Setelah 10 Tahun
Pagi yang mendung, di sebuah rumah besar di kawasan Jakarta Selatan, seorang gadis muda semangat membawa pot bunga ke dalam rumah.
"Kilan..." Panggil Ibunya.
Gadis itu menoleh. "Iya, Bu."
Ibu membawa keranjang baju. "Itu mau dibawa ke mana bunganya?"
"Ah ini.." bukan menjawab, ia malah tersipu.
Ibu paham betul yang dirasakan putrinya dan tersenyum kecil. "Ya sudah. Kamu mau ke kamar Mas Dayri kan? Ini sekalian kamu beresin kamarnya ya? Ganti seprai sama sarung bantalnya. Jangan lupa bersihin sebersih-bersihnya. Harus udah beres sebelum siang ya, Nak."
Setelah memberikan keranjang baju, Kilan melanjutkan langkah ke lantai dua rumah.
Sampai di sebuah kamar paling besar, Kilan membuka pintu dan mendapati suasana kamar yang mewah dan elegan.
Ia membuka tirai dan jendela. Membiarkan udara masuk. Pot bunga diletakkan di meja.
Dengan hati riang gembira ia membersihkan kamar Dayri, majikannya yang sudah 10 tahun berada di luar negeri.
***
Kilan, gadis berumur 20 tahun. Berwajah manis dan berambut panjang. Sejak kecil ayahnya sudah meninggal. Ibunya sudah bekerja dengan keluarga Dayri sejak sebelum ia lahir.
Ibu dan Ayah bekerja bersama keluarga Dayri. Ibu menjadi pembantu mengurus rumah, merangkap pengasuh Dayri sejak kecil. Ayah bekerja sebagai tukang kebun. Namun sebelum Kilan lahir, Ayah meninggal karena sakit jantung.
Sejak itu Bu Fira, ibunya Dayri mengizinkan Ibu dan Kilan tinggal di sana. Sampai Kilan menikah dan mempunyai tempat tinggal.
Orangtua Dayri pengusaha sukses. Perusahaan nya besar dan terkenal.
Awalnya orang tua Dayri memulai bisnis. Bu Fira seorang designer pakaian. Dan mendesign pakaian pria. Pelan-pelan bisnis berkembang pesat. Perusahaan keluarga berkembang dan merajai pasar.
Seiring perusahaan sukses, ketika Dayri berusia 15 tahun, Ayahnya meninggal karena sakit ginjal.
5 tahun setelahnya, ibunya meninggal karena kanker.
Dayri terpukul menjadi yatim piatu. Hanya Bu Yuni, ibunya Kilan, yang menjadi pengasuhnya, yang dia miliki seperti ibunya.
Dayri pergi ke New York untuk melanjutkan kuliah. Agar layak menjadi penerus perusahaan. Sementara perusahaan dipegang Tante Yuna adik ayahnya.
Dan hari ini Dayri akan pulang. Melanjutkan tanggung jawabnya sebagai penerus perusahaan keluarga.
Dayri 10 tahun lebih tua dari Kilan. Sejak Kilan kecil, Dayri selalu menemaninya bermain. Mengajarinya berenang, naik sepeda, kadang membantunya mengerjakan PR. Mereka sudah seperti kakak adik.
Walau diam-diam sejak kecil Kilan memendam perasaan pada Dayri. Sejak Dayri mulai mengajarinya bermain sepeda. Kilan kecil senang bersama Dayri. Bahkan Dayri pernah menggendong Kilan di punggungnya ketika pulang sekolah terserempet motor. Ketika itu Dayri sudah kelas 2 SMA dan Kilan kelas 2 SD.
Yang dilakukan Dayri wajar, hanya cukup menimbulkan rasa yang tidak dipahami ketika Kilan kecil.
Seiring dia tumbuh besar, ia mulai merasakan kenyamanan. Apalagi ketika Bu Fira meninggal. Dayri terpukul, dan Kilan sedih melihatnya.
Dan begitu Dayri berangkat ke luar negeri melanjutkan kuliah, Kilan menangis berhari-hari merasa kehilangan Dayri.
10 tahun berpisah, dan akan bertemu kembali, membuat Kilan gelisah entah kenapa.
Bagaimana Dayri sekarang?
Sebelum berpisah ia hanya ingat Dayri bertubuh tinggi kurus dan berwajah tampan yang imut.
