NovelToon NovelToon

Tak Cinta Tapi Menikah

5 tahun yang lalu

Rania Putri Ramadhani

Hari yang melelahkan, entah kenapa hari ini terasa sangat melelahkan bagi Rania. Tubuh nya seperti kehilangan tenaga, lemas, cepat lelah dan tidak fokus dalam menyelesaikan pekerjaannya. Padahal tadi pagi saat berangkat kerja masih biasa saja seperti hari-hari sebelumnya.

Rania selalu menyempatkan untuk sarapan pagi buatan ibu nya sebelum berangkat kerja. Karena Ibu selalu mewajibkan Rania dan Bapak untuk selalu sarapan pagi sebelum beraktivitas, itu sudah menjadi rutinitas setiap pagi dalam keluarganya. Ibu selalu bangun pagi sebelum subuh, menyiapkan masakan untuk sarapan dengan menu sederhana dan harus dimakan oleh Rania dan Bapak. Kalau tidak, Ibu pasti akan melakoni drama tangisannya dengan segala keluh kesahnya pada Bapak, dan akan berakhir dengan kekalahan dari bapak dan Rania yang akan menghabiskan sarapan yang sudah tersedia.

'Hhh... kenapa lemes gini, apa PMS yaa... ' batin Rania sambil mengingat menstruasi terakhir bulan lalu. Rania meraih kalender di atas meja kerja nya, alis nya berkerut serius memandangi kalender ditangannya.

'Yah memang sudah waktunya...', bahkan sudah telat 3 hari. Siklus menstruasi Rania memang cenderung memanjang hampir lebih dari satu minggu lamanya.

"Heh, melamun aja. Kenapa liatin kalender kayak gitu?", tepukan Siska teman kerja Rania berhasil membuat nya terkejut.

Rania memegang dada nya yang hampir meledak karena ulah temannya itu.

"Astaghfirullah, bikin kaget aja kamu Sis", ujar Rania sambil mengelus dada nya pelan.

Siska terkekeh melihat temannya yang ternyata benar-benar kaget karena ulahnya.

"Makan yuk, dah waktunya istirahat nih, kamu juga kayaknya pucet gitu mukanya, kenapa? Lagi ngga enak badan? ", tanya Siska melihat wajah Rania yang kelihatan pucat.

"Ngga tau nih, tadi pagi ngga papa, sekarang kok rasanya lemes banget, kaya ngga ada tenaganya sama sekali, mungkin PMS kali ya?", Rania meletakkan kepalanya di atas meja berbantal kedua tangannya, tubuhnya benar-benar terasa tak bertenaga saat ini.

"Makanya ayo makan siang dulu, biar ngga lemes. Pucet banget muka mu", bujuk Siska pada Rania.

"Kamu duluan aja ya, aku mau sholat dulu, nanti aku susul ke kantin. ", sahut Rania dengan suara tak bersemangat.

Entah kenapa selera makannya pun hilang begitu saja. Biasanya dia paling semangat kalau diajak makan siang bersama Siska dikantin kantor. Ada saja cerita Siska tentang masalah dan gosip terbaru di kantornya. Rania selalu suka dengan celotehan Siska yang sangat ramai dan segala kelucuannya saat bercerita.

"Ya udah, tapi beneran lho ya nanti nyusul. "

"Iya iya mbak Siska, nanti aku nyusul. ", sahut Rania dengan malas.

"Oke, aku duluan ke kantin ya, bye Rara... ", Siska berjalan centil meninggalkan Rania yang masih terduduk lemas dimeja kerja nya, menutup matanya sejenak sebelum beranjak ke mushola kantor yang masih satu lantai dengan tempat kerjanya.

Rania berjalan pelan ke kamar mandi kantor didekat mushola, kemudian masuk kedalam mushola untuk menunaikan sholat Dhuhur yang terlambat hampir seperempat jam setelah adzan tadi. Mushola masih tampak sepi, karena sebagian besar karyawan lebih memilih untuk makan siang dulu dikantin.

