Hari ini menjadi hari bahagia bagi wanita Nisa, setelah sempat pingsan dan dilarikan ke rumah sakit, akhirnya senyum sumringah terukir di bibirnya. Wanita yang memiliki nama lengkap Emilia Sarah Ziannisa itu begitu bahagia karena penantiannya selama tiga tahun terbayar lunas dengan kabar bahagia yang didapatnya satu jam yang lalu.
Usia pernikahan Nisa sudah menginjak 3 tahun dan selama itu pula dia dan suaminya, Bima Ardhana sudah melakukan berbagai usaha agar bisa secepatnya memiliki momongan. Bukan karena desakan orang tua ataupun mertua, akan tetapi usia yang sudah tidak lagi muda yang menjadi alasan keduanya untuk segera memiliki keturunan. Berbagai usaha sudah pernah mereka jalani setelah menikah, namun nyatanya tidak serta merta hal tersebut langsung membuahkan hasil. Hingga akhirnya pada hari ini kabar bahagia itu datang juga.
Bima dan Nisa menikah saat usia mereka terbilang terlalu matang yaitu saat Bima menginjak usia 30 tahun dan 25 tahun untuk Nisa, usia yang bisa dikatakan sudah terlewat tua bagi masyarakat desa.
Pernikahan keduanya juga bukan pernikahan perjodohan seperti cerita dalam novel-novel yang awalnya terpaksa kemudian jadi bucin. Bukan! Keduanya sudah berpacaran sejak SMA kemudian putus saat Bima harus melanjutkan studinya di luar negeri. Tetapi yang namanya takdir Tuhan tidak ada yang tahu. Meski sudah lama terpisah, akhirnya keduanya kembali bertemu dalam sesi wawancara. Iya, Nisa yang baru saja di phk dari tempat kerja sebelumnya bertemu dengan Bima yang kebetulan sedang merekrut karyawan untuk dijadikan sekretaris pribadinya. Sejak saat itu keduanya kembali dekat dan akhirnya sepakat untuk menjalin kasih. Hingga satu tahun setelah itu keduanya pun memutuskan untuk menikah dan menghabiskan sisa hidup mereka bersama.
Dan bukan seperti kisah di novel yang orang tua si lelaki menolak pernikahan keduanya karena perbedaan status sosial, justru orang tua Bima sangat mendukung dan merestui hubungan mereka. Ibunya Bima juga sangat menyayangi Nisa sama seperti anaknya sendiri.
"Nis, bagaimana keadaanmu sayang? Mama dengar dari Bik Asih kamu sempat dilarikan ke rumah sakit tadi pagi?" tanya Vena, mertua dari Nisa. Dia langsung datang mengunjungi menantunya itu setelah Bik Asih asisten rumah tangga dari Nisa memberinya kabar kalau Nisa pingsan dan sempat dirawat di rumah sakit.
Di usianya yang menginjak lebih dari setengah abad, Vena masih terlihat sepuluh tahun lebih muda. Mungkin itu karena efek dari dia rajin perawatan dan berolahraga. Makanya tidak jarang setiap weekend, Nisa juga diajak mertuanya itu untuk memanjakan diri agar bisa terlihat awet muda.
"Nisa baik-baik saja kok, Ma. Nih buktinya Nisa langsung diperbolehin pulang sama dokter," jawab Nisa yang terlihat bahagia.
"Tunggu, tunggu, tunggu! Mama seperti melihat sesuatu yang berbeda dari kamu." Vena memperhatikan wajah menantunya itu dengan seksama. "Apa ada hal yang membuatmu bahagia?"
Nisa mengangguk.
"Suamimu sudah pulang dari luar kota?" Nisa menggeleng.
"Ouh… atau suamimu dapat tender besar kali ini?" tebak Vena lagi dan lagi-lagi Nisa menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Terus?" Veno kembali menatap menantunya, dia penasaran dengan hal yang membuat menantu kesayangannya itu terlihat bahagia.
"Mama sudah nyerah nih? Nggak mau mencoba menebak lagi?"
