NovelToon NovelToon

PEMERAN PEMBANTU

MOTIVASI SEBAGAI PEMERAN PEMBANTU

Selamat membaca.

Ini adalah novel pertamaku, dan masih banyak kekurangannya. Jadi, mohon kritik dan sarannya ya 😊

*** PEMERAN PEMBANTU ***

“Dasar novel sampah!”

Bagaimana bisa hanya karena cinta tak terbalas seorang kaisar hebat dan bijaksana menjadi seorang bajing*n?

Benar-benar novel sampah yang penuh dengan ke-bucinan tokoh antagonisnya.

Novel ini mungkin ditulis penulisnya dengan mengorbankan urat malunya.

Setelah memaki-maki isi novel yang baru selesai dibaca, ia baru bisa tidur dengan nyenyak. Berharap mendapat mimpi berfaedah, bukan bermimpi tentang alur kacau novel yang jasadnya sudah ia abadikan di tempat sampah.

Baru sebentar tertidur, kakinya menendang botol minum—yang sialnya—langsung menumpah ke stop kontak yang tak jauh darinya. Kakinya yang tersentuh genangan air yang mengalirkan listrik langsung kaku. Dan ia tersetrum dengan konyolnya…..

Tuhan mungkin memberinya jalan terbaik…

Sejak awal nasibnya sudah tak begitu bagus. Terlahir dari keluarga yang kacau dan tak damai. Padahal baru saja ia berhasil keluar dari rumah yang selalu penuh dengan teriakan ayahnya, dan ia harus meninggal dengan konyolnya di kamar kost-nya sendiri. Apalagi ia meninggal karena kecerobohannya sendiri.

Seandainya ia punya alur hidup yang lebih baik……

***

“Lihat itu.”

Sepasang mata bulat dan cantik menatapnya secara langsung. Membangunkannya dari tidurnya yang tenang. Menyadari bahwa jarak antara dirinya dengan mata itu terlalu dekat, ia menoleh ke samping. Namun matanya langsung terpaku pada pemandangan yang ada di sekitarnya.

Dimana ini?

“Aku sudah bilang kalau Rigel tak bisa menemukan kita kalau bersembunyi di sini,” sepasang mata cantik itu tidak sendiri, tetapi juga ditemani dengan senyum manis yang memikat.

Tapi, Rigel?

“Oh tidak! Rigel datang.”

Ia tersentak ketika tangannya ditarik paksa oleh pemilik mata cantik itu. Apa-apaan ini? Meski cantik kalau kasar kan bikin emosi juga.

“Lepaskan!”

Huh? Tunggu dulu…

Ia menyentuh lehernya cepat. Bahasa apa yang baru saja ia gunakan?

“Kenapa, Adhara?”

Adhara? Pemilik mata cantik ini memanggilnya Adhara?

Dengan cepat ia memperhatikan dirinya sendiri. Lengan halus dan putih pucat yang dilapisi dengan lengan gaun biru malam tertangkap oleh matanya.

Dalam mimpi-pun ia tak berani bermimpi mempunyai lengan yang secantik ini, tapi…

Sekarang ia menggerakkan tangannya, tangan cantik itu yang bergerak.

Tunggu..

Otaknya sepertinya rusak.

Sejak kapan tangan kering dan kusam miliknya jadi secantik ini. Ia tak punya uang untuk perawatan, dan bukannya dia baru saja meninggal?

“Adhara?”

Plakk..

“ADHARA!!”

Brukk…

Ia meringis kesakitan dan memegang pipinya sendiri. Sepertinya ia memukulnya terlalu keras, dan ini benar-benar sakit.

“Sakit," ia mengeluh. Badan ini sangat lemah.

“Kenapa kau menampar wajahmu sendiri?”

“Tidak, kau…”

Kau ini siapa sih sebenarnya?

“Aku sudah bilang jangan bermain-main lagi.”

Seorang pria muda mendekati mereka dengan wajah yang terlihat kesal. Pria muda itu terlihat bersih dan lembut. Meski terlihat kesal, tetapi tak ada raut membenci di wajahnya.

