NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Ustad

Ustad Idola

"Mbak Nia inget nggak sama bang Fakhri?," tanya Angela, adik bungsunya yang baru duduk di bangku kelas enam sekolah dasar.

"Siapa Fakhri? Guru karate kamu di sekolah?" balas Rania cuek

"Iiihhhh....mbak Nia, kan Angel udah pernah cerita sama mbak Nia," sungutnya kesal.

"Mbak kan lupa, masak mesti ngingetin semua curhatannya kamu, kerjaan kantor mbak Nia aja banyak," balasnya lagi cuek.

"Ihhhhh....mbak Nia, Angel sebel deh," sungutnya lagi.

Rania tersenyum lalu mendekati adiknya itu. Kalau udah cemberut gitu, paling nggak tega, mukanya malah jadi lucu bikin ketawa.

"Okey. Mbak Nia dengerin ceritanya Angel, siapa bang Fakhri," pancingnya lagi

Seketika wajah adiknya itu berubah. Matanya berbinar ceria, senyum juga sudah menghiasi wajahnya dengan dua lesung pipi.

"Ihhhh....cantik banget deh adek mbak Nia ini," ujar Nia memcubit kedua pipi adiknya.

"Mbak Nia, jangan cubit-cubit dong. Malu tahu, Angel kan udah gede," tolaknya yang membuat Rania tertawa.

"Ya udah tadi katanya mau cerita," ujar Rania mengingatkan.

"Bang Fakhri itu guru ngaji Angel di masjid. Katanya mbak Rara, mbaknya Weni, mbak Rara sama mbak Nia kenal sama bang Fakhri,"

Degg. Mendengar nama Rara, sahabat kecilnya itu di sebut adiknya, dada Rania jadi bergemuruh. Fakhri mana lagi yang disebut Angela, adilnya itu. Satu-satunya nama Fakhri yang aktif di masjid tempat tinggalnya, yahh.....cuma satu Fakhri, yang dikenalnya selama ini.

Dulu sekali. Rania, Rara dan teman-temannya mengaji di masjid yang sama dengan Fakhri, sejak mereka sekolah dasar. Karena ayahnya Fakhri pengurus masjid dan kakaknya seorang Ustad, Fakhri pun sudah menjadi guru ngaji juga saat merekà sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama. Tapi saat menginjak bangku sekolah menengah atas, Rania dan teman-temannya yang rata-rata sudah khatam Qur'an sudah mulai jaramg ke masjid. Bertambah jarang ketika sudah mulai kuliah. Kesibukan membuat mereka memutuskan membaca Al Quran sendiri di rumah.

"Mbak, bang Fakhri itu ustad idola. Udah ganteng, suara ngajinya merdu, dosen pula,"

"Emang mbak Nia nggak tahu, bang Fakhri itu dosen di tempat mbak Rara juga ngajar," jelas Angel lagi.

"Serius Ngel. Rara dan bang Fakhri dosen di tempat yang sama.

"Iya mbak Nia. Mbak Rara sendiri yang cerita waktu itu ke Angel dan Weni.

"Ooooohhhh gitu," balas Rania.

"Udah ah, Angel capek, mau tidur dulu sekalian bikin pr," potong Angel akhirnya.

"Yeee, yang maksa mbak Nia ngobrol tadi siapa," ujar Rania pada adiknya.

Hehehehehhh, adiknya itu cuma nyengir kuda menanggapinya. Lalu berlalu dari kamar Rania.

Rania menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

Emang mbak Nia nggk tahu, bang Fakhri itu dosen di tempat mbak Rara juga ngajar.

Ucapan Angel, adiknya masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Jadi selama ini Rara dan Fakhri pasti sering bertemu.

Dulu, Rania dan Rara sama-sama menyukai bang Fakhri, mereka mengagumi sosok tampan lagi soleh itu sebagai seorang remaja layaknya Angela, adiknya itu. Mereka sepakat akan bersaing dengan cara sehat dan tidak merusak persahabatan mereka berdua hanya karena laki-laki.

Rasanya sudah lama sekali berlalu saat akhirnya Rania memutuskan menyerah. Dan sepertinya Rara yang mendapatkan keberuntungan masih bisa selalu berada di dekat bang Fakhri. Bagaimana dia sekarang, rasa kangen tiba-tiba menyergap hari Rąnia.

Memutar Arah

Sejak mendengar cerita dari Angela kemarin, hati Rania menjadi gundah.

Padahal dia sudah cukup lama membuang semua rasa di hatinya, menguburnya dalam-dalam.

