BRAK!!
"Mama!!" pekik Dinda saat kecelakaan naas itu terjadi tepat di depan kedua matanya. Kakinya yang berlari kalah cepat dengan sebuah mobil yang menabrak tubuh sang ibu.
Wanita paruh baya dengan tubuh ringkih itu terpelanting jauh. Lalu berakhir jatuh di atas aspal dengan keras.
Diantara kegamangannya Dinda berlari menjangkau tubuh sang ibu yang sudah bersimbah darah.
"Tidak, Ma. Tidak, Mama, tidak, jangan, jangan tinggalkan aku, jangan, aku tidak mau begini." Isak Dinda, diantara derai air mata yang mengalir deras. Baginya dunia seolah berhenti berputar, tak terdengar sedikitpun suara bising klakson di telinganya saat itu.
Beberapa orang bahkan berteriak memintanya untuk membawa sang ibu ke rumah sakit, namun Dinda seperti tuli, kedua matanya tetap bersitatap dengan mata milik yang ibu yang sayu.
Diambang batas kesadarannya, ibu Dinda tersenyum menatap sang anak.
Dinda menggeleng kuat, dengan segera dia gendong tubuh sang ibu di punggungnya dan dibawanya berlari menuju rumah sakit terdekat.
Terbiasa hidup hanya berdua dengan sang ibu, membuatnya tak terbiasa menggantungkan hidup dengan orang lain. Bahkan Dinda tak berucap satu patah kata pun untuk meminta bantuan pada segerombolan orang yang mengelilingi dia.
Dinda berlari, sekuat tenaga menahan beban di punggungnya.
Sampai akhirnya dia tiba di rumah sakit Royal Dude.
"Segara tangani mama saya, cepat!" pekik Dinda, seolah dia tidak ingin melewatkan waktu 1 detik pun berlalu. Waktu yang terus berjalan seraya memberikan luka pada sang ibu.
Dinda bahkan seolah berbagi darah dengan ibunya, tubuhnya pun berlumur bercak merah itu.
Beberapa perawat pun segera membawa ibu Dinda ke ruang IGD, namun saat Dinda ingin ikut langkahnya dicekal.
"Maaf Nona, silahkan anda urus administrasinya terlebih dahulu. Kami akan memberikan pertolongan pertama untuk ibu Anda, tindakan selanjutnya hanya akan dilakukan jika anda sudah mengurus semua administrasi," jelasnya tanpa jeda.
"Mama ku dalam keadaan darurat, tidak bisakah dia ditangani dengan cepat! aku pasti akan membayar semua biayanya!" pekik Dinda, saat ini dia tidak berada dalam keadaan yang baik untuk bernegosiasi, dia hanya ingin sang mama segera dibawa ke ruang operasi.
Apalagi Dinda bisa lihat dengan jelas, jika ibunya sudah tak sadarkan diri.
Air mata Dinda terus mengalir deras, bicara dengan suaranya yang sesenggukan. Di usianya yang baru saja menginjak 21 tahun, dia harus menghadapi cobaan seberat ini seorang diri.
Dan melihat Dinda yang seolah berkilah, perawat itu yakin jika Dinda tidak punya uang untuk membayar pengobatan.
"Apa ibu Anda memiliki kartu pengobatan gratis?"
Dinda menggeleng.
"Maaf Nona, silahkan ke bagian administrasi."
Dinda ambruk disana, dia bersimpuh dan untuk pertama kalinya dalam hidup dia memohon.
"Aku mohon, aku mohon tangani mama ku lebih dulu, aku akan membayar dengan tubuhku nanti, aku akan jual ginjalku, jantungku, semuanya. Tapi aku mohon, segera tangani ibuku," lirih Dinda, tangisnya begitu pilu memenuhi ruang instalasi gawat darurat itu.
Namun sang perawat tak kuasa melakukan apapun, karena dia hanyalah bekerja disini. Tak punya wewenang untuk membuat keputusan.
Kedua mata Dinda yang coklat penuh dengan air mata, tangannya mengatup di depan dada membuat permohonan.
Sampai akhirnya ada seorang wanita paruh baya yang menghampiri Dinda dan ikut bersimpuh disana.
"Aku akan membantumu, aku akan membayar semua biaya rumah sakit ibumu. Tapi dengan satu syarat, jadilah wanita bayaran ku," ucapnya dengan berbisik.
