"Argh!"
Seorang pemuda tengah menggeram kesakitan sambil memejamkan kedua mata. Tangan kirinya menumpu pada dinding yang didominasi dengan cat berwarna hijau mint.
Sementara itu, tangan kanannya memegang benda panjang namun tertunduk lesu, yang bersemayam di bawah perutnya. Ia tengah mengurut-urut berusaha mengeluarkan sesuatu.
"Damn! Kenapa harus aku ha?!" teriak si pemuda dengan sangat frustrasi, membuat suaranya semakin menggema di dalam ruangan berukuran 2 x 3 meter itu.
Tes..tes..tes..tes.
Susu kental asin menetes, terjatuh di lantai keramik. Benih-benih kecebong, akhirnya keluar jua.
Pemuda itu menghela nafasnya. Lega, rasa itu lah yang menjalar di relung hatinya. Seketika tubuhnya terasa lemas dan tak berdaya.
Perlahan ia membuka kelopak mata. Iris mata berwarna coklat pekat itu terlihat amat pilu. Ia menoleh ke bawah sana. Terdapat cairan kental berwarna keruh, tergeletak tidak beraturan.
"Selamat datang Indro, panggil aku, Daddy," desisnya pelan.
Hari ini Indro kemarin kalau tidak salah, Dono?
Esok, siapa lagi namanya?
Lalu pemuda itu, menyambar gagang shower yang berada tak jauh darinya. Dia menyiram anaknya yang masih berbentuk cairan itu.
"Selamat tinggal! Daddy tidak akan merindukanmu!" seru Romeo menyeringai tipis.
Nama pemuda lengkap itu adalah Romeo Andersean, putra bungsu, dari pasangan Leon Andersean dan Lily Marques, salah satu pengusaha ternama dan terkaya di Negeri Seribu Pulau.
Selama kurun waktu satu minggu ini, ucapan itu selalu Romeo lontarkan berkali-kali di pagi hari. Terkadang Romeo lelah dengan semua perjuangannya selama ini yang tak membuahkan hasil sama sekali.
Yaps, perjuangan Romeo dalam melepaskan kutukan "Belalai Tunduk."
Apa?
Belalai Tunduk?
Iya, belalai yang bersemayam di bawah perutnya, terkulai layu, bagai bunga putri malu yang tertunduk lesu. Kutukan ia dapatkan ketika dirinya belum terbentuk menjadi zigot. Ia masih berada di atas awang-awang antara ada dan tiada.
Karena satu kesalahan kedua orangtuanya sewaktu terdampar di pulau antah berantah. Seorang pria asing menyumpah jika salah satu anaknya akan mendapatkan kutukan belalai tunduk. Konon katanya, kutukan dapat musnah, jika anaknya menikah pada seorang wanita yang memiliki tanda kupu-kupu kecil yang terukir di belakang leher.
Akan tetapi, waktu itu kedua orangtua Romeo, menjadikan kutukan itu hanya angin lalu saja.
Namun hingga pada akhirnya..
Keanehan mulai terjadi ketika Romeo berusia delapan tahun, sewaktu itu Romeo kecil sedang kencing namun tiba-tiba entah mengapa belalainya layu. Hal itu membuat dirinya berlari ke sana kemari sambil menangis tersedu-sedu.
Semula kedua orangtuanya mengira bahwa putranya mengalami tanda-tanda impoten atau disfungsi ereksi, namun setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan hasilnya baik-baik saja.
Hal itu membuat Leon dan Lily terheran-heran, ada apakah dengan otong putranya?
Lambat laun Romeo pun beranjak remaja. Masa pubertas Romeo semakin membuatnya menggila, setelah mimpi basah pertama, anunya susah sekali untuk di ajak berkerjasama.
Mommynya pun tidak tinggal diam, melihat penderitaan putra bungsunya. Dia membawa Romeo pergi ke dukun, sampai membuat sayembara agar belalai anaknya tegak sempurna.
Namun hasilnya, nihil.
Akhirnya Romeo berjuang sendirian demi menegakkan tongkatnya. Dia pun berolahraga rutin, melakukan gaya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kesehatan setiap bulannya. Walaupun sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kutukan akan musnah.
Akan tetapi Romeo tidak akan menyerah!
Di mansion, Romeo hampir setiap hari selalu dijadikan bahan candaan oleh Nickolas dan Samuel, kakak kedua dan ketiganya. Kedua kakak kembarnya itu selalu menjahilinya, dengan memamerkan tongkat tegaknya.
Hal itu, tentu saja membuat Romeo semakin frustrasi. Ia pun meminta izin kepada Daddy dan Mommynya untuk keluar dari mansion, ia ingin bersekolah di suatu tempat nun jauh agar terhindar dari Nickolas dan Samuel.
