Hari itu, tepat di malam jumat kliwon, tampak sepasang muda mudi baru saja keluar dari sebuah rumah angker yang sudah lama tak di huni lagi oleh pemiliknya. Bahkan sang pemilik rumah mungkin lupa kalau masih punya bangunan berlantai dua di sebuah desa terpencil. Dari luar, sebenarnya bangunan rumah itu bagus dan megah. Hanya saja tak terurus sehingga terkesan angker apalagi letaknya ada di desa lumayan jauh dari kota.
Dikatakan terpencil, lokasi desanya ada di lereng gunung yang juga di kenal sebagai gunung keramat, di mana masyarakat atau penduduk desa di sana menjunjung tinggi adat istiadat dan kepercayaan turun temurun dari nenek moyang mereka. Bahkan tak sedikit dari masyarakat di desa ini sangat mempercayai mitos dan takhayul.
Meski desanya sangat jauh dari perkotaan, listrik dan internet sudah ada di desa ini. Namun, tetap saja, penduduknya masih sering melakukan banyak ritual desa sesuai dengan aturan yang ada dalam momen-momen tertentu. Seperti sesajen yang sengaja diletakkan di gapura depan tepat di pintu masuk desa, di depan makam keramat atau di tempat-tempat tertentu yang mereka percayai sebagai tempat penunggu dan penjaga desa terpencil ini dari hal-hal buruk. Di zaman modern seperti sekarang, hal semacam itu harusnya sudah tidak ada lagi. Namun nyatanya, tetap masih ada.
Entah apa yang merasuki kedua pemuda dan pemudi desa itu sehingga mereka berdua nekat datang ke rumah tak berpenghuni, tak terurus, dan terkesan sangat angker. Sungguh, nyali mereka berdua benar-benar besar dan patut diacungi jempol mengalahkan para orang-orang yang suka ikut uji nyali.
Raut wajah sang pemuda tampak begitu bahagia ketika ia dan kekasihnya keluar dari rumah angker tersebut. Berbeda dengan si wanita, meski ia dipeluk mesra oleh sang kekasih, raut wajahnya tetap terlihat pucat dan ketakutan. Bahkan tubuhnya gemetar tanpa sebab.
“Kok wajah kamu pucat pasi gitu sih, Nina sayang … senyum dong. Jangan grogi gitu. Aku puas banget loh malam ini,” ujar si pemuda desa yang bernama Asrok sambil memamerkan senyum kepuasannya. Ia menggandeng tangan Nina dan membantunya naik ke atas boncengan motornya.
“Aku takut, Asrok …,” ucap Nina masih gemetar ketakutan dan mencoba mengeratkan pegangan tangannya diperut kekasihnya.
“Kamu jangan takut Sayang, sudah kubilang, aku bakal bertanggung jawab. Pegangan yang erat, ya … kita makan di warung mbah Datuk dulu supaya kamu nggak gemetar lagi. Habis main sama kamu … aku jadi sangat lapar.” Asrok mulai menyalakan mesin motornya dan melesat kencang meninggalkan rumah angker tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Sang kekasih diam saja dan tak menyahut ajakan Asrok karena sejak tadi, bulu kuduk Nina terus saja merinding disko seolah merasakan ada sesuatu yang mengikutinya. Hanya saja, Nina tidak bisa melihat siapakah sosok yang kini tengah berdiri tegak di belakangnya sambil menatapnya dengan tatapan tajam penuh bara api kebencian. Sosok tersebut berwarna putih bersih, berambut panjang, tapi memiliki kilatan mata merah menyala terang. Siapapun yang bisa melihat makhluk mengerikan ini, pasti bakal pingsan.
Kedua pasangan kekasih itu baru saja melakukan hubungan terlarang layaknya pasangan suami istri di rumah angker yang menjadi rumah makhluk berbaju putih dengan nama beken ‘kuntilanak’. Asrok dan Nina benar-benar bertindak nekat hanya karena mereka berdua dikuasai oleh hawa nafsu sesaat tanpa berpikir panjang bahwa tindakan mereka itu telah mengundang mala petaka bagi diri mereka sendiri.
