NovelToon NovelToon

Dijodohkan Dengan Anak SMA

Bab Satu

Dua orang berbeda generasi itu tengah duduk di sebuah gazebo Sedang menikmati pemandangan taman mawar, Suasana di pagi hari sangat cocok untuk menyeduh kopi. Seorang cucu yang berusia 26 tahun dan seorang kakek berusia 70 tahun sedang menyesap kopinya.

"Jadi...kapan kamu menikah?" Seruan Herman Adiyaksa membuat seorang pria muda di sampingnya mengalihkan atensinya menatap pria yang sudah berumur itu.

"Ehem, maksudku. Kakek sudah merasa terlalu tua. Kakek hanya berharap bisa melihatmu menikah." Penjelasan Sang kakek membuat pria muda yang mengerutkan kening kembali ke wajah semula.

"Umurku baru 26 tahun kek. Masih banyak yang harus aku kerjakan selain menikah." Sahut pria muda itu dengan tenang.

"Apa yang membuatmu begitu sibuk sampai kau mengesampingkan menikah?" Herman menghela nafas berat tatkala cucu lelakinya itu mengesampingkan untuk menikah. "Atau, apa perlu kakek mencarikanmu seorang wanita agar kau mau menikah." lanjut sang kakek.

"Ckckck,,,Apakah aku sebegitunya tidak laku sampai kakek harus mencarikanku seorang wanita." Pria muda itu berdecak.

"Brian yang berumur dibawahmu saja sudah menikah dan mempunyai putra yang lucu. Apakah kamu tidak ingin seperti Brian."

"Stop membicarakan Brian Kek." Arsha menghentikan ucapan kakeknya yang selalu membicarakan tentang Brian Adik sepupunya.

Arsha menyesap kopinya yang setengah dingin. Pikirannya kalang kabut jika menyangkut tentang Brian. Herman berdecak lalu bangkit berdiri.

"Keluarga Wirawan malam ini sedang melakukan perjamuan di kediamannya. Kau harus ikut datang ke sana." Ucap Herman kemudian dan berlalu pergi.

"Ckckck...."

...****************...

Di kediaman Wirawan

Sore hari yang pekat, di sebuah Villa bergaya prancis itu tengah sibuk menyiapkan banyak hidangan. Pilar pilar di dekorasi menjadi semakin menarik. Para pelayan bekerja keras untuk membuat villa itu lebih menarik dan indah.

Anna melewati ruang tamu dan melihat pelayan begitu antusias menata ruangan.

"Mama" pekik Anna saat mendapati mamanya memberikan pengarahan kepada pelayan.

Saat mendengar suara yang tak asing baginya, Dewi menoleh lalu memberikan beberapa kata terakhir pada pelayan sebelum menemui putri satu satunya. Dewi berjalan perlahan dan menghampiri putri cantiknya dan memeluknya.

"Ma, ada apa? kenapa begitu banyak pelayan?" tanya Anna saat pelukan mereka terenggang.

"Hm, tidak apa. hanya ada acara kecil. oiya, mama sudah menyiapkan gaun di kamarmu." semburat senyum menampilkan kecantikan sang mama.

"oh...Anna akan naik ke atas saja." Anna mengangguk.

"oke"

Setibanya di kamar pribadinya, sebuah kotak besar terisi gaun terletak di atas ranjangnya. Anna meletakkan ransel sekolah di atas meja belajarnya dan perlahan menghampiri ranjang. Begitu membuka kotak itu, terlihat sebuah gaun yang cantik. Pas dan sesuai umurnya yang masih muda. Anna tersenyum kecil.

Anna beranjak menuju kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri, ia lekas mengenakan gaun tersebut. sungguh cantik dan menawan. Bahkan ia tak terlihat sebagai anak SMA. Melainkan terlihat seperti wanita dewasa, elegan, dan menarik.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Terdengar suara ketukan di pintu.

Tok tok tok.

"Nona. nyonya dan tuan sudah menunggu anda di bawah." seorang pelayan memberitaukan. Tak lama setelahnya terdengar langkah menjauh.

