi guys.
Jumpa lagi dengan Othor Kalem Fenomenal. Tentu saja dengan kisah baru si Zety alias Suketi.
Thor kisah kehamilan Kurap sama kelahiran Baby B, terus keromantisan si pengantin baru gimana?
tunggu aja di sini ya 😁
yukk dukungan kalian selalu Othor nantikan.
love you all 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!