Leon dan Lily pun terpaksa mengizinkan putra bungsunya setelah Romeo meraung-raung seperti orang kerasukan reog di mansion, namun dengan satu syarat, Romeo harus mandiri.
Tanpa ba bi bu, Romeo menyetujui syarat dari kedua orangtuanya. Dia amat riang gembira, sebab akan terbebas dari keusilan kedua kakaknya. Romeo pun pergi dari kota Jakarta, ke Kota xxx.
Di Kota xxx, Romeo menyewa apartment dari hasil menabungnya dulu. Di sini dia juga berkerja part-time (paruh waktu) untuk membuktikan bahwa dia bisa mandiri.
Kelak Romeo ingin menjadi seperti kakak pertamanya, Kendrick. Kakak yang tidak pernah sedikit pun menjahilinya. Romeo teramat mengagumi Kendrick. Dia ingin menjadi pengusaha sukses seperti kakaknya.
"Kenapa tidak Kak Nick saja!" umpat Romeo, setelah membuka pakaian atasnya dan melempar asal.
"Cihh, Kak Sam juga bisa, arghhhhhhhhhh!" jerit Romeo dengan mengacak-acak rambut.
"Hah!" Romeo membuang nafas kasar, lalu menekan tombol shower dan mulai menguyur tubuh kekarnya.
Romeo menoleh ke samping, mencari shampo merk P-L E R. Ia menyambar benda panjang dan berwarna biru dongker itu dengan cepat. Lalu membuka penutup.
Romeo mengernyitkan dahi sebab cairan tak kunjung keluar. "Damn! Habis?" serunya sembari menghela nafas berat.
"Pasti ulah Kai! Gara-gara sabun cair tidak ada, shampo ku yang kena imbas. Awas saja dia! Belalainya akan aku kutuk seperti punyaku, argh!" umpat Romeo kesal.
"Lebih baik aku memakai metode rakyat jelata!" Romeo memasukkan air ke dalam botol shampo dan mengguncang cepat.
Sekitar sepuluh menit, Romeo telah selesai dengan aktivitasnya.
Ceklek.
Pintu terbuka.
"Gukk gukkk!" Hiro menyalak, saat Romeo menyembul dari balik pintu kamar mandi. Ekornya mengibas-ngibas ke segala arah sambil menjulurkan lidah.
"Kenapa Hiro?" tanya Romeo sembari menyeka rambut basahnya dengan handuk.
"Gukk, gukk!" Hiro memberikan kode dengan mengarahkan kepalanya ke layar monitor Romeo, yang terpampang blue film 21+++. Hiro tanpa sengaja meneteskan air liurnya saat melihat video berdurasi 1 jam itu masih menari-nari.
"Astaga, lupa aku matikan!" Romeo berjalan menuju meja belajar.
**
SMA N 1 TEGAK.
Sebuah motor matic berwarna hitam pekat, berhenti tepat di parkiran sekolah. Romeo menurunkan standar motornya lalu menyambar kunci dan menaruhnya cepat di saku celana jeans.
Romeo menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, menelisik keberadaan Kai si penghabis sabun. Teman kecilnya sedari dulu.
"Ke mana cecunguk itu, kenapa belum datang?" Gumam Romeo pelan sebab tak melihat kendaraan roda empat milik Kai.
Romeo mengambil handphone di dalam tas ransel.
"Woi, kau di mana?" tanya Romeo tanpa basa-basi.
"Otw!" jawab Kai singkat, padat dan jelas.
"Ckk, jangan bilang otw kalau kau masih di wc bang-sat!" sahut Romeo cepat, di ujung sana terdengar suara gemercik air yang menandakan bahwa Kai sedang mandi atau main sabun.
Kai malah tertawa keras menanggapi kekesalan temannya.
Sedangkan Romeo mendengus kesal. "Cepatlah ke sekolah, hari ini kita ada cap tiga kaki!"
"Cap tiga jari, bodoh!" balas Kai.
"Terserah! Cepatlah, GPL! Nggak pakai lama!"
"Bilang saja kau takut ciwi-ciwi mendekatimu!" balas Kai diiringi kekehan di sebrang sana.
"Salah satunya itu," pungkas Romeo lalu mematikan sambungan secara sepihak.
Romeo memutar bola mata dengan malas melihat gadis-gadis di parkiran, mencuri-curi pandang padanya. Ini lah yang paling ia takutkan, entah mengapa kutukan itu tidak hanya mengenai belalainya namun juga tubuhnya. Jika ia terlalu berdekatan dengan makhluk hidup berjenis kelamin perempuan, sekujur tubuhnya selalu gatal-gatal tanpa sebab yang jelas,terkecuali Mommy, kakak perempuan, kakak sepupunya dan satu teman kecilnya.