“Rigel, aku bosan berada di rumah. Aku ingin ke istana dan bertemu ayah.”

“Tidak boleh,” Pria muda bernama Rigel itu dengan cepat menjawab.

“Istana sedang sibuk karena Pangeran Keempat naik tahta.”

Tuhan, apa lagi ini? Pembicaraan ini rasanya familiar.

“Rigel?”

Rigel dan Capella menoleh kearahnya secara bersamaan.

“Pangeran Keempat menjadi kaisar?” tanyanya tidak yakin.

“Pangeran Keempat memang masih muda, tetapi ia pantas menjadi kaisar," jawab pria muda itu dengan cepat.

Tentu saja Pangeran Keempat pantas. Bahkan sangat pantas. Beberapa tahun ke depan, Negeri Bintang akan mencapai kejayaan melebihi kejayaan yang pernah dicapai sebelumnya.

Bukan hanya itu, Negeri lainnya akan tunduk di bawah kekuasaan Negeri Bintang, dan masih banyak yang dicapai oleh pemerintahan Pangeran Keempat.

Ia sangat tahu kisah ini….

Ini tak lebih dari sekadar cerita ‘bucin’ dari seorang Kaisar. Ia sekarang tengah berada dalam kekacauan alur sebuah novel berjudul ‘Keajaiban Cinta Capella’.

Pemilik mata cantik di depannya ini adalah protagonis dari novel sampah itu. Seorang puteri Perdana Menteri yang jelita hingga membuat Kaisar Negeri Bintang tergila-gila padanya.

Namun Kaisar Negeri Bintang bukanlah pasangan yang ditentukan oleh penulisnya untuk Capella.

Dengan kata lain, Kaisar hanyalah seorang tokoh antagonis yang menghalangi Capella bersama cinta sejatinya.

Dan mimpi buruknya, ia hanya seekor serangga dalam novel ini. Ia hanyalah tokoh yang mati dengan konyolnya di tengah kerusuhan.

Benar-benar mimpi buruk. Baru kemarin ia harus menerima kematian konyolnya karena kecerobohannya sendiri. Kemudian, sekarang ia terlahir kembali sebagai tokoh yang harus pasrah menerima perannya yang konyol.

Kenapa ia bisa ada dalam novel sampah ini?

Ia harus jadi batu loncatan Capella. Ia tahu bahwa sekarang ia adalah Adhara, anak kedua Perdana Menteri yang tidak penting.

Adhara tidak secerdas kakaknya, Rigel yang nantinya menjadi penasihat kerajaan. Ia juga tidak secantik dan semenarik Capella yang nantinya dipilih Kaisar sebagai permaisurinya.

Dalam novel Adhara meninggal ketika membantu adiknya, Capella melarikan diri dari istana. Bukan meninggal secara heroik seperti yang diceritakan. Nyatanya Adhara meninggal terpeleset saat mencari Capella di istana.

Berkat kematian konyol tersebut, Adhara membantu Capella melarikan diri dari istana.

Ahh.. mungkin Adhara sedikit membantu. Berkat keributan yang ditimbulkan Adhara, penjaga kerajaan mulai teralih pada jasadnya yang konyol.

Kemudian, penulis dengan berlebihannya mengatakan demi membalaskan kematian Adhara yang heroik, Capella bersama cinta sejatinya menumbuhkan kekuatan untuk melawan Kaisar Negeri Bintang.

Singkatnya, dengan kematian konyol Adhara, Capella untuk menyelamatkan keluarganya dari amukan Kaisar Negeri Bintang yang bucin.

Brukk..

“Adhara.”

Rigel terkejut melihat adiknya tiba-tiba terduduk lesu di tanah. Seingatnya adik keduanya ini cukup gila kebersihan. Tetapi kini adiknya ini bahkan duduk sambil memukul-mukul tanah dengan kasar.

“Aku tak mau mati.”

“Huh?” Rigel menarik Adhara yang terlihat sangat depresi.

