Kerajaan Titiohua.
Gumpalan asap mengepul di udara, rumah besar, berdinding batu merah yang direkatkan dengan tanah liat itu, telah terbakar habis.
Dibakar pasukan kerajaan yang ingin melenyapkan keluarga penasihat kerajaan, sebagian penghuni rumah terkapar dengan luka tusukan pedang di tubuh mereka, telah terjadi pembantaian malam itu, suara rintihan kesakitan menghiasi malam dan tebasan pedang berirama tertipu angin malam, sadis ... itulah yang tergambar dalam situasi tersebut.
Torax, lelaki bermata biru itu, membawa anak-anak dan sebagian kerabatnya lari ke hutan menghindari amukan sang raja, yang telah terhasut rayuan maut si iblis jahat yang ingin memiliki batu kristal, lalu iblis memaafkan Kadas tabib kerajaan.
Ia marah pada Torax, karena raja sangat dekat dengannya, dan lebih loyal pada Torax, sang penasihat, ia juga ingin memiliki sebuah batu Kristal berwarna biru yang memiliki kekuatan yang luar biasa.
Batu yang dimiliki Torax ingin dimiliki Kadas juga. Ingin dipakai untuk melakukan kejahatan.
Raja yang sudah terhasut, dengan segala tuduhan Kadas, lalu, memerintahkan pasukan kerajaan membakar rumah sang penasihatnya, membunuh semua penghuni rumah tersebut.
Beruntung istri sang raja mengirim burung kecil dengan sebuah surat di kaki, memberikan kabar malam itu, raja dan pasukannya datang untuk membunuhnya.
Mendapat kabar itu, Torax melarikan diri ke hutan.
Pencarian dipimpin Kadas sendiri, ia mengejar sampai ke hutan. Torax mengalihkan perhatian pasukan raja, agar mereka mengejarnya, lelaki itu mengorbankan dirinya demi anak-anaknya, dan membiarkan keempat anaknya pergi membawa batu kristal, masing-masing satu bagian.
Torax menyalakan api di dalam bibir gua, memberi tanda kalau ia ada di sana.
Lalu Kadas masuk ke dalam gua, tetapi apa yang ia inginkan tidak ia dapatkan, batu kristal yang ia incar tidak ada lagi.
Torax duduk tenang tanpa ada perlawanan, ia pasrah, karena ia tahu semua yang terjadi karena ulah Kadas, tidak ada niat raja untuk menghabisi ia dan keluarganya, tetapi Kadas lah yang telah meracuni pikiran raja.
Tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Kadas marah, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan mengayunkannya ke udara, lalu menebas leher sang penasihat, kepalanya terlepas dari tubuh dan menggelinding jatuh ke dasar jurang.
Lalu iblis marah pada Kadas, karena tidak mendapatkan batu kristal, lalu iblis, menghisap semua jiwa pasukan raja yang bawa ke hutan.
“Temukan batu kristal dan keturunan sang penasehat, jadikan anak perempuan yang masih perawan jadi pengantinmu, agar kekuatanmu sempurna dan kamu bisa menguasai seluruh dunia,” ujar mahluk berwujud menyeramkan itu pada Kadas.
“Ba-baik .” ujar Kadas ketakutan.
Melihat semua yang telah terjadi, akhirnya sang raja tersadar, kalau ia di peralat untuk membunuh sang penasihat yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
Ia murka dan mengutuk Kadas untuk hidup abadi selamanya di dunia ini. Kadas akan mati jika keturunan dari sahabatnya yang memberinya kematian.
Raja menyesal telah mempercayai tabib kerajaan, ia meraung meminta maaf pada Torax sahabatnya, ia berjanji di kehidupan mendatang, ia akan menyelamatkan keluarga Torax dan membalas Kadas dan iblis yang memerintahnya.
Raja adalah putra pilihan para Dewa
Raja memohon pada Dewa, agar di beri kesempatan kedua untuk terlahir kembali, agar bisa menyelamatkan anak-anak dari sahabatnya.
Tetapi Sang Dewa juga marah padanya maka Raja membalaskan kemarahan pada keluarga Kadas, hal yang jahat di lakukan pada keluarga sahabat, ia juga melakukan hal yang sama pada keluarga Kadas sang Penasihatnya
*
Jika hati telah tersakiti dan dikhianati , maka tidak ada rasa kasih dan iba, semua tampak rata diliputi kegelapan, sang raja membalas penghianatan dengan kemarahannya.