Romeo pun terheran-heran, apa salah dan dosanya. Mengapa tubuhnya hanya merespon pada orang tertentu saja?
Romeo bergegas berjalan cepat masuk ke dalam pelataran sekolah, setelah melihat kerumunan perempuan ingin menghampirinya.
"Kenapa sih dengan mereka itu!" sungut Romeo risih dan jengah dengan kegenitan adik kelas mau pun teman-temannya.
**
"Kemana cecunguk itu, lama sekali!" Romeo melirik arloji di pergelangan tangan. Dia baru saja selesai menyantap nasi kuning di kantin, sekarang dia masih duduk sembari menunggu Kai untuk datang.
Tiba tiba seorang gadis berwajah oval muncul seperti jelangkung di hadapan Romeo, hendak meletakkan kotak di atas meja Romeo. "Hai kak, aku ada buatin kakak brownies, ini untuk kakak!"
Romeo mode siaga. "Stop! Jangan dekat-dekat, mundur dua langkah. Letakkan dengan cepat!"
Gadis itu mengulum senyum saat Romeo menerima kue buatannya, walaupun raut wajah Romeo terlihat dingin dan datar. Dia pun menurut patuh dengan perintah pujaan hatinya.
"Bye kak, di makan ya!"
"Hmm." Romeo hanya berdeham, ia terpaksa menerimanya. Mau tidak mau, ia akan memberikan brownies itu kepada Kai seperti sebelum-belumnya.
Gadis itu segera berlalu pergi meninggalkan Romeo sambil menengok sesekali ke belakang.
Sedangkan Romeo mendengus kesal.
**
"Lebih baik aku ke kelas dulu!" Romeo bangkit berdiri dan menyambar tas ransel.
Pemuda itu berjalan di tengah lorong, menelisik keberadaan Kai. Seketika kedua mata Romeo memicing, melihat sesuatu yang menarik perhatiannya di depan sana.
"Tunggu dulu. Kok kayak tato kupu-kupu ya," gumam Romeo pelan. Lantas dia pun berjalan ingin melihat lebih dekat.
"Wow, bodynya sebelas dua belas sama Kim Kardashian!" Romeo tengah memandangi body seorang gadis yang membelakanginya.
"Itu bokong asli, apa palsu?" tanyanya lagi dalam hati.
"Romeo!" panggil seseorang dari belakang.
"Pinggangnya mirip pinggang Miyabi ni, wah mantap!" Romeo asik meracau sendiri dengan pikirannya yang sudah melanglang buana entah kemana.
"Romeo!" panggil seseorang lagi.
"Gila sih ini, pasti 36 C atau D, hm ngak tahu ah!" Romeo mengekori gadis itu dengan jarak yang aman.
Deg.
Seketika jantung Romeo berdetak kencang sebab tadi ia tidak salah melihat sebuah tanda yang terukir di belakang leher gadis itu. Dia melangkah lagi, sekarang jarak Romeo hanya satu jengkal di belakang gadis itu. Dia pun membungkukkan badan, dan melihat dengan seksama.
Namun tiba-tiba.
Cup.
Gadis itu memutar badannya dengan cepat, bibirnya dan Romeo saling bersentuhan. Kedua netra mereka terbelalak.
Secara bersamaan pula, Romeo dapat merasakan belalainya berdiri tegak dengan sempurna di bawah sana.
Satu detik.
Dua detik...
Sepuluh detik.
Plakkkkkkkkk.
Tamparan tepat di pipi kanan Romeo. Sontak membuat Romeo terkejut.
"Kauuuuuuuuuuu!" seru gadis itu, rahangnya mengeras, kedua matanya berkilat menyala.
Sepersekian detik.
BUGHHH.
Tendangan melayang kuat tepat di belalai Romeo.
Seketika Romeo merosot ke bawah sambil memegang otongnya.
"Juuuuullllllliiiiiiieeeeetttttttttttttttttt!" teriak Romeo nyaring.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Penampakkan Belalai Tunduk Romeo
Ket : Geoduck di ambil dari mbah gulu-gulu.
**
Hai, semua ini adalah karya kedua kak Nana, jangan lupa tinggalkan like, vote, sesajen dan jangan lupa di favorit ya!!!
KISAH INI SPIN OFF DARI "Pelangi Untuk Lily"
Anak paling bungsu, baiklah kak Nana pamit undur-undur dulu entar balik lagi kok hehe...
Sontak suara teriakan Romeo menarik perhatian adik kelas dan teman-temannya. Mereka pun mengerumuni Romeo dan Juliet.