Ia tentu saja tak mau mati lagi. Sekarang di dalam alur kacau ini, ia akan mati lagi.

Apa yang harus ia lakukan? Menerimanya, lalu mati konyol.

Tidak…

Adhara mencoba mengingat-ingat alur cerita novel sampah itu dengan baik. Ia harus menyelamatkan hidupnya di sini, harus… Pikirkan tentang akar masalah kematiannya.

Capella, tentu saja…

Jika Capella juga mencinta Kaisar Negeri Bintang maka semua baik-baik saja.

Ia harus tetap hidup meski harus mengubah alur novel ini. Lagipula novel ini penuh dengan lubang kekacauan.

Penulis novel ‘Keajaiban Cinta Capella’ ini harusnya berterima kasih padanya karena ia berusaha memperbaiki kekacauan ini.

Novel ini jelas penuh lubang.

Tidak ada alasan spesifik mengapa Capella tidak mencintai Kaisar Negeri Bintang. Padahal Kaisar sangat sempurna. Pria idaman yang cuma ada dalam novel. Pria idaman yang mungkin sangat di-bucini oleh penulisnya.

Bahkan Capella dengan berlebihannya berbicara tentang arti cinta pada Kaisar hingga Kaisar memutuskan untuk mengurungnya agar tak bertemu dengan cinta sejatinya.

Mulai sekarang ia adalah Adhara Canis. Motivasinya ialah membuat Capella jatuh cinta dengan Kaisar Negeri Bintang.

***

PENYELIDIKAN

Setelah membulatkan motivasinya, ia bangkit dari duduk melaratnya dengan bantuan Rigel. Rigel dengan lembut membersihkan gaun biru malam miliknya.

Sama seperti yang diceritakan dalam novelnya, Rigel ialah kakak idaman. Sayang sekali di dunia ini mereka adalah saudara.

Omong kosong! Ia tak boleh serakah. Motivasinya tetap harus membuat Capella jatuh cinta dengan Kaisar, demi kelangsungan hidupnya. Masalah kelanjutan hidupnya nantinya itu bisa dipikirkan lain kali.

“Kau sakit?” Rigel menepuk pipinya, dan tanpa sadar ia menepisnya.

Rigel terlihat terkejut. Ia tak boleh membuat kekacauan, ia sekarang Adhara, mereka bersaudara. Jadi ia tak perlu takut jika bukan mukhrim.

“Maaf, Kak. Aku takut Kakak kotor,” ucapnya asal.

Wajah Rigel terlihat seperti melihat hantu,

“Tumben. Kau dan Capella tak pernah memanggilku kakak.”

Haduuhh.. Dasar adik-adik yang tak sopan.

Bagaimana bisa Adhara begitu berani memanggil Rigel yang usianya tujuh tahun di atasnya dengan nama saja?

Ini pasti kesalahan penulisnya yang sebenarnya punya sifat tidak sopan. Jadi chara tak sopan ini bisa lahir.

“A…ku pikir panggilan kakak itu lebih sopan.”

Rigel tersenyum dan tersipu. Sepertinya Regel suka dipanggil dengan kakak.

Lihat, ia menutupi kekacauan alur yang dimiliki novel sampah ini. Berterima kasihlah padanya, penulis!

“Bukannya Adhara yang bilang kalau panggilan kakak itu terlalu kaku,” celetuk Capella.

Si*lan! Tak cukup hanya sebagai tokoh pembantu, Adhara juga menjelma menjadi tokoh yang tak berguna.

Seharusnya Adhara membangun hubungan yang harmonis dalam keluarganya agar mereka tak terpecah. Itulah akibatnya dalam novel, Rigel akan ikut menyerang Capella yang telah dianggap penghianat kerajaan. Karena ia cukup baik, ia akan membantu penulis untuk memperbaiki kekacauan alur ini.

Plakk..

Ia memukul kepala Capella.

Ha ha lihat, aku memukul protagonis utama yang dikejar-kejar oleh banyak pria di novel sampah ini.

