NovelToon NovelToon

Penyesalan Suami : Istri Yang Tak Dianggap

Lamaran yang tak terduga

Halo para readers, terima kasih yang sudah membaca karya pertama author Lina Sang Finance. Ini novel karya kedua author, semoga berkenan membaca karya receh author. Jangan lupa tinggalin jejaknya ya.

...Happy Reading...

"Papa ... yang benar saja. Ini bukan lagi jaman siti nurbaya. Sudah tidak ada lagi orang nikah pakai di jodohkan!” tutur Ghina si gadis berkulit putih.

“Nak, Papa mengerti maksud kamu. Opa Thalib sudah banyak membantu keluarga kita, termasuk kamu dan adik kamu bisa tetap sekolah, karena bantuan dari mereka.”

“Pah ... Om Edward itu terlalu tua buat Ghina, dan Papa tahukan  kalau Om Edward sudah punya pacar.”

“Kamu tidak perlu memikirkan pacarnya Edward, yang terpenting kamu harus menerima perjodohan ini." Dengan tegasnya Papa Zakaria berkata.

Ghina mendengus kesal mendengar perkataan perjodohan dari Papanya sendiri, sudah beberapa hari ini setiap makan malam pasti papanya mengulang kalimat tersebut.

Lelaki yang ingin dijodohkan dengan Ghina, masih kerabat dari Papa Ghina, bisa di katakan masih sepupu jauh papanya.

Keluarga Ghina hanya keluarga sederhana, tapi ada beberapa kerabatnya yang beruntung nasibnya, lebih makmur tapi tidak melupakan keluarga yang tidak terlalu baik ekonominya.

Ghina dari kecil sudah dekat dengan keluarga Thalib, karena Papa dan Mamanya sering berkunjung ke sana dengan membawa serta Ghina dan adiknya.

Masa muda papanya saat datang dari pulau Sumatra ke Jakarta tinggal bersama di mansion keluarga Thalib, lalu disekolahkan dan bekerja di perusahaan Thalib. Jadi Papa Ghina merasa berhutang budi dengan keluarga Thalib.

Tapi ya namanya anak kecil, Ghina tidak terlalu mengenal dengan anak-anak Opa Thalib, tapi dia ingat dengan Pria yang bernama Edward.

Ketika Ghina usia 15 tahun, untuk pertama kalinya dia melihat sosok Edward anak pertama Opa Thalib, ketika acara ulang tahun Opa Thalib di mansion. Edward selama ini sering bolak balik ke Amerika hingga jarang ada di mansion Thalib, tapi kali itu dia pulang atas permintaan Papanya.

Sejujurnya Ghina terpesona dengan kehadiran Edward, pria sosok idaman semua wanita. Paras campuran Belanda dan Sumatra Barat terlihat jelas di wajah rupawannya, justru wajahnya agak mirip pria turki. Tinggi dan badan yang gagah pasti terasa hangat jika dipeluknya, khayal Ghina saat itu.

Yaa namanya anak kecil, lihat cowok ganteng liurnya sampai ngeces. Ghina mengaguminya, Om Edward pria pertama yang ia kagumi.

Sekarang usia Ghina sudah 17thn dan masih duduk di bangku sekolah kelas 12, mendengar kata akan dijodohkan, jiwa mudanya memberontak.

Mimpi dia masih panjang, ingin kuliah dan bekerja. Mimpi untuk menikah muda tidak pernah terpikirkan olehnya.

Dan Dia tahu betul, Om Edward pasti akan menolak perjodohan ini. Karena Ghina sering melihat Om Edward mengajak kekasihnya jika ada acara di keluarga besarnya.

Semoga Om Edward menolaknya!

“Pokoknya Ghina tidak setuju dijodohkan!” ucap Ghina langsung masuk ke kamarnya.

.

.

Pagi di hari minggu ...

Mama Sarah terlihat sibuk di dapur dibantu Bik Inem.

“Mama tumben masaknya banyak amat, mau ada acara mam?” tanya Ghina yang baru selesai mandi.