Apa Dayri masih ingat padanya?
***
TINNN...
Kilan yang sedang menyiram bunga di taman tersentak mendengar klakson mobil dan meletakkan selang air, lalu bergegas ke depan.
Pak Iyo satpam membuka gerbang dan mobil sedan putih memasuki halaman.
Keluar seorang laki-laki berjas dari kursi kemudi.
Penasaran Kilan menghampiri. "Ada yang bisa dibantu?"
"Kamu pengurus rumah ini?" Tanyanya.
"Iya betul. Anda siapa ya?" Kilan balik tanya pada laki laki dewasa berwajah lumayan manis ini.
"Saya Fero. Asistennya Tuan Dayri. Saya dikirim ke sini untuk mengecek kamar Tuan Dayri. Dan mengantarkan barang-barangnya."
Kilan celingukan. "Tuan Dayri nya ke mana?"
"Tuan akan kembali nanti malam. Bisa antarkan saya ke kamar Tuan?"
"Baik, lewat sini."
Kilan mengarahkan Fero ke kamar lantai 2.
"Ini kamarnya." Kilan membuka pintu, harum ruangan menerpa lembut wanginya.
Fero memasuki kamar dan meneliti sekelilingnya.
"Gorden ganti dengan warna hitam. Dekat tempat tidur, Tuan terbiasa injak karpet bulu, bisa kamu pasang nanti ada yang membawakan ke sini." Fero membuka satu koper besar dan mengeluarkan tas.
"Di dalamnya ada set perlengkapan mandi Tuan, bisa kamu tata. Tuan tidak sembarangan pakai produk untuk kulit. Dan ini.. lilin aromaterapi. Tuan selalu menyalakan ini setiap malam. Bisa kamu atur."
Kilan mengangguk angguk mendengar sederet pekerjaan tambahannya sebelum Dayri pulang.
"Barang-barang di koper harus sudah beres ditata di lemari sebelum Tuan pulang." Fero menutup perintahnya.
"Baik, Pak." Kilan mengangguk patuh.
Fero menatap Kilan seksama. "Nama kamu siapa?"
"Kilan."
"Usia?"
"20 tahun."
"Tuan sudah beritahu saya, kamu yang bertanggung jawab di rumah ini dan menjadi asisten pribadinya."
Asisten pribadi? Batin Kilan.
"Panggil nama saya saja. Usia kita cuma beda 5 tahun. Atau kalau kamu tidak nyaman, panggil Kakak mungkin lebih enak didengar. Karena kita akan bekerja bersama mendampingi Tuan Dayri." Fero menyerahkan map. "Ini jadwal pekerjaan dan pakaian yang dikenakan Tuan dari Senin hingga Sabtu. Makanan kesukaannya. Jadwal Tuan minum suplemen kesehatan. Kamu pelajari semua."
Meski bingung, Kilan menerima map. "Baik, Kak."
Fero menyerahkan HP berwarna putih. "Ini kamu pegang untuk komunikasi. Semua kegiatan Tuan akan saya informasikan dahulu."
Kilan menerima HP dan mengangguk patuh.
Begitu Fero pergi, Kilan menatap map galau. "Aku jadi asisten pribadi Tuan?"
***
"Mas Dayri... Selamat datang di rumah."
Ibunya Kilan menyambutnya. Sesosok tubuh tinggi atletis dan berwajah sangat tampan dengan rambut halus di sekitar dagunya.
"Bu Yuni.. apa kabar?" Dayri tersenyum kecil. Pada ibunya Kilan dia bersikap sangat sopan karena sudah seperti pengganti ibunya yang sudah meninggal. Terlebih karena dulu ibunya Kilan yang merawatnya sejak bayi. Papa Mama sibuk bekerja merintis usaha sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan ibunya Kilan.
"Alhamdulillah baik."
"Terima kasih udah urus rumah selama aku pergi."
"Sama-sama, Mas."
"Aku ke kamar dulu ya, Bu." Dayri langsung menuju kamar di lantai 2.
Ibunya Kilan teringat. "Eh Kilan kan masih ada di kamar Mas Dayri."
***
"Banyak banget aturan Tuan Dayri pulang." Kilan mengoceh sambil mengganti sarung bantal dengan warna abu-abu sesuai yang tertera di daftar dari Fero.
