"Secepatnya kamu harus mencari donor ginjal yang cocok untuk kedua anak kamu,” kata Dokter.
Kaina tertunduk lemas di depan meja dokter anak itu. Sudah satu tahun belakangan anak kembarnya menjalani berbagai pengobatan untuk bisa sembuh dari penyakit ginjal yang diderita. Namun, perjuangan mereka akhirnya sia-sia karena kini Dokter pun menyarankan agar melakukan transplantasi ginjal secepatnya mengingat kondisi mereka yang semakin menurun.
Ia sendiri dan keluarga sudah melakukan tes kecocokan ginjal dengan dua anaknya. Tetapi tak ada satupun dari mereka yang bisa memberikan karena tak ada yang cocok untuk menjadi pendonor.
“Apa pihak Rumah Sakit tak bisa membantu, Dok?” tanya Kaina.
“Kalau kamu mengharapkan donor ginjal dari Rumah sakit, artinya dua anak kamu akan masuk daftar antrian. Saya kan sudah jelaskan kalau daftar antrian pasien transplantasi ginjal di sini sudah banyak. Bahkan ada yang menunggu sampai mereka akhirnya meregang nyawa.” Dokter wanita berusia 40 tahun itu kembali mengingatkan Kaina.
Ibu dari anak kembar itu menengadahkan kepalanya menatap langit-langit ruang kerja dokter bernama Tina itu.
“Saya tahu permasalahan kamu. Tapi ini demi nyawa mereka maka kamu harus mencari siapa ayah kandungnya agar kita bisa melakukan transplantasi ginjal secepatnya,” tambah Dokter.
“Kalaupun seandainya saya bisa membawa ayah kandung mereka lalu siapa yang akan saya pilih untuk menerima donor ginjal dari ayahnya? Padahal keduanya sangat membutuhkan ginjal itu.” Kaina bertanya dengan raut wajah bingung.
“Untuk soal itu nanti kita pikirkan. Yang jelas sekarang kamu harus mencari ayah mereka dulu.”
Dengan kepala mengangguk, Kaina bangkit dari kursi dan keluar dari ruangan dokter tanpa permisi. Ia pun kembali menuju ruang inap sang anak. Sambil melangkahkan kaki pikirannya bercabang entah kemana.
...🌱🌱🌱🌱...
Kaina Ratnaduhita seorang anak gadis dari keluarga sederhana mulai mencari jati dirinya di kota besar. Ketika usaha supermarket yang dirintis oleh sang ayah meraih kesuksesan, kehidupan keluarga pun mulai berubah.
Singkat cerita, lingkungan pergaulan Kaina juga berubah. Dulu ia hanya seorang anak gadis yang apa adanya karena hidup terbatas oleh finansial. Kini ia menjelma bak putri raja yang bisa melakukan apa saja yang ia mau dan ia sukai. Bisa dibilang ia bak burung yang lepas dari sangkarnya, terbang kesana-kemari mengelilingi langit yang selama ini hanya bisa dipandang dari kejauhan.
Karena merasa diri sudah dewasa, Kaina memutuskan untuk tinggal sendiri dan jauh dari kedua orang tua. Tanpa ada batasan dan pengawasan, ia merasa bahwa hidupnya sangat lah menyenangkan. Ia bebas terbang kemana saja, hingga suatu ketika hidupnya yang terasa sempurna mulai tertimpa masalah.
“Laki-laki baji ngan! Jadi ini yang lo lakuin di belakang gue?” Kaina menghardik pacarnya yang tertangkap basah sedang berselingkuh dengan wanita lain.
“Kai, gue sama dia cuma-”
“Cuma apa? Cuma saling melampiaskan nafsu, gitu? An jing lo! Baru juga kemarin lo tidur sama gue dan sekarang lo tidur sama dia?” Ia menggeleng. Sang kekasih yang begitu dipercaya ternyata merupakan seorang penipu hati.
Candra pun langsung bersimpuh di depan Kaina. “Please, Kai, maafin gue. Kasih gue kesempatan sekali lagi, gue janji gak akan lakukan ini lagi. Gue gak mau kita putus, karena gue cinta banget sama lo.”
Dengan berkacak pinggang Kaina meludah ke lantai lalu berkata, “Dengar, ya, Candra! Gue bukan tipe wanita lemah yang mudah luluh hanya karena kata cinta. Lo lihat aja, gue bakalan balas apa yang sudah lo lakukan ini. Tunggu saja besok! Lo akan rasakan sakit hati yang gue rasakan sekarang.”