"Oh my God!" seru Kai dari belakang. Dialah sedari tadi yang memanggil nama Romeo. Ia berjalan cepat ke depan menghampiri Romeo yang tengah mengaduh kesakitan.
"Kenapa kau menciumku ha?!" seru Juliet menatap tajam, nafasnya memburu.
Romeo tidak menyahut. Ia masih tak bergeming dari posisi semula, lututnya menumpu di lantai. Sentuhan kuat yang mengenai belalainya membuatnya tidak mampu menggerakkan anggota badannya. Saat ini kepalanya serasa ingin meledak.
"Rom!" Kai memapah Romeo perlahan.
"Hei Kai, katakan padanya! Ngak usah nyosor-nyosor orang kayak bebek!! Teman mu itu sudah merebut...."
"Merebut apa?" Bukan Kai yang menyahut melainkan Romeo, ia menatap dingin musuhnya di depan.
Juliet enggan melanjutkan perkataannya. Namun malah mengusap bibirnya dengan sangat kasar, berusaha menghapus jejak bibir Romeo.
"Aku membencimu, Romeo!" teriak Juliet berapi-api menggepalkan kedua tangan.
"Cih, aku lebih membencimu!" Romeo melototkan kedua mata seraya menahan rasa sakit yang masih menjalar di bawah sana.
Juliet melengos pergi meninggalkan Romeo dan Kai.
"Rom, kita ke UKS dulu," ucap Kai, ia tampak khawatir dengan keadaan Romeo. Bisa mampus nanti dia jika Romeo sampai kenapa-kenapa. Pasalnya Mommynya Romeo, meminta Kai untuk menjaga Romeo dengan baik.
Romeo hanya mengangguk lemah. Dia pun berjalan tertatih-tatih.
"Rom, my love are you okay?" tanya seorang gadis yang berada di tempat kejadian.
"Rom mau aku bantu?" Seorang gadis yang lain menawarkan diri untuk membantu Romeo.
"Rom, aku punya obat jamu agar belalai mu cepat sembuh!" seru seorang pemuda yang disinyalir teman Romeo.
Mendengar perkataan teman-temannya, Romeo hanya mengibas-ngibaskan tangan memberikan kode untuk jangan mendekat.
**
"Cepat buka celana mu!" sahut Kai setelah merebahkan badan Romeo di atas brangkar.
"Tidak mau!" sahut Romeo cepat, raut wajahnya terlihat masih meringis kesakitan.
"Bagaimana aku mau melihat keadaan otong mu. Kalau kau tidak mau membuka celana bodoh!?" Kai menahan sabar menghadapi sikap Romeo.
"Biarkan saja!" Romeo malah menutup kelopak matanya berusaha menenangkan diri.
Melihat Romeo yang nampak kesakitan, Kai hanya mendengus kesal lalu menjatuhkan bokongnya di kursi yang berada di dekat brangkar.
"Sebenarnya ada apa antara Romeo dan Juliet?" Kai menerka-nerka, ada apakah gerangan yang membuat Juliet menyerang Romeo. Tidak mungkin ada asap, kalau tidak ada api. Begitu lah otak kecil Kai menganalisis kejadian tadi.
Sebab di tempat kejadian Kai berada jauh dari Romeo dan Juliet, sehingga ia tidak dapat melihat dengan jelas. Belum lagi, tubuh Romeo terhalang oleh lalu lalang teman-teman kelasnya tadi. Jadi, dia hanya melihat sepenggal kejadian, saat otong Romeo di hantam oleh Juliet.
"Lebih baik, aku tanyakan saja padanya nanti," Kai memutuskan untuk menunggu Romeo terbangun dari tidurnya, sebab sekarang Kai dapat mendengar suara dengkuran halus dari hidung Romeo.
"Apa sebaiknya aku periksa saja sekarang ya, memastikan otongnya baik-baik saja," gumam Kai pelan sembari melihat bagian bawah Romeo.
Kai pun bangkit berdiri, berjalan perlahan mendekati Romeo. Ia menyibak kaos Romeo lalu...
Ceklek.
"Bocah gendeng, apa yang kalian lakukan ha?!" seru Pak Babat baru saja menyelenong masuk tanpa ketukan, tanpa permisi, ia berjalan cepat seperti cheetah.
Kai terlonjak kaget. "Ini tidak seperti yang bapak pikirk....awh sakit pak!"
Pak babat malah menarik telinga Kai dengan sangat kuat. Matanya melotot seakan-akan Kai adalah musuhnya. Seperti ada dendam pribadi.
"Sakit pakkkkk!" Kai mengaduh kesakitan.