Baik Asrok ataupun Nina sama-sama tidak tahu, kalau ada sosok makhluk astral tak kasat mata melayang terbang mengikuti mereka berdua kemanapun mereka pergi. Hanya orang-orang istimewa atau orang yang diberkahi dengan indra ke-6 saja yang bisa melihat, kalau makhluk dari dunia lain tersebut sedang menempel erat dipunggung wanita bernama Nina.
Seperti dua pemuda tampan ala bule blasteran pendatang baru yang duduk di sudut warung tempat Asrok dan Nina memilih untuk makan bersama. Mereka berdua langsung terkejut karena bisa melihat jelas makhluk halus menempel di punggung Nina.
Dua pemuda tampan tersebut bernama Erick dan Refald. Mereka tak sengaja melewati desa angker ini karena mobil jeep canvas yang mereka tumpangi tiba-tiba saja mogok di tengah jalan. Sebenarnya mereka berdua mau ke Bandara setelah dari desa sebelah, tapi sepertinya mereka sedang apes sehingga terjebak di desa yang terkenal angker ini. Mau tidak mau, kedua pria tampan tersebut menunggu pegawai bengkel untuk memperbaiki mobil mereka.
Karena ini di pedesaan dan hari sudah malam, mereka berdua di suruh menunggu karena pegawai bengkel yang mereka panggil sedang dalam perjalanan ke desa terpencil ini. Entah kapan pegawai itu sampai, baik Erick ataupun Refald sama-sama tidak tahu dan tidak bisa memprediksikan.
Kedatangan pasangan dua sejoli itu langsung menarik perhatian Refald karena ia bisa melihat hal mengerikan mengikuti Asrok dan Nina tanpa pasangan itu sadari. Bahkan mata Refald langsung beradu pandang dengan makhluk astral bermata merah menyala terang itu. Makhluk tersebut seolah mengenal baik siapa Refald dan memintanya untuk tak ikut campur urusannya atau ia juga akan mengganggu kehidupan Refald dan orang-orang terdekatnya kalau sampai Refald coba-coba mencampuri urusannya.
“Brays, kau lihat itu?” tanya Erick memalingkan wajahnya karena ngeri sendiri. Ia bahkan ingin muntah tapi sengaja ia tahan dengan memandang ke arah lain.
Eric si sahabat dekat Refald memang punya indra ke-6. Itulah alasan kenapa Eric bisa berteman baik dengan Refald yang juga memiliki kekuatan istimewa dan tidak dimiliki oleh siapapun di dunia ini.
“Jangan lihat matanya, kau bisa terluka,” jawab Refald sambil meminum whitecoffee-nya dengan santai seolah tak melihat apa-apa sama seperti para pengunjung warung lainnya.
“Apa … kekuatanmu sudah kembali?” tanya Eric.
“Belum, kalau kekuatanku kembali, tidak mungkin mobil kita mogok di desa angker ini. Kau pura-pura saja tidak lihat apapun yang ada di sini. Bersikaplah normal, jika tidak … kau juga bisa dalam bahaya.” Refald memberi peringatan, ia sudah tak menatap sosok berbaju putih melayang tinggi di atas tubuh Nina. Remaja tampan itu terkesan cuek dan fokus pada layar ponselnya seolah memantau seseorang.
Siapa lagi yang Refald pantau kalau bukan Fey sang kekasih hati. Wanita yang merupakan tunangan Refald itu sedang menangis sedih di depan vila rumahnya karena Refald sengaja meninggalkan wanita pujaan hatinya tanpa pamit hari ini. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Fey saat ini. Di depan vilanya memang ada cctv yang sengaja Refald pasang. Ia agak terkejut karena wanita yang ia cinta, datang mencarinya ke vila setelah pertengkaran kecil mereka sebelumnya.