"Makanan kesukaan, jam tidur, kebiasaan, makanan yang bikin alergi, cemilan favorit, bla bla bla..." Kilan menyalakan lilin aromaterapi lavender sesuai arahan.
Ia sampai pusing sendiri menghafal isi pasal-pasal kepulangan Dayri.
"Lagian, kenapa tiba-tiba aku jadi asisten pribadi Tuan? Aku kan cuma anak pembantu." Dumelnya sambil memastikan semua barang rapi.
"Jadi kamu nggak mau jadi asistenku?" Suara berat itu mengagetkan Kilan sampai sikunya membentur lemari.
Ia menoleh kaget pada sosok menjulang di ambang pintu. Sosok laki-laki berjas rapi, tubuh tinggi 185 cm, kekar dan atletis, rambut hitam lebat, dengan wajah yang sangat tampan.
Ya Allah.. ini Tuan Dayri????!!!
***
Hari Pertama jadi Asisten Pribadi
"Tu-Tuan.." Kilan sampai tercengang melihat ketampanan majikannya.
Dayri mengacuhkan reaksi Kilan dan masuk kamar.
"Buka jasku." Perintah Dayri membuyarkan keterpanaan Kilan padanya.
"Ba-baik..." Kilan patuh, berusaha bersikap wajar. Membuka jas Dayri dari belakang.
Ketika melepas dasi, jantung Kilan berdegup kencang berada dekat dengannya. Sementara mata Dayri menjelajah melihat isi kamarnya.
"Mau ke mana?" Tanya Dayri begitu Kilan berbalik membawa jas dan dasi. "Baju dan sepatuku belum kamu buka."
Glek.
Sungguh Kilan tidak menyangka Dayri bisa setampan dan mempesona seperti ini. Membuatnya terpesona setengah mati.
Ketika membuka kemeja Dayri, Kilan disuguhkan dada bidang dan berbulu. Ia menggigit bibir menahan agar gugup nya tidak terlihat.
Setelah sepatu lepas, Kilan bergegas masuk kamar mandi dan membawa sebaskom air hangat dicampur garam mandi.
Dayri duduk di sofa mengenakan kaos dalam dan celana panjang. Sambil menikmati rendaman air hangat di kakinya, ia mulai sibuk dengan HP-nya sementara Kilan membereskan baju Dayri.
"Tuan mau minum?" Tawar Kilan.
Mata Dayri menghujamnya membuatnya menunduk takut.
"Duduk sini."
Kilan menurut dan duduk di samping Dayri membuat jantungnya berdetak gila gilaan.
"Udah 10 tahun, kamu udah dewasa aja. Baru kemarin rasanya aku liat kamu nangis begitu aku pergi." Dayri bernostalgia tanpa melihat Kilan.
"Tuan masih ingat." Kilan agak tersipu.
"Alasanku milih kamu jadi asisten pribadi, karena aku tau kamu bisa jaga privasiku. Kita kenal sejak kecil. Setidaknya aku bisa percaya kamu."
Dayri menjelaskan semua tanpa memandang Kilan. Entah kenapa.
"Baik, Tuan. Ada yang perlu saya siapin lagi?"
"Nggak perlu. Besok kamu siap, kita ke kantor. Nanti Fero akan mengantar pakaian selama kamu kerja." Dayri menjawab telepon. "Halo, Honey. Kamu bisa masuk sekarang."
Kilan mengerutkan kening. Honey?
Tiba-tiba pintu terbuka, dan tampak seorang wanita cantik berpakaian seksi.
"Hai Honey.." wanita itu langsung duduk di pangkuan Dayri dan memeluknya. Tanpa malu mendaratkan ciuman di bibir Dayri.
"Kilan, kamu boleh keluar." Dayri berkata datar dan asyik bercumbu dengan wanita seksi.
Kilan mengangguk patuh dan bergegas meninggalkan kamar.
Kepalanya terasa panas. Melihat kelakuan Dayri.
Apalagi terdengar e**ngan dan d*sahan dari kamar. Membuat Kilan tidak tahan dan bergegas kembali ke paviliun belakang rumah, tempat tinggalnya bersama ibu.
***
Pagi-pagi sekali Kilan sudah rapi, memakai blazer. Dan sedikit make up. Rambut panjangnya diikat.
Fero mengatakan hari ini jadwal Dayri masuk kantor. Dan Kilan harus mendampinginya.
Ia ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Dayri. Setelah siap, bergegas ke kamar lelaki itu untuk membangunkannya. Kamar Dayri tidak dikunci.