Anna tersenyum lebar saat mematut dirinya di depan pantulan cermin. Dengan riasan tipis dan natural ia sudah terlihat lebih cantik. "ternyata benar, kalau berdandan terlihat akan lebih cantik" gumamnya pada diri sendiri.

Dirasa sudah terlihat sempurna ia segera mengenakan sepatu flatshoes dengan warna senada kemudian keluar dan menuruni tangga.

Malam ini merupakan malam perjamuan antara para pebisnis tua atau muda. Selain itu, perjamuan ini bermaksud untuk menarik para investor untuk ikut bergabung ke group Wirawan. Apalagi saat ini Wirawan group sedang masa penurunan. Jadi menggunakan berbagai cara untuk menarik investor. Dengan begini group Wiarawan akan mendapatkan bantuan dengan mudah.

Anna melihat ke bawah saat berada di tengah tangga. Di ruang perjamuan terlihat sangat ramai. Ia tersenyum lebar. Malam ini ternyata ia terlihat begitu spesial. Ia kembali melanjutkan langkahnya hingga tangga terbawah. Ia melewati beberapa tamu dan berjalan menuju ke tempat ayah dan ibunya berada. Tetapi karena terlalu banyak tamu, ia tak menemukannya.

Kemudian ia mengalihkan atensinya untuk ke tempat makanan. Ia sangat lapar sekali. Jadi ia pergi ke sana. Mengambil piring dan garpu yang tersedia. Kemudian memilih makanan yang ia sukai dan menggigitnya kecil. Banyak sekali makanan yang telah ia cicipi.

Memang sebelumnya ia selalu di bawa Wiryo ke pesta pesta perjamuan. Dan itu sudah biasa. Tetapi ia tak paham dengan pembicaraan para orang dewasa jadi ia lebih sering memakan makanan yang di sediakan. Sudah banyak makanan yang ia cicip tetap saja merasa kurang. Ia mengalihkan atensinya menuju cake sebagai makanan penutup. Tetapi apa yang terjadi?

Sebuah garpu melesat terlebih dahulu bersamaan garpu miliknya juga melesat ke arah sana. Tetapi sayangnya garpu milik orang lain terlebih dulu mendapatkannya, ia terlihat sangat kesal.

"Hei itu milikku!" seru Anna dengan meringis tatkala cake yang akan ia ambil telah diserobot sebuah garpu di sampingnya dan dengan senyum ringan ia memasukkan ke dalam mulutnya. Anna begitu kesal melihat wajah membosankan dari Erka. kakak sepupunya yang selalu jail padanya.

"Siapa cepat dia dapat." Erka berbicara setelah cake yang ia makan sudah larut ke dalam tenggorokannya.

Anna menggenggam erat garpu di tangannya. Cake itu adalah cake yang ia wanti wanti, Ia berjalan cepat untuk mendapatkan cake itu apalagi sisanya hanya tinggal satu, namun tak disangka Erka lebih dulu mengambilnya.

Anna menelan ludahnya, habis sudah untuk memakan cake terakhirnya. Sedangkan Erki tersenyum tanpa dosa dan mengacak pelan rambut Anna.

"Ih, jangan sentuh. Sialan!" Umpat Anna mengusap rambutnya yang di usap Erka. Anna menggeram pelan tapi Erka tak peduli.

Anna berbalik meminum jusnya, setelah itu ia berjalan cepat ke arah papa mamanya yang sedang menemui seorang tamu.

Duk

Tanpa diduga, Anna menabrak seseorang yang juga berjalan didepannya.

"Aduh!" Anna mundur selangkah, keningnya merasa sakit. ia ingin mengumpat, siapa yang berjalan sembarangan. tapi saat mendongak, justru ia terpana dengan ketampanan pria itu. mata coklat, alis tebal hidung mancung. membuat orang terbius dengan pesonanya.

"Ehem, maaf. Saya buru buru." ucap pria itu. Anna tersadar dengan lamunannya lalu menatapnya garang.