Rania duduk bersandar ditembok setelah menyelesaikan sholat nya, matanya terpejam berusaha mengumpulkan tenaga yang tersisa. 'Astaghfirullahalazim... ' Rania merasakan tubuhnya semakin bertambah lemas, lalu bergegas merapikan mukena nya dan berjalan menuju meja kerjanya untuk menyimpan mukena yang selalu dibawanya dari rumah. Kemudian berjalan menyusuri lorong kantor yang sudah sepi menuju kantin kantor yang berada di lantai 4.

Sudah hampir tiga tahun Rania bekerja di perusahaan ini, perusahaan yang lumayan bergengsi di kota Jogja. Tempat kerja pertamanya setelah lulus kuliah. Termasuk sangat beruntung karena masih terbilang minim pengalaman kerja dan baru lulus dari kuliahnya, tapi sudah bisa lolos seleksi masuk kerja diperusahaan ini mengalahkan lebih dari sekitar seribu pelamar pekerjaan saat itu. Ya, memang prestasi saat kuliah juga sangat mendukung, prestasi Rania memang menonjol saat kuliah, nilai IPK nya hampir semua diatas rata-rata, bahkan pada saat kelulusan dia berhasil mendapatkan predikat cumlaude.

Suasana kantin masih ramai dipenuhi karyawan dari berbagai divisi yang masih menikmati makan siang mereka sambil melepas penat setelah setengah hari berkutat dengan berbagai tugas yang harus dikerjakan. Salah satu tempat favorit sepertinya, karena disinilah mereka bisa ngobrol, bercanda dan tertawa tanpa takut ada teguran dari atasan.

"Rania, sini!!" teriak Siska sambil melambaikan tangannya saat melihat Rania yang baru saja masuk area kantin.

Rania menoleh kearah suara yang begitu keras memanggilnya, lalu berjalan pelan menuju meja yang sudah ditempati oleh Siska.

"Ihhh... lemes banget kayaknya kamu. Nih, udah aku ambilin makanannya. Ayo dimakan biar ngga lemes. Mukamu udah keliatan pucet banget tuh..", bujuk Siska sambil menyodorkan catering box kehadapan Rania yang sudah duduk tepat didepannya.

Rania memandangi box makanan didepannya dengan tidak berselera. Catering box berisi nasi putih, daging sapi lada hitam, sayur capcay dan dilengkapi kerupuk udang kesukaan Rania.

"Hei, jangan cuma diliatin gitu dong Ra, Ayo dimakan..", bujuk Siska lagi yang sudah tidak sabar melihat Rania masih diam hanya menatap makanan didepannya.

"Aku ngga kepengen makan Sis..", sahut Rania tak bersemangat sambil mendorong catering box didepannya ketengah meja.

"Ishh, kamu ini... harus dipaksain makan dong, kalo ngga makan malah nanti jadi sakit. Mukamu udah keliatan pucet banget tuh Ra...", Siska masih terus berusaha membujuk temannya untuk makan, kemudian kembali mendorong box makanan kedepan Rania lagi.

Dengan malas, Rania membuka box makanannya, 'Sayang juga kalau tidak dimakan, nanti malah mubazir', batin Rania yang merasa berdosa kalau tidak makan makanannya. Saat penutup box makanannya terbuka, tercium aroma bawang yang sangat kuat, Rania spontan langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.

"Kenapa?", tanya Siska penasaran melihat Rania menutup hidungnya.

"Kok bau bawang banget yah..", jawab Rania dengan suara sengau karena hidungnya tertutup oleh jari tangannya.

"Masakan dimana-mana juga baunya gitu kali, Ra.", sanggah Siska cepat.

"Tapi yang ini bau banget. " tunjuk Rania pada sayur capcay didalam box makanannya.

"Ishh kamu, aneh-aneh aja deh..."

"Beneran, Sis, ini tuh beda dari biasanya, yang ini bau banget, nggak kaya biasanya...", Rania menggelengkan kepalanya seperti benar-benar tidak tahan dengan bau sayur capcay didepannya.

