NovelToon NovelToon

MUTIARA TERABAIKAN UNTUK ADAM

BAB 1. KESAN PERTAMA YANG BURUK

Kata "Sah" menggema di aula rumah keluarga Mutiara Aranditha. Kini Mutia dan Sultan Dylan Alfarizqi telah sah menjadi pasangan suami istri. Mereka terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua.

Mutiara adalah anak ketiga dari pasangan Danuarta dan Irma, dia baru saja lulus SMU, saat keluarga Sultan datang meminangnya.

Ayah Mutia dan Pak Hendrawan, papanya Sultan merupakan sahabat karib sejak masih sekolah dan juga berasal dari daerah yang sama.

Tapi karena Hendrawan melanjutkan kuliah di Inggris, menikah dengan anak dosennya yang bernama Helena serta menetap di sana, maka mereka tidak pernah bertemu sampai sama-sama memasuki usia tua.

Hendrawan memutuskan pindah ke Indonesia saat ayahnya sakit keras dan akhirnya meninggal. Dalam acara penguburan kemaren, kedua sahabat lama bertemu kembali.

Danuarta sangat senang bisa bertemu dengan sahabatnya itu, lalu dia mengundang Hendrawan beserta keluarga agar datang ke rumahnya, di situlah awal perjodohan itu terjadi.

Saat itu Hendrawan melihat Mutiara yang mengenakan baju daster ala pembantu sedang menyiram bunga, di taman rumah Danuarta sambil bernyanyi-nyanyi kecil.

Dan tanpa sengaja selang air yang di pegang Mutia terlepas, hingga air membasahi pakaian Sultan putranya yang baru saja turun dari mobil.

Sultan marah, dan mengatakan pembantu kalau kerja itu harus yang benar dan harus hati-hati, nanti akan dia laporkan kepada sang majikan.

Mutiara merasa bersalah, dia gugup dan bermaksud mengelap kemeja sultan dengan tangannya, bukan semakin bersih, malah bertambah kotor.

Sultan yang perangainya sedikit arogan makin berkata kasar dan mengatakan Mutia sebagai gadis bodoh.

Mutia meminta maaf, dia berjanji akan membantu mengeringkan pakaian Sultan, tapi sultan menolak.

Pak Hendrawan dan Helena merasa kasihan melihat gadis itu yang hampir saja menangis karena perkataan putranya. Lalu Hendrawan menarik tangan Sultan agar meninggalkannya dan masuk ke dalam rumah Danuarta.

Danuarta yang sedang istirahat di kamarnya terbangun saat mendengar Bi Ira memanggil, bahwa ada tamu yang datang ingin bertemu.

Ketika melihat sahabatnya yang datang, Danuarta sangat senang lalu dia berkata, "Kenapa tidak kasi kabar dulu Wan, biar kami bisa buat persiapan, masak enak untuk menyambut kedatangan kalian," ucap Danuarta.

"Aku sengaja Dan, buat kejutan. Oh ya, perkenalkan ini istri dan putra sulung ku. Waktu itu kamu tidak sempat bertemu mereka di pemakaman, karena mereka pulang lebih dulu," ucap Hendrawan.

"Oh ya, gagah seperti kamu, saat masih muda. Putra keduamu tidak ikut?" tanya Danuarta.

"Dia masih kuliah di Inggris dan menemani grandma nya di sana. Oh ya di mana anak-anakmu Dan, kok lengang sekali rumahmu," tanya Hendrawan.

"Kedua putraku sedang kerumah pacarnya, maklumlah hari libur dan istriku tadi pamit ke pasar, anak gadisku ada di rumah. Sebentar ya aku panggil dulu, barangkali dia sedang di kamarnya," ucap Danuarta, lalu berjalan ke dalam untuk memanggil Mutiara.

"Bi, Mutiara kemana ya?" tanya Danuarta kepada Bi Ira pembantunya yang sedang membuat teh.

"Non Muti masih mandi Pak! Paling sebentar lagi juga selesai," jawab Bi Ira.

"Kalau sudah selesai suruh kedepan ya Bi, ada tamu saya yang ingin berkenalan," ucap Danuarta lagi.

"Baik Pak, nanti saya sampaikan."

Danuarta pun kembali menemani tamunya, sedangkan Bi Ira menyajikan Teh, kopi serta cemilan.

Kebetulan cemilan itu baru selesai dia goreng. Bi Ira sudah terbiasa membuat cemilan sebab kebiasaan sang majikan selalu ngopi dan ngeteh di sore hari.