"Meskipun buru buru tapi jangan sampai menabrak orang dong. lihat keadaan juga kali." setelah mengatakan demikian Anna mengibaskan tangnnya. "sudahlah lupakan saja." Pria itu mengangguk dan berlalu.

"Anna!" Dewi memanggil Anna saat netranya menangkap sosok putrinya.

Anna berjalan kesana dengan anggun dan menampakkan senyum ramah kesemua relawan yang sedang di temui papanya.

"Ini putriku, Anna Anggitasari." Ucap Wiryo Adi Wirawan-papa Anna.

Anna menampilkan senyum menawan diwajahnya.

"Putrimu sungguh cantik." Puji Herman adiyaksa jujur.

"Terima kasih." Balas Wiryo sempringah.

"Ah ya, aku juga membawa cucuku datang kemari." Herman lalu menepuk bahu seorang pria muda yang tengah berdiri di sampingnya. "Arsya Widodo Adiyaksa,cucuku yang baru pulang dari Los Anggeles."

Arsya kemudian menyunggingkan senyum kepada Wiryo dan menjabat tangan Wiryo. "Arsya" sebut pria muda itu sopan.

Setelahnya Herman berdiri lebih dekat dengan Wiryo. "Ngomong-ngomong, cucuku ini sedang mencari calon istri. putrimu sangat cantik. Maksudku, kenapa kita tidak berbesanan saja" Ucap Herman berbisik pelan.

Wiryo tertawa. "Pak Herman adalah orang terhormat. Anda jangan bercanda."

"Hei, saya tidak bercanda." Momok wajah Herman terlihat serius. Wiryo menghentikan tawanya lalu menatap wajah didepannya dengan seksama mencari keseriusan dalam momoknya.

"Tapi putriku masih sekolah. itu tidak mungkin pak. Anda ini jangan bercanda." Ucap Wiryo mencairkan suasana hatinya.

"Hei, itu bisa di atur. Kamu tau saya ini orang seperti apa. Asalkan putrimu mau aku bisa mengaturnya."

Raut wajah Wiryo menjadi rumit. "Sudahlah, kau setujui saja mau-ku, aku akan berikan konstruksi itu padamu tanpa kau harus bersusah payah. Bagaimana?" Herman menawarkan dengan ringan.

"Tapi..."

"Emh, kesempatan tidak datang dua kali loh." Herman menyelanya.

Wiryo menimbang nimbang tawaran tersebut, Demi mendapatkan sokongan ia rela mengadakan sebuah perjamuan. tapi ia tidak rela jika harus menumbalkan putrinya. pemikiran ini sangat rumit.

"Bisakah anda memberi waktu, ini terlalu rumit bagiku." ucap Wiryo.

Herman tertawa. "Baiklah anak muda, aku beri kau waktu dua minggu. pikirkanlah matang matang. Aku akan menunggumu." Setelah mengatakan hal itu semua berkumpul di aula perjamuan.

Seluruh tamu relasi duduk melingkar sesuai urutan bangkunya. Anna duduk di samping dewi mengambil makanan ke dalam piring miliknya. Entah apa yang mereka bicarakan ia tidak peduli. Hingga jam menunjukkan 11 malam barulah acara selesai.

Bab Dua

Setelah acara malam perjamuan itu Wiryo tidak bisa tidur semalaman. Kontruksi memang sudah digadang gadang selama satu bulan. Tetapi ini secara sukarela diberikan kepadanya tanpa melalui persaingan.

Hati Wiryo berkecamuk, meskipun begitu ia tidak mungkin menumbalkan putri mereka yang masih berumur 17 tahun. Wiryo duduk termenung di meja kerjanya.

"Sayang." Dewi membawakan kopi kesukaan sang suami dan meletakkannya di atas meja di depan sang suami.

"Kenapa kamu begitu sibuk akhir akhir ini." Dewi kemudian melingkarkan lengannya dileher suaminya setelah meletakkan nampan di sebelahnya.