Tiba-tiba saja, makhluk mengerikan muncul dilayar ponsel dan memenuhi gambar di gawai Refald. Kalau orang lain, pasti sudah kaget bukan kepalang atau bahkan bisa melompat-lompat saking takut dan terkejutnya begitu melihat sosok menakutkan muncul di dalam layar ponsel secara tak terduga apalagi dengan menampakkan wajah paling mengerikan yang pernah ada di dunia.
BERSAMBUNG
***
Siapa yang tidak shock bila sedang asyik menatap layar ponsel tiba-tiba yang muncul malah makhluk paling mengerikan di negara ini dengan suara khas lengkingannya yang menakutkan. Orang normal, pasti bakal berteriak atau menjerit-jerit ketakutan dan bisa saja langsung pingsan melihat sosok kuntilanak tiba-tiba melongokkan kepalanya di dalam layar ponsel tanpa peringatan.
Berhubung yang dihadapi mahkluk astral tersebut adalah Refald, remaja SMA dengan julukan pangeran dedemit Refald ala Edward, tampak santai dan tenang-tenang saja ketika menghadapi kuntilanak yang sengaja menakutinya. Refald cuma diam tak bergeming ditempatnya dan tetap menatap layar ponselnya seolah tak ada apa-apa.
Pria tampan itu bahkan tak terlihat takut sedikitpun dan hanya tersenyum sinis menatap makhluk astral yang sengaja menakut-nakutinya. Alih-alih takut, Refald malah menatap tajam muka sang Kunti sehingga makhluk tersebut semakin marah karena merasa ditantang.
Sebagai orang istimewa, berhadapan dan bertemu dengan demit semacam ini, mungkin sudah biasa bagi Refald. Namanya juga pangeran dedemit, sangat tidak lucu kalau ia takut pada makhluk yang biasa ia temui sehari-hari dalam bentuk dan wujud apapun meski tak dapat dipungkiri wujud makhluk didepannya ini sangat menyeramkan.
Sangat berbeda jauh dengan demit yang menjadi pasukan Refald karena paras asli mereka lebih rupawan bila ada di depan pangerannya dan tunangan sang pangeran, Fey. Wajah pasukan demit Refald hanya berubah menakutkan di depan manusia biasa terutama manusia yang memiliki hati jelek dan jahat. Sebaliknya, wujud demit pasukan Refald akan berubah mempesona bila bertemu dengan manusia yang berhati mulia.
“Jangan menatapku seperti itu …” bentak si Kuntilanak dengan suara khas menakutkan melebihi suara lengkingan sosok mak lampir. “Dan jangan ikut campur urusanku … jika tidak … aku akan mengganggu wanita yang ada dalam ponselmu ini. Camkan itu … hihihi.” Dalam sekejap, layar ponsel kembali menampilkan sosok wanita yang Refald cintai.
Sayangnya, ancaman itu hanya bisa dilihat dan didengar oleh Refald seorang. Orang-orang disekitarnya tak bisa mendengar lengkingan menyeramkan khas suara kuntilanak tersebut. Mereka mungkin bahkan tidak sadar kalau makhluk ghaib itu sedang berkeliaran disekitar mereka. Hanya Refald dan Eric saja yang bisa melihatnya. Eric bahkan hanya menundukkan kepala.
Syukurlah kunti tadi cuma menggertak saja. Dengan kata lain, ponsel yang ada dalam genggaman Refald sudah kembali normal seperti sedia kala meski sebelumnya sempat dibajak sebentar oleh makhluk berbaju putih yang sampai saat ini, masih melayang-layang di atas tubuh pasangan Asrok dan Nina di mana kebetulan posisi duduk mereka memang ada dihadapan Refald dan Eric.
Awas saja kalau sampai kau berani, gumam Refald dalam hati sambil melirik tajam sosok kuntilanak yang kini ganti posisi bergentanyangan memutari warung ini.
“Apaa … sebaiknya … kita beritahu saja mereka untuk berhati-hati?” usul Eric membuyarkan lamunan Refald, ia masih tak berani memandang ke arah pasangan Asrok dan Nina. Apalagi mbak Kunti itu terus melayang-layang di udara mengamati semua orang yang ada di sini.