Wanita paruh baya itu adalah Gaida, di usianya yang sudah menginjak 60 tahun namun dia tetap terlihat cantik. Gaida adalah salah satu wanita dari kalangan sosialita di kota ini. Uang yang dia punya bisa digunakannya untuk melakukan apapun, termasuk membayar wanita cantik ini untuk menjadi wanita bayarannya.
Saat ini ibu Dinda telah masuk ke dalam ruang operasi sementara Dinda dan Gaida menunggu di luar. Duduk berdampingan tak jauh dari ruang operasi.
Ditatapinya lah oleh Gaida wajah Dinda yang sangat cantik, kedua matanya berwarna coklat, rambutnya hitam legam dan panjang, lengkap dengan kulitnya yang putih bersih.
Hanya sekali lihat, Gaida tahu jika Dinda pastilah keturunan campuran, ibunya dari negara ini sementara ayahnya adalah orang luar. Sangat sempurna untuk menjadi seorang wanita penggoda.
Ya, Gaida memang akan membuat Dinda menggoda kekasih cucu kesayangannya, Liora.
Gaida akan buat Dinda menghancurkan hubungan Liora dengan Alden, pria miskin yang hanya akan menjadi beban dan membuatnya malu.
Bagaimana bisa keluarga terpandang seperti nya mereka mendapatkan menantu seorang karyawan biasa.
Cih! hanya membayangkannya saja Gaida merasa tak mampu, membuatnya mual. Calon suami Liora haruslah seorang CEO.
"Dinda, tanda tangani lah surat ini. Selama aku butuhkan, kamu akan tetap jadi wanita bayaran ku dan jangan sekalipun kamu membuka mulut akan hal ini." terang Gaida, dia ulurkan selembar kertas pada Dinda. Sebuah kertas berisi perjanjian diantara mereka.
Dengan menandatangani itu, sama saja Dinda sudah menjual hidupnya pada Gaida. Dia akan lakukan apapun perintah wanita paruh baya ini, dan sebagai gantinya nanti Gaida akan membiayai hidupnya dan sang ibu.
Dan Dinda yang sudah mengetahui semuanya pun langsung menandatangani kertas itu tanpa pikir panjang.
Baginya yang terpenting saat ini adalah ibunya, tidak ada yang lain.
"Sanny akan menjaga mama mu, lebih baik sekarang kita pergi," ucap Gaida, Sanny adalah salah satu orang kepercayaan.
"Tapi_"
"Tidak ada tapi-tapian. Aku sudah menyelamatkan hidup ibumu dan sekarang waktunya kamu bekerja," titah Gaida tak ingin dibantah. Dialah yang memegang kendali di antara mereka, Dinda tidak punya hak sedikitpun meski hanya untuk bicara menyampaikan pendapatnya.
Akhirnya Dinda hanya bisa pasrah, sore itu dia meninggalkan sang ibu yang tengah berada di ruang operasi, hanya didampingi oleh Sanny.
Gaida membawa Dinda ke salah satu butik ternama.
"Buat wanita ini jadi cantik dan buang bajunya yang berlumuran darah itu."
Satu perintah Gaida langsung dijalankan oleh para karyawan disana.
Dinda di bawa masuk ke dalam sebuah ruangan.
"Silahkan Anda Mandi Nona, kami akan siapkan semuanya."
Dinda hanya diam, dia bahkan tidak menganggukkan kepalanya. Saat ini dia sudah seperti mayat hidup. Tubuhnya terus bergerak namun hatinya terasa mati.
2 jam kemudian Dinda telah tampil seperti bukan dia selama ini. Saat Dinda melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin, dia bahkan seolah tak mengenal siapa bayangan itu.
"Sempurna, kamu cantik sekali. Seperti pelacuur," ucap Gaida dengan seringai tipis di ujung bibirnya.
Dan Dinda hanya diam, menerima semua ucapan kasar itu.
Jam 7 malam Dinda mendatangi Alden yang sedang makan malam bersama Liora di salah satu hotel bintang 5, Five Season Hotel.
Sejak pertama kali menginjakkan kakinya hotel ini, Dinda sudah putuskan untuk menjadi orang lain. Dia bukanlah Dinda, tapi Valerie seorang wanita penggoda. Nama itu adalah pemberian Gaida.
Dinda melangkahkan kaki jenjangnya dengan sangat anggun, masuk ke dalam restoran mewah itu. Dia tersenyum menatap sepasang kekasih di ujung meja sana. Melihat Alden dan Liora yang saling menatap penuh damba.
Tatapannya lalu terkunci, pada pria itu, pria yang harus dia goda malam ini.