Begitu masuk, ia memalingkan muka disuguhkan pemandangan yang cukup bikin jantungnya deg-degan.
Dayri berbaring hanya menggunakan celana boxer. Selimut tergeletak di lantai. Tuannya masih tertidur pulas.
"Duuhh Tuan Dayri ganteng banget sih lagi tidur juga.." kata Kilan dalam hati. Cemas karena jantungnya bertingkah.
Sudah pukul 06.45. Sudah waktunya bangun.
Kilan meletakkan nampan sarapan di meja dan hati hati mendekati Dayri.
"Tuan.." panggil Kilan pelan. "Waktunya bangun, Tuan."
Dayri tidak bergeming.
Kilan lanjut menggunakan satu jarinya mencolek bahu Dayri. "Tuan.. hari ini Tuan harus ke kantor."
Dayri masih tidak berkutik.
Kilan makin mendekat namun terhenti melihat wajah Dayri dari dekat.
Ia mengerjapkan mata dan menggeleng cepat. Dia tuan kamu, Kilan.. jangan kamu kebawa perasaan! Batinnya.
Akhirnya Kilan berjalan ke jendela dan membuka gorden sehingga sinar matahari langsung menerpa lelaki tampan yang sedang tidur.
Benar saja, Dayri langsung bangun.
"Tutup gordennya. Silau banget!" Dumel Dayri dan menutup mukanya pakai bantal.
"Tuan . Waktunya ke kantor. Asisten Fero bilang sebelum ke kantor Tuan mau mampir ke suatu tempat dulu? Saya siapkan air mandinya." Tanpa menunggu jawaban Dayri, Kilan masuk kamar mandi dan mengisi bathtub dengan air panas.
Ketika menuang sabun khusus tuannya, tiba-tiba pintu kamar mandi terkunci dari dalam.
Kilan tersentak dan menoleh. Melihat Dayri sudah di dalam bersamanya.
"Bantu aku gosok punggung." Dayri cuek memberi perintah.
Kilan menunduk malu dan menurut. "Baik, Tuan."
Pagi itu jadilah Kilan membantu tuannya mandi. Sungguh ia malu bukan main. Ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan laki-laki. Laki-laki yang awalnya sudah dianggap sebagai kakak. Sekarang menjadi Tuan Muda yang harus dilayani segala keperluannya.
Ia jadi gugup membayangkan setiap pagi harus membantunya mandi seperti sekarang.
Meski tubuh Dayri tenggelam setengah di bathtub dengan air penuh busa sabun.
***
40 menit kemudian, Dayri didampingi Kilan menuruni tangga. Fero sudah menunggu.
Penampilan Dayri sungguh memukau, dengan jas abu tua. Aroma parfumnya memikat.
"Sudah mau berangkat, Mas?" Tanya Bu Yuni di depan pintu.
Dayri tersenyum. "Iya Bu. Saya bawa Kilan. Nanti akan ada beberapa orang dari agen untuk kerja jadi pelayan di sini. Jadi Ibu tidak perlu bekerja sendiri."
"Baik, Mas. Akan Ibu atur sebaik mungkin."
"Saya berangkat dulu, Bu."
Kilan mengikuti langkah Dayri dan berpamitan. "Aku juga pergi ya Bu. Ibu jangan kecapean."
"Iya, kamu juga jangan telat makan ya, Nak."
Kilan mencium tangan ibunya. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Bergegas ia masuk mobil di samping Dayri, Fero sudah di kursi kemudi.
Mobil bergerak meninggalkan rumah. Membelah jalanan Jakarta yang padat.
Diam-diam Kilan melirik tuannya yang sibuk membaca pesan di HP-nya.
Kenapa sikap Dayri padanya sungguh berbeda?
Dengan ibunya dia bersikap sangat sopan dan hangat.
Tapi padanya...
Padahal mereka sudah kenal sejak kecil. Tapi berlagak tidak ada artinya dan seenaknya menjadikan asisten pribadi.
CKIIITTT...
Tiba-tiba mobil direm mendadak membuat Dayri kaget dan Kilan terpelanting terduduk di bawah. Kilan lupa mengenakan seat belt.
"Ada apa, Fer?" Tanya Dayri bingung.
"Di depan ada kecelakaan, Tuan." Fero menunjuk kepadatan di depan mereka.
