"Hanya karena cinta. Kamu menyedihkan seperti ini. Ya Tuhan. Zel," ujar seorang gadis yang sedang duduk berhadapan dengan gadis yang sedang di ajaknya berbicara.
Gadis yang bernama Hazel Carter, dan gadis yang masih duduk di kelas dua belas bangku sekolah menengah atas.
Saat Hazel sedang merasakan patah hati setelah mengetahui, ternyata pria yang di cintainya sudah menikah dengan maminya sendiri.
"Asal kamu tahu. Cinta itu tidak ada yang abadi Zel. Percuma saja kamu mencintai seseorang, ujung ujungnya hanya membuat kamu sakit hati dan menyedihkan seperti ini," sambung gadis lainnya yang sedang berdiri di sisi tempat tidur di mana Hazel berada.
Membuat Hazel yang baru saja menghapus air matanya, kini menatap ke dua sahabatnya yang ada di atas tempat tidur dan berdiri di sisi tempat tidurnya bergantian.
"Kalian tahu aku sangat mencintainya,"
"Lupakan cintamu padanya, toh dia tidak pernah mencintai kamu. Kamu saja yang terobsesi padanya," sambung gadis yang duduk tepat di hadapan Hazel, yang bernama Aca.
"Benar apa yang Aca katakan Zel. Lebih baik buang jauh jauh tuh yang namanya cinta. Jaman sekarang bukan cinta yang membuat kita bahagia, percaya padaku," salah satu sahabat Hazel yang berdiri di sisi tempat tidurnya membenarkan apa yang baru saja Aca katakan.
"Aku bukan kalian. Aku menjunjung tinggi yang namanya cinta,"
"Hazel. Hazel. Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan mengejar pria itu? Untuk apa. Buang buang waktu saja. Sudahlah, lebih baik kamu ikut dengan kita," ajak salah satu sahabat Camel yang berada di sisi tempat tidurnya yang bernama Ana.
"Yup, dan kamu akan tahu. Cinta itu hanya omong kosong setelah kamu mengenal dunia kita yang sangat menyenangkan, meskipun tanpa cinta,"
"Aku tidak mau. Kalian pergi saja, aku ingin sendiri," sambung Hazel yang sangat mengenal dunia yang di maksud ke dua sahabatnya tersebut.
"Yakin?" tanya Aca yang duduk tepat di hadapan Hazel.
Tentu saja Hazel langsung menatap sahabatnya tersebut.
"Apa kamu tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan!" seru Hazel.
Kemudian Hazel merebahkan tubuhnya, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Membuat Aca dan juga Ana langsung saling tatap. Dan Ana yang sedari tadi berdiri di sisi tempat tidur kini naik ke atas tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya di samping Hazel, di ikuti oleh Aca yang juga merebahkan tubuhnya di sisi lain tubuh Hazel.
"Memang hidup itu tidak sejalan dengan yang kita inginkan Zel. Aku sudah sering mengalami itu di banding kamu. Tapi semenjak aku hidup bebas tanpa memikirkan apa pun termasuk cinta, hidupku jadi lebih berwarna," ucap Ana.
"Benar Zel. Kamu juga pasti tahu apa yang aku alami semenjak ke dua orang tuaku berpisah. Bukan hanya itu, kamu juga tahu kan. Kekasih yang sangat aku cintai hingga aku memberikan semua padanya, dia malah meninggalkan aku dan berkencan dengan wanita lain. Di saat itu aku ingin mengakhiri hidupku sendiri. Tapi setelah aku mengikuti Ana. Hidupku hanya di keliling kesenangan tanpa adanya Cinta. Karena cinta hanya akan melukai hati kita cepat atau lambat," Aca membenarkan ucapan Ana.
Lama tidak ada tanggapan dari Hazel, membuat Ana dan juga Aca kini beranjak dari tidurnya lalu turun dari tempat tidur Hazel.