Langit, sudah mengukir corak-corak berwarna jingga kemerah-merahan di cakrawala, tetapi, kemarahan dan gertakan gigi masih belum pudar, ia mengayunkan pedang mengkilap panjang itu ke udara, lalu tanpa ampun besi mengkilap itu mengoyak daging orang di depannya.
Seorang lelaki bertubuh besar dan otot sekuat beton, tengah berdiri di tengah pekikan kesakitan, nyawa melayang dengan sia-sia, tercium bau anyer menyengat, tercium juga bau daging yang sudah hangus dari dalam kobaran api, asap hitam yang membumbung ke langit, api masih berkobar dari rumah yang dibakar, wanita, anak-anak tak luput dari kemarahannya. Bahkan mahluk yang tidak berdaya itu, ikut jadi santapan lidah panjang si jago merah.
“Lemparkan semuanya ke dalam api,” pintanya tegas, penuh dengan kemarahan.
Sekelompok orang berpakaian rompi berajut besi, andil dalam pembantaian yang tidak berperikemanusiaan itu. Seorang lelaki bertubuh besar berpakaian khas prajurit menarik seorang wanita yang hendak melarikan diri, ia menghujamkan pedangnya tepat di rongga dadanya, erangan kepedihan dan kesakitan , terdengar sayup-sayup, menit kemudian tubuh wanita itu di lempar ke dalam kobaran api.
Hingga semua tersapu bersih masuk kedalam api, terpanggang hangus, hingga mengeluarkan bau daging bakar yang menyeruak terbawa angin.
mengerikan ....
Tidak lama kemudian sebuah awan putih terlihat turun dari langit dan muncul seseorang dan berkata.
“Nestapa dan kengerian apa yang kamu lakukan ini. Wahai manusia! hingga langit ikut menangis merasa sedih, melihat apa yang kamu lakukan,” ujarnya pada Lelaki yang masih berdiri gagah itu.
“Jangan salahkan aku melakukan itu Dewa, aku melakukannya persis seperti yang telah ia lakukan, bukan kah dalam ajaran kitapmu kamu berkata’ Kejahatan akan mendapat kejahatan’ ?
dia mendapatkan sesuai dengan apa yang telah ia perbuat pada sahabatku Torak, ia menutup mataku dengan sihir tipu dayanya dan ia menutup mataku untuk melihat kebenaran"
“Hai, Manusia! Menghukum manusia dengan hukum alam adalah tugas kami. Mengapa kamu tidak menghukum para penjahat dengan hukum di kerajaanmu”
“Dia, iblis dengan wujud manusia, mana mungkin aku menghukumnya dengan hukum di kerajaanku? karena hukum di kerajaanku hanya berguna untuk manusia seperti rakyatku”
“Apa kamu pantas menyebut dirimu raja? Setelah kamu membakar anak-anak dan wanita yang tidak ikut berdosa itu?” tanya orang tua itu dengan suara mengintimidasi.
“Aku adalah raja dan hukum yang belaku! jika ia membunuh semua keluarga sahabatku dengan membakar, membunuh dan memenggalnya. Apa salah …? aku melakukan hal yang sama padanya?” Ia balik bertanya, dengan yakin.
Lelaki, berpakaian serba putih dan berambut putih dan memegang tongkat kebesaran itu, tidak mau kalah dengan sosok manusia yang berdebat dengannya.
“Dengar! Wahai manusia, di atas langit masih ada langit, di atas hukum kerajaanmu masih atas hukum yang lebih tinggi. Hukum langit yang saat ini aku pegang, sebagai Dewa,” ucap lelaki tua itu dengan tegas.
“Aku berdiri di tanah milik kerajaan ku, dan aku bernaung di bawah langitku dan aku melakukan apa yang pantas aku lakukan," jawab sang raja.
"Jika kamu melakukan hal yang sama dengannya. Hai, anak manusia! Lalu apa bedanya kamu dengannya? jika kamu mengutuknya dengan kemarahan mu. Maka aku menghukum mu juga mengunakan kuasaku"
Bersambung ....
Bantu like dan Vote karyaku kakak semua.