Siska menyendok sayur capcay di box makanannya sendiri, kemudian mendekatkan ke hidung nya dan mengendus sayur capcay didepannya. "Enggak ahh... baunya biasa aja kayak sayur capcay. Udah dimakan aja, keburu habis nanti jam istirahat nya.", bujuk Siska lagi.

Rania menghela nafas pelan, kemudian mencoba memaksakan diri untuk memakan makan siang nya sambil terus menutup hidungnya, begitu memasukan sesendok nasi yang sudah diberi lauk daging sapi lada hitam, tanpa menyendok sayur capcay ke dalam mulutnya, rasa mual tiba-tiba saja menyentak dari dalam perutnya. Rania buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangannya, mencoba menahan makanan yang sudah ada di mulutnya supaya tidak tersembur keluar. Keringat dingin mulai mengalir, dan rasa mual dari dalam perutnya semakin menjadi, Rania segera berlalu dari meja kantin, berjalan tergesa-gesa menuju ke toilet kantin yang terdekat.

"Eehhh, Rania kamu kenapa??", tanya Siska kaget melihat wajah Rania yang bertambah pucat, kemudian bergegas berjalan mengikuti Rania menuju ke toilet yang ada di dekat kantin kantor.

Hamil

"Uweeekkkk... ", begitu sampai di toilet, Rania langsung memuntahkan semua makanan yang masih ada di mulutnya, bahkan sepertinya isi didalam perutnya pun ikut memaksa untuk keluar juga. Keringat dingin langsung keluar di sekujur tubuhnya, kedua tangannya berpegangan erat pada bibir wastafel untuk menopang tubuhnya yang melemah.

"Rania, kamu kenapa??", tanya Siska yang kini sudah ada dibelakangnya sambil memijat tengkuk Rania berharap bisa meredakan mual dan muntah temannya.

Rania membasuh wajahnya setelah selesai memuntahkan semua isi perutnya,

" Siska, aku... "

" Rania!!!", tubuh Rania tiba-tiba terkulai lemas, beruntung Siska masih bisa menahan tubuh Rania agar tidak terjatuh ke lantai.

"Tolooooong!!! Rania pingsan, tolooooong!!!", teriak Siska keras, panik melihat Rania yang tidak sadarkan diri di pelukannya.

***

Rania mengerjapkan matanya pelan, tampak bayangan lampu neon yang terpendar cahayanya diatas kepalanya. Kemudian mencoba mengerjapkan matanya lagi selama beberapa detik seolah sedang mengumpulkan tenaga supaya pandangan matanya lebih jelas.

Samar terdengar suara Siska yang memanggil namanya dari kejauhan. Rania mencoba menggerakkan kepala nya, menoleh kearah suara Siska yang masih saja memanggilnya.

"Rania, kamu sudah sadar? Ini aku Siska, Ra...", Rania membuka matanya, menatap Siska yang kini sedang berdiri membungkuk disebelah kiri tubuhnya, kini pandangan matanya mulai terlihat lebih jelas.

"Siska...", pandangan mata Rania beralih ke ruangan yang sekarang dia tempati, ini jelas bukan di kantor. Rania menatap korden putih yang tertutup mengelilingi tempat tidurnya.

"Iya Ra, aku Siska. "

"Ini dimana, Sis?", tanya Rania yang terlihat bingung dengan tempat asing yang ditempatinya.

"Rania, kamu tadi pingsan, sekarang kamu lagi di rumah sakit".

Rania mengerutkan alisnya menatap Siska tak percaya. "Pingsan?", tanya Rania heran, seingatnya dia belum pernah pingsan sekalipun sebelumnya.

"Iya, tadi kamu pingsan dikantor pas makan siang."

Rania mengangkat tangan kirinya yang kini sudah terpasang selang infus.

"Kenapa aku bisa pingsan Sis?", tanya Rania yang masih kebingungan.

"Tadi pagi kamu sarapan ngga? Soal nya tadi kamu keliatan lemes banget, muka mu juga pucet banget."