Kali ini, Eric sungguh tidak tahu kalau sahabatnya baru saja di terror makhluk astral yang ada disekitar mereka. Dan Refald sendiri sengaja tidak memberitahu temannya soal teror dan ancaman makhluk mengerikan tersebut agar Eric tidak ketakutan. Refald hanya khawatir, kalau Eric yang bisa melihat makhluk astral itu tahu, ia akan menimbulkan kehebohan dan masalahnya bisa gawat kalau sudah seperti itu.
“Sudah terlambat Eric, makhluk itu … takkan pernah melepaskan mereka berdua. Aku punya firasat, hal buruk akan terjadi sebentar lagi.” Refald bicara sambil terus menatap wajah sedih tunangannya melalui ponsel karena ia tinggal pergi tanpa pamit olehnya.
Ada sedikit penyesalan di hati Refald karena tak memberitahu Fey soal perjalanannya ini. Ia tak pernah menduga bakal terjebak di desa angker ini. Refald yakin, Fey pasti salah paham dengan kepergiannya yang begitu tiba-tiba.
Namun apa mau dikata, semua sudah terjadi dan Refald tak punya kekuatan untuk memutar kembali waktu. Sang pangeran dedemit itu tak terlalu fokus pada apa yang dibicarakan Eric. Tubuh Refald memang ada di sini, tapi hati dan pikirannya ada di tempat lain.
Tujuan Refald pergi, karena ia merasa sudah saatnya Fey tahu siapa Refald sebenarnya, maka dari itulah Refald memutuskan ke Jepang untuk menemui ayah mertuanya bersama Eric. Tak tahunya, mereka berdua malah tersesat di desa angker tepat disaat kekuatan Refald belum kembali akibat pelanggaran yang ia lakukan.
Aku akan kembali Honey, tunggulah sebentar lagi. Batin Refald lalu menutup layar ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku jaket hitam kulitnya.
Untungnya, saat ini Fey tetap aman di desa neneknya karena Refald sudah memerintahkan pasukan dedemitnya, yaitu pak Po dan mbak Kun untuk menjaga Fey dengan baik dari segala hal yang buruk selagi ia pergi. Sebab itulah Refald sangat santai dan tak gentar saat makhluk astral tadi mengancam akan menyakiti Fey bila dirinya coba mencampuri urusan kuntilanak itu.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Duduk manis di sini saja?” tanya Erick ketar-ketir karena Refald acuh tak acuh saja sejak tadi.
Dua insang yang sedang dimabuk kepayang itu sedang berhadapan dengan makhluk mengerikan dan tidak ada satupun yang tahu … apa tujuan kuntilanak tersebut mengikuti si wanita, dan apa yang akan dilakukannya setelah ini. Takkan ada seorangpun yang bisa membantu mereka.
Walau Refald tahu, ia sungguh tidak bisa mencegah atupun mencampuri urusan orang-orang yang ada di desa ini. Bukan karena ia takut diancam atau karena ia tidak kenal dengan orang-orang ini, tapi karena Refald tak bisa mengubah takdir hidup seseorang yang sudah digariskan.
Semua penduduk di desa ini sepertinya tidak bisa melihat makhluk astral di sekeliling mereka. Kalau saja mereka semua bisa melihat, Erick yakin pasti semuanya bakal lari tunggang langgang karena ketakutan.
“Kita tidak bisa ikut campur urusan mereka, Ric.”
“Kenapa tidak bisa? Kau kan pangeran dedemit dan sangat ditakuti oleh mereka-mereka yang tak kasat mata?”
“Sudah kubilang, kekuatanku masih belum kembali, jika aku memerintahkan pasukanku untuk ikut campur, hal yang lebih mengerikan bisa saja terjadi pada pasukanku karena aku tak bisa menggunakan kekuatanku untuk mengontrol mereka. Aku tak mau ambil resiko apapun. Dan ingat, wilayah ini bukan ranah kita. Kita berdua harus menghormati para leluhur desa ini dan jangan buat kekacauan apapun. Begitu mobil jeep kita selesai diperbaiki, kita akan pergi dari sini.” Keputusan yang Refald ambil sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat.