Kini Raja yang dikutuk tersebut, hidup abadi di dunia ini
Di penghujung jalan, di kota Sukoi, seorang lelaki memakai setelan jas mewah dan sepatu mengkilap tentu saja bermerek, turun dari mobil mewah, bahkan mobil yang ia naiki sebuah mobil mewah yang hanya di produksi beberapa unit saja, saat ia berjalan kearah loby semua orang yang bekerja di perusahaan menundukkan kepala pada sang bos yang baru turun dari mobil.
Lelaki itu hanya mengangguk samar, nyaris tidak terlihat, tidak ada senyuman tidak ada sapaan, ia melenggang bebas dan masuk ke ruangannya. Ruangan yang mencolok sendiri, sangat berbeda dengan yang lain.
Ruangan yang digunakan lelaki itu, memiliki corak yang berbeda. Seakan-akan dia ingin mengatakan kalau ia adalah seorang bos.
Di atas meja terlihat setumpuk map, menunggu, jarinya menari di atas kertas putih lewat tinta pena yang akan ia torehkan tanda tangan, dalam berkas yang bertumpuk itu. Setelah berkutat selama dua puluh menit, ia berdiri dan meninggalkan kursi kebesarannya.
Boas Agdan, seorang CEO di perusahaan penyedia jasa layanan internet terbesar di kotanya, lalu ia keluar dari pintu samping kantornya, tidak ada seorangpun karyawannya yang melihatnya, kapan ia keluar, lalu ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju pantai, duduk sendiri mendengarkan desiran ombak yang membuat hatinya damai, lalu ia menutup mata, itu akan ia lakukan hampir tiap hari. Namun, kali ini, dengan sayup-sayup kupingnya menangkap suara minta tolong.
Dengan satu jentikan jari, tubuh itu, sudah berpindah ke tempat yang diinginkan.
Seorang wanita paru baya yang sedang berjualan sayur-sayuran, diganggu sekelompok preman kampung, sekelompok pemuda itu menarik paksa tas lusuh milik wanita yang tak berdaya itu, wanita yang saban hari mengantungkan rezekinya dengan berjualan sayur-sayuran di pinggir jalan setapak menuju gang sempit. Gang yang dikenal sarang para penyamun dan penjahat kelas rendah seperti mereka.
“Berhentilah, kalian sangat memalukan, bagaimana mungkin ada empat laki-laki mengeroyok satu wanita lemah seperti dia, kenapa kalian tidak berganti kelamin saja, saya malu melihat kelakuan kalian yang mengaku sebagai lelaki”
“Diam kamu, ini bukan urusanmu!” Teriak seorang lelaki yang terlihat lebih krempeng dari teman-temannya.
“Hai krempeng, kamu cari kerja yang benar agar makan yang sehat, biar tidak cacingan seperti itu,” ujarnya, dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya yang kekar itu di dinding bangunan toko di sebelahnya
“Dasar, kurang ajar! Kamu pikir, karena kamu berpakaian bagus seperti itu, lalu aku takut padamu?”
Lalu manusia berbadan kerempeng itu mengeluarkan sebilah pisau dari balik jaket lusuh yang ia pakai, lalu ia memajukan tangannya mengarahkan pisau bermata runcing itu kearah perutnya, ia berlari kecil dengan sebuah teriakan kekesalan keluar dari bibirnya yang menghitam.
“Hiaaak …!” teriaknya dengan kesal.
Dengan tenang dan santai, Boas menghindar dengan memundurkan tubuhnya, gerakan lambat dan teramat santai, seolah-olah manusia yang menyerang tidak berbahaya baginya, si krempeng bablas ke belakangnya, lalu ia membalikkan badannya mengerakkan semua kekuatannya untuk menyerang lelaki yang memakai setelan jas bewarna pastel itu.
Usahanya gagal lagi, karena lagi-lagi Boas hanya menghindar dengan memundurkan tubuhnya, tepat seperti yang pertama ia menyerang.
“Apa hanya itu kemampuanmu kerempeng?” tanya Boas, mengambil satu timun berwarna hijau, milik wanita penjajah sayur itu.
Lalu ia menggunakannya sebagai pengganti pisau, memegangnya seperti memegang sebuah pisau, lalu ia mengarahkannya pada si kerempeng.