"Aku selalu sarapan setiap pagi, tau sendiri kan ibu kalo pagi selalu buatin aku sarapan.", jawab Rania sambil berusaha bangun untuk duduk.

"Udah kamu tiduran aja dulu, muka mu masih pucet banget tuh..", Siska menahan bahu Rania supaya tetap berbaring ditempat tidur nya.

"Selamat siang.., maaf mengganggu.", seorang wanita ber jas putih datang menghampiri Rania.

" Siang dok.. ", sahut Rania dan Siska berbarengan.

"Ibu Rania sudah siuman, perkenalkan saya Dewi, dokter jaga siang di IGD. Boleh saya periksa bu Rania sekarang?"

"Iya, silahkan dok. "

Dokter Dewi kemudian memeriksa kondisi tubuh Rania. "Keluhan apa yang dirasakan saat ini bu?", tanya dokter Dewi setelah selesai memeriksa dada dan perut Rania.

"Tubuh saya terasa lemas sekali, dok, seperti tidak ada tenaga nya. Dan baru kali ini saya pingsan, kira-kira kenapa ya dok?", tanya Rania penasaran.

"Ibu sudah menikah bukan, bulan ini sudah datang bulan?"

Rania terlihat bingung mendengar pertanyaan dari dokter Dewi padanya. "Bulan ini belum, dok, tapi saya memang biasa terlambat datang bulan dok."

Dokter Dewi tersenyum mendengar jawaban Rania, "Nanti saya periksa urine nya ya, untuk mengetahui hamil atau tidak nya."

Mata Rania seketika membulat tak percaya, "A-apa dok? hamil?? Tapi saya baru tiga minggu menikah dok?".

"Itu hal yang sangat mungkin, karena mungkin pada saat berhubungan, bu Rania sedang dalam masa subur, jadi langsung terjadi proses pembuahan dan hamil. ", terang dokter Dewi pada Rania.

"Wwaaaahhhh, tokcer banget Andre ya, Ra", sahut Siska sambil mengacungkan kedua jempolnya ke hadapan Rania.

Sementara Rania masih terkejut dengan apa yang dia dengar barusan, spontan tangan kanannya menyentuh perutnya yang masih rata, 'Benarkah aku hamil??' batin Rania masih tak percaya.

"Baik, untuk memastikan hamil atau tidaknya kita periksa urine nya ya. Nanti bu Rania akan diberi tabung kecil untuk pemeriksaan urine nya."

"Iya, dok. Terimakasih.", ucap Rania singkat.

Dokter Dewi segera berlalu dari samping tempat tidur Rania.

"Rania! Kamu mau jadi Ibu Ra.. !", teriak Siska senang sambil mengguncang bahu Rania yang masih terdiam membisu.

***

Satu jam kemudian dokter Dewi datang lagi ke tempat tidur Rania sambil membawa kertas ditangannya.

"Selamat bu Rania, anda positif hamil. Untuk selanjutnya anda bisa memeriksakan kehamilan secara rutin ke dokter spesialis kandungan.", ucap dokter Dewi dengan senyum ramahnya.

Rania terdiam mematung di tempat tidurnya, tangan kanannya menutup bibirnya yang mulai bergetar sedangkan pandangan matanya kabur oleh airmata.

"Wah, selamat Rania, kamu beneran hamil", Siska langsung memeluk Rania dengan erat, ikut merasakan kebahagiaan mendengar kabar kehamilan Rania.

"Aku hamil, secepat ini??", tanya Rania masih tak percaya.

"Iya, Ra. Kamu hamil! Ada bayi di perutmu. Kamu mau jadi ibu Ra.. !", ucap Siska dengan mata berkaca-kaca.

" Aku hamil Sis...", Rania membalas pelukan Siska dengan erat sambil menangis. Tangisan bahagia tentunya, karena masih tidak percaya bisa hamil secepat ini. Sebuah kabar bahagia untuk pernikahan Rania dan Andre yang baru memasuki usia tiga minggu. Dan ini akan menjadi kejutan terindah untuk suaminya, Andre yang akan pulang dari Kalimantan satu minggu lagi. Rania tersenyum bahagia membayangkan bagaimana reaksi suaminya nanti saat diberitahu tentang kehamilan nya.