Kaki Kaina melangkah pergi dari kamar hotel tempatnya memergoki sang kekasih. Membawa hati yang terluka dengan emosi yang membara. Tujuannya hanya satu, yaitu sebuah klub tempat orang-orang menghibur diri dari rumitnya masalah kehidupan.
“Gue pesan minuman yang alkoholnya tinggi.” Kaina berkata pada bar tender yang merupakan sahabatnya.
“Kenapa lo?” tanya Mira.
“Candra selingkuh.”
“Terus?”
“Gue bakalan bales apa yang dilakukannya.”
Mira tersenyum lebar. Ia memang suka dengan sikap tangguh Kaina yang tak seperti cewek lain pada umumnya. “Kapan?”
“Kalau bisa malam ini juga.”
“Sama siapa?”
“Gak tau, sama siapa aja yang penting ganteng.”
Mata Mira mencari pria yang kira-kira sesuai dengan tipe sahabatnya itu. “Gimana kalau sama Hugo?”
“DJ itu?” Kania menunjuk ke arah seorang pria yang tengah memutar musik di atas panggung.
Mira mengangguk sambil menaikan alisnya.
“Oke, Gue tunggu di hotel dekat sini. Lo pastikan dia datang dan satu lagi besok paginya lo pastikan juga Candra melihat gue sama dia.”
“Sssipp yang penting ini.” Mira menggosok ibu jarinya dengan telunjuk.
Kaina langsung paham. “Nanti gue transfer.”
...🌿🌿🌿🌿...
Kaina kini sudah berada di dalam kamar dengan penampilan yang sangat luar biasa cantiknya. Siapa pun laki-laki yang melihat pastinya tak akan sanggup untuk menolak. Hanya berselang satu jam laki-laki yang dimaksud Mira tadi pun tiba. Kaina langsung membukakan pintu dan tanpa aba-aba atau kata-kata basa basi, Hugo melancarkan aksinya.
Semua terjadi sesuai dengan rencana. Kaina merasa puas saat Candra merasakan sakitnya dikhianati. Setelah hari itu hubungannya dengan Canda benar-benar sudah berakhir. Meski masih cinta, tapi Kaina memiliki gengsi yang sangat tinggi. Ia sangat pantang untuk memungut kembali sampah yang sudah dicampakkan meski itu sangat berharga.
Satu bulan berlalu, ketika sedang bekerja di kantor, Kaina tiba-tiba saja pingsan. Ia dilarikan ke klinik terdekat oleh rekan kerjanya. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan ia dinyatakan hamil.
Seketika wanita itu merasa tertembak oleh sebuah pistol dan pelurunya tepat mengenai jantung. Suara-suara mulai bermunculan dalam benaknya.
Kok bisa?
Beneran atau gak?
Apa yang harus dilakukan?
Anak siapa kira-kira?
Kabar burung itu dengan cepat menyebar di perkantoran tempatnya bekerja. Karena tak mempunyai suami akhirnya ia dipecat. Kaina menerima dengan lapang dada, bagaimanapun ia memang salah. Memilih pulang ketempat orang tua, ia pun menyadari semua kesalahannya dan mengungkapkan apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Sang ayah awalnya sangat kecewa, tapi sebagai orang tua ia memang lalai. Tak bisa menjaga anak gadisnya, terlalu sibuk mengurus usaha dan mengabaikan tanggung jawab sebagai seorang ayah. Begitu pula dengan sang Ibu, yang selama ini sangat yakin kalau ia mendidik sang putri dengan benar ternyata masih banyak kesalahan.
Pilihannya hanya ada dua, Kaina menemui dua laki-laki yang tidur dengannya, lalu melakukan tes DNA untuk mengetahui siapa ayah dari bayi yang dikandung. Atau ia melahirkan tanpa suami dan membesarkan bayi itu sendirian. Meski sebenarnya ada pilihan ketiga untuk menggugurkan janin itu, Kaina tak mau menanggung dosa lebih besar lagi. Biarlah ia menanggung malu, anggap saja ini hukuman dari Tuhan atas dosa-dosanya selama ini.
