Dia datang pada waktu yang tidak tepat disaat hatiku masih dimiliki wanita yang kucintai. Dengan setiap senyum, kesabaran dan rasa sayang nya padaku, dia menjadi Istri yang sempurna. Istri yang kunikahi atas suruhan orang tua ku sendiri. Setiap kali aku marah, kesal dan mengabaikan nya, ia tak pernah marah atau meninggikan suara nya padaku. Dia selalu tersenyum dan menerima semua amarah yang ku lampiaskan kepada nya.
Dengan tekad nya yang kuat, kesabaran, cinta nya dan senyum yang sepanjang hari ia berikan padaku, entah sejak kapan hatiku perlahan meluluh kepada nya. Setiap senyum yang ia berikan duniaku jadi bewarna. Padahal Aku sudah berjanji akan setia pada wanita yang ku cintai dan tak akan memberikan hati ku pada wanita lain.
Disaat Aku bimbang, dengan semua nya Wanita ku datang padaku dalam keadaan memohon cinta ku dan siap menjadi istri kedua ku. Tapi saat itu aku sadar bahwa akhirnya Istri ku tidak akan pernah tersenyum lagi untuk ku.......
Akan di upload episode 1 di bulan Juli nanti.....
Nama nya Muhammad Iskandar, Anak pertama dari pasangan H. Abdul Qodir dan Marsinah. Sebagai anak pertama laki - laki dan sekaligus laki - laki satu - satu nya dari penerus H. Abdul Qodir, Iskandar selalu di manjakan sekaligus di didik dalam tekanan yang besar. Apalagi di umur nya yang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun ini, Sang Ayah ingin anak nya segera menikah dan memiliki penerus laki laki.
H. Abdul Qodir sangat terobsesi dengan nama nya anak laki - laki. Pikiran nya yang masih tradisional menganggap anak laki - laki lebih baik dan tinggi derajatnya dari anak perempuan. Bahkan cucu perempuan nya sendiri selalu ia abaikan karena menganggap perempuan tidak lebih baik dari laki laki.
"Is mana perempuan tu? Sudah kau lamar dia? Kata nya kau cinta dengan perempuan tu? Cepat lah lamar! Buat apa lagi lama - lama menjalin hubungan, kalian sudah lima tahun lebih bersama tapi belum siap menikah sampai sekarang?"
"Ayah kan tahu sendiri, Sheila itu sangat mencintai karir nya dia masih sibuk lah yah, pulang pergi keluar kota urusan bisnis nya" Jawab Iskandar.
"Tapi nak Bunda juga sekarang sudah tua lagi, umur Bunda tidak banyak, sekarang juga sakit - sakitan, menikah itu hal baik jangan di tunda - tunda, mumpung Bunda masih disini masih bisa melihat kamu menikah"
"Bunda nih, jangan lah bicara begitu, Tahun kemarin Is, udah coba ngomongin pernikahan dengan Sheila tapi....dia masih belum siap, sekarang pun sepertinya masih"
Dalam didikan keras sang ayah, hanya bunda nya lah yang paling menyayangi anak - anak nya dengan penuh kasih dan pengertian.
"Ayah tidak mau tahu! Kamu itu anak laki - laki pertama! Sudah mapan dan cukup umur! tidak usah di tunda - tunda! Bilang kan Sheila itu, jika dia masih belum siap juga, tak perlu mimpi buat menikah dengan mu lagi !! Biar ayah yang Carikan jodoh buat Is" Ucap Ayah nya dengan tegas.
"Ayah, jangan paksakan Is seperti Ayah memaksa Dinda untuk menikahi duda ya! Ayah tolong fikir kan juga perasaan saya!"
Seumur hidup baru kali ini Iskandar meninggikan suara nya di hadapan sang Ayah. Sang Bunda pun ikut terkejut melihat hal itu. Adik Iskandar, Dinda dipaksa sang ayah menikahi seorang duda yang tak mereka kenal. Bahkan untuk si bungsu calon lelaki pun sudah disiapkan tinggal menunggu tanggal saja.
"Ayah tak pernah ajarkan kamu untuk meninggikan suara dengan orang tua! Kamu tuh beragama! Sudah baik Ayah memberikan izin kamu menjalani hubungan dengan Sheila meski kamu sendiri tahukan tidak ada namanya pacaran dalam agama kita?"