***

Kabar kehamilan Rania langsung disambut tangisan haru bapak ibu begitu Rania sampai dirumah. Ibu bahkan tak henti-hentinya menangis dan memeluk Rania saking bahagia nya. Kehamilan calon cucu pertama untuk Ibu dan Bapak, karena Rania adalah anak satu-satunya di keluarga Nugroho. Dulu Ibu terpaksa harus merelakan kesempatan untuk memliki anak lagi. Sesaat setelah melahirkan Rania, Ibu mengalami perdarahan yang hebat, dan dokter akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim sebagai jalan satu-satunya untuk menghentikan perdarahan yang hampir mengancam nyawa ibu.

Satu minggu kemudian, tepat dihari kepulangan Andre, Rania sudah mempersiapkan kejutannya untuk Andre dengan matang. Bapak dan ibu diajak ikut berperan dalam surprise yang akan diberikan Rania untuk Andre. Rania melarang bapak dan ibu memberi kabar kehamilan nya terlebih dahulu sebelum Andre sampai dirumah.

Rona bahagia begitu terpancar dari wajah pucatnya, seulas senyum terus mengembang dibibir tipisnya. Saat ini Rania masih mengalami morning sickness yang cukup parah. Obat yang diberikan dokter kandungan belum bisa meredakan mual dan muntah yang dialami Rania setiap pagi nya. Akan tetapi hal itu tak menyurutkan semangat Rania yang sudah tidak sabar menunggu suaminya pulang ke rumah.

Bapak tadi pagi sekitar jam sembilan sudah berangkat ke bandara untuk menjemput Andre. Rania sebenarnya ingin ikut ke bandara, tapi langsung dilarang oleh ibu mengingat kondisi Rania yang masih lemah.

Rania melirik jam di atas meja yang terletak disamping tempat tidur dikamarnya. Sudah jam sebelas lebih, seharusnya suaminya dan bapak sudah sampai dirumah, karena pesawat yang dinaiki Andre landing di bandara Jogja sekitar jam sepuluh, sedangkan perjalanan dari bandara ke rumahnya hanya sekitar setengah jam an saja. Rania memegang dadanya yang tiba-tiba degup jantungnya seakan berdetak lebih kencang dan keras saat ini. 'Mungkin mas Andre masih di jalan', batin Rania mencoba menenangkan diri. Kemudian meraih kotak berwarna biru diatas meja dan berjalan keluar kamar.

"Ibu... ", panggil Rania begitu keluar dari kamar nya. Rumah tampak lengang, mungkin ibu ada di dapur, karena dari tadi pagi ibu sudah sibuk menyiapkan makanan kesukaan Andre secara khusus untuk menyambut kepulangan anak menantunya. Rania berjalan ke arah dapur, samar pendengaran nya menangkap suara seorang perempuan yang sedang menangis.

Rania mencoba menajamkan pendengarannya, kemudian berjalan mendekati sumber suara tangisan itu yang sepertinya berasal dari kamar ibu dan bapak. Rania semakin penasaran, apa benar itu suara tangisan ibu? Kenapa ibu menangis?. Degup jantung nya semakin kencang, membuat Rania merasa sedikit ketakutan begitu sampai didepan pintu kamar ibu.

"Ibu... ", sapa Rania sambil membuka pintu kamar. Tampak raut wajah terkejut Ibu saat Rania muncul dari balik pintu kamarnya.

"Rania.... ", ibu berjalan kearah Rania dan langsung memeluk anak semata wayangnya dengan erat, tangisannya pecah seketika itu juga.

"Ibu kenapa? Kenapa ibu menangis?", tanya Rania penasaran melihat Ibu menangis keras di pelukannya.

"Rania, kamu harus kuat ya nak... Ibu sama bapak pasti selalu bersama mu Ra...", ucap ibu dengan suara terisak sambil terus memeluk Rania dengan erat. Entah apa yang terjadi, Rania masih belum mengerti apa sebenarnya maksud perkataan Ibu nya.