Akibatnya jalanan jadi super macet.
"Bisa cari jalan lain?"
"Baik, Tuan. Saya coba untuk mencari jalan alternatif." Fero membuka aplikasi Maps di HP-nya.
Sementara Kilan masih terduduk di bawah, terkejut dan malu.
Tangan kekar terulur di hadapannya membuatnya grogi.
"Ada yang sakit?" Tanya Dayri sambil membantu Kilan duduk.
Kilan menggeleng, lebih karena malu. Tangan Dayri begitu hangat menyentuh kulitnya.
Tiba-tiba Dayri mendekat, jaraknya hanya beberapa cm. Bahkan Kilan bisa merasakan hangat nafas lelaki itu menyapu lehernya.
Tangan Dayri terulur menarik seat belt dan memasangnya di kursi Kilan.
Huffftt.. cuma bantu masang seat belt ternyata, batin Kilan sudah senam jantung duluan.
Seolah tidak terjadi apa-apa, Dayri kembali fokus dengan HP-nya. Fero fokus dengan jalan.
Tinggal Kilan yang berusaha menormalkan debar jantungnya berdampingan dengan tuan muda tampan.
Diam-diam ia melirik Tuannya.
Aku harus pendam perasaan ini, dia majikanku, aku nggak sebanding dengan dia.. batin Kilan berusaha tegar.
***
Cemburu
Sudah hampir satu bulan Dayri berada di Jakarta.
Pekerjaannya sebagai CEO atau Direktur Utama, dijalaninya dengan baik.
Kilan sudah terbiasa dengan pekerjaan barunya. Harus lebih dibiasakan dengan sifat buruk tuannya yang setiap malam selalu membawa wanita bayaran menemani malamnya di rumah.
Awalnya Kilan tidak ingin berpikiran buruk pada tuannya. Melihat setiap malam selalu ada wanita seksi masuk kamar tuannya, selalu wanita yang berbeda, ia bertanya pada Fero.
Jawaban Fero ..
"Tuan pernah kecewa dikhianati tunangannya. Makanya Tuan nggak percaya komitmen hubungan lagi. Jadi dia bermain dengan banyak wanita tanpa hubungan."
Kilan masih belum puas jawaban itu. "Terus, ngapain Tuan sama wanita-wanita itu?" Tanyanya polos.
"Apa lagi? Pria wanita di kamar berdua apa yang pasti terjadi?"
DEG.
Kilan seperti mendapat tamparan keras. Membayangkan Dayri berhubungan dengan banyak wanita tidak dikenal.
Pantas di lacinya ia temukan beberapa alat pengaman.
Dan setiap pagi ia yang membersihkan kamar bekas tuannya tidur dengan wanita lain.
Air mata Kilan menetes mengingat itu.
***
"Kilan.." panggil Fero membuat Kilan tersentak.
"Eh iya kenapa, Kak?"
"Dimakan dong. Kenapa ngeliatin Tuan terus?" Tanya Fero melihat Kilan aneh.
"Iya ini juga dimakan kok Kak." Kilan bergegas menyuap nasi beef teriyaki nya. Yang sebenarnya lezat namun terasa hambar karena melihat Dayri sedang makan siang bersama seorang wanita cantik.
Siang itu mereka menemani Dayri makan siang di restoran. Dayri janjian dengan seorang wanita cantik blasteran yang seksi. Kilan dan Fero makan di meja yang agak jauh.
"Itu mantan tunangan Tuan." Kata Fero membuat Kilan kaget.
"Mantan tunangan?"
Fero mengunyah makanannya nikmat. "Iya. Begitu putus tiga tahun lalu, Tuan mulai nggak terkendali main perempuan. Tapi dia nggak bisa ngelupain Laura. Aku tau itu semua karena aku udah lama kerja dengan Tuan."
Jadi mereka ketemu buat balikan? Tanya Kilan dalam hati, tidak berani menanyakan pada Fero.
Kali ini dia agak pintar menyimpulkan sedang cemburu melihat Dayri bersama Laura.
"Kamu suka ya sama Tuan?" Tembak Fero membuat Kilan gelagapan.
Belum sempat Kilan menjawab, Fero tersenyum geli. "Lupain aja, jangan libatin urusan perasaan sama pekerjaan. Apalagi kamu udah tau Tuan kita itu bagaimana. Yang ada kamu patah hati."
