Bibirku tak henti-hentinya tersenyum melihat beberapa macam makanan yang sudah ku persiapkan menyambut kedatangan suamiku.
Ku lirik jam di ponselku menunjukan pukul 20:00 malam artinya suamiku sebentar lagi pulang.
Aku berlari menuju lantai atas dimana kamar kami berada, ku bersihkan dulu tubuhku supaya segar. Sudah selesai dengan ritual mandi aku langsung melaksanakan sholat isya.
Ku gunakan baju seperti biasa untuk menyambut suami ku, sedikit polesan makeup seperti biasa tak terlalu tebal dengan sedikit lipbab di bibirku.
"Cantik"
Pujiku pada diri sendiri sambil tersenyum manis memamerkan lesung pipi dan gigi ginsulku.
Rambutku sengaja aku gulung hingga memamerkan leher jengjangku yang putih mulus tentunya supaya suamiku senang dengan penampilanku yang sedikit berbeda.
Walau setiap hari aku selalu menyambut kepulangannya dengan penampilan terbaik. Tetapi, malam ini aku ingin sedikit berbeda. Entah kenapa? tapi aku ingin melakukannya.
Drumm ...
Bibirku semakin melebar tetkala mendengar suara mobil suamiku.
"Bismillahirohmannirohim, "
Gumamku langsung keluar kamar tak sabar membukakan pintu untuk suami tercintaku. Semoga mas Vandu menyukai kejutanku dengan penampilan yang sedikit berbeda.
Cklek ....
Deg ....
Senyuamku menghilang begitu saja bak di telan bumi melihat pemandangan di depan mataku.
Seorang wanita bergelayut manja di lengan kekar suamimu, melihatnya membuatku sakit. Tetapi, aku berusaha menahan sebelum aku mendengar penjelasan dari mulut suamiku tentang siapa wanita yang bergelayut manja di lengannya.
Bahkan mas Vandu membuang mukanya, membuat aku benar-benar tak mengerti di dalam situasi seperti ini.
Aku terpaku ketika suamiku berjalan melewatiku tanpa mengucap kata salam seperti biasanya.
“Mas, dia siapa?”
Akhirnya aku memberanikan diri bertanya, toh aku berhak bukan bertanya. Mas Vandu menghentikan langkahnya ketika aku bertanya.
“Vika, dia istri aku!”
Bagai di sambar petir di siang bolong, ungkapan mas vandu sungguh membuat hati dan jiwaku hancur, bahkan mas Vandu tidak menghargai aku sama sekali. Jika memang dia ingin menikah lagi kenapa tidak berkata sejak awal, mungkin aku tidak sesakit ini.
Apa ini kejutan untuku, aku berharap ini mimpi burukku. Aku berusaha menyambutnya dengan cara terbaikku, tapi nyatanya aku yang di buat terkejut olehnya. Ya Allah apa ini, pikirku berkecamuk sangat takut akan sesuatu.
“A..apa alasannya, mas? Kenapa kau tega menghadirkan Wanita lain di rumah tangga kita?”
“Apa kamu lupa, kita menikah sudah lima tahun tetapi kau belum hamil juga! Apa kau lupa ! aku ingin, anak!”
“T..tapi, …”
“Halah.., sudah. Aku tidak mau berdebat dengan mu, aku cape aku ingin istirahat!”
“Ayo…, sayang!”
“Dasar Wanita mandul!”
Air mataku jatuh dengan tubuh yang merosot,rasanya kakiku lemas tidak kuat untuk menopang berat kesakitan yang teramat meremas hati dan jiwaku. Inikah takdir kisah ku, ya allah, hadiah apa yang sudah kau janjikan untuk hambamu ini yang sulit menerima takdir darimu, jerit batinku.