"Baiklah, kita pergi dulu. Aku tidak mau memaksa kamu. Dan rasakan sendiri rasa sakit hatimu itu," ujar Ana yang kini meraih tangan Aca.
Kemudian ke duanya langsung melangkahkan kakinya menuju pintu kamar Hazel.
"Aku ingin ikut dengan kalian," ucap Hazel yang baru saja membuka selimut yang menutupi tubuhnya.
Tentu saja langsung menghentikan langkah Aca dan juga Ana yang ingin pergi meninggalkannya.
*
*
*
"Pagi Sayang," Sapa seorang pria yang baru masuk ke dalam rumah mewahnya, lalu menghampiri seorang wanita yang sedang duduk di sebuah kursi makan, sambil menikmati menu sarapan yang tersaji di atas meja makan.
Tentu saja tanpa menanggapi sapaan dari pria tersebut. Jangankan menanggapi sapaannya, menoleh ke arahnya saja pun tidak.
"Stop!" wanita tersebut menahan wajah pria tersebut yang ingin mencium pipinya.
"Iya, aku salah karena semalam tidak pulang. Tapi aku sudah mengirim pesan padamu, jika aku akan menginap di rumah temanku, karena suaminya harus mendapat perawatan setelah mengalami keracunan pada minuman yang di minumnya," jelas pria tersebut.
Yang kini menarik kursi tepat di samping wanita tersebut.
"Aku tidak peduli," balas wanita tersebut yang sekarang beranjak dari duduknya, dan ingin meninggalkan meja makan, meskipun makanan yang tadi sempat di makannya belum habis.
Namun tangannya langsung di cekal oleh pria tersebut, yang sudah menjadi suaminya kurang lebih tiga tahun.
"Mita, kenapa akhir akhir ini kamu selalu dingin seperti ini padaku. Apa salahku sayang?" tanya pria tersebut.
"Kamu tidak memiliki salah apa pun," jawab wanita tersebut yang baru saja di panggil Mita.
"Tapi kamu–"
"Jimi. Sudahlah, aku ada rapat hari ini," wanita tersebut melepas tangan pria yang baru saja di panggil Jimi, yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya.
Kemudian Mita meninggalkan Jimi sang suami tanpa mengatakan apa pun lagi.
Tentu saja membuat Jimi langsung menghembuskan nafasnya kasar, setelah kepergian sang istri.
Wanita yang sudah di nikahannya selama tiga tahun, dan selama tiga tahun ke duanya berumah tangga belum juga di karuniai keturunan.
Karena sudah hampir satu tahun Jimi maupun Mita yang masih berstatus suami istri, bagaikan orang asing meskipun tinggal di satu atap.
Karena ke duanya sama sama sibuk dengan pekerjaannya masing masing, dan ke duanya jarang berbicara empat mata.
Mengingat lagi, jika pulang dari pekerjaannya masing masing ke duanya langsung beristirahat, apa lagi Jimi yang berprofesi sebagai dokter, jam berapa pun rumah sakit menghubunginya Jimi sebagai dokter yang profesional, selalu datang tepat waktu.
"Kenapa pernikahan aku jadi seperti ini yang Tuhan," ucap Jimi sambil mengacak acak rambutnya kasar.
Karena Jimi tidak lagi merasakan belaian kasih sayang dari sang istri setahun belakangan.
Meskipun begitu, Jimi masih setia dengan sang istri. Karena bagaimana pun, Mita adalah wanita pilihan ke dua orang tuanya, mengingat lagi keduanya menikah karena perjodohan.
Jimi yang ingin beranjak dari duduknya, dirinya urungkan saat ponsel miliknya yang berada di kantong celananya berdering, dan dengan segera, Jimi mengangkat sambungan ponsel miliknya, tahu siapa yang menghubungi dirinya.
"Oke, khusus untuk kamu. Aku akan datang, tunggu aku," ucap Jimi mengakhiri obrolannya dengan seseorang dari balik ponsel.