Vena mengangkat kedua tangannya. "Mama nyerah," jawab Vena. "Sekarang beritahu mama, apa yang membuatmu terlihat sangat bahagia!"
"Tada." Nisa menunjukan lembar kertas dari dokter kepada mertuanya. Vena mengambil kertas tersebut dari tangan menantunya itu dan langsung melihat tulisan yang tertera di sana.
"Kamu hamil?" tanya Vena yang terlihat bahagia mendengar berita kehamilan menantunya itu.
"Iya, Ma. Dan dokter bilang usia kandunganku sudah menginjak 6 minggu. Aku sungguh bahagia, Ma. Akhirnya penantianku dan Mas Bima selama tiga tahun terbayar lunas," jawab Nisa. Senyum tak pernah lepas dari bibir wanita cantik tersebut.
"Selamat ya, Sayang. Mama senang mendengarnya." Vena memeluk menantunya. "Apa kamu sudah memberitahu Bima soal kabar kehamilanmu ini?"
"Belum, Ma. Aku mau memberi kejutan untuk Mas Bima. Tadi Mas Bima telepon kalau saat ini dia sedang di perjalanan pulang, mungkin sebentar lagi nyampai rumah."
Dan benar saja, baru saja Nisa berhenti berbicara terdengar ketukan dari luar pintu.
"Mungkin itu Mas Bima, Ma. Aku bukain pintu dulu ya." Dengan perasaan bahagia Nisa berjalan ke arah pintu.
"Mas akhirnya kamu pul…. "
Nisa mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan kalau hal yang dilihatnya saat ini adalah kenyataan. "Mas siapa dia?" tanyanya kemudian.
"Nis, kok diam? Itu beneran Bima kan yang pulang?" tanya Vena ketika melihat menantunya hanya diam di dekat pintu. Dia segera berjalan menghampiri menantunya tersebut.
"Ada apa sayang?" tanya Vena sekali lagi. Dia ikut melihat ke luar pintu.
"Bima?!" Pekik Vena yang juga terkejut atas apa yang ia lihat. "Siapa dia? Kenapa kamu membawa wanita asing pulang ke rumah?" tanya Vena.
"Nis, Mama, izinkan kami masuk dulu. Aku akan memberitahu siapa dia dan kenapa aku membawanya pulang bersamaku." Bima menjawab pertanyaan mama dan istrinya itu dengan lembut.
Nisa membuka pintu di depannya lebar-lebar. Dia kembali memperhatikan suami dan wanita itu bergantian. Sambil menggandeng tangan wanita itu, Bima melewati istri dan mamanya. Dia mempersilakan wanita itu duduk terlebih dulu sebelum kemudian mengajak istri dan mamanya ikut duduk bersamanya. Namun, sayangnya Nisa memilih untuk tetap berdiri demikian juga Vena.
"Sekarang tolong beritahu aku siapa dia, Mas!" pinta Nisa yang sudah tidak sabar menunggu jawaban dari suaminya tersebut.
Bima menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Dia menatap istri dan mamanya bergantian. "Namanya Ayu, dia anaknya Pak Rustam." Dengan berhati-hati Bima mulai memperkenalkan wanita yang datang bersamanya.
"Rustam?" Vena merasa tidak asing dengan nama yang baru saja disebutkan oleh putranya tersebut.
"Iya, Ma. Pak Rustam, dia mantan sopir pribadi kita yang sudah menyelamatkan almarhum papa dari begal dulu."
"Iya mama ingat dan mama nggak akan ngelupain jasa Pak Rustam itu," sahut Vena sambil kembali mengingat kejadian yang sudah terjadi beberapa tahun silam.
Pak Rustam adalah orang yang bekerja sebagai sopir pribadi almarhum ayah dari Bima dan sopir itu pernah menyelamatkan ayahnya Bima dari begal. Sebuah hutang budi yang tidak mungkin keluarga itu lupakan begitu saja.
"Lalu apa hubungannya dengan kamu membawa Ayu ke sini?" tanya Vena lagi. Dia tidak mengerti ada kaitan apa antar Ayu dengan mantan sopirnya yang bernama Rustam tersebut.