"Silahkan Tuan, Nyonya dan Aden, dinikmati teh serta makanannya!" ucap Bi Ira.

"Terimakasih Bi," ucap Hendrawan dan istri.

Sesuai pesan Danuarta, Bi Ira pun memberitahu Mutia bahwa dia dipanggil oleh ayahnya agar menemui dan menemani tamu.

Sebenarnya Mutia malas, jika mengingat ucapan kasar, anak dari tamu ayahnya tadi. Namun apa boleh buat, permintaan sang ayah tidak mungkin di tolak, mengingat ibunya juga belum kembali dari pasar.

Mutiara pun memoles wajahnya dengan sedikit bedak dan lipgloss, barulah memakai hijab. Setelah itu diapun berjalan ke depan untuk menemui tamu ayahnya.

Ketika melihat Mutia muncul di sana, Danuarta pun memperkenalkan Muti kepada Tamunya.

"Wan, kenalkan ini putriku!" ucap Danuarta.

"Lho, bukankah kamu yang..."

Ucapan Hendrawan terputus karena dia tidak mungkin berkata jika tadi telah menganggap gadis itu sebagai pembantu dan Sultan telah berkata kasar terhadapnya.

"Iya Om, aku yang tadi menyiram bunga dan tidak sengaja membasahi pakaian putra Om," ucap Mutia.

Sejenak dia terdiam, lalu melanjutkan ucapannya lagi, "Maafkan perbuatanku yang tidak sengaja tadi ya Om!" ucap Mutia sambil mengulurkan tangannya.

Sultan hanya cuek saja, tidak menimpali perkataan Mutia sedikitpun. Dia malah sibuk dengan posel di tangannya.

Pak Hendrawan yang melihat kecuekan putranya pun menyenggol lengan Sultan sambil berkata, "Sultan! perkenalkan dirimu. Dia Mutiara, putri bungsu Om Danuarta," ucap Hendrawan.

Sultan hanya membalas uluran tangan Mutiara tanpa berkata apa pun, lalu kembali asyik membalas chatt di ponselnya.

"Hendrawan hanya menggelengkan kepala, lalu berkata, "Begitulah Dan, anak korban kemajuan tekhnologi, untuk tata krama dan pergaulan jadi kurang sopan, nggak seperti zaman kita dulu," ucap Hendrawan.

"Memang benar, tapi selagi mereka masih dalam batas wajar, ya...biarlah Wan," ucap Danuarta.

Kemudian Hendrawan menanyakan kepada Mutiara, kelas berapa dan sekolah di mana, kemudian mutiara pun menjawab bahwa dirinya baru lulus SMU dan akan lanjut kuliah.

Hendrawan tanpa pikir panjang lagi segera berkata, "Bagaimana jika kita jodohkan mereka Dan? agar hubungan pertemanan kita makin erat dan bisnis kita bisa lebih maju."

"Tapi Pa!" bantah Sultan yang mendapat balasan acungan tangan dari sang Papa agar dirinya diam.

"Aku setuju saja, bagaimana baiknya," jawab Danuarta.

"Kita sudah semakin tua, lagipula usia putraku sudah cukup matang, jadi nggak perlu menunggu lagi. Dan jika putrimu mau kuliah, setelah menikah juga masih bisa kuliah," ucap Hendrawan.

"Tapi Om, saya masih kecil, baru 17 tahun. Saya belum siap untuk menikah!" ucap Mutia lagi.

"Nggak apa-apa, kalau belum siap tinggal serumah, bisa hidup terpisah dulu, yang penting kalian terikat pernikahan, agar bisa saling mengenal secara halal," ucap Hendrawan lagi.

"Pa, aku masih ingin mengembangkan karir lho, dan belum mau terikat dengan perkawinan!" ucap Sultan.

"Apa kalian tidak ingin menyenangkan kami, para orang tua di hari tua ini? dimana kami ingin persahabatan terjalin lebih erat dengan melihat anak cucu dari kalian!" ucap Hendrawan.

"Pa, tenang. Jangan terbawa emosi, ingat penyakit Papa!" ucap Helena menyabarkan suaminya.

"Kita pikirkan saja nanti Wan? sekarang silahkan diminum dan makan cemilan kampungnya, sambil menunggu istriku kembali dari pasar," ucap Danuarta.

"Terimakasih Dan. Ayo Ma, Tan, kita minum dulu, tehnya!" ucap Hendrawan lagi.