21 Juni 2016

Rania duduk termenung didalam kamarnya, pikirannya entah kemana dan pandangan matanya kosong, begitupun jiwanya seolah pergi dari tubuhnya.

Hari ini Andre sudah dimakamkan di tanah kelahirannya, di Salatiga. Setelah berdiskusi dengan keluarga Andre, akhirnya diputuskan Andre dimakamkan di pemakaman yang dekat dengan rumah kedua orang tuanya.

Jenazah Andre sempat disemayamkan dirumah Bapak, sesuai permintaan Rania yang ingin jenazah Andre pulang ke rumah nya terlebih dahulu. Rania terus berada disamping jenazah Andre yang disemayamkan diruang tamu rumah Bapak, sambil terus menggenggam kotak berwarna biru yang tadinya akan diberikan sebagai kejutan saat Andre pulang.

Entah takdir apa yang telah terjadi, Andre mengalami kecelakaan saat menyeberang jalan setelah membeli bolu abon kesukaan Rania yang toko nya terletak tidak jauh dari bandara. Sebuah mobil dengan kecepatan cukup tinggi menabrak tubuh Andre hingga terpental agak jauh dari tempat kejadian, dan mengakibatkan cedera kepala yang parah sehingga nyawa Andre tak tertolong.

Saat jenazah Andre akan diberangkatkan ke Salatiga, Rania memaksa ikut walaupun kondisi tubuh nya terlihat sangat lemah. Rania ingin mengantarkan Andre ke tempat peristirahatan nya yang terakhir. Sepanjang proses pemakaman Rania berusaha tegar dan ikhlas menerima kenyataan yang telah terjadi pada Andre, dirinya dan rumah tangga nya. Kini semua sudah terjadi, suaminya Andre sudah pergi kembali pada sang Pencipta.

Rania menghela nafas panjang, kemudian memandangi kamarnya yang terasa sangat sepi dan sunyi. Kamar yang tiga minggu yang lalu menjadi saksi bisu kebersamaan Rania dan Andre, meskipun hanya diberi waktu selama satu minggu saja untuk menikmati indahnya hidup berumahtangga. Yah, hanya satu minggu saja dirinya benar-benar melakoni peran sebagai seorang istri. Satu minggu setelah pernikahan Andre harus berangkat lagi ke Kalimantan untuk meneruskan kembali tugas nya.

Rania tertunduk sedih, air matanya kembali mengalir deras membasahi pipinya, 'Ya Alloh, ampuni hamba jika selama ini kurang berbakti pada suami hamba... '. Rania ingat betul saat Andre berhasil menjadikan dirinya sebagai seorang istri yang sebenarnya. Andre bahkan bisa menahan untuk tidak menyentuh Rania lagi karena melihat istrinya masih kesakitan setelah nya.

Tangisan yang dari tadi ditahan ditumpahkan saat ini juga, menyesali waktu yang hanya sebentar saja untuk bisa menimba pahala dari suaminya. Sungguh tak pernah menyangka kalau takdir yang menghampiri nya begitu berbeda dengan angan dan harapan nya.

Hari ini tepat satu bulan yang lalu adalah hari yang membahagiakan bagi Rania dan Andre. Tanggal 26 Juni 2016 seharusnya menjadi anniversary satu bulan pernikahan keduanya. Dan seharusnya Andre saat ini sedang memeluknya bahagia karena akan menjadi seorang ayah.

'Astaghfirullahalazim... ', sesungguhnya Rania tidak ingin menyalahkan takdir yang sudah terjadi pada dirinya, berulang kali Rania beristighfar berusaha menghilangkan perasaan kecewa nya. Rania berusaha ikhlas dan sabar menerima garis yang sudah ditentukan oleh Allah padanya.

Pintu kamar terbuka dengan pelan, wajah ibu terlihat dari balik pintu dan berjalan masuk kedalam kamar sambil membawa makanan dan minuman di atas nampan. Rania menghapus air matanya dengan kerudung yang masih dipakai nya.

