NovelToon NovelToon

Menikahi Perawan Tua

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Bruk

“Eh, sorry gue buru-buru,” ujar Reka sambil berlari setelah menabrak bahu mahasiswa lain di koridor kampus. Bakalan telat nih, ribet urusan sama dosen menyebalkan, batin Reka. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, mata kuliah pagi ini tidak boleh dia sia-siakan. Selain memang dosen yang lumayan killer, mata kuliah metode penelitian dibutuhkan oleh Reka untuk menyusun skripsi nanti.

Sebenarnya Reka bukan orang pemalas yang suka bangun siang, hanya kejadian semalam di kediaman Kevin Candra membuat dia memilih tidur di apartemen. Lebih tepatnya apartemen Elang kakak iparnya, karena Elang memilih tinggal di rumah cluster bersama istri dan anaknya.

Reka Chandra, anak kembar Kevin Daud dengan Meera Candra, sempat bersitegang dengan Papihnya karena menolak rencana perjodohan dengan rekan bisnis mereka. “Aku enggak salah dengar, Bunda?” tanya Reka pada Meera setelah Kevin menyampaikan rencananya. Meera hanya diam, memilih menyetujui apa yang dikatakan suaminya. 

“Jangan bilang ini untuk menyatukan dua keluarga dan baik untuk kemajuan perusahaan. Drama sekali hidup kalian, “ sahut Reka.

“Reka,” tegur Kevin. Reka lebih memilih meninggalkan rumah.

Kekesalan itu berimbas dengan Reka yang memilih malas bangun, kalau saja bukan karena Dewa yang menghubungi, mungkin dia memilih tidak kuliah dan memilih kembali merajut mimpi bersama bantalnya.

Berlari memasuki kelas, bahkan tadi sempat kembali menyenggol seorang wanita saat berbelok ke ruang kelasnya. “Bersyukur banget lo, Pak Rasdan telat,” ujar Dewa. Reka lebih memilih langsung duduk pada kursi di sebelah Dewa dari pada menjawab.

“Lo semalam ke club ya?” tanya Yasa sambil fokus pada layar ponsel.

“Enggaklah.”

Bukan tanpa alasan Kevin berniat menjodohkan Reka. Berpacaran dengan gaya yang cukup megkhawatirkan juga kehidupan malam. Memblokir kartu atau membatasi limit tidak membuat Reka kesulitan. Dia memiliki usaha cafe dan sering mengisi beberapa acara dengan bernanyi, kelebihan yang dimiliki oleh putra-putri Meera, termasuk Kayla (Novel Menikahi Pamanmu, iklan terselubung, maapkeun author). Bahkan beberapa teman wanita atau mungkin mantan kekasih Reka mendatangi kediaman Kevin mencari Reka. Meera hanya bisa mengurut dada dengan kelakukan putranya. Reka memiliki saudara kembar bernama Rika, sudah menikah dengan Eltan.  

Seorang wanita memasuki ruang kelas dan berdiri di samping meja Dosen menatap para mahasiswa yang hadir saat ini. “Kita enggak salah kelas ‘kan?” bisik Dewa.

“Hmm.”

“Wow,” ujar Yasa.

“Selamat pagi,” sapa wanita itu dengan raut wajah datar. (Macam mana? Entahlah author juga kurang tau)

“Pagi,” jawab isi kelas serempak.

“Saya akan menggantikan Pak Rasdan menyampaikan materi metode penelitian. Hanya sebagai dosen pengganti,” ujar wanita itu langsung menyampaikan materi tanpa memulai dengan perkenalan. Mengenakan rok selutut dan blazer berwarna navy, dengan dalaman kemeja biru muda. Kaca mata dengan frame tebal juga rambut dicepol membuatnya terlihat sangat dewasa dan ....

“Maaf Bu,” Yasa menginterupsi sang Dosen yang sedang bicara.

“Ya.”

Reka dan Dewa refleks menoleh pada Yasa. “Ini kita langsung mulai Bu? Enggak ada pemanasan dulu?” pertanyaan Yasa membuat sesisi kelas bersorak.

“Lo pikir mau maen apaan pake pemanasan,” ucap Reka.

“Ya, sentuh-sentuh dulu gitu. Maen tabrak aja,” ujar Yasa lirih tapi masih bisa didengar oleh sekitarnya, bahkan mungkin oleh dosen yang saat ini menjadi pusat perhatian.

“Kenalan dulu dong Bu. Ada istilah tak kenal maka tak sayang,” sahut Dewa.