"Alden," panggil Dinda dengan suaranya yang manja, bahkan tanpa segan dia menunduk dan memeluk Alden, mencium bibir pria ini sekilas.
"Aku hamil sayang."
"Aku hamil sayang," ucap Dinda, dengan kedua mata yang menatap lekat Alden. Seolah ucapannya adalah sebuah kebenaran.
Dinda bahkan masih menggantungkan kedua tangannya di atas pundak Alden yang sedang duduk.
Alden dan Liora sontak saja terkejut mendengar kata hamil itu, sesaat Alden bahkan tergugu atas apa yang terjadi padanya. Seseorang wanita yang tiba-tiba jatuh ke atas tubuhnya dan melabuhkan sebuah ciuman.
"Shiit!!" umpat Alden, dengan segera dia mendorong tubuh kecil Dinda, nyaris saja gadis ini jatuh saat terhuyung, namun untunglah Dinda masih mampu menahan tubuhnya untuk tetap berdiri.
Liora yang terkejut bercampur marah pun langsung bangkit dari duduknya.
Makan malam yang indah ini seketika jadi hancur dengan sangat menjijikkan. Apalagi saat Liora melihat jika wanita sialan ini sangat cantik, membuatnya semakin tak terima.
"Apa ini semua Al? di belakangku kamu berselingkuh dengan dia?!" cerca Liora dengan suaranya yang meninggi, jari telunjuknya bahkan mengarah dengan sangat tajam ke tubuh Dinda.
Wanita yang terus tersenyum meski dia telah merusak hubungan orang lain. Sesekali menatap Alden dengan manja, menggigit bibir bawahnya dengan sangat menggoda.
"Katakan Al, siapa aku bagi kamu. Berapa banyak waktu yang telah kita lalui beesama." Dinda ikut bicara, lengkap dengan suaranya yang lembut dan mendayu. Seolah mengingatkan Alden tentang kenangan indah dan panas di masa lalu.
Padahal kenangan itu tidak pernah ada sedikitpun.
"Jaga ucapan mu!" geram Alden, dia pun menatap tajam pada wanita gila ini.
"Aku tidak mengenal dia Liora, dia hanya seorang wanita gila."
"Bohong, jadi ini alasan kamu selalu mengulur tentang pernikahan kita? kamu bermain dengan dia dibelakang ku? begitu Al?" kedua mata Liora mulai berkaca-kaca.
"Aku sudah menerima mu apa adanya, bahkan aku selalu berdebat dengan nenek demi kamu. Tapi apa ini, cintaku yang tulus hanya kamu balas dengan penghianatan." lirih Liora, hatinya sungguh sangat hancur.
Malam ini dia ingin meminta Alden untuk segera menikahi nya, tapi apa yang terjadi? justru malam ini dia mengetahui penghianatan sang kekasih.
Dan Setelah mengatakan kata-kata putus asanya itu, Liora pergi dengan sedikit berlari.
Menjauh dari hal paling menjijikkan di dal hidupnya, perselingkuhan.
"Liora!" Alden pun dengan cepat coba mencegah, namun saat itu Dinda pun bergerak lebih dulu untuk menahan lengan Alden dengan sangat kuat, hingga langkah pria berbadan tegap ini terhenti karenanya.
Tapi Alden tak terima dengan sentuhan itu, dia langsung menepis tangan Dinda tak kalah kuat, juga mendorong tubuh wanita ini agar menjauh darinya.
Dorongan itu membuat Dinda terjatuh di atas meja, hingga ada beberapa benda yang jatuh ke lantai dengan sangat kuat.
Brak!!
Seketika tubuh Dinda jadi kotor, banyak makanan yang mengenai dia. Dinda pun meringis merasakan sakit di lengan, yang dia gunakannya untuk tumpuan.
Dan melihat itu semua, hanya Gaida lah yang tersenyum paling lebar.
Di sudut restoran ini, dia menatap puas atas semua yang terjadi.
Sementara Alden tetap merasa tak puas melihat wanita sialan ini tersungkur, Alden lantas berbalik, dia cekal kuat dagu Dinda dan menatap penuh kebencian.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu melakukan ini, tapi ingatlah kata-kataku dengan sangat baik. Setelah malam ini, hidup mu akan lebih hancur dari pada hidupku." Ancam Alden.
Dia membuang kasar wajah Dinda, bahkan hingga mengenai piring di atas meja. Setelahnya Alden pergi, secepat langkah mengejar Liora.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!