Setelah Jimi mematikan ponselnya, dengan segera Jimi menuju kamar miliknya dengan terburu buru, tidak ingin telat untuk menemui seseorang yang bari saja menghubunginya.
*
*
*
Jimi dengan segera masuk ke dalam sebuah kafe tujuannya saat ini, dan menuju sebuah meja yang sudah di beri tahu seseorang yang tadi menghubunginya.
Dan Jimi melambaikan tangannya, saat melihat seseorang yang sedang duduk di kursi meja tujuannya, yang sudah sangat Jimi kenal, begitu pun dengan seseorang itu yang juga mengangkat tangannya untuk menyapa Jimi.
"Maaf telat," ucap Jimi saat sudah mendekati seseorang yang sangat dirinya kenal.
"Kapan kamu tidak pernah telat Jim. Untung saja kamu tidak telat menangani pasien kamu,"
"Itu sudah kewajiban aku, dan aku tidak akan pernah telat menangani pasien aku," jawab Jimi yang langsung menarik kursi untuk dirinya duduk.
"Bagus itu. Tapi kenapa kamu terlihat tidak bersemangat. Ada aku loh di sini,"
Bersambung...............
Sebelum lanjut membaca disarankan membaca novel My Wife SUGAR MOMMY terlebih dahulu ya gaes agar kalian tidak bingung.
Selalu tinggalkan jejak kalian di setiap episode dengan tinggalkan like dan komen kalian Oke!
"Aku juga tahu, kamu ada di situ," sambung Jimi pada pria yang duduk tepat di hadapannya.
Pria yang bernama Simon, dan pria tersebut adalah sahabat Jimi yang baru saja tiba dari luar negeri.
"Apa ada masalah?" tanya Simon pada Jimi sahabatnya tersebut.
"Seperti biasa Mon,"
"Ya elah Jim. Tinggal kamu cari selingkuhan saja. Untuk apa mempertahankan pernikahan yang sudah tidak sehat bersama dengan Mita istri kamu," ujar Simon.
Karena Simon tahu persis kondisi rumah tangga Jimi sahabatnya tersebut. Mengingat lagi Jimi dan juga Simon sudah bersahabat sejak kecil. Hingga tidak ada lagi rahasia antara keduanya, termasuk masalah rumah tangga masing-masing.
Setelah mendengar apa yang baru saja Simon katakan, Jimi langsung menatap sahabatnya tersebut dengan tidak suka.
Karena Jimi sangat menjunjung tinggi sebuah pernikahan. Meskipun pernikahannya hampa, tidak terlintas sedikit pun bagi Jimi untuk mendua.
"Ya elah Jim. Mau sampai kapan kamu seperti ini, keburu karatan tuh pedang kamu," ujar Simon yang tahu jika sahabatnya tersebut sudah lama tidak melakukan making love dengan sang istri. "Aku rasa sikap dingin Mita pada kamu, karena dia sudah mempunyai pengganti kamu,"
"Jaga bicaramu Mon," sambung Jimi yang tidak menyukai apa yang di katakan oleh Simon. "Dan aku merasa bersalah telah mengikuti saran kamu beberapa waktu lalu," ujar Jimi.
Karena beberapa waktu lalu Jimi memata matai Mita sang istri atas saran Simon. Namun Jimi yang sudah memata-matai Mita selama seminggu tidak mendapati sang istri bermain dengan pria lain di belakangnya, seperti yang Simon tuduhkan pada istrinya.
"Mungkin orang suruhan kamu yang memata matai Mita tidak profesional Jim,"
"Sudahlah Mon. Aku percaya pada istriku. Lebih baik kita bicara hal lain," sambung Jimi yang tidak ingin membahas rumah tangganya. "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Jimi, karena sahabatnya tersebut menatap di negara I. Bukan di mana sekarang Jimi tinggal.
"Tentu saja mencari hal baru,"
"Kapan kamu akan berubah. Apa kamu tidak kasihan dengan istri kamu?" tanya Jimi.