Ia tiba-tiba merasa mencapai kepuasan tersendiri di balik tindakannya.

“Dasar tak sopan! Panggil dia kakak.”

Rigel dan Capella terlihat kaget dengan perubahan Adhara yang tiba-tiba menjadi kasar. Citra Adhara sebagai wanita yang kikuk dan polos rupanya tak bisa dicapai olehnya.

Tentu saja. Kepolosan tak akan pernah berhasil di era kehidupan yang semacam ini.

“Kak Rigel,” Capella mau tak mau menuruti.

Rigel yang dengan uniknya merasa bahagia menarik kedua adiknya untuk kembali ke kediaman mereka, kediaman Perdana Menteri. Sambil berjalan menuju kediaman Perdana Menteri, ia mengingat kembali tentang alur cerita.

Melihat penampilan mereka, sekarang Rigel terlihat berusia sekitar 24 tahun-an. Pada usia itu Rigel telah masuk dalam pengadilan tinggi kerajaan. Berarti ia berusia 17 tahun, dan Capella 16 tahun.

Mengingat pembicaraan mereka tentang penobatan Kaisar Negeri Bintang yang baru berarti awal pertemuan Kaisar Negeri Bintang dengan Capella.

Pada saat penobatan Pangeran Keempat sebagai Kaisar Negeri Bintang berikutnya, ia akan bertemu Capella dan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Capella sudah jatuh cinta dengan teman masa kecilnya, sehingga ia tak tertarik pada Kaisar Negeri Bintang.

“Kak, kapan hari penobatan Pangeran Keempat?”

Rigel menoleh sekilas padanya, “Dua minggu lagi.”

“Oh.”

Tepat. Selama dua minggu ia harus membuat Capella setidaknya melirik Kaisar.

 

***

Sebelum memastikan Capella melirik Kaisar, ia harus menyelidiki tentang cinta sejati Capella. Teman masa kecil Capella, Sargas tinggal di pusat kota.

Sargas terkenal tampan, cerdas, dan penuh strategi. Sargas ialah anak yatim piatu yang dipungut oleh salah seorang prajurit kerajaan.

Seperti novel-novel romantis lainnya, Sargas sebagai tokoh laki-laki utama dilengkapi dengan kesempurnaan. Sifatnya jujur dan bertanggung jawab.

Setelah ayah angkatnya meninggal, Sargas mulai masuk ke istana untuk menjadi prajurit. Berkat kecerdasannya, ia bahkan menjadi Jenderal besar nantinya. Sayangnya, karena cintanya pada Capella, ia memberontak terhadap Kaisar Negeri Bintang.

Demi menyelidiki Sargas, ia harus menyelinap dari kediaman Perdana Menteri menuju pusat kota. Sebab, jika Rigel atau ayahnya sampai tahu bahwa ia akan ke pusat kota, mereka akan menyuruh beberapa kasim untuk menemaninya. Itu akan menghambat penyelidikannya.

Ketika ia berjalan sekitar 30 menit ia sadar yang ia lakukan sia-sia. Hari ini baru hari ketiga ia berada di dunia ini. Ia tak tahu arah mana menuju pusat kota. Hasilnya kini ia terjebak di bangunan besar yang nampak kuno. Ia sangat yakin kalau ia malah tersesat ke istana kerajaan.

Seandainya ia punya smartphone sekarang maka masalah ini terselesaikan. Tetapi ini zaman kuno. Jangankan smartphone, telepon pertama saja mungkin belum ada, karena penemunya belum lahir.

Sekarang dia harus pergi ke arah mana?

Setelah berjalan kesana kemari tak jelas, ia mencapai sebuah tempat yang nampak dipenuhi dengan warna hijau. Rumput-rumput hijau yang teratur, serta danau yang nampak kehijauan karena tertutup dedaunan hijau yang berguguran.

Mungkin istirahat sebentar tak masalah.

Ia membaringkan tubuhnya di rumput hijau yang terasa lembut, dan menghela napas. Ia tak punya satu petunjuk pun untuk melangkah di dunia ini.