Iskandar terdiam meski hati nya ingin memberontak. Ia tak pernah diajarkan untuk melawan orang tua dan ia sendiri pun tahu betapa susah payah nya kedua orang tua nya membesar kan nya dan menyekolahkan tinggi dirinya.
"Nak, Bunda sama Ayah tak pernah meminta sesuatu dengan kamu, kamu tahu itu kan? Tapi Bunda nih rasa umur Bunda tak lama lagi karena itu bunda mohon dengan sangat kamu bicarakan dengan Sheila ya"
"Baik Bunda"
.
.
.
.
Pada suatu Malam.....
Iskandar duduk di sebuah tempat makan di pinggir jalan sambil melihat handphone nya. Terlihat dia sedang menunggu seseorang saat itu.
Dari jauh seorang wanita dengan sepatu high heels nya berjalan. Wanita itu sangat seksi, berpakaian kebarat - baratan dan memakai make up tebal. Wanita itu berjalan ke arah Iskandar dan menatap nya dengan tajam.
"Kau ajak aku kesini nih buat apa?!" Ucap nya dengan kesal.
"Shel, bisa nggak duduk dulu?" Pinta Iskandar.
"Kau lihat lah tempat nih, Aku dah dandan cantik - cantik kau ajak aku makan di tempat gini? Cobe lah dah ku bilang aku nggak suka makan di tempat kumuh dan panas kayak gini! Tak paham - paham!!"
"Udah sebulan kita tidak bertemu, cuma itu yang bisa kau ucapkan padaku? Shel kapan sih kau bisa mengerti diriku sekali saja?!"
Dengan berat hati Akhirnya Sheila pun duduk di hadapan Iskandar. Sheila tidak berani makan dan hanya memperhatikan Iskandar makan. Tapi Sheila tahu bahwa saat ini Iskandar ingin bicara serius dengan dirinya.
Setelah mereka makan, Iskandar membawa Sheila ke sebuah taman untuk melihat pemandangan malam dan berbicara tentang masa depan mereka namun Sheila lagi - lagi kesal.
"Kenapa nih tiba - tiba?! Aku kan udah bilang belum siap, dan lagi aku masih marah masalah tadi ya! Kalau kamu nggak beli kan aku tas yang ku mau nggak usah hubungi aku lagi"
Sheila selalu meminta hadiah tiap ia kesal kepada Iskandar dan rasa kesal nya itu sudah seperti makan Iskandar tiap hari.
"Shel, Ayo kita menikah, Aku akan berikan kamu waktu tapi kalau bisa sampai tahun ini kita udah harus menikah, ini permintaan Ayah dan Bunda ku, Kalau kamu bersedia Ayo temui orang tua ku, kita habiskan masa - masa...."
"Is! Anda nih tak bisa paham kah? Saya nih cinta kerjaan saya, karir saya! Lihat lah perangai orang tua mu itu, mereka pasti ingin saya mengabdikan diri saya kepada mu, Jangan bicarakan ini lagi! Saya muak lihat kamu!"
Sheila langsung pergi setelah mengatakan hal itu kepada Iskandar. Cincin yang sejak tadi ada di saku nya terasa sangat menyakitkan ketika ia lihat. Sheila merampas mimpi nya tanpa wanita itu sadari.
"Tega sekali kau Shel" Lirik Iskandar.
Tanpa tahu bahwa Ayah Iskandar telah menemukan calon untuk anak nya, Sheila lebih memilih cinta nya pada pekerjaan ketimbang cinta nya pada Iskandar. Atas desakan sang Ayah lah Iskandar melamar Sheila, jika Sheila tidak mau maka Iskandar harus menikahi anak teman Ayah nya. Tanpa mendengar penjelasan Iskandar Sheila pergi begitu saja.
Di Rumah....
"Bagaimana? Kamu berhasil melamar Sheila?" Tanya Bunda Iskandar.
"Tidak bunda, Sheila masih mencintai pekerjaan nya" Jawab Iskandar dengan berat.
"Wanita apa yang sudah lima tahun lebih menjalin hubungan tapi belum siap - siap, Sudah Ayah tidak perduli, jangan kamu urus lagi wanita itu, ini kesempatan terakhir yang Ayah berikan pada nya tapi dia tidak mau, dia juga tidak pernah berkunjung ke rumah Ki bertatap muka dengan kita, Ayah sudah bicara dengan teman ayah"
"Maksudnya H. Imran, teman pengajian Ayah di Mushola itu" Jelas sang bunda.
Iskandar memasang wajah heran, apa hubungannya masalah ini dengan H. Imran.