“Sudah kenal, aku jadi sayang,” ejek Yasa. Membuat kelas kembali bersorak

Keluar

“Kenalan dulu dong Bu. Ada istilah tak kenal maka tak sayang,” sahut Dewa.

“Sudah kenal, aku jadi sayang,” ejek Yasa. Membuat kelas kembali bersorak.

“Dasar be*go, dosen juga dimodusin,” ledek Reka.

Sebelum merespon wanita itu menghela nafasnya. “Nara Ishana, kalian boleh panggil Nara atau Hana,” ucapnya lalu kembali pada materi.

“Hah, gitu doang.”

Dewa dan Reka terkekeh.

“Di luar ekspektasi, padahal kalau sudah tersentuh bisa bikin gue arrrr,” ujar Yasa.

“Tipe cewek lo berubah gitu? Tampilan begini masih digoda aja,” ucap Reka. Tanpa mereka sadari sang dosen mendengar apa yang para pria itu bicarakan.

"Kamu!" tunjuk Nara pada Yasa. 

"Yes, Mam," jawab Yasa sambil memberi hormat.

"Ulang kembali jenis metode penelitian yang tadi sudah saya jelaskan," titah Nara sambil melipat kedua tangan di dada dan menatap Yasa.

Ngek.

Manalah Yasa ingat apa yang tadi Nara jelaskan. Dengar pun tidak karena mereka bertiga sibuk gibah. 

"Kamu!" tunjuk Nara pada Reka.

"Tidak menyimak Bu, tolong dijelaskan ulang." 

"Lain kali perhatikan jangan merumpi di kelas, bikin ribut," tutur Nara. Disambut dengan sorak mengejek Reka dan rekan (kayak pengacara aja).

Nara kembali bicara menjelaskan materi dan ketiga pejantan tangguh masih berulah dengan ghibahannya dan saat ini Reka yang mendominasi. 

Pluk!

Nara melempar spidol dan jatuh tepat di meja  Reka. "Kalian jangan buat kelas tidak kondusif, silahkan keluar jika tidak berminat mengikuti kelas saya." 

"Yaelah Bu, kalau mau kenalan jangan gini caranya dong," sahut Reka narsis. "Kita biasa jadi perhatian kok, jadi maklum-maklum aja." ujar Reka lagi disambut kekehan dari dua rekan gesreknya. 

"Dia juga bisa kasih nomor handphone kalau mau diprospek, Bu," ejek Yasa menunjuk Reka.

Mahasiswa lain hening, hanya triple koplak yang masih ribut. 

"Kembali saya ingatkan yang tidak serius silahkan keluar. Untuk kalian yang akan menyusun skripsi tentu saja materi ini penting. Kalian perlu tahu, hidup itu bukan hanya mengandalkan wajah tapi kecerdasan juga. Untuk apa tampan tapi bodoh," ungkap Nara sambil menatap Reka. Memutus pandangan mereka lalu berjalan mendekat pada whiteboard. Saat kembali menjelaskan materi, terlihat spidol yang tadi dia lempar melayang diudara dan ....

Pletak

Menghantam white board.

"Ehh gob*lok, ngapain di lempar," ujar Dewa. 

Nara menoleh geram pada Reka. "Kamu silahkan keluar dari kelas saya," titah Nara.

"Saya cuma kembalikan bu, takut ibu malu untuk mendekati kita hanya karena spidol itu."

"Kita? Lo aja kali," celetuk Yasa karena melihat situasi yang mulai tidak aman.

"Eh, kampret bakal panjang nih urusan," bisik Dewa. 

"Saya tidak mentolerir mahasiswa yang tidak memiliki sopan santun dan attitude yang baik. Jadi, kamu silahkan, Keluar!" teriak Nara sambil menunjuk pintu. 

Kelas menjadi hening, Reka berdiri lalu berjalan mendekati Nara. Kini Nara dan Reka dalam posisi berhadapan. Netra keduanya saling menatap tajam. Nara harus menengadah sedangkan Reka sedikit menunduk. Karena tinggi badan keduanya tidak seimbang. Reka yang termasuk kategori tinggi sedangkan Nara hanya sebatas bahu Reka.

“Keluar!” teriak Nara.

Reka belum beranjak, dia masih berdiri menatap Nara, tersenyum sinis lalu meninggalkan kelas. 

Setelah Reka meninggalkan kelas, suasana masih hening. Bahkan saat Nara kembali menyampaikan materi, tidak ada yang berani ngobrol ataupun mengganggu keheningan ruang kelas. Bahkan sampai kelas selesai, suasana masih tetap aman dan hening.

Ibu, ada masalah apa?