Apa dia hanya harus menunggu hari penobatan saja?

Tetapi bagaimana kalau hasilnya tetap sama? Capella hanya memandang pengawal yang berjaga ketika acara penobatan dibanding kaisar.

Oh ya, bagaimana rupa kaisar? Dikatakan dia tampan. Tetapi lebih tampan lagi Sargas, maklum pemeran utama pria. Kaisar sangat hebat, tetapi lebih hebat lagi Sargas. Kaisar cerdas, tetapi lebih…

Ahhh… Penulis sialan!

Seorang tokoh utama pria yang begitu sempurna, sehingga second man selalu lebih kurang darinya. Lagipula meskipun ini novel, memangnya tak apa jika terlalu berimajinasi?

Mana ada orang yang sesempurna itu!

“Apa kelebihannya kaisar?”

Ia berteriak dengan kesal. Ia harus tahu kelemahannya Sargas, dan juga mengetahui kelebihannya kaisar agar dia bisa meninggikan kaisar di depan Capella.

“Mengapa kau perlu tahu?”

Suara dingin dan dalam itu terdengar tiba-tiba. Ia, yang sekarang Adhara terkejut dan dengan cepat memperbaiki posisinya yang bar-bar. Saat ia berbalik, pandangannya terkurung pada sepasang mata hitam yang tegas.

Gawat… Mulutnya perlu lakban.

“Mengapa kau perlu tahu?”

Orang itu mengulang kata-katanya lagi. Rupanya jawaban Adhara merupakan tujuan utamanya.

Baru hari ketiga ia sudah menimbulkan masalah.

“Untuk referensi,” jawabnya asal.

Pria itu mengangkat sebelah alisnya. Nampaknya pria itu tak percaya dengan jawaban Adhara. Pria ini pasti orang penting. Paling tidak pejabat tinggi kerajaan, atau malah salah satu Pangeran.

“A..ku mendengar Pangeran Keempat akan dinobatkan menjadi Kaisar Negeri Bintang selanjutnya. A..ku ha.. nya penasaran mengapa dia bisa menjadi kaisar.”

Apa jawabannya bisa dipercayai?

“Kau meragukannya?”

Adhara tanpa sadar menggeleng demi keamanan hidup, “Hanya ingin tahu.”

“Untuk apa?”

“Referensi.”

Lagi-lagi pria itu terlihat berpikir dan menatap cermat pada Adhara.

“Keluarga Kerajaan tak suka jika ada seseorang yang mencari tahu tentang mereka.”

Ia berharap kepalanya akan tetap terlihat cantik, meski dipisah dari badannya. Adhara mulai berpikir kacau.

“A..ku.. saya meminta maaf. Saya hanya penasaran,” Adhara bersujud untuk keamanan hidupnya.

Adhara menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan tajam dari pria itu. Lebih baik berhati-hati daripada nantinya menambah kekacauan pada alur cerita.

Jantung Adhara berdegup kencang tapi bukan jatuh cinta. Ia seperti menunggu hari eksekusi, tetapi ia hanya melihat punggung pria itu menjauh.

Sepertinya Adhara benar-benar bukan tokoh yang penting, tetapi syukurlah dia selamat. Adhara sudah membayangkan kepalanya akan jadi hiasan kamar pria itu nanti.

Ia menghela napas lega.

Adhara harus memulai penyelidikannya besok. Hari telah menjelang sore, dan Capella akan datang ke kamarnya nanti untuk ricuh ini itu.

Ia harus pulang agar tingkahnya tak mencurigakan. Ia harus selalu hati-hati. Budaya di dunia ini berbeda dengan kehidupannya yang dulu.

Pada kehidupan ini, hukuman mati bisa ia dapatkan kapan saja jika melanggar kebijakan kekaisaran.

Pertama, ia harus mengatasi ke-bar-barannya. Ia harus bertingkah seperti seorang gadis anggun nan polos.

"Kau bukan berasal dari dunia ini kan?"