Usia kehamilan menginjak tiga bulan, perut Kaina tampak sangat besar. Dokter kandungan pun mengatakan kalau janin yang ada di rahimnya adalah bayi kembar. Saat itu ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Harus senang kah? Harus sedih kah? Meski diawal semua terasa berat, ia tetap menjalani pilihan yang sudah diambilnya.
Akhirnya Nandi, memutuskan untuk mengasingkan putrinya di desa terpencil sampai ia melahirkan. Kaina menerima keputusan sang ayah, karena sejak hidupnya terasa hancur oleh berita kehamilan itu, ia tak lagi membantah apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya.
Untuk pertama kalinya Kaina merasakan pergerakan dari kedua bayi yang ada di dalam perutnya. Membuat naluri keibuan mulai muncul. Perlahan tapi pasti rasa sayangnya terhadap janin itu kian tumbuh bersamaan dengan membesarnya mereka di dalam sana. Bahkan Kaina sudah tak sabar ingin segera berjumpa ketika waktu melahirkan sudah dekat.
Lewat tindakan operasi caesar, bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu akhirnya terlahir ke muka bumi dalam keadaan sehat. Karena cucunya terlahir tanpa seorang ayah, Nandi mengambil alih tanggung jawab itu. Mengadzani kedua cucunya dan membesarkan mereka hingga usia keduanya genap tiga tahun, ajal pun datang menjemputnya.
Cobaan dan masalah hidup yang menimpa membuat Kaina mengalami banyak perubahan dalam dirinya. Ia tak bisa lagi seperti dulu saat dimana masih gadis dan masih memiliki sandaran hidup. Ia benar-benar dituntut untuk bersikap dewasa mengutamakan keluarga dan kedua anak-anaknya. Sebagai anak pertama setelah kematian sang ayah, mau tidak mau, bisa atau tidak, ia harus mengambil alih tanggung jawab Itu.
Sejak saat itu pelajaran hidup yang penuh perjuangan mengubah Kaina menjadi sosok wanita tangguh dan kuat. Apalagi ketika sang anak menginjak usia lima tahun mereka dinyatakan menderita gagal ginjal. Membuatnya kembali tertatih-tatih dalam memperjuangkan kehidupan untuk putra dan putrinya.
...🦊🦊🦊🦊...
“Bu, aku sudah putuskan kalau besok akan menemui Candra,” kata Kaina.
“Apa kamu sudah menemukan alamat rumahnya?” tanya Dina.
Kaina mengangguk pelan.
Dina mengusap punggung sang putri. “Semoga dia mau untuk melakukan tes DNA.”
Putrinya itu menyilang kan kaki di atas tempat tidur Rumah Sakit. “Bu, kalau seandainya Candra adalah ayah dari Kama dan Kalila lalu siapa yang akan menerima donor ginjalnya, Bu?”
Dina, wanita 50 tahun itu pun tampak bingung dengan pertanyaan sang putri. Berpikir jika solusi sudah ditemukan maka semua akan baik-baik saja, ternyata tidak. Mereka kembali dihadapkan pada dua pilihan. Siapa yang akan menerima donor ginjal terlebih dahulu, Kama atau Kalila?
“Sebaiknya kamu temui Candra dulu dan jelaskan kondisi anak-anak. Setelah itu nanti kita bicarakan dengan dokter.”
Suasana dalam ruang inap itu berubah sunyi, hingga tiba-tiba dua bintang kecilnya datang bersama sang paman. “Bunda,” seru Kama dan Kalila.
Kaina langsung merentangkan tangan menyambut pelukan dari mereka. “Senang habis jalan-jalan di taman?”
"Senang, dong, Bunda,” jawab Kama.
“Sekarang waktunya istirahat, kalian harus tidur siang karena Omdit mau balik jagain toko.” Adit berucap sambil mengangkat satu keponakannya ke atas ranjang.
“Makasih, ya, Dit, sudah bantu jagain mereka,” pinta Kaina.
“Kak, aku kan sudah bilang, kita ini keluarga. Jadi, jangan kayak sama orang lain gitu,” tegas Adit.
Ibu si kembar hanya bisa memaksakan senyum di bibirnya.
“Kalau gitu Ibu pulang dulu sama Adit. Kamu jagain anak-anak siang ini, biar nanti malam Ibu yang jaga,” kata Dina.
“Iya, Bu. Hati-hati nyetirnya, ya, Dit,” pesan Kaina.
“Pasti, Kak. Dada kembar, Om sama Ibu pulang, ya.” Adit berpamitan pada dua keponakannya.