"Hem, sayang. Pekerjaan ini memang menguras tenaga, Aku minta maaf sayang jika terlalu sibuk tidak memperhatikanmu." Wiryo mengecup pipi Dewi singkat.

"Tidak sayang, kamu tidak perlu minta maaf. Lihatlah kamu selalu mengerutkan kening dan kamu sangat jelek sekali. Istirahatlah." Ucap Dewi.

"Yach, memang ada sesuatu yang perlu aku bicarakan padamu." Ucap Wiryo serius.

Dewi menatap wajah suaminya yang terlihat cemas dan serius. Melihat wajah sang istri yang begitu serius, tiba tiba Wiryo ingin tertawa. Wajah ayu-nya bisa mengobati rasa sedihnya. "Ehem." Wiryo berdehem untuk tidak membuat marah sang istri.

"Kali ini aku bisa mendapatkan konstruksi di Bena." Wiryo memberitaukan atas kemenangannya dalam proyek.

"Wah bagus dong sayang, bukankah itu yang kamu inginkan selama satu bulan ini." Ucap Dewi senang. "Tapi kenapa kamu tidak begitu senang saat mendapatkan pekerjaan ini?" Wiryo tertunduk resah. lalu menghela nafas berat.

"Yach benar. memang itu yang aku inginkan. tapi ada syaratnya." Dewi merasa ini adalah berita buruk. Wajahnya berubah dengan kecemasan yang mendalam. Wiryo menambahkan.

"Syaratnya adalah menikahkan putri kita dengan cucu lelakinya." Bagai di sambar geledek di siang bolong. Dewi tidak bisa membayangkan. putrinya baru berusia 17 tahun. mana mungkin menikahkannya dengan cucu dari pemilik Adiyaksa Group yang sangat terhormat itu.

"Dan mereka memberikan satu kesempatan saja. jika tidak, maka perusahaan yang kita kembangkan ini akan mengalami penurunan drastis."ucap Wiryo sedih.

Dewi melihat sorot keresahan yang dirasakan suaminya. Dewi mengelus pundak suaminya dengan lembut, memberikan kekuatan kepada sang suami.

"Mereka memberiku waktu dua minggu. Jika kita menyetujuinya maka perusahaan kita akan berada di puncak emas dan harta kita akan berlimpah setiap tahun bahkan tak akan habis selama tujuh turunan sekalipun." terang Wiryo. "Tetapi--"

"Iya--Aku mengerti. Kita tidak mungkin menikahkan putri kita. Bisakah hal ini ditukar dengan yang lainnya?" Tanya Dewi.

Wiryo menggeleng. "Entahlah. Haruskah aku pergi ke sana? Lalu berdiskusi tentang hal ini?" Wiryo tiba tiba tersenyum. "Agar pernikahan tidak terjadi. dan jika mereka mau bertukar dengan yang lain aku akan memberikannya asalkan mereka tetap memberikanku kerjaan itu."

"Ya, aku setuju."

"Baiklah"

Wiryo bersama supirnya, melajukan mobilnya menuju kediaman Adiyaksa. Perlu satu jam untuk sampai kesana. Villa dengan dekorasi Eropa itu terlihat begitu megah dan luas. Banyak penjagaan disetiap sudut rumah tersebut.

Sebelum memasuki pekarangan, seorang penjaga menghentikan mobil mereka.

"Apakah pak Adiyaksa ada?" Wiryo mengatakan hal ini.

"Beliau ada di dalam, apakah anda sudah ada janji temu. jika tidak. maaf anda harus melakukan janji temu dahulu." Ucap penjaga itu sesuai yang diinstruksikan oleh kepala penjaga.

"Belum. Tapi bisakah kau mengatakan bahwa saya dari keluarga Wirawan."

"Baik, tunggulah." Penjaga itu bergegas ke dalam pos penjagaan. Setelah beberapa menit ia kembali.

"Silahkan masuk, anda sudah ditunggu tuan besar di dalam." ucap penjaga.

"Terima kasih" Wiryo tersenyum. Mobil yang dikendari Wiryo bergegas masuk setelah gerbang terbuka lebar.