Bima terlihat ingin mengungkapkan sesuatu, namun enggan untuk membuka mulut.
"Mas, jawab pertanyaan Mama barusan! Kenapa kamu membawa dia ke sini?" Nisa yang tidak sabar menunggu jawaban dari suaminya itu pun kembali berbicara. Entah kenapa perasaan Nisa mengatakan kalau ada sesuatu diantara mereka. "Mas!"
"Duduklah dulu!" suruh Bima sambil menepuk-nepuk tempat duduk yang kosong di sebelah kirinya.
"Aku nggak akan duduk sebelum kamu memberitahu aku siapa dia!" jawab Nisa dengan tegas.
Bima yang baru saja duduk itu pun kembali berdiri. Dia menarik kedua tangan istrinya kemudian menggenggamnya dengan erat.
"Sayang, namanya Ayu, dia…. " Bima menggantung kalimatnya. Bima menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan dan hal itu semakin membuat perasaan Nisa tak karuan.
"Dia siapa, Mas? Mas, kamu tidak sedang mengkhianatiku kan?" tebak Nisa dengan mata yang mulai berkabut.
"Aku…. "
"Mas!"
"Maafkan aku Nis, sebelum pulang aku sudah menikahi Ayu."
Tubuh Nisa langsung terhuyung ke belakang mendengar jawaban dari sang suami, dia tidak pernah menyangka suami yang ia kira sangat mencintai dirinya tega mengkhianati cintanya. Untungnya dengan cekatan Bima menopang tubuh istrinya yang hampir jatuh tersebut.
"Mas, ini cuma prank-kan? Kamu cuma sedang mengujiku kan? Semua ini bohong kan, Mas?"
"Maafkan aku, Nis. Tapi, ini semua benar. Ayu adalah istri keduaku," jawab Bima.
"Tidak! Itu tidak benar kan, Mas? Itu tidak benar kan?!" Nisa mencengkeram dengan kuat kemeja yang dipakai oleh suaminya.
"Maaf." Satu kata itu membuat Nisa tak bertenaga. Dia langsung terkulai lemas dan jatuh pinsan.
"Nisa!" Tidak hanya Bima yang terkejut melihat Nisa tiba-tiba pingsan, Vena dan wanita yang diketahui bernama Ayu itu pun terkejut.
Bima dan Vena segera membawa Nisa ke kamarnya. Mereka segera memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Nisa.
Setelah hampir setengah jam Nisa tidak sadarkan diri. Akhirnya dia siuman dan itu membuat Bima bisa bernapas lega.
"Mas aku di mana?" tanya Nisa sambil memegang kepalanya yang masih sakit.
"Kamu di kamarmu sayang. Tadi kamu pingsan. Syukurlah dokter bilang kondisimu dan calon anak kita baik-baik saja," jawab Bima sambil duduk di tepian ranjang. Sejak Nisa pingsan, Bima terus duduk di tepi ranjang tempat tidur sambil menggenggam tangan Nisa.
"Mas, tadi aku bermimpi kalau kamu pulang bersama seorang wanita dan kamu bilang kamu sudah menikah dengan wanita itu."
"Sayang, maafkan aku." Bima menunduk, dia merasa sangat bersalah karena sudah membuat istrinya itu kecewa. Namun, disisi lain hal yang dilakukannya hanya untuk memenuhi janji almarhum sang ayah.
"Apa maksud kamu, Mas?" Nisa kembali mengingat kejadian sebelum dirinya jatuh pingsan. Dia segera melepaskan tangannya dari genggaman sang suami.
"Aku benci sama kamu, Mas. Aku sangat membencimu. Tega kamu mengkhianati aku, Mas. Tega kamu!" Nisa memukul dada suaminya, air mata menganak di kedua pipi wanita cantik yang sudah tiga tahun mendampingi Bima.
"Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengkhianatimu, aku terpaksa menikah dengannya karena…. "
"Cukup, Mas! Aku tidak mau mendengar penjelasan apa pun darimu!" Nisa menutup kedua telinganya dengan tangan. "Keluar kamu dari sini, Mas! Keluar!" teriak Nisa yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosinya. Dia masih tidak percaya kalau suami yang sangat dicintainya tega menyakitinya.