Mereka berdua, lalu melanjutkan obrolan tentang seputaran bisnis, sementara Sultan sedang menerima telepon dari sahabatnya dan Mutiara kembali ke dapur untuk menolong ibunya, yang baru saja pulang dari pasar.

BAB 2. MABUK PESAWAT

Sejak kunjungan Pak Hendrawan hari itu ke rumah Danuarta, kedua keluarga sudah putuskan perjodohan antara Mutia dan Sultan.

Pak Hendrawan tidak ingin berlama-lama, dia tetap mengatur pinangan walaupun putranya tidak setuju.

Menurutnya gadis seperti mutiara jauh lebih baik ketimbang gadis yang saat ini menjadi pacar Sultan.

Tanpa sepengetahuan Sultan, ternyata Pak Hendrawan telah mencari informasi tentang pergaulan putranya di luar. Sultan berpacaran dengan seorang gadis bernama Clara yang hanya memanfaatkan ke royalan laki-laki untuk memenuhi gengsi pergaulannya.

Pak Hendrawan yakin mutiara bisa menjadi menantu dan istri yang baik bagi Sultan makanya beliau bersikeras secepatnya menikahkan keduanya.

Sultan akhirnya tidak bisa menolak karena sang Papa mengancam akan membekukan semua subsidinya dan perusahaan akan diserahkan kepada adik Sultan yang saat ini sedang berada di Inggris.

Hendrawan juga sudah memberitahu sang Ibu agar tidak memberikan apapun kepada Sultan cucunya, selama dia masih berhubungan dengan Clara.

Sementara Danuarta menekankan kepada Mutia bahwa Sultan pasti bisa jadi suami yang baik. Penjelasan Mutia tentang sikap Sultan saat pertama kali mereka bertemu, tidak menjadi bahan pertimbangan bagi Pak Danu.

Danuarta hanya memandang sahabatnya itu orang baik dan pastinya anak-anak Hendrawan juga baik serta bertanggungjawab seperti papanya. Karena Danu bercermin pada keluarganya sendiri, kedua putra dan putrinya tumbuh menjadi anak-anak yang baik pula.

Pernikahan pun akhirnya di langsungkan, kini Mutia dan Sultan telah sah menjadi suami istri.

Selesai resepsi di gelar, keduanya langsung berangkat bulan madu sesuai yang sudah di atur oleh Hendrawan.

Hendrawan telah membooking tiket dan akomodasi untuk perjalanan ke Bali selama dua minggu. Dari sinilah perjalanan pahit rumah tangga Mutia di mulai.

Mutia dan Sultan saat ini sudah sampai di Bandara, mereka sudah check-in keberangkatan dan siap naik ke pesawat tujuan Bali.

Sultan yang memang bete sejak acara resepsi, begitu melihat Mutia sibuk dengan ponsel yang berdering terus, lalu berkata, "Kalau mau urusi telepon terus, silahkan di sini saja! Aku berangkat sendiri!" ucap Sultan ketus.

Muti buru-buru menyimpan ponselnya, lalu dia mengejar Sultan yang sudah naik ke dalam pesawat. Mutiara yang belum pernah sekalipun naik pesawat, wajahnya pucat, dia sebenarnya takut dengan ketinggian, tapi mau tidak mau harus memberanikan diri demi pernikahannya.

Para penumpang sudah mengenakan sabuk pengaman, kecuali mutia. Dia duduk di bangkunya dengan mata terpejam dan tubuh gemetar. Sultan yang melihat hal itu tersenyum mengejek.

"Makanya kalau takut naik pesawat, kenapa tidak minta dibatalkan saja perjalanan ini!" ucap Sultan.

Muti membuka matanya, dia hanya menyeringai malu bersamaan dengan datangnya pramugari yang memintanya untuk memasang sabuk pengaman.

Sultan kemudian berkata lagi, "Cepat kamu pasang! Buat malu saja!"

Muti tidak menjawab, lalu dia memasang sabuk pengaman tersebut. Saat pramugari mengumumkan bahwa pesawat mereka akan segera tinggal landas, wajah Muti semakin pucat.

Dia memejamkan matanya kembali dan Muti merasa, mual, hendak muntah, lelah, badannya panas dingin, berkeringat dan sakit kepala alias pusing.

Pramugari yang melihat hal itupun bertanya, "Maaf Nona, apakah Anda saat ini sedang sakit?"

"Tidak Mbak, hanya takut. Baru kali ini saya naik pesawat Mbak," ucap Muti.