Halaman kediaman Adiyaksa begitu luas. Selama perjalanan menuju pintu utama terdapat pohon cemara disepanjang jalan. Kemudian terdapat air mancur di tengah tengah. Mobil Wiryo berhenti tepat di depan pintu utama. Penjaga segera membukakan pintu. Wiryo segera turun dari dalam mobil.

Penjaga itu segera melapor, tak lama setelahnya Herman Adiyaksa berjalan keluar memakai tongkat di tangannya diiringi beberapa pengawal di belakangnya.

"Oh, Pak Wirawan. Apa kabar?" Herman tersenyum.

"Baik Pak." Balas Wiryo.

"Silahkan duduk!" Herman memerintahkan setelah dirinya duduk di sofa. Wiryo duduk di salah satu sofa yang bersebrangan.

"Begini pak Adiyaksa. Bisakah saya menukar bisnis ini bukan dengan sebuah pernikahan." Ucap Wiryo to the point.

"Hahaha..." Herman tertawa keras. Merasa ditertawakan Wiryo hanya bisa menunduk malu.

"Lihatlah Wirawan. Kau sudah tau keadaanku sekarang ini. Aku hanya ingin melihat cucu laki lakiku menikah. Apapun yang ingin kau tukar aku bisa mendapatkannya dengan mudah." Wajah Herman berubah tegas dan datar.

"Maaf pak, saya salah."

"Bagus! Bagaimana dengan perjodohan yang aku ajukan?"

Wiryo kembali mendongak. "Saya belum mengatakan apapun kepada putri saya. Jadi saya tidak bisa memberi jawaban kepada anda." Ucap Wiryo.

"Hm, masih ada 10 hari. Jadi tidak perlu terburu buru kan. Dan proyek itu masih berada digenggamanku. Aku tau kau sangat menginginkannya. Dan jika kau masih mau hanya itu yang aku minta." Ucap Herman.

Wiryo tidak bisa mengatakan apapun selain terdiam. "Sudahlah, kau pikirkan tawaranku baik baik sebelum kehilangannya." Herman kembali berdiri yang di papah oleh asistennya. kemudian satu persatu pengala itu mengikuti.

Sampai di Villa Wirawan, Wiryo tidak bisa mengatakan apapun. Ia menceritakan hal ini kepada Dewi atas jawaban Herman adiyaksa. Dan kini keduanya hanya bisa memberitaukan kepada putrinya secara pelan pelan.

Saat di pagi hari, Anna menuruni tangga dengan pakaian seragam. Tas sekolahnya ia jinjing di bahu kirinya. Ia terlihat santai padahal jam sudah menunjukkan pukul 7.

"Pagi papa, pagi mama." Sapa Anna tersenyum riang.

"Pagi." Jawab sang mama begitupun Wiryo yang kemudian melipat koran paginya dan memulai sarapan pagi.

"Anna, Papa ingin mengatakan sesuatu." ucap Wiryo ragu.

"Ya, katakan saja papa." Balas Anna begitu tenang seraya memakan roti selainya ke dalam mulutnya.

"Papa memenangkan tender di kawasan Bena." Ucap Wiryo memberikan kabar baik.

"Wah selamat papa!" Balas Anna antusias.

"Tapi..." Wiryo menghentikan ucapannya ragu untuk mengatakannya bahkan tak sampai hati harus mengatakannya.

"Ya, tapi apa pa?" Tanya Anna begitu penasaran.

"Kamu harus menikah dengan cucu lelaki Adiyaksa."

Bagai disiram bensin ke dalam api, Anna terkejud dengan kabar ini. Anna tersedak setelah sekian detik terdiam mendengar berita ini.

uhuk uhuk uhuk

"Minumlah sayang." Dewi memberikan segelas air dan mengelus punggung Anna lembut.

duk

Anna meletakkan gelas kosong di depannya. "Papa! Apakah aku salah dengar?" Anna meyakinkan perkataan papa-nya. tetapi sayangnya Wiryo mengangguk pasti dan itu membuat harapan Anna runtuh seketika.