“Nanti malam kesini lagi, kita mau main,” pinta Kalila.
“Insyaallah.”
Kepergian ibu dan adiknya, Kaina naik ke atas dua ranjang yang sudah di jadikan satu. Karena dua anaknya itu tak mau jauh-jauh darinya. Ia akan menemani si kembar menuju alam mimpi.
...🐣🐣🐣🐣...
Pagi ini ketika waktunya orang-orang berangkat kerja, Kaina sudah berdiri di depan rumah Candra sang mantan kekasih. Ia menatap lama bangunan rumah mewah nan kokoh di depannya itu. Entah kenapa kakinya belum mau melangkah masuk untuk menemui orang yang dicari. Hingga seseorang keluar dari dalam sana menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.
Orang itu adalah Candra. Keduanya saling bertemu tatap dan tanpa sadar ia mendekati wanita yang dulu sangat dicintainya. “Kaina?”
“Apa kabar?” tanya Kaina.
“Baik. Kenapa kamu bisa ada di sini?”
“Aku mau bicara, bisa?”
Candra berbalik, menatap ke arah rumahnya, seakan memastikan tak ada orang yang melihat mereka berdua. “Ikut aku.” Ia mengajak sang mantan untuk ikut masuk kedalam mobil. Sepertinya dia ingin mencari tempat untuk bisa bicara berdua.
Sampai di suatu restoran yang memiliki ruang pribadi. Candra mau membuka suara, ada banyak hal yang ingin dipertanyakan, tapi ia bingung harus mulai dari mana.
“Kamu ingat kapan terakhir kali kita tidur?” tanya Kaina to the point.
Candra sempat menelan saliva. Ia pikir mereka akan memulai obrolan ini dengan saling menyapa dan basa-basi, tapi ternyata tidak sesuai dengan dugaannya. “Kira-kira tujuh tahun yang lalu.”
“Sebelum kamu selingkuhkan?!”
“Iya.”
“Apa kamu juga ingat berselang satu hari setelah itu aku juga tidur dengan laki-laki lain, sebagai balasan perselingkuhan kamu?” Kaina kembali bertanya sambil menyilang kan kakinya.
Candra mengangguk.
“Tujuh tahun yang lalu aku dinyatakan hamil oleh dokter dan rupanya aku hamil anak kembar,” ungkap Kaina.
Laki-laki yang duduk di depannya tampak kaget dan tak percaya dengan apa yang diungkapkan.
“Ha-hamil?”
“Iya. Tapi aku sengaja gak datang menemui kamu untuk meminta pertanggung jawaban karena aku yakin, kamu pasti tidak akan mau bertanggung jawab. Alasanya kamu pasti bisa menebak sendiri.” Wanita itu menjelaskan dengan gaya santai tapi tetap elegan. Mungkin jika wanita lain yang berada di posisinya pasti sudah menyembah dan bersujud berderai air mata di kaki Candra.
“Lalu sekarang untuk apa kamu menemui aku?”
“Kedua anakku kini tengah dirawat di Rumah Sakit. Mereka dinyatakan gagal ginjal oleh dokter sekitar satu tahun yang lalu. Sebelum datang menemui kamu, aku sudah melakukan segala macam pengobatan yang disarankan dokter. Namun, akhirnya mereka tetap membutuhkan transplantasi ginjal.”
Candra mulai paham dengan arah pembicaraan. “Kalau kamu sendiri tidak yakin mereka adalah anakku, kenapa datang menemui ku?”
“Aku dan keluarga sudah melakukan tes kecocokan ginjal, tapi tak ada satupun dari kami yang bisa menjadi pendonor. Maka satu-satunya harapan adalah ayah kandung mereka. Aku datang hanya ingin meminta kamu melakukan tes DNA, itu saja.”
“Kalau seandainya aku adalah ayah dari mereka, bagaimana?”
“Apa kamu mau mendonorkan ginjal untuk mereka?”
Candra sempat terdiam sambil memikirkan jawaban yang akan diberikannya.
“Aku tau ini gak mudah.” Kaina pun memberikan secarik kertas ke hadapan mantannya itu. “Ini alamat Rumah Sakit tempat anakku dirawat. Jika kamu ingin melakukan tes DNA maka datanglah.”
Wanita itu pun segera berdiri dari duduknya, tapi Candra dengan cepat menahan tangannya. “Kenapa kamu tidak memohon?”