"Ayah sudah bilang ke dia bahwa Ayah akan melamar anak nya untuk Iskandar. Kebetulan H. Imran itu sedang mencari suami untuk anak perempuan nya, sudah mengantri orang yang melamar anak nya, kata nya sih sangat cantik dan pintar anak nya H. Imran itu"
"Tapi Ayah, bagaimana saya bisa menikahi wanita yang tidak saya kenal dan tidak saya cintai?"
"Nanti kalau sudah jadi suami istri tu kenal lah dah, Cinta tu bisa tumbuh kalau udah kenal, jangan nak harapkan cinta yang tak mau diharapkan itu! Putuskan segera hubungan kamu dengan Sheila!! Paham!!"
-bersambung-
Di sebuah rumah yang damai, terdengar alunan musik yang lembut. Suara dari Piano yang seolah menyambut pagi dengan riang diikuti oleh nyanyian burung dan hangat nya mentari pagi.
"Lis! Sayang! Kamu lagi - lagi dapat pinangan nih" Ucap sang Ibu dari ruang tamu.
Ibu nya sedang memilah - milih surat - surat lamaran untuk anak nya. Sang Ibu menikmati pagi nya bersama putri nya yang pandai bermain piano itu.
"Seperti nya anak kamu mengabaikan mu lagi" Ucap H. Imran
Lis hanya tersenyum mendengar celotehan kecil orang tua nya.
"Nak! Kamu dengar Mama nggak? Lihat ini, semenjak Papa kamu mengumumkan mencari menantu untuk kamu, banyak sekali surat - surat ini datang, belum lagi yang bertamu ke sini dan mengirimkan semua itu"
Ibu nya menunjuk ke arah tumpukan kado di atas meja di hadapan Lis itu.
"Ma, Lis belum ada niat untuk menikah, Lis masih menunggu...." Jawab Lis dengan tersenyum.
"Lis, kami ini ingin melihat kamu menikah sayang, dari pada kamu di rumah terus, tidak bekerja tidak kemanapun, jadi kamu pilih saja kamu mau menikah atau bekerja?"
"Tante Kayak nya Kak Lilis perlu udara segar deh" Ucap sepupu Lilis yang baru saja bergabung bersama mereka.
"Bagus lah Lidia, kamu boleh ajak kakak kamu itu pergi dari pada seharian memainkan piano itu, Om sudah sakit kepala tiap kali mendengar nya seharian bermain piano"
"Ayo kak kita pergi".
Lilis masih enggan untuk bangkit, namun Lidia menarik Lilis untuk bangun dari duduk nya dan membawa nya masuk ke dalam mobil.
Butuh cukup lama mereka mengendarai mobil hingga akhirnya sampai di suatu pantai. Lilis sudah lama tidak merasakan pemandangan pantai yang begitu menakjubkan dan suara ombak yang bergemuruh.
"Kak pakai dulu nih Sunblock dan topi nya, Lidia nggak mau kak Lis pingsan ya"
"Kamu ini ada - ada aja"
Saat asyik menikmati air kelapa muda sambil memandangi pantai dengan seksama. Mereka berdua dikejut kan dengan perkelahian sepasang kekasih yang tepat di hadapan mereka bertengkar dengan suara besar.
"Sudah ku katakan jika hanya ingin mengajak ku menikah jangan pernah temui aku! Apa sulit sekali bagimu untuk paham Iskandar?!!" Pekik wanita itu.
"This is Last Shel, Please Marry Me...."
"Buang saja cincin itu, Aku tidak akan pernah menikah sampai aku siap"
Sang wanita dengan angkuh nya pergi meninggalkan si Pria. Saat itu lah sang pria dengan semua rasa frustasinya membuang cincin itu ke arah laut. Setelah itu, sang pria pun pergi dari pandangan Lis dan Lidia.
"Kasihan sekali ya si pria, wanita itu tidak tahu seberapa besar cinta sang pria untuk nya" Ucap Lilis.
"Kak, mungkin mereka belum berjodoh, siap atau tidak nya menikah itu pilihan, bukan alasan" Jawab Lidia dengan bijak.
"Kamu benar sekali Lidia"
.
.
.
Setelah asyik bermain di pantai akhirnya Lidia dan Lis pun pulang ke rumah. Dengan mengucapkan salam dengan nada bahagia Lis pun masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum Ma! Pa!"