“Bagaimana dengan mereka berdua?” Eric masih kukuh meminta sahabatnya membantu dua insan yang sedang dalam bahaya itu.
“Mereka … akan menuai apa yang sudah mereka tanam. Aku tak mau berdebat denganmu Eric. Stop pembicaraan ini, jangan membahas hal ini lagi atau kuntilanak itu juga akan mengganggumu!” ancam Refald pada Eric
Dan kali ini, mata merah menyala terang itu kembali menatap Refald, mungkin makhluk mengerikan tersebut bisa mendengar pembicaraan pria bule dan temannya sehingga ia tak terima jika dirinya dibahas dihadapan publik meski semua orang yang ada di warung ini tak bisa melihat atau menyadari keberadaannya.
Tak ada yang bisa dilakukan Erick jika teman istimewanya, si pangeran dedemit Refald sudah bicara seperti itu. Ia hanya menyayangkan dua sejoli yang sedang kasmaran akan mengalami nasib tragis mengerikan di tangan sesosok makhluk astral. Namun sekarang, bukan orang lain yang harus Eric cemaskan, sebab ia dan Refald sedang terjebak di desa ini.
Desa yang menurutnya aneh karena para penduduknya malah tampak ramai kalau di malam hari dan jadi sangat sepi bila disiang hari. Nama desanyapun juga aneh, yaitu desa Zombi. Pantas penduduknya seperti Zombi yang lebih suka beraktivitas di malam hari ketimbang di siang hari.
"Dengarkan aku baik-baik Eric, jangan sekalipun berada jauh dariku. Dan jangan lakukan apapun tanpa izinku. Tetap bersamaku dan pura-puralah tidak tahu apa-apa. Apapun yang akan terjadi setelah ini, kau jangan ikut campur. Cukup diam dan lihat saja. Kau paham." Refald memberi peringatan keras pada sahabatnya. Namun Eric hanya diam tak menyahut.
BERSAMBUNG
***
Nasib sial ternyata masih menimpa Eric dan Refald. Tak hanya harus sedikit lam tinggal di desa angker ini. Kabar buruk yang mereka terima adalah, keduanya terpaksa mencari penginapan di desa karena pegawai bengkel mengalami kecelakaan sehingga ia tak bisa sampai di lokasi Refald tepat waktu.
Sebagai ganti, pihak bengkel akan mengirim montir pengganti untuk memperbaiki mobil jeep Eric. Aneh memang, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba montir yang dikirim ke desa tempat Refald dan Eric berada malah mengalami kecelakaan tak terduga. Bahkan kondisi montir tersebut sedang koma.
Meski sudah dikirimkan montir pengganti, tetap saja akan memakan waktu lebih lama. Besok mungkin sang montir pengganti tersebut baru bisa datang. Syukurlah pemilik warung menawarkan kamar kosong pada Refald dan Eric sehingga mereka berdua bisa bermalam sambil menunggu pegawai bengkel lain datang kemari untuk memperbaiki mobil jeep mereka.
"Terimakasih atas tawarannya, Pak." Refald tersenyum manis pada sang pemilik warung.
"Sama-sama Den, mari ikut saya untuk melihat kamarnya, semoga saja betah. Namanya juga di desa, harap maklum kalau tidak ada hotel bintang 5 di sini." sang pemilik warung yang berusia paruh baya itu merendah. Padahal kamar yang ditawarkan pada Refald dan Eric jauh lebih bagus untuk ukuran kamar sederhana di desa terpencil.
"Bapak ini litotes sekali. Tidak apa-apa, Pak. Terimakasih sudah diizinkan menginap di sini."
"Syukurlah kalau Aden-aden suka kamarnya. Saya tinggal ke depan dulu kalau begitu. Silahkan beristirahat, anggap rumah sendiri. Permisi." pria paruh baya itu mengangguk begitupula dengan Refald dan Erick.