Karena Jimi tahu apa yang sedang sahabatnya katakan barusan. Mengingat lagi Simon yang sudah berkeluarga, namun masih melakukan sekss bebas, tapi bukan dengan sembarang wanita. Melainkan dengan daun muda yang sering di juluki dengan sebutan sugar baby.
"Yang penting keluargaku utuh,"
"Dasar gila!"
Simon hanya menanggapi apa yang baru saja Jimi katakan dengan senyum, lalu mengangkat ke dua bahunya.
"Tapi Jim. Jika kamu ingin mengasah pedang milikmu yang sudah karatan itu. Lebih baik mengikuti jejak ku. Aku yakin rumah tangga kamu aman, dan pedang kamu juga seteril karena tidak jajan sembarangan, dan sugar baby kita itu akan menuruti apa yang kita mau dan tidak menuntut kita untuk menikahinya yang penting cuan mengalir,"
"Kamu benar benar tidak waras Mon," sambung Jimi yang kini beranjak dari duduknya.
"Mau ke mana Jim,"
"Pulang. Berlama-lama denganmu membuat aku gila,"
"Aku ikut," Simon pun segera beranjak dari duduknya. Dan menyusul Jimi yang sudah berjalan terlebih dahulu. "Oh ya Jim. Kamu mau menemani aku tidak nanti malam?" tanya Simon yang sudah mensejajarkan tubuhnya dengan Jimi.
"Ke mana?"
"Klub malam,"
"Pergi sendiri," ucap kesal Jimi.
Karena Jimi sama sekali tidak pernah menginjak yang namanya klub malam.
"Ayolah Jim, temani aku malam ini saja,"
"Tidak!!"
*
*
*
Hazel akhirnya ikut dengan Ana dan juga Aca untuk menghilangkan rasa sakit hatinya.
Setelah seharian berada di pusat perbelanjaan untuk memanjakan dirinya berada di salon ternama.
Yang bisa sedikit mengobati rasa sakit Hazel. Dan kini dia di ajak oleh Ana dan juga Aca ke klub malam, setelah malam menjelang.
Dan tempat tersebut tidak asing lagi bagi Hazel, karena beberapa kali dirinya datang ke klub malam tersebut untuk menghadiri acara ulang tahun teman sekolahnya yang di adakan di klub malam.
Bukan hanya itu, Hazel juga datang ke klub malam tersebut dengan Ana dan juga Aca beberapa waktu lalu, hanya ingin menemani sahabatnya tersebut bertemu dengan seseorang, namun hanya sebentar.
"Kamu mau minum apa?" tanya Ana pada Hazel yang sudah duduk di sebuah sofa yang ada di klub malam tersebut.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu. Tentu saja dia hanya akan minum minuman bersoda saja. Kamu pikir dia akan minum minuman keras. Jangan bercanda kamu An. Apa kamu lupa sahabat kita tidak akan pernah minum minuman itu," Aca menjawab pertanyaan Ana yang di tujukan untuk Hazel.
"Benar juga apa yang kamu katakan Ca. Nanti dia mabok kita yang kena marah maminya," sambung Ana. "Baiklah aku ke meja bartender dulu,"
"Tunggu!" Hazel menghentikan langkah Ana yang ingin menuju meja bartender.
"Ada pada Zel?" tanya Ana yang kini membalik tubuhnya untuk menatap ke arah Hazel.
"Bawakan aku minuman yang sama dengan yang kalian minum," ujar Hazel.
Tentu saja Ana dan juga Aca langsung saling pandang ketika mendengar apa yang baru saja Hazel katakan.
Dan Ana pun kini kembali, menghampiri Hazel lalu duduk di sampingnya.
"Zel. Apa kamu yakin?"
"Apa aku pernah tidak yakin dengan apa yang aku katakan?" tanya Hazel balik.
Kemudian Hazel beranjak dari duduknya dan ingin melangkahkan kakinya, namun tangannya langsung di cekal oleh Aca yang duduk juga di sampingnya.