"Rania, kamu makan dulu ya nak. Dari siang kamu belum makan, sekarang kamu harus makan dulu ya, Ra.. ", bujuk Ibu dengan suara yang lembut. Rania menggelengkan kepalanya dengan lemah.

"Kamu harus makan walaupun sedikit, ingat ada bayi di dalam perutmu. Ibu suapin ya, Ra", Ibu masih terus berusaha membujuk Rania untuk makan.

Rania terdiam, tangannya langsung menyentuh perutnya yang masih rata, buliran air mata kembali berjatuhan silih berganti keatas pangkuannya.

"Rania, kamu harus kuat ya, nak... ", Ibu ikut menangis sambil memeluk Rania dengan erat.

"Ibu... Rania harus bagaimana sekarang?", tanya Rania dengan suara terisak.

"Kamu harus kuat dan ikhlas, Ra. Kamu harus ingat ada titipan Allah di perutmu. Anak kamu dan Andre."

Rania langsung melepas pelukan Ibunya, kemudian mengusap air matanya yang sudah membasahi pipinya. Ya, Ibunya benar, dia harus bisa menjaga satu-satunya harta yang paling berharga, yang ditinggalkan Andre padanya.

"Tolong bantu Rania menjaga anak ini ya, Bu. Rania ingin melahirkan anak mas Andre dan merawatnya hingga nanti tumbuh dewasa."

Ibu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap sedih pada anaknya. "Ibu pasti akan selalu menemanimu dan anak ini, Ra.", Ibu ikut mengusap perut Rania yang masih rata.

Rania meraih piring diatas nampan yang diletakkan Ibu disamping tempat tidurnya, kemudian memakannya dengan pelan. Baru beberapa suapan saja yang masuk kedalam mulut, Rania sudah mulai merasakan mual. Perutnya benar-benar belum bisa menerima makanan yang dipaksakan masuk kedalam mulutnya.

"Kenapa, Ra?", tanya Ibu khawatir melihat Rania sudah mulai pucat menahan mual.

"Rania mual lagi, Bu."

Ibu segera meraih piring yang masih dipegang Rania, kemudian meletakkan kembali keatas nampan. "Kalau mual hentikan dulu makannya, Ra. Jangan dipaksakan, nanti malah keluar semua. Sekarang kamu istirahat saja lagi, nanti Ibu bawakan makanan ringan untuk camilan."

Rania mengangguk patuh, mencoba menahan rasa mual yang masih menyerangnya. "Iya, Bu.", sahutnya pelan.

Rania membaringkan tubuhnya yang terasa lemas diatas tempat tidurnya. Tangannya mengusap pelan perut nya yang masih rata.

'Yah, aku memang harus kuat demi mas Andre dan anak ini. Mas Andre, aku akan menjaga anak kita dengan baik, aku akan merawatnya dengan tanganku sendiri dan mendidiknya supaya menjadi orang yang baik seperti mas Andre. Tenanglah disana mas, aku dan anak kita pasti akan baik-baik saja."

Rania kembali menitikan air matanya, seulas senyum mengembang dari bibirnya. Inilah kado terindah untuk Rania dari pernikahannya yang baru berusia satu bulan.

*

Rania mulai menjalani kehidupannya kembali setelah satu minggu lebih terus menerus berada didalam rumah, lebih tepatnya dikamarnya. Walaupun masih didera morning sickness yang hebat di pagi hari, Rania tetap memaksa untuk berangkat kerja hari ini.

Rania disambut dengan tatapan iba dan sedih oleh teman-teman kantornya, tidak terkecuali Siska yang begitu dekat dengan Rania.

"Rania, kenapa sudah berangkat? Kamu harusnya istirahat dulu dirumah, mukamu masih pucat Ra."

Rania tersenyum menatap Siska, "Ngga papa, Sis. Cuti ku sudah habis, jadi ngga bisa ijin lagi."

"Kan kamu bisa ijin tidak enak badan, kamu masih pucat gitu, Ra."