“Aku akan memohon jika kamu memang ayah dari anak-anakku.”
Candra pun bangkit dari sofa. “Baik, kalau begitu ayo kita lakukan tes DNA sekarang juga.”
Proses tes DNA sudah dilakukan, kini Kaina dan keluarga serta Candra harus menunggu hasilnya dalam hitungan hari.
“Kamu gak perlu khawatir. Aku juga akan menemui laki-laki itu untuk memintanya melakukan tes DNA,” ujar Kaina.
“Tidak usah. Tunggu saja hasil tes DNA ku keluar, kalau aku memang bukan ayah mereka baru kamu cari dia,” larang Candra.
Kaina pun menatap sang Ibu.
“Benar apa kata Candra, Kai, sebaiknya kita tunggu hasil itu keluar. Jika Candra memang ayah kandung dari mereka, kamu tidak perlu melakukan tes DNA lagi dan kita tidak akan menanggung malu,” ucap Dina.
Akhirnya, Kaina pun setuju. Benar apa yang dikatakan sang ibu, jika dia membawa dua laki-laki untuk melakukan tes DNA ke Rumah Sakit, pasti orang-orang akan menganggapnya wanita murahan.
“Boleh aku bertemu dengan mereka?” tanya Candra.
“Sebelum hasil tes DNA nya keluar, kamu belum bisa bertemu dengan mereka,” jawab Kaina.
“Kenapa?”
“Aku berhak memutuskan.” Kaina pergi dari sana menuju ruang inap anak-anaknya. Sedangkan Candra hanya bisa menatap punggung wanita itu dengan rasa kecewa.
...🐞🐞🐞🐞...
Hari ini hasil tes DNA antara Candra dan si kembar pun keluar. Kaina dan ibunya menanti dengan harap-harap cemas karena dokter akan membacakan hasilnya ketika Candra sudah tiba. Di bangku tunggu, pandangan mereka tak lepas dari pintu Rumah Sakit. Menantikan kedatangan laki-laki yang sebentar lagi akan jelas statusnya. Apakah dia ayah dari si kembar atau bukan.
“Itu dia," seru Kaina saat melihat Candra.
“Maaf aku terlambat. Di kantor tadi ada sedikit masalah,” pinta Candra.
“Ayo, kita masuk! Dokter sudah menunggu,” ajak Kaina.
Mereka segera masuk dan duduk di hadapan dokter laki-laki yang akan membacakan hasil dari tes DNA.
“Ibu, Bapak, bisa dilihat kalau hasilnya masih di segel. Artinya dari bagian labor berkas ini sangat dirahasiakan,” kata Dokter.
Kaina dan Candra pun mengangguk.
“Silahkan Bapak dan Ibu buka dan saya akan membacakan hasilnya.”
Dengan tergesa-gesa Kaina merobek ujung amplop coklat itu lalu menarik isinya dari dalam. Ingin hati membukanya segera, tapi sesuai dengan prosedur, dokter yang akan menjelaskan maka diserahkan kertas putih di tangan pada dokter.
“Langsung saja pada intinya,” ucap Candra.
Suasana ruangan itu seketika berubah menjadi tegang. Baik Candra dan Kaina menanti dengan perasaan yang tak karuan.
“Dari sampel yang diberikan, Pak Candra dinyatakan ayah biologis dari Kalila Jasmin,” ungkap Dokter.
Kaina awalnya sempat menghembuskan nafas lega, tapi kemudian ia mengerutkan dahi. “Tunggu! Maksudnya Candra bukan ayah biologis dari kedua anak saya?”
“Maaf, Bu Kaina. Dari kedua anak Anda, hanya Kalila yang 99% memiliki DNA sama dengan Pak Candra, sedangkan Kama hanya memiliki 38% kecocokan. Artinya Kama bukan anak kandung dari Pak Candra.”
Kaina merasa tak paham. Ia menggelengkan kepala merasa bingung dengan penjelasan dokter tersebut. Begitu pula dengan Candra.
“Bagaimana mungkin? Mereka kembar lalu bagaimana bisa keduanya bukan anak kandung saya?” tanya Candra.