“Kamu mau menggunakan itu sebagai alatmu? Ha … ha … dasar lelaki gila, matilah kamu lelaki aneh!” teriaknya dengan mengerahkan pisaunya untuk usaha ketiga kalinya.
Boas merasa malas untuk bermain-main, ia memukulkan timun itu ke kepalanya beberapa pukulan, ia kesakitan memegang kepalanya dan mengusap-usap keningnya yang di gembleng pakai timun.
“Apa hanya itu kemampuanmu?” tanya Boas menatapnya degan kedua alis terangkat.
“Bajingan! Teriak seorang lagi dari mereka melihat temanya kewalahan akhirnya mereka melawan beramai-ramai.
“Bagus, begini lebih baik, jadi tidak buang-buang waktu ku,” ujar Boas, dengan kekuatan yang di miliki ia menghajar mereka dengan satu tangan, bahkan seorang yang menyerangnya dengan tongkat panjang, terpental ke jalanan
Saat itu Boas mengarahkan jentikan jarinya,
“Aku malas mengotori tanganku yang berharga ini, pada manusia-manusia kotor seperti kalian,” ucap Boas, dengan jentikan jarinya keempat lelaki itu terhempas jauh kearah jalanan.
Melihat kekuatan yang dimiliki lelaki berwajah angkuh itu, mereka melarikan diri dengan tubuh dipenuhi luka-luka.
Boas menangkap salah seorang, lalu memberinya ultimatum agar tidak menganggu wanita yang berjualan itu lagi.
“Jika kamu masih melakukannya, aku akan melempar tubuhmu ke penangkaran buaya, agar kamu tidak jadi santapan para buaya itu,” ucap Boas.
Tetapi orang bebal kalau hanya sekedar ucapan tidak akan percaya.
“Siapa kamu, melarang-larang aku,” ujarnya dengan gaya sok berani.
Lalu Boas mengedipkan matanya seketika tubuh mereka berdua, sudah berada di bibir kolam buaya penangkaran.
“Huaaak …!? S-s-siapa kamu?” tanya lelaki berbadan kerempeng itu, ketakutan, saking takutnya ia membasahi celananya dengan air seninya.
“Aku akan menjadi dewa penyelamat jika kamu menjadi manusia yang baik
Dan aku akan menjadi iblis pencabut nyawa jika kamu seperti ini,”
Ujar Boas memegang pakaian bagian leher, lelaki bertubuh kurus itu ketakutan, sedangkan Boas, mengangkat tubuh itu tepat di atas kolam buaya, mengangkat bagai mengangkat sekantong kapas.
“B-b-baik Tuan, tolong ampuni saya Tuan, saya akan melakukan apapun untukmu Tuan, ta-tapi jangan biarkan buaya itu memakan ku,” ucapnya ketakutan.
“Kamu dilempar jadi makanan buaya itu, mereka tidak akan kenyang, hanya akan mengotori gigi mereka dengan tubuhmu yang kerempeng, tubuhmu itu, hanya tulang di bungkus kulit, kasihan buayanya di kasih hanya makan tulang-tulang”
Lalu ia menariknya kembali ke daratan, dan menjentikkan jari-jarinya kembali, sedetik kemudian kedua raga mereka kembali ke tempat semula, di mana lelaki itu dengan keempat teman-temannya menganggu wanita paruh baya.
Masih dengan nafas terengah-engah dan peluh keringat menyusuri kening si pemuda, tanpa aba-aba dari Boas, lalu ia mendekati ke wanita itu, lalu ia berkata.
“Ibu, maafkan saya, tidak akan menganggu ibu lagi,” ujar dengan tubuh gemetaran dan bau amis tercium dari celana yang ia kencingin.
“Baiklah”
Lalu ia berlari secepat kilat menghindar dari Boas dan menghilang di balik bangunan toko.
“Sampai kapan kamu akan berjualan seperti itu?” tanya Boas dengan santai.
“Menjalani hidup sebagai manusia itu tidaklah mudah Tuan, penuh dengan kesulitan dan butuh kesabaran, cepatlah lakukan pekerjaanmu, agar kamu bisa pulang kembali,” ujar wanita itu dengan langkah kaki terseok-seok karena tubuh sudah mulai menua termakan usia.
“Aku tahu itu,” ujar Boas lalu ia menghilang.