"Bagaimana mungkin?" Anna tidak percaya.

"Dengarkan papa nak." Wiryo mencoba membujuk putri satu satunya.

"Tidak pa, Anna tidak mau. Anna ingin sekolah dan tidak mau menikah.." Anna bergegas pergi meninggalkan kediamannya.

Wiryo hanya mampu menatap punggung putrinya menjauh dengan perasaan marah. Sementara dirinya di hantui rasa bersalah. Dewi beranjak dan mendekati sang suami. mengelus punggungnya yang lebar.

"Bagaimana aku mengatakannya sayang?" Tanya Wiryo dengan hambar.

"Pelan-pelan sayang. Anna pasti akan mengerti." Bujuk Dewi.

Bab Tiga

Anna mengendarai mobil lamborgini-nya dengan marah. Bagaimana mungkin papa-nya begitu tega ingin menikahkannya dengan pria yang tak ia kenal. Bahkan disaat dirinya belum lulus dari sekolah menengah atas.

Anna mengebut dijalanan aspal. Bahkan seringkali menerobos lampu merah dengan sesuka hatinya. Dia begitu dongkol dengan perkataan papa-nya. Menikah dengan cucu Adiyaksa.

Ah, memikirkan kata menikah saja, otak Anna benar benar merasa gila.

tinnn tinnn

Di saat pikirannya sedang kalang kabut, Anna tersadar telah menerobos lampu merah lagi. setelah mendengar suara klakson mobil dari arah bersebrangan. Dia tak bisa lagi berpikir jernih.

brakkk

Kecelakaan pun tak bisa di elakkan. Sebuah mobil limosin berlalu begitu cepat dan menabrak kap mobil samping, membuat mobil Anna limbung ke samping hingga terseret beberapa meter.

"Papa mama...." Anna menjerit dalam hati lalu memejamkan matanya sebelum ia kehilangan kesadarannya.

Pengendara mobil limosin panik. keningnya berdarah setelah menyeret mobil lamborgini berwarna kuning itu beberapa meter. Tapi kesadarannya belum menghilang.

Ia menggunakan tenaganya yang tersisa dan menyeret kakinya dengan paksa untuk sampai pada mobil yang telah ia tabrak. Sesekali memegangi dahinya yang terus mengucurkan darah segar. dan satu tangannya mengetuk pintu samping mobil lamborgini itu.

Tapi pemilik mobil berwarna kuning itu tidak merespon apapun, sampai akhirnya pemilik mobil limosin itu kehilangan banyak darah dan pingsan.

Para pengguna jalan pun terganggu. Kemudian salah satu saksi segera menelepon ambulans. Tak berapa lama ambulans datang dan membawa keduanya ke rumah sakit terdekat.

Dewi yang sedang membolak balikkan majalah mendapatkan telepon. Setelah mendengar pembicaraan dari sebrang Dewi berkaca kaca. putrinya kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Dewi segera mengabari suaminya dan bergegas ke rumah sakit.

"Apa, Anna kecelakaan?" Wiryo terkejut saat mendengar suara dewi yang memberitaukan bahwa putrinya kecelakaan.

Wiryo mengakhiri meeting pagi ini dan bergegas menyusul ke rumah sakit. Sementara Anna berada di dalam ruang operasi bersamaan Arsha di dalamnya.

Keduanya mengalami pingsan, Anna mendapatkan cidera pada kaki kanannya sementara Arsha mendapatkan luka didahinya.

Setelah satu jam berada di ruangan operasi akhirnya keduanya dipindahkan ke ruang rawat inap.

"Dokter bagaimana keadaan putri saya?" Setelah dokter keluar dari ruang operasi Wiryo melayangkan pertanyaan kepada dokter bedah yang telah menangani putrinya.

"Tidak terjadi apa apa pada putri bapak. Dia baik baik saja, hanya saja kaki kanannya mengalami cidera. mungkin dalam waktu satu bulan sudah bisa membaik asalkan dirawat dengan baik." Ucap dokter itu tersenyum.