"Oh begitu ya, Mas nya barangkali bawa persediaan obat anti mual atau permen?"

"Maaf Mbak, saya tidak membawanya, siapa suruh dia tidak membawa persiapan, sekarang biar dia rasakan sendiri akibatnya," ucap Sultan cuek, hingga membuat pramugari iba terhadap Muti.

"Sebentar ya Mbak, saya akan segera kembali," ucap sang pramugari.

Muti merasakan kepalanya sangat pusing, tapi dia tidak mau mengeluh sedikitpun di hadapan Sultan yang malah akan mendapatkan cemoohan dari suaminya itu.

Tak lama, pramugari pun kembali dengan membawa obat anti mual, segelas air minum juga beberapa buah permen rasa mint.

Mbak, silahkan diminum dulu obatnya," ucap pramugari sambil menyodorkan obat serta air minum itu ke hadapan Muti.

"Terimakasih Mbak," ucap Muti.

Kemudian dia meminum obat tersebut, lalu mengunyah permen rasa mint yang di berikan oleh pramugari tadi.

Muti berusaha untuk tidur supaya rasa pusing di kepalanya hilang. Akhirnya diapun tertidur, Muti terbangun saat seseorang membangunkannya.

Ternyata pramugari yang memberinya obat tadi mengatakan bahwa pesawat mereka telah mendarat dan para penumpang sudah turun dari pesawat, yang tinggal di sana hanya dirinya.

Muti sangat terkejut, kenapa dia begitu lelap tidur hingga tadi tidak mendengar aba-aba bahwa pesawat akan mendarat.

"Maaf Mbak, saya ketiduran setelah minum obat, saya akan segera turun," ucap Mutia.

Mutia tidak melihat Sultan, dia keluar dari pesawat dibantu oleh Mbak pramugari. Di tempat kedatangan pesawat, ternyata telah menunggu seorang tour guide yang menjemput mereka. Namun Muti tidak melihat suaminya ada di sana.

Tour guide tersebut membawa foto Muti jadi dia langsung mengenalinya.

"Mbak Muti, ayo silahkan ikut Saya," ucap tour guide tersebut yang kebetulan seorang wanita.

"Iya Mbak, aku Mutiara. Mbak siapa kok mengenalku?" tanya Muti.

"Kenalkan, namaku Elena, aku yang akan bertugas membawa Mbak dan suami berkeliling Bali," ucap Elena hingga menyadarkan Muti, diapun celingukan mencari keberadaan Sultan.

"Maaf, apakah Mbak Elena melihat suami saya?" tanya Muti malu.

"Tuan Sultan sudah pergi ke penginapan duluan bersama temannya dan beliau mengatakan bahwa Saya harus mengantar Mbak ke sana," ucap Elena.

"Oh, ya sudah. Terimakasih Mbak Elena, ayo kita langsung saja ke penginapan," ajak Muti.

Kemudian Elena membantu membawakan koper Muti menuju parkiran, sebuah mobil Alphard terparkir di sana, lalu Elena mempersilakan Muti masuk setelah dia memasukkan koper tersebut ke dalam bagasi.

Elena mengemudikan mobil itu dengan mahir hingga membuat Muti kagum.

Ayah Muti memang memiliki mobil tapi Muti tidak pernah berkeinginan untuk belajar nyetir. Padahal seringkali Pak Danu meminta Muti untuk kursus menyetir agar dirinya pergi kemanapun tidak perlu naik angkot. Bahkan hanya sekedar naik motor pun Mutia tidak berani.

"Mbak, kita sudah sampai! Mari saya antar Mbak Muti ke kamar biar bisa beristirahat," ucap Elena.

Kemudian Elena menemui bagian yang melayani tamu untuk meminta kunci kamar yang sudah di booking oleh keluarga Hendrawan. Setelah menerima kuncinya, Elena pun mengantar Muti sesuai dengan nomor kamar yang tertulis di kunci tersebut.

Ternyata kamar Muti ada di lantai dua dan menghadap ke pantai. Pemandangan terlihat sangat indah dari jendela kamar tersebut.

Setelah mengantarkan Muti, Elena hendak pergi dan berjanji besok pagi akan menemani Muti kemanapun hendak pergi.

Muti yang sendirian di sana pun merasa takut, lalu dia meminta Elena untuk menemaninya dulu sampai Sultan datang.