"Mau ke mana?"
Bukannya menjawab apa yang baru saja Aca tanyakan, Hazel kini melepas tangan Aca yang masih menahan tangannya.
Lalu Hazel berjalan menuju meja bertebaran.
Tentu saja Ana dan juga Aca langsung mengikuti Hazel.
Dan Ana langsung menahan tangan Hazel yang ingin mengambil gelas minuman yang baru saja di pesannya.
"An. Singkirkan tanganmu!"
"Tidak Zel. Kamu belum pernah meminum minuman ini," larang Ana karena minuman yang baru saja di pesan Hazel memiliki kadar alkohol yang cukup tinggi.
"Dan sekarang aku akan coba meminumnya,"
"Tapi Zel–"
"Kamu yang mengajakku untuk bersenang senang bukan, dan sekarang aku ingin bersenang senang," sambung Hazel memotong perkataan Ana.
"Tapi bukan yang ini Zel," Ana terus menahan tangan Hazel yang akan mengambil gelas.
Karena kesenangan yang di maksud Ana dan juga Ana adalah, menjadi sugar baby bagi para sugar daddy.
"Apa bedanya, sudahlah singkirkan tanganmu," Hazel menyingkirkan tangan Ana yang masih menahan tangannya.
Dan Hazel langsung meminum seluruh isi minuman beralkohol yang baru di pesannya.
Dan ini untuk pertama kalinya Hazel meminum minuman beralkohol. Tentu saja masih terasa aneh di mulutnya, namun entah mengapa Hazel kembali memesan minuman tersebut, saat perasaanya menjadi tenang, apa lagi musik yang menggema di klub malam tersebut perlahan bisa mengalihkan rasa sakit hatinya.
"Zel. Sudahlah," Aca yang kini menahan tangan Hazel yang ingin meminum minuman beralkohol di gelas ke tiga.
Namun tidak di hiraukan oleh Hazel yang langsung menyingkirkan tangan Aca, lalu meminum minuman yang sudah berada di tangannya hingga tidak tersisa.
Kemudian Aca dan juga Ana menoleh ke arah seseorang yang baru saja mendekati ke tiganya.
Bersambung..........................
"Kak Bara,"
"Kak Bara," ucap Ana dan juga Aca bergantian saat mendapati kakak kelasnya yang sudah lulus sekolah baru saja mendekati ketiganya.
Pria yang baru saja di panggil Bara oleh Aca dan juga Ana hanya menanggapinya dengan senyuman. Dan tatapan matanya tertuju ke arah Hazel yang terus saja menenggak minuman keras yang ada di gelas miliknya, tanpa melihat ke arah Bara.
Kemudian Bara kini mengalihkan tatapan matanya ke arah Aca dan juga Ana.
"Boleh tinggalkan kami berdua?" tanya Bara meminta persetujuan dari Aca dan juga Ana.
Mendengar pertanyaan Bara keduanya langsung saling panjang sejenak, lalu kembali menatap ke arah Bara.
"Maaf Ka, tidak bisa," jawab Ana.
Saat Ana mengingat lagi, jika Hazel sang sahabat tidak menyukai Bara. Yang selalu ingin mendekatinya.
"Kenapa?" tanya Bara penasaran.
"Tidak bisa Kak, Hazel datang kesini dengan kami. Dan kami tidak ingin meninggalkannya," sambung Aca.
"Ya ampun. Aku hanya ingin minum dengannya, tidak lebih. Dan aku juga tahu di mana rumahnya, tenang saja pasti aku akan mengantarnya pulang dengan selamat, kalian tidak perlu kuatir," ucap Bara untuk meyakinkan Aca dan juga Ana yang ragu dengannya.
"Tapi sekali lagi, maaf tidak bisa," sambung Ana.
"Aku tahu kalian datang kesini bukan hanya ingin menemani Hazel, tapi itu kan?" Bara menunjuk dua orang pria yang usianya sudah sangat matang baru saja memasuki klub malam tersebut.