Baru saja ia tenang, tapi suara itu menghancurkan harapan-harapannya.

Penyamarannya terbongkar hanya dalam tiga hari.

Mungkin tak ada orang yang lebih sial dibanding dia di dunia ini.

***

RAMALAN SPICA

Ia mungkin sudah tidak memiliki sedikit pun keberuntungan dalam hidupnya, baik di kehidupan dulu maupun sekarang.

Baru saja ia lolos dari kecurigaan pria tadi, sekarang ia malah terciduk langsung dengan tokoh lain. Ia meraba lehernya untuk memberikan kasih sayang sebelum terpisah nantinya.

Takut-takut ia memandang tokoh yang mencinduknya ini, dan terkejut. Siapa gadis kecil dengan pakaian serba hitam ini?

Oh tidak, sekarang kan dia seusia gadis ini.

Dengan kata lain, dia sekarang juga bocah.

“Kamu siapa?”

"Kamu yang siapa?" dengus Adhara dalam hatinya.

“Adhara Canis,” ia harus menjelma menjadi Adhara di dunia ini. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia harus bertindak seperti gadis bangsawan.

“Aku tak tanya namamu tuh.”

Bocah sial!

“Aku merasa aura tak biasa.”

Jangan-jangan bocah ini reinkarnasi dari pemeran acara-acara mistis di televisi. Haruskah ia menceritakan tentang pengalaman supernaturalnya pada bocah ini?

“Jiwamu dan tubuhmu tak seragam.”

“Ha ha. Bacod.”

“Huh?”

Gadis kecil yang berpakaian serba hitam ini terlihat bingung ketika mendengar kosa kata yang pernah ia dengar.

“Aku sudah membaca seluruh buku yang tersedia di Negeri Bintang, tetapi aku tak pernah menemukan kata yang kau ucapkan itu,” pandangan gadis itu terlihat penasaran.

Tentu saja. Kau bisa ke Indonesia untuk tahu artinya, Indonesia punya bahasa-bahasa unik yang bisa membuatmu membuat kamus-kamus baru. Bahkan di Indonesia kamu bisa menggunakan angka-angka sebagai pengganti huruf.

“Hanya orang-orang terpilih yang tahu artinya,” jawabnya asal.

Wajah gadis kecil itu terlihat tak percaya, tetapi ia terlihat tak punya alasan untuk tak mempercayai perkataannya. Ia hanya menatap Adhara dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Kamu siapa?”

Ia berusaha mengingat siapa tokoh ini sebenarnya. Sayangnya otaknya hanya bermuatan kecil, dia mungkin perlu novel sampah itu sebagai jimat. Jadi setiap kali dia lupa, dia akan membaca novel itu lagi.

“Dua tahun lalu kamu tak seperti ini. Seperti kau telah menjadi orang yang berbeda.”

“Semua orang bisa berubah dalam kurun waktu dua tahun," ia, sekarang dia adalah Adhara, mencoba mencari alasan.

“Aku sebenarnya tak suka melihatmu.”

Kebetulan aku juga.

“Oke. Manusia bisa lupa, aku sepertinya ‘agak’ lupa tentangmu,” Adhara dengan sengaja menekan pada kata ‘agak’.

Bisa hancur semuanya jika nyatanya gadis kecil bergaya cenayang itu tahu, jika dia bukanlah Adhara yang sebenarnya.

“Spica.”

Wajah Adhara serasa diguyur air es. Membeku. Mengapa gadis yang dianggap gila ini ada di sini?

Harusnya dia sudah diasingkan oleh kaisar sebelumnya, Sirius karena menyinggung keluarga kerajaan.

Dalam novel, Spica yang saat itu masih berusia sepuluh tahun, mengatakan pada kaisar bahwa Negeri Bintang akan hancur. Pewaris tahta setelah Sirius lah yang menghancurkannya.

Ramalan ini tak akan berarti apa-apa jika Spica tak punya nama besar.