Kemanakah Sultan pergi dan dengan siapa dia pergi? ikuti dalam episode berikutnya ya sobat.🙏😉

BAB 3. MARAH

Sampai tengah malam Muti menunggu Sultan, tapi dia belum juga kembali hingga membuat Muti merasa tidak enak dengan Elena.

Kemudian Muti pun berkata, "Maaf ya Mbak, aku telah merepotkanmu, jika Mbaknya mau istirahat, silahkan pulang saja Mbak, biar aku menunggu Kak Sultan di lobi hotel saja sambil ngopi di sana. Besok Mbak 'kan harus datang kesini lagi pagi-pagi," ucap Mutia.

"Memangnya nggak apa-apa aku tinggal Mbak Muti sendirian?" tanya Elena yang memang sudah mengantuk.

Muti pun mengangguk, lalu dia mengambil dompetnya dan menarik lembaran uang seratus ribuan, kemudian memasukkannya ke dalam kantong kemeja Elena.

"Apa ini Mbak? Mbak tidak usah membayar saya, ini sudah bagian dari tugas saya Mbak, dan jasa saya juga sudah dibayar tunai oleh Tuan Hendrawan," ucap Elena sambil mengembalikan uang itu ke tangan Mutia.

"Nggak apa-apa lho Mbak, buat beli makanan di jalan, saat pulang dari sini," ucap Mutia lagi sambil menyodorkan uang itu kembali.

Kalau begitu, terimakasih ya Mbak Muti. Saya permisi dulu, jika ada hal penting, telepon saja saya, ponsel saya aktif terus kok," ucap Elena.

"Iya Mbak Elena, sekali lagi terimakasih ya," ucap Mutiara sambil mengatupkan kedua tangannya.

Elena pun keluar dari kamar Mutia, lalu dia ke parkiran untuk mengambil mobilnya, tapi dia dikejutkan oleh pemandangan yang membuatnya menghela nafas dalam.

Elena melihat Sultan sedang berciuman mesra dengan wanita yang tadi sore menjemputnya di bandara Ngurah Rai, saat Sultan baru saja tiba.

Dan wanita itu tidak segan-segan menampilkan bagian atas tubuhnya yang terbuka hingga ke bagian belahan dadanya yang terlihat putih mulus di bawah terangnya sinar lampu jalan yang ada di parkiran tersebut.

Kemudian wanita itu memeluk Sultan dengan sangat erat dan kembali mendaratkan sebuah ciuman menggoda. Hal ini membuat darah kewanitaan Elena mendidih.

Sultan memang bukan siapa-siapa Elena, dia hanya sebatas pelanggan yang menggunakan jasanya sebagai tour guide.

Namun melihat kesabaran Mutiara yang menunggu kedatangan suaminya hingga larut malam di kamar bulan madu mereka, membuat Elena sangat marah, seakan dia ingin menghampiri wanita itu dan menjambak rambutnya. Agar dia tahu, pria itu bukan haknya tapi hak wanita malang yang sedang menunggu dengan setia di dalam sana.

Elena yang geram menutup matanya, lalu dia mengepalkan kedua tangannya dan memukul pintu mobilnya sendiri.

Saat Elena membuka mata dia melihat wanita itu sudah naik ke mobilnya dan pergi dari sana, sedangkan Sultan sudah berjalan masuk ke arah penginapan.

Elena melajukan mobilnya dengan tidak tenang, dia masih memikirkan bagaimana nasib Mutia kedepannya, jika di hari pertama bulan madunya saja, dia tidak di hargai sama sekali oleh suaminya.

"Muti, muti...aku baru saja mengenalmu, tapi aku tahu kamu itu gadis yang lugu dan sangat baik, kenapa kamu bisa terjerat dengan pernikahan seperti ini," monolog Elena sambil memukul stirnya.

"Mudah-mudahan sesegera mungkin di tunjukkan kebejatan suamimu dan kamu jangan sampai hamil dulu. Aku ingin membantu, tapi tidak mungkin aku mengatakannya langsung kepadamu Muti," monolog Elena lagi.

Sementara di penginapan, Muti sedang duduk di lobi hotel, sambil menyesap kopinya saat Sultan datang menghampiri.

"Kamu kenapa masih di sini! Mau tebar pesona ya, dengan pria-pria yang lalu lalang di sini!" ucap Sultan ketus.

"Eh, maaf Kak! Aku baru saja datang kesini, tadi kelamaan nunggu kakak di kamar, tapi karena Kakak kelamaan datang, makanya aku putuskan untuk minum kopi sambil menunggu kakak di sini," jawab Muti.