Ana dan juga Aca pun segera mengikuti arah jari telunjuk Bara. Dan keduanya melihat dengan jelas siapa yang baru saja di tunjuk oleh Bara, karena meja bartender tersebut letaknya tidak terlalu jauh dari pintu masuk klub malam.
Setelah melihat dua pria yang sangat Ana dan juga Aca, kini keduanya saling pandang sekilas sebelum menatap ke arah Bara.
"Pergilah," perintah Bara. Yang sudah tahu jika Aca dan juga Ana menjadi sugar baby pria yang baru saja dirinya tunjuk. "Hazel akan aman bersama dengan aku,"
"Janji, Kak Bara jangan macam macam dengan Hazel," ucap Ana.
"Iya, sudah sana pergi!" Perintah Bara.
"An, tapi," Aca tidak setuju jika meninggalkan Hazel hanya berdua dengan Bara.
"Ca, sudahlah. Hazel akan aman bersama dengan kakak Bara. Kamu tahu kan kak Bara sudah lama menyukai Hazel. Tidak mungkin dia akan berbuat macam macan pada Hazel," bisik Ana tepat di salah satu telinga Aca sang sahabat.
"Baiklah, ada tas keluaran baru yang ingin aku miliki," akhirnya Aca menyetujui apa yang Ana katakan, meninggalkan Hazel sang sahabat dengan Bara.
"Kami tinggal dulu kak, jangan lupa jaga Hazel," ujar Ana sebelum pergi menemui sugar daddy-nya.
Tentu saja Bara langsung mengangkat tangannya, dengan ibu jari dan jari telunjuk dia satukan untuk membuat lambang ok.
Hazel yang terus menikmati minuman keras, yang entah sudah berapa kali dia pesan, tidak peduli jika Ana dan juga Aca sudah pergi meninggalkannya.
Bara tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya melihat Hazel dari ujung kepala hingga ujung kaki, saat Hazel, malam hari ini hanya mengenakan dress minim yang membalut tubuh indahnya.
"Aku akan memiliki dirimu untuk selamanya sayangku Hazel," ucap Bara pelan dan merogoh sesuatu dari dalam kantong celananya sebelum mendekati Hazel.
Bara menahan tangan Hazel yang ingin menengguk minuman dari gelas yang ada di tangannya, saat Bara sudah mendekati Hazel.
Tentu saja Hazel langsung menoleh ke arah Bara. "Kamu, lepaskan tanganku," perintah Hazel dalam keadaan mabuk.
Dan Bara langsung melepas tangannya setelah menaruh sesuatu pada minuman Hazel yang ada di tangannya, tanpa sepengetahuan Hazel yang sedang menatap ke arahnya.
Hazel segera menenggak minuman yang berada di tangannya tanpa tersisa, setelah Bara melepas tangannya.
"Minuman keras tidak baik untukmu Zel,"
"Diam. Dan jangan banyak bicara. Jika tidak baik, untuk apa masih di jual," sambung Hazel dan kembali memanggil bartender untuk memesan kembali minuman yang sama, seperti minuman yang baru saja dirinya habiskan.
Bara terus memperhatikan Hazel yang terus menerus menenggak minuman keras, tanpa mencegahnya kembali.
Lalu Bara tersenyum saat melihat Hazel saat ini sudah mulai gelisah, efek sesuatu yang tadi Bara masukkan ke dalam minuman yang sudah Hazel tenggak.
"Zel. Ada apa dengan kamu. Kamu baik baik saja kan?" tanya Bara untuk berbasa basi padahal, Bara sudah menunggu saat sesuatu yang tadi dirinya masukkan ke dalam minuman Hazel bereaksi.
Hazel yang sudah mabuk, tidak menjawab pertanyaan yang baru saja Bara tanyakan.
Dan kali ini Hazel, mulai menurunkan lengan dress yang dirimu gunakan, saat hawa panas mengalir aliran darahnya.