Setelah sang pemilik warung menutup pintu, Refald membuka jendela kamarnya dan mengamati keadaan sekitar. Dari dalam kamar, tunangan Fey masih menatap dua sejoli di mana Kuntilanak yang masih mengitari mereka semakin memancarkan api kemarahan di wajah mengerikan tersebut.
“Semoga saja pasangan sejoli itu baik-baik saja,” gumam Eric saat melihat Asrok dan Nina pergi meninggalkan warung. Ia berdiri di sebelah Refald seolah sedang memikirkan sesuatu.
Refald sendiri tak menyahut, ia hanya mengamati pergerakan kuntilanak berbaju putih yang mendadak, berubah warna menjadi merah menyala. Artinya, akan ada nyawa melayang di tangan sosok makhluk astral menakutkan itu.
"Brays! Itu apaan?" pekik Erick kaget dan Refald langsung menutup pintu jendelanya.
"Itu perubahan iblis jahat yang akan mencelakai manusia. Gawat, kita tidak bisa lama-lama ada di desa ini."
Hening, tidak ada sahutan dari Eric. Refald menoleh pada sahabatnya dan langsung terkejut karena sahabatnya ternyata melompat ke atas kasur dan sembunyi di bawah selimut. tubuh Eric terlihat gemetar karena ketakutan.
"Dasar penakut," gumam Refald meledek sahabatnya.
Ini bukan kali pertama Refald melihat perubahan wujud kuntilanak dari yang tadinya putih, berubah merah ataupun sebaliknya. Perubahan itu terjadi apabila makhluk menakutkan tersebut merasa terganggu dan sangat membenci orang yang diikutinya karena sesuatu hal. Bisa jadi orang itu telah melakukan hal buruk pada makhluk tak kasat mata sehingga mengundang api kemarahannya.
Terjadi perang batin yang kuat dalam diri Refald apakah ia harus menolong dua sejoli itu atau tidak. Saat ini, Refald hanya pemuda biasa sama seperti Eric dan yang lainnya. Kekuatannya masih tertahan dan belum kembali. Ia tak bisa memprediksikannya kapan kekuatannya kembali seperti sedia kala.
Kalaupun Refald memaksakan diri membantu, tetap tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada malah situasinya bakal semakin runyam dan merembeh kemana-mana. Tak menuntut kemungkinan, semua penduduk di desa ini akan terkena imbasnya.
“Kenapa mereka melakukan hubungan terlarang di rumah itu!” geram Refald kesal. Ia mengepalkan kedua tangannya sendiri. Eric yang tidak tahu apa-apa jadi ikutan takut juga kalau seorang Refald marah tanpa alasan yang jelas.
“Apa maksudmu? melakukan hubungan apa? Siapa yang kau maksud?” tanya Eric yang langsung membuka selimutnya.
“Mereka berdua, sudah melakukan kesalahan besar dan kita datang disaat yang tidak tepat. Jika aku menunda sehari perjalanan kita ini, mungkin kita berdua takkan terjebak di desa ini. Kuntilanak itu, takkan membiarkan siapapun datang atau meninggalkan desa ini sampai misi setan itu selesai. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa karena kekuatanku masih belum kembali.”
“Apa!” pekik Erick mulai ngeri sendiri. “Lalu … apa yang kita kalukan di sini?” tanyanya bingung. “Apa kita akan mati? Di desa ini? Aku belum menikah Refald, kau sih enak sudah punya tunangan dan sudah pernah merasakan indahnya jatuh cinta. Lah aku kan, belum. Aku tidak mau mati muda di desa ini. Kita harus pergi dari desa ini secepatnya.” Eric membopong tas hitamnya dan bermaksud keluar dari kamar tapi Refald menghalangi langkah sahabatnya.