Spica merupakan putri tunggal dari seorang tabib kepercayaan Negeri Bintang. Apalagi rumor mengatakan jika Spica memiliki spiritual yang kuat, dan mampu menghilangkan nasib buruk orang lain. Karena itu, keluarga kekaisaran didera rasa saling curiga.

Siapa nantinya yang akan menghancurkan negeri sebesar Negeri Bintang?

Untuk mengatasinya, kaisar sebelumnya mengasingkan Spica. Sebenarnya hukuman untuk menyinggung keluarga kerajaan ialah hukuman mati, tetapi saat itu Spica baru berusia 10 tahun. Akhirnya hukumannya menjadi diasingkan, dengan alasan menghormati jasa ayah Spica sebagai tabib terkenal.

Tetapi mengapa Spica masih berada di istana?

Apakah alur cerita telah berubah?

Ramalan Spica itu benar terjadi dalam novelnya. Jika kerajaan mendengarkan ramalan itu, dan mencoba mencari cara untuk mengatasinya Negeri Bintang tak akan menjadi bintang jatuh.

Bagaimana Alur cerita menjadi berubah begitu saja?

Ia belum melakukan apa-apa untuk mengatasi kekacauan alur dalam novel ini. Bahkan di alur cerita sebenarnya, Spica dan Adhara tak pernah bertemu di sepanjang cerita.

Adhara diam-diam mengasihani nasib Spica yang sama buruknya dengan Adhara. Jika Spica hidup di masanya mungkin Spica tak akan dianggap gila. Mungkin Spica akan jadi youtuber mistis terkenal karena kemampuan spiritualnya. Atau Spica bisa viral sebagai bocah cenayang yang mampu meramalkan bencana.

Namun hidup di era seperti ini, bakat indigo Spica jadi bumerang. Spica juga bisa menghilangkan nasib buruk orang lain.

Tidak, sebenarnya secara tersirat pembaca bisa tahu bahwa Spica bukan menghilangkan nasib buruk orang lain, tetapi menyerapnya. Spica jadi bernasib buruk karena menyerap kesialan orang lain.

“Kenapa kau ada di sini?” tanya Spica dengan ketus.

Adhara menghela napasnya menanggapi bocah baru pubertas ini dengan sabar.

“Tersesat.”

‘"Memangnya urusan kamu?" dengus Adhara dalam hati.

“Kediaman Perdana Menteri tak jauh dari istana," mata Spica menatap Adhara dengan curiga.

“Aku tahu.”

Ia baru tiga hari hidup dalam dunia novel busuk ini. Ia juga harus ke pusat kota untuk menyelidiki Sargas, tetapi semuanya kacau karena ketidaktahuannya tentang dunia ini.

Haruskah dia memanfaatkan bocah cenayang Spica ini?

Apalagi nasib mereka berdua sama-sama bernasib buruk di novel sampah ini. Bahkan buruknya keadaan Spica di akhir tak jelas, apakah masih hidup atau mati di pengasingan.

“Aku ingin ke pusat kota.”

Spica menatapnya dengan bingung, “Lalu?”

“Bagaimana kalau kita membeli gaun bersama untuk penobatan Pangeran Keempat nanti? Aku rasa saling bersama teman perempuan akan lebih mudah untuk memilih.”

“Aku tak mau.”

Harusnya bocah ini menghormatinya. Meski sekarang dia menjelma menjadi Adhara, di kehidupannya yang dulu dia berusia 25 tahun.

Hormati aku bocah!

“Kenapa?”

“Aku ada pekerjaan saat penobatan itu.”

“Siapa yang memperkerjakan anak-anak sepertimu?”

“Aku sibuk bernapas, bodoh! Lagipula aku sekarang asisten tabib kerajaan, aku harus selalu berjaga di istana pengobatan.”

Adhara melongo. Seberapa jauh cerita ini berubah? Apa Spica yang sekarang tak pernah mengucapkan ramalannya dengan berani di pengadian tinggi? Buktinya Spica masih berada di istana dan tidak diasingkan.

Matahari semakin condong ke Barat. Cahaya kemerahannya membuat Adhara menyipitkan matanya, ia menatap Spica yang bercampur dengan cahaya kemerahan.