"Nis tolong dengarkan penjelasanku!" pinta Bima.
"Keluar! Aku minta kamu keluar sekarang juga, Mas! Keluar!" Teriakan Nisa.
Teriakan Nisa terdengar hingga keluar kamar dan itu membuat Vena dan Ayu yang saat itu sedang duduk di ruang langsung masuk ke dalam kamar Nisa.
"Sayang, ada apa?" tanya Vena kepada menantunya.
"Suruh Mas Bima keluar dari sini, Ma! Suruh dia keluar! Aku tidak mau melihatnya." Nisa terus saja menangis. Hatinya teramat sakit mengetahui kenyataan bahwa suaminya sudah menikah lagi.
Vena segera memeluk menantunya untuk membuatnya tenang. "Bima, sebaiknya kamu keluar dulu, Nak! Biarkan istrimu tenang!" seru Vena. Dia bisa mengerti kesedihan yang dialami menantunya tersebut. Wanita mana yang tak terluka hatinya ketika mengetahui suaminya menikah lagi.
"Tapi, Ma…. "
"Bima, kamu mencintai Nisa kan?"
"Tentu saja, Ma. Aku sangat mencintai dia," jawab Bima. Hatinya juga hancur melihat kesedihan yang Nisa rasakan, terlebih karena itu hasil perbuatannya.
"Kalau begitu keluarlah! Biar Mama yang akan menemani Nisa di sini!" suruh Vena lagi.
"Baiklah, Ma. Tolong jaga Nisa ya, Ma!"
Vena mengangguk.
"Satu lagi, kamu suruh Ayu tidur di ruang tamu! Aku tidak mengizinkan dia tidur di kamar utama rumah ini." Kali ini Vena mengatakan itu tanpa menoleh ke arah anak dan menantu barunya. Sama halnya dengan Nisa, Vena juga kecewa dengan perbuatan putranya.
"Baik, Ma," jawab Bima. "Ayo Ayu!"
Bima membawa istri barunya itu keluar dari kamar Nisa. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Ayu menuruti perkataan Bima. Dia sadar kalau semua kekacauan di rumah ini terjadi karena kedatangannya. Dia menyesal karena mau menikah dengan Bima. Dia tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau keputusan untuk menerima lamaran Bima akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari istri pertamanya. Sebelumnya Bima hanya berkata kalau istri pertamanya adalah wanita yang lembut dan tidak pernah marah. Dia pasti akan menerima dirinya sebagai madu dengan ikhlas jika tahu alasan Bima menikah dengannya.
Ayu menatap sayu wanita yang berbaring memunggunginya. Dia ingin sekali minta maaf dan pergi dari rumah itu. Tapi, kemana dia harus pergi? Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu dan ibunya juga sudah meninggal seminggu yang lalu. Dia hanya punya tante dan itu pun di luar kota, dia tidak mungkin pergi ke sana karena dia sendiri tidak tahu alamat pastinya.
*
"Mas, apa tidak sebaiknya kamu ceraikan aku? Aku tidak mau merusak rumah tanggamu dengan Mbak Nisa, Mas!" ucap Ayu dengan tatapan sayu.
"Yu, aku sudah berjanji pada almarhum ibumu untuk menjagamu, aku tidak bisa menelantarkanmu begitu saja. Lagian menikahimu adalah salah satu amanah dari almarhum papaku dan aku tidak bisa mengabaikannya," jawab Bima.
"Tapi bagaimana dengan Mbak Nisa? Dia sedih dengan pernikahan kita ini, Mas."
"Kamu sabar saja. Aku yakin setelah aku menjelaskan kepadanya tentang alasanku menikahimu, dia pasti akan menerimamu."
Meski tidak enak, Ayu hanya bisa mengangguk pasrah. Dia berharap rumah tangga suaminya itu akan kembali membaik dan Nisa juga bisa menerima dia sebagai madu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!