Wanita paruh baya itu hanya menggeleng, tersenyum kecil lalu membereskan semua sayur- mayurnya dan membawanya pulang, karena hari sudah siang dan anak-anak dan cucunya menunggunya pulang membawa makanan untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.
Bersambung ….
Boas Agdan mampu memiliki apapun yang ia inginkan di dunia ini, hanya dengan satu kedipan mata atau satu jentikan jari, tetapi, hanya satu yang tidak ia dapatkan dalam kehidupannya, iya itu, kematian; ia hanya ingin menua dan mati.
Tidak ada siksaan yang lebih berat dari yang ia rasakan ketika semua orang yang ia kenal lahir bertumbuh dan mati, sementara ia tetap seperti awet muda menyaksikan isi dunia dan manusia berubah tetapi ia tetap sama.
Ia merasakan kesepian yang meresap jiwanya walau ia bisa memilik seluruh isi dunia ini, tetapi itu tidak akan membuatnya bahagia.
*
Matahari sudah meninggalkan cakrawala, kembali ke penataran, setelah menuaikan tugasnya hari ini, Boas masih terduduk di tempat ia duduk dua jam lalu, sebuah batu besar yang menjadi satu tempat paling nyaman baginya, ia menyadarkan tubuhnya dan menutup mata
lalu ia menghayal sampai ke langit ke tujuh. Saat ia duduk di sana, lagi-lagi suara menganggu lamunannya.
“Hai, anak manis, jam segini baru pulang, temenin kita dong,” suara lelaki setengah mabuk tengah mengganggu seseorang.
“Lepaskan aku atau aku berteriak nih”
“Lakukan lah sayang di jalanan sepi seperti ini tidak ada yang akan mendengarmu, kecuali, setan yang sedang melintas,”ucapnya kemudian, lalu tertawa terbahak-bahak.
“Tolooong …!” Mata Boas terbuka dengan refleks, ia tahu suara itu, dengan satu kedipan mata, ia sudah berada di sana.
Mata mereka semua tertuju pada sosok lelaki yang tiba-tiba muncul di tepat di antara mereka, lelaki yang bisa muncul tiba-tiba dengan sihir entah berantah yang ia miliki.
“Siapa kamu, pergi sana jangan ikut campur,” pinta seorang lelaki yang memegang tangan gadis mudah yang ketakutan itu.
“Biarkan dia pergi, jangan menggangunya,” ujar Boas setengah malas.
Gadis mudah itu menoleh kebelakang wajahnya seketika merekah, bagai tomat ceri yang baru ranum.”Tuan Batu …!?”
“Jadi kamu mengenalnya?”
“Iya, lepaskan aku atau tubuhmu akan diremukkan nanti,” ucap wanita itu dengan bangga.
“Kamu pikir aku takut!” Dengan capat ia mengeluarkan pistol dari pinggangnya, lalu ia menodongkan pada gadis muda yang dipegang nya.
Boas tidak ingin bermain-main, wajahnya semakin tidak bersemangat, suasana hati lagi buruk, itu sangat berbahaya pada kelima penjahat yang di hadapannya.
“Kamu pilih mana? Melepaskan gadis itu, lalu kamu hidup atau kamu tidak melepaskannya, tetapi kamu harus mati,” ucap Boas membuat semacam penawaran kecil untuk para penjahat.
“Kamu pikir kamu siapa. Tuhan ….?” Tanya lelaki yang memiliki tato itu dengan marah.
“Iya, kurang lebih seperti itu”
“Kurang ajar, enak saja kamu memerintahku,” ujar salah seorang lagi dengan cepat mengarahkan pistol itu kearah Boas dan ia menarik pelatuknya.
Tetapi, dengan kekuatan yang dimiliki Boas, waktu berjalan dengan sangat lambat, ia mengendalikannya dengan kekuatannya, pistol yang tadinya terarah padanya, ia arahkan ke rekan si empunya senjata.
Dooor ….!
Tanpa terkendali tangannya menembak rekan-rekannya.
“Oh no,no ….!”
Dooor …. Dooor …. Dooor ….!
Lelaki itu, menembak semua rekannya tepat di kepala mereka dan seketika mengelepar-ngelepar di jalanan berbatu, benerapa menit kemudian sudah tidak bergerak dan mati.
“Oh My God, apa yang telah aku lakukan, aku tidak bisa mengendalikan tanganku,” ucapnya kemudian, ia ketakutan dan berusaha membuang benda berbahaya di tangannya. Namun terlambat, penawaran waktu, sudah habis.