"Terima kasih dokter."

"Ya." kemudian dokter bedah itu berlalu.

Diruangan Vip

Kaki Anna diperban. Dewi menemaninya duduk di samping ranjang. Wiryo juga duduk di sofa panjang yang berada disisi ruangan.

Terdengar ketukan pada pintu, Wiryo segera membuka pintu. Ia terkejut saat siapa yang datang adalah Herman.

"Pak Adiyaksa." Seru Wiryo.

Herman tersenyum lalu melambaikan tangan dan para pengawal yang telah mengikutinya perlahan menjauh dan berbaris rapi di luar ruangan. Ternyata yang ditabrak cucu lelakinya malah calon istrinya sendiri. Sungguh sangat kebetulan sekali. Herman berjalan dengan tongkatnya masuk, Wiryo ikut berjalan mengikuti dibelakangnya.

"Pak Adiyaksa." Dewi juga terkejut kemudian bergegas berdiri menyapa.

Herman tersenyum melambaikan tangan agar dewi tetap duduk di kursi.

"Saya hanya ingin menjenguk orang yang telah ditabrak cucuku. tetapi ternyata putri kalian. Aku benar tidak menyangka. tadinya aku kesini ingin meminta maaf." Ujar Herman begitu tenang.

Wiryo tidak bisa berkata apa apa lagi.

"Karena putrimu calon cucu menantu jadi aku akan menanggung semuanya sampai sembuh, aku telah merekomendasikan dokter terbaik di negeri ini." lanjut herman.

"Terima kasih pak, anda sudah berbaik hati pada kami."

"air..." terdengar rintihan Anna meminta Air. Sejak semalam ia tak sadarkan diri dan ia merasa haus sekarang.

Dewi mengambil air di atas nakas lalu membantu Anna meminum air. Setelah Anna tersadar Dewi berbisik pelan. "Anna, dia adalah tuan Herman. Dia datang menjengukmu." mata Anna segera mencari sosok yang di maksud Dewi.

Setelah dewi menganggukkan kepala tanda Herman boleh menemuinya, Herman segera maju.

"Apa kabar?" Ucap Herman ramah.

"Kakek! saya baik kek." Balas Anna masih dengan suara lemah.

"Istirahatlah." Ucap Herman saat Anna berusaha bangkit untuk duduk. "Saya hanya mewakili cucu saya meminta maaf yang telah menabrakmu hingga seperti ini. Maafkan cucuku."

Anna menggeleng. "Tidak kek, Saya saja yang terlalu ceroboh. Dan kesalahan ini bukan sepenuhnya cucu kakek." Ucap Anna jujur.

Herman tersenyum lalu mengusap puncak kepala Anna lembut. "Istirahatlah supaya kamu cepat sembuh." Balas Herman kemudian.

Herman melirik Wiryo yang terdiam ditempatnya. "Jagalah putrimu baik baik." Wiryo hanya mengangguk.

Diruangan sebelah, Arsya duduk dengan memangku laptop di pangkuannya. Herman segera masuk.

"Ckckck, masih begini kau sudah bekerja."

"Bagaimana tidak, kau selalu membuatku repot seperti ini. Bagaimana mungkin Aku meninggalkannya." Decak Arsya.

"Cih, untung kau cucuku. Setelah menabrak orang kau tidak bilang minta maaf bahkan kau malah sibuk." Arsya mendongak lalu memelototi kakeknya yang duduk di sofa dengan angkuh.

"Itu bukan kesalahanku sepenuhnya, kenapa aku harus minta maaf." Sinis Arsya.

"Huh. kau ini..."

"Sudahlah, kakek disini justru menggangguku. Orang tua lebih baik dirumah dan beristirahat."

"Kau mengusirku."

"Bukan...." Arsya meringis.

"Ah sudahlah, kau memang keras kepala. Selain itu aku juga ingin mengatakan satu hal padamu."