“Saya terima nikahnya Laila Asma Ar-rohman dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar serratus lima puluh juta satu perak, tunai”
Bibirku bergetar mengingat ketika dengan lantangnya mas Vandu mengucap janji suci. Di mana artinya dia menerima segala kekurangan dan kelebihanku. Tetepi, janji manis itu hanya sebuah bualan, dan kini dia menghancurkan rumah tangga yang tertata rapi karena alasan ketidak hadiran seorang anak.
“Sampai disinihkan kesabaran kamu mas, menunggu hadirnya seorang anak! Jika aku katakana yang sebenarnya, apa kamu akan menyesal! Kenapa kau tega sakiti, aku?”
Gumam ku lilir memeluk tubuhku yang terus bergetar tidak mau berhenti karena isak tangis yang kian menjadi.
Sungguh, aku tidak menyangka dengan barusan yang terjadi. Semuanya seakan tiba-tiba membuat aku tak mengerti.
Itukah mas Vandu yang sebenarnya? malam ini aku seperti melihat kalau suamiku bukan mas Vandu, tapi orang lain.
Sipatnya yang berubah, seakan aku tak mengenalinya lagi. Inikah suamiku yang sesungguhnya. Selama lima tahun aku tak menyangka kalau mas Vandu akan mendua kan aku.
Ya Allah mimpikah ini, jika iya. Aku mohon bangunkan aku kembali, jika bukan! tolong, tolong jangan bangunkan aku jika harus menahan sakit ketidak kuatan aku menerima kenyataan ini, jerit batinku sakit sangat sakit.
Bahkan mas Vandu pergi begitu saja tanpa meminta maaf atau pun menjelaskan dengan baik. Dia tega meninggalkan aku dengan deretan pertanyaan yang terus memutar di kepalaku.
Bersambung....
Like dan Vote nya dong...
Semalaman menangis membuat mataku bengkak, kulihat wajahku di depan cermin dengan senyum kepiluan.
Huh…
Ku tarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara kasar, aku berusaha menerima takdir diriku yang harus di madu,walau aku tahu hati ini begitu sakit. Entah sampai kapan aku akan bertahan dengan kesakitan ini. Keikhlasan coba ku tanamkan walau berat dan sulit, aku hanya takut,… takut hilang kendali yang membuat Allah membenciku. Mungkin hatiku memang sakit.Sakit yang teramat yang tidak bisa ku gambarkan. Tetapi, aku jauh lebih takut dari pada kesakitan itu Ketika allah membenciku dengan ke tidak ikhlasan aku menerima takdir darinya.
Aku hanya terlalu takut, jika Nabiku tak menganggap lagi diriku sebagai umatnya ketika Aku tidak menerima suamiku mempoligami diriku. Aku terlalu takut akan ancaman Robb ku. Bagaimana mungkin hati ini tidak sakit, tentu itu sakit jangan pernah di tanya lagi. Tetapi, ketakutan ku pada Nabi dan Robb ku jauh lebih besar hingga aku memilih sabar dan ikhlas atas segalanya. Biarlah Allah yang memutar skenario hidupku.
Aku masih ingat guruku pernah berkata salah satu hadis Rosulullah Salallahi Alaihiwasalam " Uhia Mussa As bin Imran As, Ya Mussa :Man Lam Yardho Bikodoi Walam Yasbir Ala Bala'i Walam Yasykur Bini'mai Falyahkruj Min Baini Ardi Wassama'i Wal Yathlub Lahu Robban Sawa'i ( Allah SWT Memberi wahyu pada nabi Musa AS, Allah berkata : Ya Musa, Siapa pun ada orang yang tidak ridho akan kodho, tidak sabar dalam ujian, dan tidak bersyukur atas nikmat maka Allah mengancam akan mengeluarkan orang itu di antara bumi dan langit dan akan menyuruh orang itu mencari Tuhan selain Allah)".
Di dunia ini aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Abi meninggal ketika aku masih kuliah dan Umi meninggal satu tahun lalu ketika umi tahu kalau aku menyembunyikan sebuah masalah! Hingga membuat jantung umi kambuh dan langsung meninggal di tempat.