Kelas menjadi hening, Reka berdiri lalu berjalan mendekati Nara. Kini Nara dan Reka dalam posisi berhadapan. Netra keduanya saling menatap tajam. Nara harus menengadah sedangkan Reka sedikit menunduk. Karena tinggi badan keduanya tidak seimbang. Reka yang termasuk kategori tinggi sedangkan Nara hanya sebatas bahu Reka.

“Keluar!”

Reka belum beranjak, dia masih berdiri menatap Nara, tersenyum sinis lalu meninggalkan kelas.

Sepeninggal Reka, kelas lebih kondusif dan hening. Nara menjelaskan materi dan memberi sesi tanya jawab pada kelasnya. Menghela nafas setelah kelasnya bubar. Membereskan perlengkapan mengajarnya lalu kembali ke ruang dosen.

Nara tergolong baru sebagai Dosen di kampus itu, telah menyelesaikan pendidikan S2 nya dan saat ini berumur 25 tahun. Nara belum mendapatkan ruangan khusus, dia menempati salah satu kubikel khusus dosen. Di sampingnya adalah kubikel Ardi, rekan sesama dosen.

“Sudah selesai?” tanya Ardi sambil menoleh pada Nara.

“Hmm.”

“Kenapa? Kayak yang bete gitu?”

Nara menyandarkan punggungnya pada kursi, “Apa aku boleh mengajukan menolak menjadi dosen pengganti Pak Rasdan?” tanyanya.

Ardi memutar kursinya menghadap ke arah Nara. “Ada masalah?”

Nara kembali menghela nafas, “Enggak ada.”

Sedangkan ditempat berbeda, Reka yang menunggu kedua rekan gesreknya di kantin sambil berkirim pesan dengan kenalan wanita di club beberapa hari yang lalu.

“Parah lo,” ujar Dewa.

“Nantangin dosen, mana cewek pula. Mending lo tantang di ranjang dah,” tambah Yasa.

“Berisik.”

Dewa yang duduk di hadapan Reka meraih botol air mineral milik Reka. Menghabiskan setengah isi botol yang tersisa. “Tapi lo mesti temuin Bu Nara deh, sebelum dia lapor ke Pak Rasdan terus mata kuliah lo dibatalin. Selamat mengulang dan menunda kelulusan,” tutur Dewa.

Bener juga ya. Gue enggak mau sampe batal lulus. Kuliah enggak kelas-kelar, batin Reka.

“Mau ke mana?” tanya Yasa melihat Reka beranjak dari kursinya. Padahal dia baru mendapatkan rejeki gorengan dari cewek yang duduk di meja sebelahnya.

“Memperjuangkan kelulusan gue. Ogah amat jadi maskot kampus,” sahut Reka.

Niat menemui dosen karena khawatir kelulusannya akan bermasalah karena mengulang mata kuliah menjadi keberuntungan Reka karena orang yang dicari saat ini sedang berjalan berlawanan arah dengannya.

“Permisi, Bu. Minta waktu Ibu sebentar.”

“Saya sibuk,” jawab Nara sambil terus berjalan.

Shitt, banyak gaya banget ini cewek, batin Reka.

“Saya mau bicara masalah tadi di kelas,” ujar Reka mensejajari langkah Nara.

Nara tetap pada tujuannya, menuju cafe yang berada dalam kampus. Memesan capuccino ice, acuh dengan Reka yang masih mengekor. Setelah mendapatkan pesanannya, Nara urung berada di tempat, memilih kembali ke ruang kerjanya.

“Saya enggak melihat sibuk yang Ibu maksud deh,” ucap Reka masih mensejajari Nara.

“Sibuk saya dan kamu itu berbeda. Mungkin yang dimaksud sibuk oleh kamu itu membuat kelas gaduh dan menghina dosen yang sedang mengajar.”

Jleb. Ucapan Nara sukses menyentil hati Reka, karena hal itu persis sudah dia lakukan hari ini. Reka menghentikan langkah Nara dengan berdiri dihadapannya.

“Saya minta maaf, untuk kelas berikutnya saya pastikan tidak akan terulang,” ujar Reka.

Nara sempat mengalihkan pandangannya sebelum kembali memandang Reka, “Tidak ada kelas berikutnya, karena saya sudah laporkan ke Pak Rasdan, kalau kamu tidak perlu ikut kelas saya.”

“Jangan begitu Bu, mata kuliah ini ada lagi semester ganjil. Ini sama saja saya gagal lulus tahun ini,” sahut Reka. Nara tidak perduli dengan Reka, memilih melanjutkan langkahnya.

“Bu,” panggil Reka. “Ibu ada masalah apa sih?”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!