"Katakan saja." Ucap Arsya cuek masih menatap laptop di pangkuannya.

"Gadis yang kau tabrak itu mengalami cidera di kakinya. Jadi kau harus bertanggung jawab."

"Berikan saja kompensasi yang besar sampai kakinya sembuh." Herman mengepalkan tangannya kuat. Anak ini benar benar membuat Herman marah.

"Tidak boleh." Tegas Herman.

"Kenapa?" Herman mendengus sebal.

"Kau ini! Dia tak mau kompensasi darimu." Arsya mengerutkan keningnya heran.

"Kau harus bertanggung jawab dengan cara menikahinya. Karna kau yang membuat kakinya tidak bisa berjalan. Memangnya mudah diluaran sana ada yang mau nerima perempuan yang tidak bisa berjalan seperti itu." Seketika mata Arsya melotot sempurna.

Menikah! Mudah sekali lelaki tua ini mengatakan hal menikah.

"Kek..."

"Sudah. Aku tidak mau berdebat dengan manusia keras kepala sepertimu. Yang aku inginkan kau segera menikah. Maka aku akan merasa lebih tenang." Herman segera bangkit dan keluar ruangan.

Ruangan hening seketika. Arsya menatap lurus ke arah pintu yang tertutup. Apa maksudnya menikahi orang yang tak ia kenal. Huh padahal ia sudah menolaknya berkali kali. tapi ini harus menikahi gadis yang ia tabrak sebagai pertanggung jawaban ckckck bukankah ini terlalu memaksa.

Arsya menertawakan dirinya sendiri. Bukankah ini hanya sebuah alasan agar dirinya cepat menikah. Arsya menganggap ini cuman omong kosong lelaki tua itu.

*

Setelah beberapa pengobatan yang di rekomendasikan oleh Herman. Kaki Anna perlahan lahan sudah lebih baik dari sebelumnya. Hanya saja masih membutuhkan beberapa waktu untuk bisa pulih, tetapi karena terlalu lama berada di rumah sakit Anna merasa sangat bosan harus meminum obat setiap hari juga menguras semua tenaga dan pikirannya.

"Mama, Aku sudah bosan berada di sini terus." Anna mencebikkan bibirnya. Sudah sebulan ini ia berada di rumah sakit sebagai pemulihan tetapi ia merasa bosan berada diruangan yang serba putih itu.

Dewi menghela nafas lelah, entah sudah keberapa kalinya Anna mengatakan hal yang sama.

"Baiklah, mama akan membujuk papa supaya kita bisa keluar dari sini."

"Bener loh ma." Dewi mengangguk. Anna pun tersenyum riang. Akhirnya Anna bisa pulang meski ia harus memakai kursi roda.

Setelah melalui beberapa proses di rumah sakit, akhirnya siang ini Anna bisa kembali pulang ke kediamannya Ke villa Wirawan. Saat sesampainya di rumah ia teringat jika kamarnya berada di lantai atas.

"Aduh, aku ga bisa naik ke atas dong." Anna menghentikan kursi rodanya yang otomatis di depan tangga.

Dewi yang melihat itu merasa sedih. kemudian ia menghampiri anak perempuannya. Dan menghiburnya.

"Kamar kamu di lantai bawah saja, bibi sudah merapikannya jadi kamu tidak perlu naik turun tangga." Ucap Dewi.

"Terima kasih ma." Anna menyunggingkan senyuman seraya mencium pipi Dewi penuh kasih.

Pelayan membantu mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar tamu yang berada di lantai bawah. Ia tersenyum karena kedua orang tuanya telah mempersiapkannya. Anna menuju ke sebuah meja belajar, ia menghampiri sebuah foto yang telah usang di dalam sebuah kotak berbahan jati.

Dia menatap foto dua gadis, besar dan kecil sedang tersenyum ke hadapan kamera. Ia merasa rindu pada seseorang. Tetapi ia tak bisa memeluk dan menghampirinya. Ia kembali menyimpan foto itu ke dalam kembali bersamaan dengan sebuah kalung liontin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!