"Berisik sekali!" seru Romeo tanpa membuka mata. Saat mendengar keributan disekitarnya.
Pak Babat dengan mode seperti Dewa Hades juga menjewer telinga Romeo.
Seketika kedua mata Romeo terbuka lebar. "Awh sakit!!! Pak ba ba-t!" Romeo melihat pak Babat dihadapannya seperti iblis yang akan menjemputnya. Dia pun bangkit duduk.
"Sakit pakkkkkkk!" seru Romeo dan Kai serempak.
Mendengar kegaduhan kedua muridnya, Pak Babat mengurangi sedikit cubitan di telinga.
"Kalian itu dari mana saja ha? Sebentar lagi kalian harus cap kaki gajah!"
"Cap tiga jari pak!!" Romeo dan Kai membenarkan perkataan Pak Babat.
"Iya itu, cap tiga jari!" Lalu Pak Babat menurunkan tangan.
"Aduhh duhh sakit!" sungut Romeo sambil mengusap telinganya.
"Panjang entar ni kuping ngalahin belalai di bawah!" ucap Kai melakukan hal yang serupa seperti Romeo. Bibirnya mengerucut dengan sangat tajam.
Mendengar sungutan muridnya, Pak Babat menarik nafas sedalam-dalamnya.
"Sekarang kalian cepat ke ruangan A3!" perintah Pak Babat sambil berkacak pinggang.
Romeo dan Kai mengangguk cepat seraya mengayunkan kaki menuju pintu.
"Heran sama anak zaman sekarang, ada lubang yang enak. Malah cari lubang yang lain!" seru Pak Babat dengan menatap kedua punggung kedua muridnya menghilang dari balik pintu.
***
"Rom, aku ke rumah kau ya!" Kai menyambar tas ranselnya. Mereka baru saja selesai cap tiga jari.
Romeo tidak menyahut, ia tengah memperhatikan Juliet dari kejauhan.
Kenapa badan ku tidak gatal-gatal ya, aneh. Aku harus memastikannya sendiri.
"Rom!" Kai membuyarkan lamunan Romeo dengan menepuk kuat pundaknya.
Romeo segera tersadar. "Hm." Ia berdeham dengan mode cool.
"Sebenarnya ada apa antara kau dan Juliet?" Kai menaikkan sebelah alis mata. Sedari tadi, dia melihat Romeo memandangi Juliet.
"Tidak ada!" Romeo bangkit berdiri. "Kau ke rumah lah dulu, belikan makanan untuk Hiro juga. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Aku akan menyusul!" Romeo memberikan kunci apartmentnya.
"Mana uangnya?" Kai menengadahkan tangan.
"Pakai punya kau dulu!" seru Romeo sembari mengibaskan tangan Kai.
Kedua mata Kai mendelik. "Cih, dasar parasit!"
"Kau juga parasit! Ganti sabun dan shampo ku!!" Romeo melebarkan mata.
Mendengar perkataan Romeo, Kai mengaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu terkekeh pelan.
**
"Juliet tunggu!" panggil Romeo membuat Juliet menghentikan ayunan kaki yang hendak pergi ke perpustakan mengembalikan buku.
Juliet membalikkan badan. Kedua matanya menatap tajam, setajam silet.
"Apa?!" tanya Juliet ketus.
"Aku mau berbicara!" ucap Romeo tak kalah ketusnya.
"Untuk apa? Aku tidak akan memaafkan kau!" hardik Juliet sambil menunjuk.
"Cih, jangan kegeeran. Siapa juga yang mau meminta maaf!" Romeo menatap hina pada Juliet.
"Lalu apa! Cepat katakan!"
Entah mengapa, rasa benci Juliet terhadap Romeo semakin bertambah di relung hatinya. Bukannya meminta maaf malah menghinanya melalui sorotan matanya, ia tentu saja paham dengan tatapan itu. Pancaran mata yang mengatakan bahwa dia adalah wanita yang paling menjijikan di dunia.
"Dari mana kau mendapatkan tato kupu-kupu itu? Lalu kenapa baru sekarang aku melihat ada tato di belakang lehermu?!" tanya Romeo mengebu-gebu. Ia teramat penasaran mengapa Juliet selama bertahun-tahun bersekolah baru sekarang mengikat rambutnya dan mengapa pula ada tato kupu-kupu di belakang lehernya.
"Apa urusanmu? Terserah aku!" seru Juliet berapi-api. Dia sempat keheranan dengan pertanyaan dari Romeo yang tidak berbobot sama sekali. Memang betul selama bersekolah ia jarang sekali mengikat rambutnya. Tentu saja ia takut ketahuan guru di sekolah. Juliet juga tidak mengetahui sejak kapan di belakang lehernya terukir tanda kupu-kupu. Tanda itu ia dapatkan sedari kecil.