Mengingat itu membuatku semakin sakit yang teramat, mas Vandu orang yang aku berusaha lindungi dari fitnah dan berujung membuat umiku meninggalkan aku untuk selama-lamanya. Namun, nyatanya orang yang begitu aku lindungi dan sayangi nyatanya tega menolerkan luka yang teramat besar.
Aku pikIr kepergian orang tuaku akan membuat aku baik-baik saja, karena aku percaya mas Vandu akan selalu ada buat aku, tetapi nyatanya aku salah besar, orang yang berusaha aku lindungi malah menyakitiku sedalam ini. Tidak ada lagi harapan dari mas Vandu, cintanya sudah terbagi membuat aku merasa sendirian di dunia ini.
Ketika orang lain pergi dan berkhianat, sekarang aku baru sadar bahwa Allah tidak pernah pergi. Harapanku sekarang hanya satu, ridho Allah. Itulah yang akan menjadi kekuatanku mencoba menerima takdir ini.
“Bismilahirohmannirihim ...,”
Ku ucapkan basmalah memulai aktivitasku,walau hatiku sakit tetapi aku berusaha tetap melakukan kewajibanku sebagai seorang istri,biarlah mas Vandu yang berbuat dosa menyakitiku tetapi aku tidak mau melakukan dosa yang sama , dengan tidak melakukan kewajibanku sebagai seorang istri.
Biarlah ku serahkan semuanya pada Allah masalah hidup dan hatiku. Cukup mas Vandu menyakitiku, tetapi aku tidak mau mengundang murka Allah Ketika aku tidak melakukan tugasku.
Ku siapkan sarapan pagi dengan mencoba ikhlas, walau bagaimana pun mas Vandu suamiku yang harus ku hormati dan layani.
Bibirku berusaha tersenyum melihat mas Vandu dan istri barunya baru keluar dari kamar tamu, semalam memang mas Vandu membawa istri barunya kedalam kamar tamu karena kamar utama aku yang menempati tepatnya kamar yang ada di lantai atas.
“Sarapan mas, mba?”
Aku berusaha mencoba tersenyum menyapa suami dan maduku walau hatiku terasa di remas-remas melihat kemesraan mereka di hadapanku.
Aku juga istrimu, mas. Aku mencoba ikhlas tapi di mana ke adilanmu? Jerit batinku Ketika aku harus menyaksikan mas Vandu menyuapi istri barunya tanpa peduli dengan diriku. Ku gigit bibir bawahku mencoba menahan segala rasa yang bergejolak di hatiku sambil berusaha menelan masakanku sendiri yang bagai pil pahit.
“ Laila?”
“Iya, mas” hatiku terasa terobati ketika mas Vandu memanggil namaku. Aku berusaha tersenyum manis menatap dirinya walau aku tahu istri barunya dari tadi menatapku sinis, tetapi aku tidak puduli.
“Bereskan barang-barangmu yang ada di kamar, mulai sekarang Vika yang akan menempati kamar utama dan kamu di kamar bawah!”
Duarrr …
Bagai sekedip mata panah melesat dari busurnya tepat menancap di jantungku mendengar apa yang mas Vandu ucapkan, sungguh sangat, sangat menyakitkan tiada henti. Bibirku bergetar dengan mata yang sudah mengembun menatap sendu mas Vandu yang seakan tidak merasa beralah sama sekali.
“Laila tidak mau, mas!”
Prang…
“Kau, berani membantah hah…, bereskan sekarang juga atau …, aku akan menceraikanmu?”
Deg…
Lagi-lagi hatiku harus di jatuhkan kedalam lembah kesakitan, tidak cukupkah mas Vandu menyakitiku dengan ucapannya yang sangat sangat di benci Allah.
“Mas, kamu sadar dengan ucapan kamu?”
“Ya! Dan pilihan ada di tangan kamu?”