Rania memegang tangan Siska yang masih berdiri didepan meja kerja nya, "Aku beneran ngga papa kok, aku baik-baik saja."

"Hhmm, ya udah kalo kamu mau nya gitu. Tapi ingat, kalo kamu perlu sesuatu harus bilang ke aku! ", ancam Siska sambil menggenggam erat tangan Rania.

Rania tersenyum menatap Siska, " Iya Siska... " .

Dan benar saja, menjelang waktu istirahat Rania kembali pingsan di mushola kantor saat akan melaksanakan sholat Dhuhur. Rania langsung dilarikan kerumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan karena tubuhnya terasa dingin sekali.

"Rania... ", panggil Siska saat melihat Rania mulai mengerjapkan matanya.

"Aku kenapa lagi, Sis?", tanya Rania dengan suara yang lemah.

"Kamu pingsan lagi, Ra. Tubuh mu dingin banget. Katanya kamu dehidrasi karena kurang cairan."

"Astaghfirullahalazim... "

"Kamu masih mual muntah kalo makan? "

Rania menjawab pertanyaan Siska dengan anggukan kepalanya.

Siska mendesah pelan, "Kamu harus kuat, Ra. Kamu harus sehat demi anakmu. Andre pasti akan bahagia disana kalo liat kamu dan anak mu sehat."

Rania tersenyum haru menatap Siska yang sangat tulus padanya, "Terimakasih, Sis. Aku pasti kuat. Apalagi aku punya sahabat yang baik nya kayak kamu."

"Iya dong, aku lah sahabat terbaik mu, makanya kamu harus nurut sama aku."

Keduanya tersenyum haru, mencoba berbagi rasa untuk meringankan kesedihan yang sedang melanda Rania.

***

Rania harus benar-benar ekstra protektif pada kehamilannya, keluhan Hiperemesis Gravidarum selama trimester pertama membuat nya harus ekstra hati-hati dalam menjaga kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.

Saat usia kehamilan delapan minggu, Rania mengalami kram di perutnya dan setelah itu keluar flek darah segar yang membuat panik Bapak dan Ibu. Rania kembali dilarikan ke rumah sakit untuk memastikan keselamatan janin di perut Rania. Dokter kandungan yang biasa menangani kehamilan Rania memberi perintah, mengharuskan Rania untuk bedrest total selama satu minggu demi keselamatan janin yang dikandungnya. Dan harus melakukan pemeriksaan rutin karena kehamilannya termasuk kehamilan dengan resiko yang tinggi. Berat badannya pun sangat susah naik karena asupan makanan yang kurang untuk dirinya dan bayinya. Perkiraan berat badan janinnya selalu dibawah nilai normal jika dihitung dari usia kehamilannya.

Akhirnya saat usia kehamilannya masuk 28 minggu, Rania memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan nya, keputusan ini berdasarkan anjuran dokter kandungannya yang mengatakan hasil pemeriksaan USG terakhirnya yang bermasalah. Placenta kandungan Rania sudah hampir menutup jalan lahir, hal itu akan beresiko perdarahan sewaktu-waktu jika Rania tidak berhati-hati dalam menjaga kehamilannya.

Rania melahirkan saat usia kehamilannya masih berumur 32 minggu, karena mengalami perdarahan yang banyak jadi Rania harus segera menjalani operasi Caesar saat itu juga.

Bayi laki-laki lahir dengan selamat, berat badannya hanya 1,7 kg, begitu kecil dan lemah.

Bayi Rania harus menjalani perawatan intensif selama hampir 3 minggu di rumah sakit, dan Alhamdulillah semua bisa terlewati, Rania bisa membawa pulang bayi nya kerumah dalam kondisi yang sehat dan kuat.

Bayi mungil yang sangat tampan, mirip dengan almarhum ayahnya Andre. Kebahagiaan tak terkira akhirnya bisa memeluk buah cinta nya dengan suaminya. Andra Pratama Putra, nama yang akan selalu mengingatkan pada sosok sang ayah yang sudah pergi sebelum dirinya lahir ke dunia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!