"Aku cuma bertanya!" ucap Romeo sinis.
"Iya! Kalau tidak ada lagi pertanyaan, enyah kau dari hadapanku? Aku muak melihat wajahmu?!" seru Juliet.
"Aku lebih muak! Jangan pernah menampakkan wajah mu dihadapanku! Paham!?"
"Cihh!! Tanpa kau suruh! Aku juga tidak mau bertemu denganmu!"
Keduanya pun melengos pergi dengan arah yang berlawanan.
"Aku membenci mu, Romeo. Sampai kapan pun aku tidak akan memaafkan mu!" Juliet berbicara sendiri sambil memeluk erat buku yang sedari tadi ia bawa. Juliet berjalan cepat ingin segera sampai ke ruang perpustakaan.
"Julietttt!" panggil seseorang dari belakang.
"Oh my God, siapa lagi ini!" Juliet berdecak kesal di dalam hati. Mengapa di hari terakhir ia datang ke sekolah malah banyak orang yang selalu menganggu dirinya. Tidak bisa kah dia hidup damai tanpa gangguan sedikit pun.
Lalu dengan terpaksa Juliet membalikkan badan.
Plakkkkkk.
.
.
.
Plakkk.
Tamparan tepat di pipi kanan Juliet. Secepat kilat mata elang Juliet menoleh ke depan mencari si pelaku. Kedua mata berwarna hitam legam itu melebar dengan sempurna, nafasnya memburu, menahan gejolak amarah di dalam hatinya.
"Kenapa kau menamparku, Queen!?" tanya Juliet pada Queen sosok gadis primadona yang terkenal disekolahnya.
Queen tak menyahut namun segera memperlihatkan video diponselnya yang berdurasi beberapa detik kepada Juliet. Sebuah video singkat yang menampilkan kejadian beberapa jam lalu, mengenai insiden tabrakan bibir antara Romeo dan Juliet.
Sekarang, Juliet dapat menebak apa yang membuat Queen naik pitam. Seorang gadis manja dan kaya raya yang pastinya menyukai Romeo, si pemuda berparas tampan nan rupawan di Sekolah. 99% kaum hawa di sekolah menaruh hati pada Romeo.
Terkecuali Juliet.
Juliet tersenyum sinis. "Lalu?" ucapnya tenang namun tajam, menusuk ke dalam pupil mata Queen.
"Kau yang mencium pacarku, Kan!?" tanya Queen, rahangnya mengeras. Darahnya berdesir naik merespon saraf-saraf impulsif di dalam otaknya. Kedua tangannya terkepal dengan sangat kuat. Hingga menampakkan gumpalan kemerahan di sekitar tangan.
Juliet malah tertawa keras mendengar pertanyaan dari Queen. "Kau yakin dia pacarmu?" Juliet menaikkan alis mata sambil melipat tangan di dada.
"Tidak usah balik bertanya!? Cepat jawab!" Kedua bola matanya melotot seakan bisa saja keluar.
"Iya, memangnya ada larangan mencium Romeo?" Juliet menantang, ia ingin mengetahui sejauh mana obsesi Queen terhadap Romeo. Seorang gadis yang terkadang menghinanya sewaktu di sekolah. Sejujurnya ia sungguh terpaksa mengatakan "iya" sebab insiden tadi, murni ketidaksengajaan. Pertemuan dengan musuhnya barusan membuat Juliet naik darah. Sedari tadi tangan Juliet terasa sangat gatal. Ia ingin segera mengobrak-abrik seseorang detik ini juga.
Bingo.
Queen lah targetnya, yang akan Juliet lampiaskan.
"Berani sekali kau! Akan ku bunuh kau!" Queen melayangkan tamparan berkali-kali di pipi Juliet. Juliet tampak tenang. Yang bergerak hanya kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Suara tamparan terdengar nyaring, hal itu membuat sebagian murid yang masih berada di sekolah berlari terbirit-birit ke tempat sumber keributan.
"Wah gila Queen vs Juliet!"
"Primadona vs kupu-kupu malam!
Seloroh sebagian pemuda-pemudi, bukannya melerai mereka malah asik menonton dan mengabdikan moment perkelahian di smarthphone.
"Dasar wanita murahan!" teriak Queen berapi-api sambil mengguncang tubuh Juliet yang lebih tinggi darinya.
Juliet tidak melawan, dia melayangkan tatapan remeh pada Queen.
Cuih..
Queen meludah tepat di wajah Juliet, saat Juliet tidak membalas serangannya.
"Baik, sudah cukup," desis Juliet pelan. Ia mendorong kasar tubuh Queen.