Aku terdiam menatap penuh kekecewaan, sakit dan marah pada mas Vandu yang seakan berubah. Tidak ada lagi mas Vandu yang penyayang dan lemah lembut. Bahkan tidak pernah sekali pun mas Vandu berkata kasar dan tinggi. Tetapi, sekarang jiwanya seakan hilang arah dan entah siapa laki-laki yang ada di hadapanku ini.
Ya Allah sakittt ...
Ku lilik istri barunya yang tersenyum puas menertawakan penderitaan ku, ingin rasanya aku mencekik lehernya dan menghancurkan muka sok polosnya, tetapi aku masih waras dan ingat akan dosa.
“Baiklah, aku akan mengalah!”
“Bagus!”
“ Dasar mandul!”
“Sudah sayang, jangan menyakitinya dengan menjuluki dia mandul,”
Tanganku mengepal erat mendengar kata menyakitkan itu, ingin sekali aku merobek mulut busuknya. Tetapi, lagi-lagi aku hanya bisa diam.
“Bukan maduku yang menyakitiku, mas. Tetapi kamu! tidak sadarkah kamu dengan ucapan kamu sendiri!”
Gumamku lilir sambil memandang kesetiap sudut yang ada di kamar ini. Begitu banyak kenangan di kamar ini yang aku lalui bersama mas Vandu.
Lima tahun kita membangun istana kebahagian nyatanya dengan waktu yang semalam suamiku hancurkan. Sudah tidak ada lagi kepingan harapan-harapan yang kita bangun semuanya hancur dan terhapuskan ketika suamiku membawa Wanita lain ke istana kami.
Sekali lagi ku pandangi setiap sudut kamar ini dengan dada sesak, cairan bening terus saja keluar tanpa bisa ku hentikan.
“Ya Allah, Laila tahu! kau ada Bersama Laila, jika iya! Kuatkanlah hati Laila untuk menjalani kerikil-kerikil menuju jalan keridhoanmu, ikhlaskan hati Laila, halnya kau kuatkan hati syaidah Aisyah bintu Abu Bakar As-sidik ketika Rosulullah menikah lagi. Yakinkan hati Laila bahwa ketetapanmu jauh lebih indah dari pada kesakitan hati ini”
“Mas, jika menikah lagi membuatmu bahagia, Laila ikhlas. Namun, jika kamu mengetahui yang sebenarnya, apa kamu bisa menyembuhkan hati yang sudah kau hancurkan!”
“ Semoga kamu cepat sadar, mas. Ingat! Jangan biarkan syetan menertawakan kebodohan nafsumu dan Laila yakin nafsu itu suatu saat nanti yang akan menghancurkan harapanmu sendiri! Masalah anak, tidak bisakah kita mengadopsi saja?”
Aku menatap nanar kamar yang sudah memberikan kenangan manis dan pahit itu, hingga ku langkahkan kedua kakiku keluar kamar dengan membawa sisa barang-barangku, karena sebagian sudah beres.
Buat apa kau ucap janji jika harus di ingkari, Mas. Jerit bantinku benar-benar sakit dan perih meningalkan kamar penuh kenangan itu.
Bersambung...
Jangan lupa
Like dan Vote ya cinta.... 😘
Hari-hari ku lalui kian berat aku rasakan,sanggupkah aku bertahan di dalam lembah kesakitan yang tiada henti. Setiap hari aku hanya berusaha mencoba sabar. Tetapi lagi-lagi Allah mengujiku melihat kemesraan suami dan maduku tanpa peduli aku. Seakan mereka menganggap aku tidak ada di rumah ini.
Salahkah aku cemburu? Aku rasa tidak. Aku merasa cemburu dengan apa yang mas Vandu lakukan di hadapanku.
Hari ini memang hari libur jadi mas Vandu tidak masuk kantor tetapi menghabisi waktunya dengan menonton. Jika denganku mungkin rasa sakitku sedikit terobati, tapi maduku seakan tidak memberi celah sedikit pun untuk aku dekat dengan suamiku. Maduku selalu berusaha menjauhkan aku dari suamiku, dan tidak membiarkan aku mengobrol walau hanya sebentar.