"Panas," ucap Hazel dan menggerayangi tubuhnya, saat rasa panas dan rasa lain kini mengaliri seluruh tubuhnya.
Bara menaikkan lengan dress Hazel, dan menahan tangan Hazel yang meremas ujung dress dan ingin menaikkannya.
"Lepaskan," Hazel menampik tangan Bara. "Panas,"
"Aku akan menghilangkan rasa panas ini Zel," sambung Bara yang kini memeluk bahu Hazel.
Tanpa mendapat perlawanan dari Hazel yang sedang merasakan hawa panas dan rasa yang lain di daerah intinya.
"Berhasil," gumam Bara sambil mengukir senyum kemenangan saat dirinya bisa menaklukan Hazel dengan cara licik yang baru saja dirinya lakukan pada Hazel. Karena tadi Bara menaruh obat perangsang dalam minuman Hazel, untuk bisa membawa Hazel ke atas ranjang.
Bara yang sudah keluar dari dalam klub malam langsung membawa Hazel menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari pintu keluar klub malam tersebut.
Tentu saja Bara terus menahan tangan Hazel yang coba ingin menurunkan dress yang di gunakan nya, saat Bara memeluk tubuh Hazel yang sudah sempoyongan dengan bibir yang terus saja meracau tidak jelas.
Bara yang sudah tiba di mana mobilnya dia parkiran, langsung membuka pintu jok belakang lalu menidurkan tubuh Hazel di jok penumpang.
"Tolong aku, aku tidak tahan, ah," ucapan keluar dari bibir Hazel, di akhiri dengan *******. Yang terdengar begitu menggoda di telinga Bara.
Apa lagi saat ini Hazel coba menaikkan dress miliknya yang minim, dan memperlihatkan ke dua paha mulusnya.
Tentu saja hal itu membuat Bara langsung menelan ludahnya sendiri saat melihat Hazel, apa lagi tujuan Bara adalah membawa gadis itu ke atas ranjangnya.
Bara mengedarkan pandangannya ke seluruh area parkir tersebut, lalu dia masuk ke dalam mobil di mana Hazel berada saat area parkir tersebut sepi tidak ada siapa pun.
Ketika hasrat di tubuh Bara tidak bisa di tahan lagi saat mendengar rancauan dan juga desahaan yang keluar dari bibir Hazel. Apa lagi Hazel sekarang benar benar sudah melepas dress yang di gunakan nya, saat rasa panas dan juga aneh di daerah intinya semakin menjadi.
"Aku akan menghilangkan rasa itu Hazel sayang," ucap bara sambil mengukir senyum.
Kemudian dia melepas ikat pinggang dan membuka celana yang dia kenakan.
Dan saat dia sudah menurunkan celana panjang dan celana segitiga miliknya, kemudian Bara kini menurunkan celana segitiga yang masih melekat di pinggang Hazel.
"Apa yang–" Hazel tidak jadi meneruskan ucapannya saat mulutnya di bekap oleh Bara, meskipun Hazel dalam keadaan mabuk dan juga dalam pengaruh obat perangsang dia tahu di mana dan dengan siapa dirinya.
"Tenang Zel, aku ingin menghilangkan rasa yang menyiksa dirimu itu," ucap Bara dan satu tangannya terus menurunkan celana segitiga milik Hazel.
Tanpa Bara menyadari pintu mobil di mana dirinya berada di buka oleh seseorang dari luar.
Dan menghentikan apa yang sedang Bara lakukan saat orang tersebut menarik Bara hingga keluar dari mobil, lalu menghajar Bara tanpa ampun. Hingga Bara tidak berdaya.
Dan setelah menghajar Bara hingga tidak berdaya, orang tersebut langsung menghampiri Hazel lalu membenarkan pakaiannya.
"Om Jimi, tolong aku," ucap Hazel.
Saat mengetahui sahabat sang mami lah yang baru masuk ke dalam mobil.
Bersambung....................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!