Sultan meninggalkan Mutia menuju kamar setelah meminta kunci darinya tanpa menghiraukan jawaban dari Mutia.

Muti pun segera meninggalkan kopinya yang masih dia nikmati sedikit, untuk pergi mengejar Sultan karena dia takut Sultan benar-benar marah.

Sesampainya di pintu kamar, Muti bingung ternyata kamarnya di kunci oleh Sultan dari dalam. Muti bingung harus bagaimana, mau menelepon Sultan, ponselnya pun tertinggal di dalam.

Muti mencoba menggedor pintu sambil meminta maaf kepada Sultan, tapi tetap saja pintu kamar itu tidak di buka, malah terdengar suara gemericik air dari dalam sana. Berarti saat ini Sultan sedang berada di kamar mandi.

Akhirnya Muti putuskan untuk duduk bersandar di depan pintu, sambil menunggu Sultan selesai mandi, barulah dia akan menggedor pintu kamarnya lagi.

Karena lelah dan mengantuk, Muti malah tertidur di sana, hingga menarik perhatian salah satu tamu penginapan yang kebetulan baru keluar dari kamarnya yang tidak jauh dari kamar Muti dan Sultan.

Pria tersebut ingin ke lobi hotel, karena dia merasa belum mengantuk.

Kemudian pria itu berjongkok mendekati Muti sambil memperhatikan wajahnya dan berkata, "Gadis yang cantik dan sangat menarik, kenapa kamu malah tidur di sini."

Muti yang mencium aroma parfum maskulin pria pun mengerjapkan mata, lalu dia terkejut dan berteriak tapi mulutnya keburu di bekap oleh pria tersebut sambil berkata, "Jangan berteriak! Aku tidak bermaksud jahat. Perkenalkan, namaku Adam, aku hanya ingin membangunkan kamu, kenapa kamu tidur di sini?" tanya Adam.

Muti pun bangkit, lalu dia berkata, "Nggak apa-apa, pergilah Mas! Aku hanya sedang menunggu suamiku saja. Dia sedang mandi jadi tidak mendengar suara ketukanku," ucap Muti.

"Oh, kamu sudah bersuami? Aku pikir masih gadis, tampaknya kamu, masih terlalu muda," ucap Adam.

Mutia hanya menanggapi perkataan Adam dengan senyum, dia sudah bersuami tapi saat ini masih perawan. Malah hal ini yang membuatnya takut, jika malam ini suaminya akan meminta keperawanannya.

Melihat senyum manis gadis itu, hati Adam terasa adem, tapi langsung dia tersadar bahwa, dirinya tidak boleh terlalu lama berada di sini bersama istri orang lain. Takutnya akan menimbulkan fitnah, apabila suami gadis yang ada di hadapannya itu nanti keluar dari kamar.

Kemudian Adam pun berkata, "Baiklah Mbak, aku pergi dulu, mau ke lobi. Jika butuh bantuan, cari saja aku di sana dan bisa kok minta kunci serep kamar kamu kepada pihak hotel," ucap Adam.

"Terimakasih Mas, sebentar lagi suamiku juga pasti selesai dan membuka pintu kamar ini," ucap Mutiara.

Adam pun tersenyum, sambil berlalu meninggalkan Mutia, dalam hatinya dia merasa tidak yakin, jika suami gadis itu, secara tidak sengaja membiarkannya tidur di luar.

Tapi Adam tidak mungkin ikut campur dengan urusan rumah tangga orang lain.

Sepeninggal Adam, Mutia kembali menggedor pintu, dan akhirnya di buka oleh Sultan yang baru saja selesai mandi. Muti kaget melihat Sultan menggunakan baju mandi yang bagian atas dadanya masih terbuka hingga menampakkan dada Sultan yang bidang dan berbulu.

Dengan malu dan sambil menelan ludah, Muti pun buru-buru masuk. Bagi Muti, ini adalah pengalaman pertama, melihat pemandangan seperti itu.

Sultan pun menutup pintu sambil berkata, "Aku pikir kamu mau tetap di sana sampai pagi!" ucap Sultan sambil berbalik dan mengelap rambutnya yang masih basah dengan handuk.

Perkataan Sultan, dari sejak pertama kali mereka bertemu hingga saat ini, seringkali pedas terdengar di telinga Muti. Tapi, mau tidak mau, senang atau tidak senang, Muti harus membiasakan diri dengan sikap Sultan yang sekarang telah sah menjadi suaminya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!