“Mas, filmnya lucu ya,”
“Ha…ha… “
Aku hanya bisa meremas dadaku yang kian sesak melihat tawa mas Vandu dengan maduku menonton Film kartun kesukaanku. Bahkan mas Vandu begitu tega menonton kartun itu dengan madunya tanpa peduli aku.
Aku putuskan lebih baik masuk kedalam kamar dan menguncinya dari pada harus melihat dan mendengar kemesraan suamiku dan maduku. Mau sampai kapan? Aku harus begini.
Di mana hak aku sebagai istri pertama? sudah tiga bulan semenjak kedatangan Vika aku semakin tersisihkan. Jika saja mas Vandu bisa bersikap adil, mungkin rasa sakitku tidak sedalam ini. Aku merasa di bohongi, di hianati dan di campakan.
Bahkan aku sekarang merasa bukan istri mas Vandu lagi melainkan hanya seorang pembantu yang membereskan rumah, menyiapkan makanan tanpa mas Vandu beri aku nafkah.
“Ya allah sesakit inikah?” lilirku mengigit bibir bawahku sambil memukul-mukul dadaku sesak.
Rasanya aku sudah tidak kuat lagi harus menahan kesakitan yang setiap hari kian menggerogoti.
Haruskah aku bertahan? mau sampai kapan? bukankah kesabaran ada batasnya.
Aku hanya mahluk lemah, entah sampai kapan aku akan bertahan dengan kesakitan ini.
Bahkan semenjak bak Vika masuk kerumah ini, mas Vandu sama sekali tak merilikku. Nafkah lahir dan batin tidak aku dapatkan semenjak mas Vandu membawa Vika kerumah ini. Rasanya aku ada tapi tak di anggap sama sekali. Bak patung yang tinggal terwujud namun terasa tak ada, bahkan di sapapun tidak.
Ingin melawan tapi apalah daya, aku selalu menjungjung dan menghormati mas Vandu sebagai suamiku tetapi nyatanya mas Vandu seakan lupa akan kewajibannya kepadaku.
Aku di campakan, di hempaskan dan di buang dari hati dan pikiran mas Vandu. Tidak ada lagi Vandu yang lembut, penuh kasih dan cinta yang selalu mas Vandu berikan padaku.
Tatapan itu kini seakan membenci dan mencemoohku.
Tak terlintas sedikitpun dalam pikiranku mas Vandu akan mempoligami aku. Tutur katanya yang lembut, perhatian dan penuh kasih tak memperlihatkan sedikit pun mas Vandu akan mendua. Tatapi, sikap lembut itu hanya kedok menutupi kesalahannya.
Aku tidak pernah mempersalahkan mas Vandu berpoligami tapi yang aku permasalahkan ketidak adilannya dalam memimpin dan bersikap pada istri-istri nya.
Jika tak bisa adil buat apa berpoligami, hanya mendatangkan satu dosa ke dosa lain.
Bukankah dosa seorang suami menyakiti istrinya, lantas kenapa mas Vandu tega hanya karena alasan aku tidak punya anak. Apa kesempurnaan rumah tangga di ukur karena adanya anak. Bukankah pernikahan kami baru menginjak lima tahun. Lantas bagaimana penantian nabi Jakaria menanti hadisnya seorang anak selama enam puluh tahun. Bukankah perjalanan masih panjang, kenapa kamu tak mau bersbar, Mas. Tapi kamu malah menghadirkan luka yang teramat dalam dan kian melebar.
"Laila ..., "
Deg...
Aku terlonjat kaget mendengar teriakan mas Vandu. Buru-buru ku usap air mataku yang dari tadi keluar. Ku tarik nafas sebelum aku membuka pintu.