“Kau dan aku tidak akan bisa pergi dari sini. Jika kau nekat, mereka akan membawamu kemari lagi dan mengurungmu selamanya di desa ini. Aku akan cari cara sembari menunggu kekuatanku kembali. Untuk sementara, kita tinggal di desa ini sebagai pendatang, Jangan lakukan apapun yang bisa memicu masalah. Aku akan terus memantau pergerakan makhluk-makhluk astral di sini. Mereka tidak akan mengganggu selagi kita tidak mengusik mereka.” Refald menenangkan sahabatnya.
"Tapi ... desa ini sangat aneh, Brays ... kau ngerasa nggak sih?"
"Aku tahu ... yang lebih aneh lagi ... aku tak bisa memanggil para pasukanku datang kemari. Kita terkurung. Di malam hari, yang berkuasa adalah setan-setan diluar sana. Tapi disiang hari, kita bisa mencari celah dan keluar dari sini. Tenanglah, jangan panik. Ini bukan pertama kali kita mengalami hal mistis begini."
Eric pun pasrah, ia tak meragukan insting temannya yang memang diberkahi kekuatan istimewa. Ini juga bukan kali pertama Eric dihadapkan dengan hal ghaib di luar nalar manusia. Bersama Refald, ia aman.
Rupanya, sinyal di desa ini juga tidak stabil. Kadang ada dan kadang tidak ada. Refald jadi kesulitan menghubungi Fey atau siapapun yang ada di luar desa ini.
"Sial! Sinyalnya menghilang!" geram Refald lagi lebih kesal dari sebelumnya. Ia pun tak sengaja memukul dinding ruangan kamarnya hingga hancur dan tiba-tiba, muncullah sebuah tangan manusia yang sepertinya sengaja dikubur di dinding tersebut.
"I-itu ... " mata Erick melotot seolah hendak keluar tapi mulutnya di bekal kuat oleh Refald sehingga pria yang sedang ketakutan itu tak bisa bicara.
"Jangan berisik. Bantu aku membereskan dinding itu ..." bisik Refald dengan tenang.
"Apa kau gila?" Eric memberontak dan setengah berbisik pada Refald. "Membereskan kepalaku peong? Itu jasad manusia woy ... astaga. Sekarang aku tahu kenapa kau terpilih jadi pangeran dedemit. Hal semacam ini saja tak membuatmu takut sedikitpun. Ada yang tidak beres dengan desa ini begitupula dengan otakmu. Disebelahmu itu maayat woy! Ma-yat! Ada pembunuhan di rumah ini. Dan kau masih sanggup bicara seperti itu?" Eric benar-benar shock.
"Sudah jangan protes," seru Refald pelan agar suaranya tidak terdengar dari luar.
Refald kembali mengangkat tangan yang menggantung di dinding kembali ketempatnya semula. Tanpa ragu, ia menutup kerusakan dinding akibat pukulan tangannya dengan lemari yang terpajang di sudut lain.
"Bantu aku mengangkat lemari ini!" pinta Refald pada Eric yang masih shock berat.
Bayangkan saja, kini Eric dan Refald berada di dalam kamar berdinding mayat. Entah apa yang terjadi sebenarnya, yang jelas pelaku yang membunuh jasad tersebut pasti pemilik warung sok ramah tadi. Tidak ada yang tahu, apa alasan pria itu membunuh orang dan mengubur korbannya di dinding rumahnya sendiri.
Jangan-jangan, semua dinding ruangan ini berisikan jasad-jasad manusia yang sengaja dikubur agar tidak menimbulkan kecurigaan. Anehnya, mayat tersebut tidak mengeluarkan bau menyengat sehingga tidak ada yang curiga dengan perbuatan keji sang pemilik warung.
Setelah selesai memindahkan lemari, Refald memejamkan mata dengan khidmad. Ia bisa menghancurkan dinding ruangan hanya dalam satu kali pukulan yang artinya, sedikit demi sedikit kekuatan Refald telah kembali meski tidak secara serentak.
"Pak Po, mas Gen, Mas Ger ... kemarilah!" panggil Refald pada seluruh pasukan dedemitnya.
BERSAMBUNG
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!