"Waalaikumsalam Nak"
"Bagaimana Pantai? Kamu senang?" Tanya H. Imran
"Sangat Papa, Lis senang sekali"
"Baguslah" Jawab Ibu nya.
"Iya Nyonya Erlina, Lilis sangaaat bahagia sampai tidak perlu semua pinangan itu" Jawab Lilis dengan tersenyum manja.
Ibu nya hanya menggeleng - geleng kan kepala nya sambil menjejerkan foto - foto calon suami anak nya. Foto itu dikirim bersama surat pinangan yang sampai di rumah.
"Ini ada satu lagi, anak dari teman pengajian saya, Anak dari H. Abdul Qodir, Keluarga yang terkanal alim dan agama nya bagus serta anak nya cukup mapan, pekerjaan nya adalah CEO" Jelas H. Imran
"CEO di mana Pa? Mungkin anak kita berminat, soal nya belum ada kan CEO yang melamar anak kita, dia mau melamar anak kita?"
"Setahu Papa sih anak nya bekerja di perusahaan Properti dan sejenak, yang pasti H. Abdul Qodir ingin segera anak nya menikah soal nya Istri nya sudah sakit - sakitan dan umur nya sudah tidak lama lagi kata nya"
Lilis hanya mengangguk tak tertarik, karena bagi nya pernikahan itu adalah soal hati dan perasaan.
Ibu nya pun mulai melihat foto anak dari H. Abdul Qodir itu.
"Wajah nya lumayan Pa, wajah nya cukup tampan dan serasi dengan anak kita, Alhamdulillah kalau bisa berjodoh apalagi kita juga sudah kenal dengan keluarga nya"
"Iya Ma, Keluarga nya bagus"
"Coba kamu lihat dulu Lis, lihat foto nya dulu"
"Nggak ah Ma, Lilis nggak tertarik"
"Belum juga lihat nak, Coba Lihat dulu" Bujuk H.Imran
Linda memperhatikan foto yang Tante nya pegang itu dan tiba - tiba tersadar.
"Kakak coba lihat dulu, Linda yakin kakak nggak akan menolak" Ucap Linda dengan yakin.
Lilis pun memaksakan mata nya untuk melihat dan mata nya terpana. Dalam tiga detik, mata nya terpana cukup lama.
"Siapa nama nya Ma?" Tanya Lilis.
"Nama nya Muhammad Iskandar anak dari H. Abdul Qodir"
Lilis terdiam cukup lama sambil memperhatikan foto di hadapan nya dengan wajah serius.
"Ma, jika kesempatan untuk menikah itu sudah ada di depan mata, kita tidak boleh menunda - nunda nya kan?"
"Benar sayang, mungkin ini jalan terbaik untuk kamu" Jawab sang Ibu.
"Kalau begitu, Ma...Pa....Tolong sampaikan dengan H. Abdul Qodir bahwa Lilis menerima lamaran ini dengan sepenuh hati, tapi sebelum itu tolong pastikan bahwa dari pihak yang bersangkutan juga bersedia atas pernikahan ini"
"Baik sayang, tentu saja" Ibu nya terdengar sangat bahagia.
"Alhamdulillah" Ucap H. Imran dengan penuh Syukur kepada Allah.
.
.
.
Malam itu pengajian di Masjid Al-Falah berjalan dengan penuh syukur seperti biasa nya. Setelah H. Abdul Qodir selesai menyampaikan dakwah dan Ilmu nya, H. Imran pun menghampiri H. Abdul Qodir dengan wajah senang.
"Assalamu'alaikum H. Qodir"
"Waalaikumsalam H. Imran, Bagaimana? Apakah anak anda menerima lamaran nya?"
"Alhamdulillah anak saya bersedia tapi sebelum itu anak saya meminta kepastian lagi dari anak anda, apakah sungguh bersedia atas pernikahan ini, anak saya sendiri pun tak keberatan jika pernikahan dilakukan dengan cepat mengingat ini permintaan istri anda"
"Tenang saja H. Imran, anak saya pasti bersedia dan ini memanglah permintaan bunda nya. Tapi akan saya tanya lagi lah dengan anak lelaki saya itu, Kalau semua sudah saling setuju bisa kita tetapkan tanggal dan tempat nya, karena sesuatu yang baik itu tak boleh di tunda - tunda"
"Benar sekali, semoga anak kita memang berjodoh dan bisa membangun pernikahan atas dasar agama yang telah mereka terima"
"Amiinnnn"
-bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!