“Dalam medis, kasus anak kembar beda ayah bisa terjadi. Disebut juga dengan superfekundasi, yaitu, sel telur dalam siklus menstruasi dibuahi oleh dua ****** yang berbeda. Anak kembar yang lahir dengan kondisi superfekundasi akan dinamai dengan kembar bipaternal atau heteropaternal. Salah satu cara terjadinya superfekundasi heteropaternal adalah ketika seorang wanita berhubungan seksual dan dibuahi oleh dua pria dalam waktu berdekatan. Biasanya, kurang dari satu minggu,” terang Dokter.
Penjelasan itu membuat Kaina menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu ia pun menangis. Candra yang juga kaget dengan keterangan Dokter hanya bisa terpaku dalam posisi.
“Sebaiknya Ibu Kaina mencari pria lain yang dirasa mungkin merupakan Ayah kandung dari Kama,” saran Dokter.
Wanita itu berusaha menyusut air mata lalu ia pun mengangguk. “Terimakasih, Dok. Kalau begitu saya permisi.”
“Silahkan,” balas Dokter.
Tiba di luar, Kaina langsung menghambur ke dalam pelukan sang ibu. Ia menangis sejadi-jadinya menumpahkan penyesalan atas perbuatan di masa lalu yang sampai sekarang masih saja terus membayangi.
“Ada apa?" Dina merasa bingung melihat sang putri yang tiba-tiba seperti itu.
“Aku tau aku salah, Buk, tapi kenapa Tuhan masih terus menghukum aku?” raung Kaina.
Dina yang merasa risih dilihat oleh orang-orang di sana, segera membawa sang anak menuju taman di Rumah Sakit. Tiba di sana mereka berdua duduk di bangku yang jauh dari keramaian pengunjung.
“Ada apa? Cerita sama Ibuk, apa Candra bukan ayah dari anak-anak kamu?” Dina bertanya sambil menghapus air mata anaknya.
Kaina tampak sesegukan lalu ia mencoba membuka mulut. “Candra hanya ayah kandung dari Kalila, Bu, sedangkan Kama bukan anaknya.”
Ekspresi Dina sama seperti Kaina tadi, ia mengerutkan dahi karena tak paham dengan maksud perkataan sang putri. “Nak, kamu itu kalau ngomong yang jelas. Ibu gak mengerti dengan ucapan kamu.”
“Bu, Kama dan Kalila memang kembar, tapi mereka memiliki ayah yang berbeda.”
“Omong kosong apa yang kamu katakan. Mana mungkin anak kembar bisa memiliki dua ayah, ada-ada saja,” sanggah Dina.
Kaina pun bingung bagaimana caranya ia menjelaskan pada sang Ibu. “Kalau, Ibu gak percaya, ayo, kita temui Dokter."
...🐛🐛🐛🐛...
Setelah mendengarkan penjelasan dari Dokter, Dina pun tak tau harus bersikap seperti apa. Ia hanya duduk diam termenung di taman bersama Kaina yang juga ikut diam di sampingnya.
“Kai.” Tiba-tiba Candra pun datang menghampiri.
“Ada apa?” tanya Kaina.
“Boleh aku bertemu dengan anakku?”
Dina dan Kaina saling melempar pandang. Bagaimanapun Candra berhak bertemu dengan darah dagingnya sendiri. Dia memang tak pernah bertanggung jawab, tapi itu bukan karena keinginannya melainkan karena keputusan mereka sekeluarga yang tak ingin menuntut hak pada laki-laki itu.
“Sebelum kamu ketemu Kalila, kita harus bicara dulu,” jawab Kaina.
Candra setuju.
“Kalau begitu, Ibu kembali ke ruangan si kembar,” izin Dina.
Candra pun duduk menggantikan posisi Ibu Kaina tadi.
“Meskipun kamu hanya ayah kandung dari Kalila, tapi aku gak mau kamu mengabaikan Kama. Masalah ini cukup kita yang tau, anak-anak gak perlu tau. Biarkan mereka menganggap kalau Kamu dan Hugo adalah ayah mereka.”
Candra mengangguk setuju. “Siapa Hugo?”
“Ayahnya Kama. Besok aku akan menemuinya dan memintanya untuk melakukan tes DNA.”
“Untuk apa lagi?”
“Hanya untuk memastikan saja biar dia yakin kalau Kama benar anak biologisnya.”
“Baiklah. Apa sekarang aku bisa bertemu dengan anakku?”
Akhirnya Kaina pun mengangguk. Ia segera berdiri di susul Candra dan mereka melangkah menuju ruang inap si kembar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!