Sehingga tubuh Queen terhuyung ke belakang.
Juliet menyeka cepat air ludah yang menempel diwajahnya.
Ternyata Queen belum puas. Ia maju beberapa langkah hendak mencekik Juliet namun secepat kilat, Juliet mundur ke belakang dan menurunkan tubuhnya sedikit.
Lalu.
BUGH.
Sebuah bogeman dilayangkan tepat di ulu hati Queen.
"Awhhhh!" Queen mengaduh kesakitan, dadanya sakit teramat sakit hingga tiba-tiba.
Penglihatannya gelap.
Bruk.
Semua orang yang menyaksikan tercekat dan mematung seketika di tempat.
Hening.
Juliet berjalan cepat ke arah seorang gadis, adik kelasnya, lalu menyambar ponselnya dan melemparkan benda itu ke lantai sehingga retak tidak berbentuk lagi.
"Kalau ada video kejadian hari ini tersebar di dunia maya! Akan aku pastikan aib kalian akan tersebar juga!" hardik Juliet mengedarkan pandangan di depan.
Mendengar gertakan Juliet, mereka menghela nafas, tak menyela, tak berani menyahut dan tanpa sadar mengangguk.
Siapa yang tidak mengetahui Juliet Aguilera. Si gadis judes, jutek, galak dan tentu saja gadis yang pandai berkelahi dan berprestasi. Ia pernah mengikuti lomba Muay Thai di luar negeri, mengikuti berbagai macam lomba serta mengharumkan nama sekolah.
Jadi, secara garis besarnya mereka takut!
Namun di dalam hati mereka tengah mengumpat-umpati Juliet. Desas-desus yang beredar, Juliet adalah wanita malam, Sang kupu-kupu malam. Entah dari mana kabar burung itu berhembus. Mereka ingin mencari bukti, namun tidak ada bukti yang jelas.
"Ada apa ini?" tanya Pak Babat, kala mendengar huru-hara beberapa detik yang lalu. Tadi ia hendak berjalan ke toilet namun gendang telinganya, tak sengaja menangkap suara sorakan murid-muridnya dari sudut lorong Sekolah.
***
Ruang Kepala Sekolah.
"Saya tidak mau tahu Pak, anak saya terbaring lemah di rumah sakit! Juliet di blacklist saja di semua Universitas supaya dia tidak bisa kuliah!" seru Mama Queen berapi-api. Wanita berumur empat puluh tahun itu menatap tajam Juliet yang tengah duduk tenang dihadapannya.
Kepala sekolah menarik nafas berat. "Begini Bu, saya minta maaf atas kejadian hari ini. Tapi menurut saksi mata mengatakan yang menyerang terlebih dahulu adalah anak anda. Penyerangan tadi adalah bentuk pertahanan diri Juliet, walaupun tindakannya tidak dibenarkan."
Mama Queen menggeleng. "Itu tidak mungkin! Anak saya tidak mungkin menyerang duluan. Pasti Juliet yang memulainya," ucap Mama Queen sambil melototkan mata kepada Juliet.
Namun Juliet tersenyum mengejek. "Anda yakin?"
"Tentu saja, saya yakin!" ucap Mama Queen mantap.
"Cihh!" Juliet berdecih.
Mama Queen sebal dengan sikap Juliet. "Bukankah Juliet ini gadis murahan pak! Setahu saya dia ini berkerja menjadi PSK!" sahut Mama Queen mengebu-gebu lalu menoleh ke arah kepala sekolah yang tengah memijit-mijit keningnya.
Mendengar perkataan Mama Queen, Juliet bangkit berdiri. "Kalau pun saya PSK, memangnya kenapa? ada yang salah?" tanya Juliet dingin.
"Tentu saja salah, bagaimana bang_sa ini akan maju! Jika PSK bertebaran di mana-mana!" seru Mama Queen lagi dengan menaikkan sudut bibir sinis.
Juliet habis kesabaran, ia melipat kedua tangan di dada.
"Iya saya memang PSK. Tidak usah mengatasnamakan bangsa Nyonya, di semua benua pasti ada yang seperti saya. Entah negara maju atau pun yang berkembang. Dan saya memang seorang wanita malam yang berkerja demi mencari uang, saya di bayar, tidak gratis. Lantas bagaimana dengan anak anda, yang memberikan secara cuma-cuma kepada kekasihnya. Jadi siapa yang murahan! Saya atau anak anda!?" sahut Juliet tegas membuat Mama Queen beranjak dari tempat duduknya.