“Aku sudah memberimu pilihan, tetapi kamu tidak menghiraukannya, kamu memang manusia bebal, aku juga harus mengirimmu ke neraka menyusul teman-temanmu”
Tidak lama kemudian tangannya sendiri mengarahkan pistol itu kearah keningnya, dengan tubuh gemetaran, tangan itu tidak bisa ia kendalikan, matanya menatap sendu bercampur rasa ketakutan pada Boas, ia meminta pengampunan untuk nyawanya. Namun, lelaki dengan mata bermanik biru cerah itu, bukanlah lelaki yang mudah memaafkan. Tanpa mengenal rasa kasihan, ia menjentikkan jarinya tangannya, lalu seketika timah panas melubangi keningnya dan menerobos otaknya, lalu menembus bagian kepala belakangnya, ia terkapar dan tewas seketika.
Boas, membuat wanita muda itu tertidur, agar tidak melihat apa yang terjadi. Lalu ia mengangkat semua raga yang tak bernyawa itu, melemparkannya ke laut dengan kekuatan dari tangannya.
Tidak lama kemudian, wanita mudah itu juga terbangun dari tidurnya, ia mengucek-ucek matanya, lalu ia menatap kanan- kiri, semua penjahat yang menangkapnya tadi sudah lenyap, tidak meninggalkan jejak.
“Tuan Batu! kenapa mereka semua hilang ....?” tanyanya, dengan wajah kembali ceria.
“Pulanglah, Gadis muda atau nasibmu akan seperti mereka nanti,” pintanya dengan sikap tidak acuh.
“Memangnya kemana mereka pergi? Ke bulan atau ke bintang?” Ia bertanya lagi, dengan berlari kecil mengimbangi langkah panjang, lelaki besar di depannya, sesekali ia berjalan dan melompat kecil dengan riang, tas ransel sekolah miliknya ikut bergoyang kanan kiri mengikuti ayunan tubuh ceria pemiliknya.
“Kamu tidak perlu tahu, saya sudah bilang padamu beberapa kali , agar kamu tidak pulang malam, Gadis Kecil!”
“Oh, itu karena aku harus mencari uang dulu untuk biaya sekolahku, Tuan Batu," ujarnya dengan santai dan bicara nyaman, seolah-olah, lelaki yang ia panggil si Tuan Batu itu adalah teman akrabnya.
Shena Pudma, seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang sering menganggu ketenangan hidupnya, wanita muda itu hampir seluruh hidupnya di sertai kemalangan dan nasib buruk, suara minta tolong darinya selalu menganggu hidup Boas, ia tidak bisa menghiraukan setiap orang meminta tolong yang ia dengar. Ia berpikir akan mengirim semua penjahat yang mengganggu manusi lemah, mengirim ke neraka dengan tangannya sendiri.
Shena seorang anak yatim piatu, Boas melihat sendiri bagaimana ibunya Shena meregang nyawa di tangan perampok malam itu, sayang, ia terlambat menyahuti suara minta tolong dari ibunya Shena malam itu, karena itulah, ia selalu melindungi anak kecil itu dari mulai umur tujuh tahun, hingga ia berusia tujuh belas tahun.
“Aku lapar Tuan Batu, para penjahat itu mengambil, uang milikku, beri aku sedikit makanan, untuk mengganjal perut ini, karena dari tadi pagi, aku hanya mengisi dengan air putih”
“Berhentilah, memanfaatkan kebaikan saya , Gadis Muda, saya bukan lah bapakmu ataupun saudaramu”
“Kalau begitu jadikan aku saudaramu”
“Saya tidak mau tergantung pada suatu hal di dunia ini, baik itu suatu hubungan ataupun itu perasaan, bagiku dunia ini kehampaan yang melelahkan”
“Kalau begitu bawalah aku bersamamu”
“Hadeeeh, wanita keras kepala yang menyebalkan, ini rotinya dan diamlah, kamu pulang dan jangan menganggu hidup saya lagi,” ucapnya dan mengambil beberapa potong roti dari toko pinggir jalan. Lalu ia pergi meninggalkan Shena yang menikmati roti itu dengan lahap.
Bersambung ….
Bantu like dan Vote ya Kakak
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!