Wajah yang selama ini sudah hilang dari ingatannya tiba-tiba hadir kembali.

"Angel bareng mas Rian aja ya," ujar Rania pada adilnya

"Loh kok bareng kak Rian, biasanya juga Angel kan bareng kak Nia," bantah Angela.

"Mbak Nia hari ini buru-buru, jadi nggak bawa mobil,"

"Mbak Nia mau bawak scoter yah?" tanya Angela lagi.

"Iya dek, ntar nggak keburu mbaknya,"

"Ya udah bareng Angel biar mas Rian anter," Rian sudah bersiap di hadapan mereka.

"Tuh mas Rian juga udah siap. Ya udah mbak Nia duluan ya, Assalamualaikum," pamit Rania

"Walaikusalam," balas keduanya berbarengan.

Rania berlalu membawa scoternya. Dia memutar arah melewati masjid, memilih jalan yang lebih jauh sebenarnya kalau dia melewati jalan biasanya.

Tapi Rania tidak perduli, pagi ini dia sengaja pergi lebih pagi dan memutar arah belakang melewati maajid. Rania sengaja tidak mau membonceng Angela, adiknya itu.

Karena jika dia ikut bersama Rania. Gadis kecil itu pasti sudah lebih dulu protes.

Kenapa harus memutar jauh melewati masjid, kalau malah membuatnya berjalan memutar dan lebih jauh dari biasanya.

Tidak mungkin kan Rania mengatakan yang sebenarnya pada adiknya itu. Bahwa pagi ini dia sengaja mekewati masjid memastikan untuk bisa melihat ustad idola adiknya itu.

Karena Rania tahu sudah menjadi kebiasaannya sedari dulu setelah sehabis subuh hingga pagi, sang uatad pasti berada di masjid. Dia biasanya tadarusan terlebih dahulu, baru kemudian membersihkan atau membereskan apa aja di luar halaman masjid. Rania sudah hafal betul itu.

Dan nyatanya semua tidak seperti persis yang di fikirkannya. Saat scooternya sudah memasuki halaman masjid, Rania melihat laki-laki lain di sana sedang menyapu halaman masjid.

"Loh mbak, kenapa berdiri aja di situ," tanya laki-laki itu menghentikan aktifitasnya.

"Ah nggak, maaf saya hanya lewat, kangen sekali maajid ini, sudah lama sekali tidak ke sini," balas Rania sendu.

"Apa nggak ada kegiatan ngaji pagi in," tanya Rania berpura-pura.

"Nggak ada mbak. Hari kerja semua kegiatan pengajian sore dan malam hari. Kecuali hari minggu semua kegiatan pengajian full ada yang pagi, sore dan malam," jelas laki-laki itu panjang lèbar.

"Sepertinya mas ini juga salah satu remaja masjid yang mengatur kegiatan maajid yah," selidik Rania.

"Alhamdulillah, saya bisa membantu bang Fakhri di sini mbak. Biasanya saya selalu menggantikannya ketika beliau berhalangan," jelaanya lagi.

"Oooo gitu. Makasih ya mas......," Rania sengaja memperpanjang menyebutnya untuk dapat mengetahui nama laki-laki itu.

"Saya Yudi mbak," jawabnya seolah faham

"Saya Rania mas. Insha allah bila ada waktu nanti, saya juga ingin bisa kembali membantu kegiatan masjid. Syukron ya maa Yudi," Rania menyatukan kedua tangannya di depan dada.

"Saya permisi mas Yudi. Àssalamualaikum," Rania berbalik membawa scooternya.

"Waalaikusalam. Monggo mbak," jawab laki-laki itu sopan.

Sementara dari dalam masjid sepasang mata tampak memperhatikannya. Dia menebak dan tidak pasti, apalah benar gadis itu.

"Yud...,"

Laki-laki bernama Yudi itu bergegas menghampiri

"Siapa barusan yang ngobrol sama kamu," tanyanya berhati-hati.

"Seorang gadis yang sengaja tadi mampir bang, katanya dia merindukan maajid ini karena sudah lama sekali tidak lagi mengikuti kegiatan di masjid," jelas Yudi.

"Namanya tadi.....Rania kalau nggak salah bang," jawab Yudi kembali.

Ternyata benar dia, ujarnya dalam hati.