"Anakku tidak mungkin melakukan itu?!" kilah Mama Queen lagi, nafasnya memburu. Gadis didepan seakan menantangnya, kedua mata Juliet tak tersirat rasa takut sama sekali. Selama hidup kurang lebih dari empat puluh tahun, tidak pernah ada yang berani melawannya.
Namun sekarang ada, yaitu Juliet.
Juliet bereaksi kembali, dia mengambil cepat ponselnya lalu menekan tombol play, menaikkan volume speaker. Dia menghadapkan layar ponsel pada Mama Queen.
"A h*h a h a h faster babe!" sahut suara gadis, yang tentu saja wanita itu kenal. Gadis itu tengah berbagi peluh dengan seorang pria. Siapa lagi kalau bukan Queen.
Sontak Mama Queen tercekat, membeku di tempat. "Queennnnnn!" raungnya histeris. Ia telah gagal mendidik putri bungsunya. Seketika Mama Queen ambruk.
Juliet menghela nafas panjang melihat Mama Queen pingsan.
Sedangkan Kepala sekolah berjalan cepat ke arah Mama Queen yang tergolek tak berdaya di lantai.
***
"Juliet, jangan dimasukkan ke dalam hati omongan mama Queen," ucap Kepala Sekolah, ia baru saja mengantarkan Mama Queen ke dalam mobil, setelah Mama Queen siuman beberapa menit yang lalu.
"Iya, tenang saja Pak," ucap Juliet mengulum senyum. "Terimakasih pak, sudah membela saya tadi."
Kepala sekolah mengangguk.
"Bagaimana kalau memang saya PSK, Pak?" tanya Juliet tiba-tiba ia ingin mendengarkan pendapat dari kepala sekolahnya yang selama ini selalu membelanya. Sungguh, Juliet teramat senang dengan perhatian dari kepala sekolah, yang sudah dia anggap sebagai Ayahnya sendiri.
"Saya percaya, pasti ada sebab jika kamu menjadi seorang PSK, saya tidak bisa menghakimi kamu. Saya juga mempunyai banyak dosa. Kita hanya seorang pendosa yang merindukan surga. Semoga kamu memilih jalan yang benar Juliet, kamu masih muda. Kejar lah cita-cita mu," ucap Kepala Sekolah membuat Juliet tersenyum getir.
"Jadi, kamu akan kuliah di mana Juliet?" Kepala Sekolah penasaran sebab Juliet adalah salah satu murid berprestasi di Sekolah, sayang sekali jika potensi di dalam diri Juliet tidak dikembangkan.
"Hmm, saya masih bingung mau lanjut atau tidak pak,"ucap Juliet pelan sambil menunduk lemah.
Kepala Sekolah menghela nafas, dia sangat tahu betul dengan keadaan Juliet seorang anak yatim piatu. "Saya mendapatkan informasi di Jakarta ada kampus terkenal akan memberikan beasiswa khusus untuk siswa berprestasi seperti kamu, kalau kamu mau nanti saya akan rekomendasi kan kamu, bagaimana?"
Mendengar penuturan kepala sekolah, Juliet mengangkat wajah. Lalu bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman.
.
.
.
Di lain tempat.
"Tidak mungkin Juliet, Kan. Bisa saja tato itu hanya kebetulan, tapi kenapa badan ku tidak gatal-gatal ya," gumam Romeo berjalan perlahan memasuki bangunan tempat tinggalnya.
Iya, memang selama ini dia selalu menjaga jarak dengan kaum hawa, dan Kai adalah tamengnya. Namun Romeo keheranan mengapa tadi dia tidak merasakan gatal sama sekali ditubuhnya saat berdekatan dengan Juliet.
"Apa lebih baik, aku pastikan dulu ya besok malam ketika Prom Night." Romeo bernegosiasi dengan otak kecilnya. Lalu detik kemudian dia menggeleng cepat.
"Kalau pun wanita itu adalah Juliet, aku tidak akan sudi menyentuh tubuhnya, dia itu kan wanita malam, enak saja aku dapat yang bekas. Sementara aku masih perjaka, ihh!" Romeo bergedik ngeri jika sampai menikah dengan musuhnya.
"Aku akan menemukan 1001 cara agar dapat menghilangkan kutukan tanpa menikahi wanita yang memiliki tato kupu-kupu!" seru Romeo berapi-api. Sebab dia risih dengan makhluk hidup berjenis kelamin perempuan, terkecuali Mommynya.
"Tenanglah Rom, Juliet tidak akan pergi ke Jakarta! Jadi, Mommy tidak akan bisa menemukannya," ucap Romeo menyakini dirinya sendiri. Setelah Romeo lulus SMA, mau tidak mau ia harus kembali ke Jakarta, karena kedua orangtuanya memintanya untuk menempuh pendidikan di sana saja.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!