Kilan menghela nafas dan mengaduk-aduk makanannya.
"Habisin makanannya. Bu Yuni pesen sama aku supaya kamu jangan telat makan. Kamu kalau lagi belajar atau kerja suka lupa makan jadi maag kamu kumat."
"Iya, Kak." Kilan berusaha acuh dan melanjutkan makannya.
***
Keluar dari restoran, Dayri terlihat berdebat dengan Laura.
Kilan dan Fero menjaga jarak cukup jauh hingga tidak mendengar perdebatan mereka.
"Move on, please!" Teriakan Laura cukup kuat.
Dayri terlihat panik berusaha memegang tangan Laura namun ditepis.
Dari adegan itu saja Kilan menyimpulkan mereka sedang ribut. Dan mungkin Laura meminta Dayri melupakannya.
Bahkan Laura mengembalikan kotak hadiah yang diberikan.
Laura bergegas pergi menggunakan taksi.
Dayri mematung memegang kotak hadiah, wajahnya memerah menahan marah.
***
Di dalam mobil, Kilan melirik tuannya takut takut.
Dayri terlihat kesal. Tangannya terkepal dan memukul pahanya sendiri.
Fero melajukan mobil memasuki jalur cepat. "Sekarang mau ke mana, Tuan?"
Dayri melirik tajam. "Pulang."
Fero mengangguk patuh. Yang sudah ia pelajari jika tuannya sudah marah, jangan banyak membantah jika tidak ingin tambah panas.
Tiba-tiba Dayri mengangsurkan kotak hadiah itu pada Kilan membuatnya bingung.
"Tuan?"
"Kalau kamu nggak mau, buang aja." Dayri berkata malas.
"Te-terima kasih, Tuan. Saya terima."
Dayri tidak bicara lagi.
Begitu tiba di rumah, ia langsung masuk kamar.
Fero dan Kilan saling pandang.
"Gimana ini, Kak?"
"Mau gimana lagi? Mood Tuan udah rusak. Kamu jaga Tuan aja. Aku akan ke kantor handle pekerjaan Tuan. Telepon aku kalau ada apa-apa."
Kilan mengangguk. "Iya, Kak."
***
Tiba di paviliun, Kilan masuk kamarnya. Ibunya jam segini pasti lagi belanja ke supermarket.
Ia merebahkan tubuhnya di kasur dan menghela nafas panjang. "Kasian Tuan Dayri.. kayaknya dia cinta banget sama Laura."
Baru kali ini Dayri hilang semangat kerja.
Ia ingin melakukan sesuatu untuk menghiburnya.
Tapi, apa?
Teringat kotak hadiah yang diberikan Dayri.
Ia bergegas membuka. Matanya melebar melihat sehelai dress berwarna merah marun.
"Duuhh bajunya cantik banget..." Ia membolak-balik baju mengagumi bahannya yang lembut.
"Ini pasti mahal banget. Laura pasti cantik banget pake baju ini." Membayangkan Laura mengenakannya seperti bidadari.
Pasti Dayri menginginkan Laura mengenakannya.
Besok malam rencananya Dayri akan mengajak Laura makan malam. Sehingga sejak kemarin Kilan ditugaskan mengambil pakaian yang akan dipakai acara dinner.
Dengar-dengar Dayri ingin mengajak Laura pacaran lagi. Lebih dari itu, mungkin dia ingin melamarnya.
Tidak peduli pengkhianatan yang dilakukan ternyata lebih besar rasa cintanya untuk wanita itu.
Dengan kejadian ini sepertinya acara dinner batal.
Melihat tuannya sedih membuat Kilan gelisah membiarkan tuannya sendirian. Khawatir, takut, bingung, bercampur jadi satu.
Bingung ingin berbuat apa untuk Dayri.
Di dalam kotak masih ada sesuatu. Parfum!
"Ini kan parfum mahal." Kilan menyemprot sedikit ke tangannya dan dihirup. "Wanginya enak banget. Beneran nih Tuan kasih aku ini semua?"
HP-nya berbunyi ada pesan masuk dari Fero.
#Kalau Tuan sedang mabuk, jangan ngebantah apapun yang dia bicarakan. Menjauh mungkin lebih baik.#
"Apa maksudnya?" Kilan bingung sendiri. "Kalau Tuan mabuk, jangan bantah, dan menjauh aja?"
Kilan mengalami perdebatan dalam hatinya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!