"Ya udah kamu kembali selesaikan kerjaan kamu. Sebentar lagi abang juga mau balik, karena ada jam ngajar pagi," jawabnya kembali

"Baik bang,"

Fakhri Fahlevi

Sepanjang perjalanan pulang dari masjid. Fakhri terus terbayang-bayang Rania. Gadis itu, berani sekali sengaja datang ke masjid sendirian, bertemu dan berbicara dengan laki-laki pula, meskipun hanya sekedar mampir. Tapi tetap saja, mereka hanya ngobrol berdua saja tadi. Bukankah sudah sering dijelaskan, jika pergi atau bertemu seseorang, ajaklah teman, jadi tidak bertemu atau berbicara berdua saja, gumam Fakhri dalam hati.

Fakhri sudah sampai di rumahnya. Setelah mengucapkan salam, dia bergegas masuk ke kamarnya hendak membersihkan diri dan bersiap-siap, dia tidak mau terlambat sampai kampus.

"Assalamualaikum. Bang Fakhri....," sapa Rara mendekat dengan tergesa.

Fakhri menghentikan langkahnya dan menoleh pada Rara.

"Iya, ada apa Ra?" tanya Fakhri.

"Bang Fakhri udah selesai kelasnya,"

"Iya baru saja,"

"Nggak ada kelas lagi. Bang Fakhri mau ke mana?"

"Nggak ada. Ini mau langsung pulang, trus ke masjid. Masih ada kegiatan pendistribusian dana dari beberapa donatur kemarin," jelas Fakhri.

"Kamu juga mau pulang?" tanya Fakhri.

"Rencananya bang. Tapi masih ada kelas, kirain bang Fachri belum mau pulang, mau sekalian nebeng," jawab Rara lugas.

"Maaf, abang harus pulang sekarang, kegiatan di masjid udah nunggu. Lagian abang juga nggak bawa mobil, cuma bawa motor, jadi nggak bisa juga ngajak bareng," jelas Fakhri lg.

"Abang pamit ya. Assalamualaikum,"

"Walaikusalam."

Bawa mobil aja mesti ngajak temen lagi, mana mau bang Fakhri pergi berduaan saja. Apalagi kalau dia bawa motor, nggak akan bisa duduk di belakang motornya. Cuma istrinya nanti kayaknya yang bisa duduk di situ, dan calonnya harus aku, gumam Rara memperhatikan Fakhri yang sudah menjauh.

Fakhri sudah melajukan dengan tenang motornya membelah jalan. Fikirannya masih tertuju pada Rara. Gadis itu sudah berulang kali terlihat secara terang-terangan berusaha terus mendekatinya.

Fakhri sangat mengenal Rara, sama halnya seperti dia mengenal Rania. Mereka berdua dikenalnya sedari kecil saat sering mengaji di masjid dulu, karena mereka berdua bersahabata karib, dan selalu berdua.

Fakhri dan Rara juga Rania paling cuma berbeda usia sekitar tiga tahunan saja. Fakhri ingat saat dia menginjak bangku Sekolah Menengah Atas, Rania dan Rara masuk ke sekolah menengah pertama. Saat Fakhri mulai masuk kuliah, mereka berdua masuk sekolah menengah atas, kesibukan membuat mereka sudah jarang mengikuti kegiatan di masjid lagi.

Berbeda bagi Fakhri, Masjid adalah juga rumahnya, sesibuk apapun dia pasti punya waktu mengurusi semua kegiatan remaja masjid yang awalnya di bawah naungan ayahnya, ustad Fahlevi.

Karena anak seorang ustad pulalah, disamping juga ikut mengajar ngaji di masjid. Fakhripun sering di panggil Ustad Fakhri. Walaupun dia sendiri selalu menolak, mengingat ilmu agamanya belumlah seberapa, dan meminta di panggil bang Fakhri aja kepada murid-murid ngajinya.

Tak di sangka pada akhirnya Rara dan dirinya menjadi dosen di universitas yang sama, meskipun Rara baru beberapa bulan ini lulus sebagai dosen. Sedangkan Rania, dia sudah sangat lama tidak bertemu gadis itu. Karena sudah tidak pernah mengikuti kegiatan di masjid lagi, lagipula rumah mereka juga agak berjauhan karena sudah beda kecamatàn, sejak Fakhri dan keluarganya memutuskan pindah rumah.

Rania lebih pendiam dan pemalu di bandingkan Rara yang lebih berani dan agresif. Fakhri bukannya tidak tahu kalau kedua gadis itu menyukainya, dan bersaing walaupun mereka bersahabat, sejak dulu. Tapi seperti yang pernah Fakhri katakan pada mereka berdua, bahwa tidak ada istilah pacaran dalam agama islam. Jadi mereka berduapun faham untuk tidak mengungkapkan mengenai hal-hal tersebut kepada Fakhri, dan mereka menyadarinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!