“Luangkan waktumu sebentar untuk bermain-main. Kak Rigel bilang kalau usia seperti kita harusnya bermain dan mencari teman. Kita bertemu di sini besok, tengah hari. Aku tunggu.”

Adhara berlari dengan susah payah dengan gaunnya yang rumit. Dia sebenarnya tak terbiasa dengan rok panjang sebab dia tidak terlalu feminim. Ia berlari sambil melambaikan tangan pada Spica yang masih berdiri tegak di pinggir danau, menatap Adhara yang aneh.

“Sejak kapan gadis yang lemah lembut menjadi kasar begitu?” Bisik Spica jengkel.

***

“Kakak.”

Rigel yang masih berbunga-bunga karena dipanggil kakak menjawab dengan senyum lebar, “Kenapa Adhara?”

“Ayah kapan pulang?”

Rigel yang saat itu tengah membaca buku hukum dan peraturan Negeri Bintang menutup buku tebal yang dipegangnya. Adhara menatap tumpukan buku milik Rigel dengan penasaran, rata-rata tentang strategi politik dan hukum.

Adhara yang sempat bercita-cita menjadi pengacara tentu saja merasa tertarik.

Namun cita-cita itu tentu saja tak pernah tercapai karena ia bahkan harus mati saat ia baru saja tinggal sendiri.

Ia padahal berniat mendaftar kuliah di Universitas ternama di kota, dan mencari kerja paruh waktu. Tetapi ia mati tanpa meraih apapun.

“Istana sedang sibuk dengan aturan dan kebijakan kekaisaran yang baru. Ayah tentu saja tak bisa pulang untuk sementara waktu.”

Capella telah tertidur di kamarnya, dan Adhara yang jelas hidup di dunia modern tak akan bisa tertidur cepat seperti Capella. Bahkan jika Adhara menerka, mungkin sekarang baru jam delapan malam.

“Kau belum tidur?”

"Kau menggunakan mata untuk mendengar ya? Kau bisa melihat sendiri aku masih berdiri dengan mata terbuka lebar,"dengus Adhara dalam hati.

“Aku mau membaca itu,” Adhara menunjuk buku sejarah kaisar-kaisar Negeri Bintang.

“Itu bukan buku yang pantas untuk kau pelajari.”

Adhara mengerti. Di dunia ini para gadis hanya perlu belajar menari dan bermusik, dan untuk bidang filsafat dan militer hanya dikerjakan oleh para pria. Ia ingin mengeluh, tetapi ini merupakan bagian dari sejarah. Kebebasan berkarir di dunianya juga memiliki cikal bakal yang sama.

Adhara bukannya ingin menjadi tokoh Pahlawan Nasional seperti R.A Kartini, tetapi jika ia berhasil hidup dengan baik di dunia ini, ia tak mau hanya sekadar menjadi istri orang.

Untuk itu, ia harus sedikit mengubah pandangan dalam novel ini terhadap perempuan, sehingga ia bisa mencapai keinginannya nantinya.

“Tidak salah kan kalau hanya membaca.”

Rigel terlihat ragu pada awalnya. Namun ketika melihat wajah antusias Adhara terhadap buku-bukunya, ia menghela napas pasrah. Semakin dilarang maka seseorang akan semakin penasaran.

“Hanya membaca,” tegas Rigel.

Adhara dengan senyumnya yang menjanjikan menganggukan kepalanya menyetujui. Setelah itu, ia terlarut dengan bacaannya.

Rigel memperhatikan adiknya dengan seksama. Adiknya terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Adhara, adik keduanya memiliki perangai yang lemah lembut dan kikuk. Namun sekarang ia menyaksikan sendiri bahwa sifat adiknya jauh dari lemah lembut.

Rigel terbatuk sesaat. Adiknya lincah dan gesit seperti laki-laki. Rigel sebenarnya tak mau menyebut ini, tapi adiknya yang pemalu menjadi orang yang tak tahu malu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!