"Ada apa, Mas? "
"Setrikakan baju ini, aku akan makan malam di luar dengan Vika, "
"Apa mas tidak mengajakku? "
"Tidak! kau jaga rumah saja, "
Ya Robbi ini sakit sangat sakit dan sakit, dada ini sesak dan perih. Kenapa kau berikan aku takdir ini.
Tubuhku merosot dengan lelehan bening terus memaksa keluar menodai pipiku. Ku remas dadaku sesak bak terhempit batu besar membuatku lemah.
Rasa sakit ini kian menganga bak segenggam garam yang mas Vandu taburkan di hatiku yang luka. Membuat luka ini yang belum sempat ku obati bertambah luka lain. Bagaimana aku mengobatinya sedang tak ada obat yang bisa ku gunakan untuk mengobatinya.
Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku menatap nanar kemeja yang mas Vandu berikan hanya untuk di setrika dan akan keluar nanti malam. Makan malam tanpa mengajakkku.
Bukankah ada Vika, kenapa harus aku! selama ini Vika bak nyonya di rumah ini. Tidak mengerjakan apa pun pekerjaan di rumah ini. Bukankah dia juga istri suamiku. Lantas kenapa aku yang harus mengerjakan semuanya.
Bukankah aku istrinya? kenapa aku di perlakukan seperti pembantu? mas Vandu begitu tega menyuruhku menjaga rumah sedangkan dirinya akan pergi dan bersenang-senang meninggalkan istri satu istri yang kesakitan.
Aku juga istrimu Mas, aku berhak ikut. Jangan kau perlakukan aku seperti ini, ini sangatlah menyakitkan. Haruskah aku terus baertahan atau aku menyerah.
Jika saja perceraian tak membuat Allah murka, sendari pertama sudah ku minta. Tapi, nyatanya aku terlalu takut akan siksaannya.
Namun, aku juga salah, jika bertahan hanya untuk berjuang sendiri. Namun, aku juga salah, jika berpura-pura ikhlas nyatanya hati ini memberontak.
Allahu rohman, ya rohim inikah kasih sayang-Mu. Berikan aku petunjuk untuk melewati semua ini. Genggam hati ku supaya aku kuat untuk menerima takdir-Mu. Ya mukolibal kulub, bukakanlah hati mas Vandu supaya tidak terus terjerumus dalam lubang kemaksiatan, jerit batinku.
"Laila ikhlas ya Robb"
Gumamku bergetar sambil menggerakan tanganku menyetrika baju mas Vandu.
Jadikan ini ladang pahala untuk mencapai ridho-Mu.
Jika mas Vandu menyakitiku, jangan buat aku menyakitinya. Jika mas Vandu menelantarkan aku, jangan buat aku menelantarkannya. Jika mas Vandu tak menganggap aku istrinya lagi, jangan jadikan aku tak menganggapnya. Karena aku tak mau ketika aku menghadap-Mu diri ini dalam keadaan kotor. Kuat kan hati dan jiwa ini ya Robbi, sampai dimana titik Kau sendiri yang menyuruh aku berhenti.
Karena aku percaya Kau maha melihat dan maha mendengar di setiap tarikan nafas permohonanku. Tentramkan hati ini di setiap kesakitan, tak ada pembelaan ku karena aku sadar aku bukan mahluk suci.
Ada kalanya aku menangis, ada kalanya aku marah, ada kalanya aku kecewa, ada akalanya aku tak terima, ada kalanya aku menyerah.
"Di saat aku lelah, semoga mas Vandu suatu saat nanti tak mencariku. Jika kedatangan mas Vandu hanya membuat luka kembali. Atau mas Vandu sendiri yang akan membuangku, di saat itu jangan pungut aku kembali jika kau masukan aku kembali kedalam sangkar yang sama."
Ku hentikan goresan pena di atas kertas dengan tangan gemetar menulis untaian kalimat terakhir.
Bersambung....
Like dan Vote Cinta 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!