“Iya nanti siang saudara Papa mau kesini ... sekarang kamu bantu mama bikin kue. Bahannya sudah mama beliin.”

Ghina memang paling jago bikin kue, dari SMP sudah belajar otodidak bikin kue , bekal ilmunya dari youtube. Hasilnya memuaskan.

Dengan senang hati Ghina mulai membuat kue, sudah jadi hobinya.

Tiga jam sudah Ghina berkutat dengan mixer dan oven. Beberapa cake dan kue muffin sudah tertata di meja makan. Sekarang waktunya dia melempengkan pinggangnya di kamar.

Mama Sarah tersenyum puas, lihat hasil anak gadisnya yang punya bakat bikin kue.

“Ghina ...,” panggil Mama Sarah dari luar kamar.

“Ya Mam,” sahut Ghina dari dalam kamarnya.

“Kamu jangan lupa ganti baju yang rapi ya nak, sebentar lagi tamunya mau sampai ke rumah!” ujar Mama Sarah.

“Ya Mam ...,” jawab Ghina agak malas, pengennya cukup dia di kamar saja tidak perlu keluar kamar. Tapi apa daya, dia selalu diajarkan untuk menghargai kedatangan tamu.

Sudah terlihat sopan, cukup memakai kaos kebesarannya dan celana jeans, batin Ghina.

Rambut panjang Ghina yang terlihat pirang dan sedikit bergelombang dia kuncir kuda, biar terlihat rapi.

Ruang tamu rumah Ghina yang berukuran 6x4m, terlihat ramai, sepertinya tamu yang di nanti sudah datang.

TOK ... TOK ... TOK

Pintu kamar Ghina berbunyi ...

“Ya masuk ...,” ucap Ghina dari dalam kamar.

“Ghina, dipanggil sama Papanya di ruang tamu,” ucap Bik Inem.

“Iya Bik." Ghina bergegas ke ruang tamu.

Kedua netra Ghina sedikit melotot melihat siapa yang bertamu, ternyata keluarga Thalib.

Ghina langsung salam takzim ke seluruh keluarga Thalib yang datang, termasuk Om Edward.

“Ghina ...,"sapa Opa Thalib.

“Ya Opa ...," balas Ghina.

“Zakaria, saya langsung saja menyampaikan maksud kedatangan kami sekeluarga,” ucap Opa Thalib.

Papa Zakaria menganggukkan kepalanya. Hati Ghina mulai berdebar-debar.

“Ghina, Opa hari ini akan melamar kamu untuk anak Opa ... Edward. Dan Opa sudah sepakat dengan papa kamu, bulan depan kalian akan menikah!”

JEDER!

Mata Ghina mulai memerah, sedangkan Edward terlihat tenang.

Mama Sarah menggenggam tangan Ghina, agar anaknya sedikit tenang.

“Opa Thalib, maaf Ghina menolak pernikahan ini!” Ghina mencoba melawan keadaan ini.

“Ghina!!” Papa Zakaria menegurnya dengan wajah tegasnya.

“Ghina tidak mau menikah dengan Om Edward dan Ghina juga tidak mau menikah muda,” lanjut Ghina.

“Ghina ... kamu tenang saja nak. Walau kamu menikah dengan Edward, Ghina tetap bisa melanjutkan kuliah dan bekerja di perusahaan kakek,” ujar Opa Thalib seakan paham keinginan anak dari kerabatnya.

Edward terlihat tidak terlalu menyukai perjodohan ini, tapi apa daya demi hormat kepada kedua orang tuanya.

Ghina dengan beraninya menatap mata Edward yang duduk di hadapannya, terlihat dia menangkap dari pancarannya tidak suka dengan dirinya. Tatapan Pria dewasa, Edward sekarang sudah memasuki usia 33 tahun.

“Bagaimana dengan Om Edward, menerima perjodohan inikah, Opa?” tanya Ghina masih menatap wajah Edward.

“Ya, saya menerimanya ” Edward menjawab dengan santainya.

“Opa, saya belum mengenal Om Edward. Dan lagi pula bukannya kalau menikah harus saling mencintai!”

“Justru itu dalam waktu sebulan, kalian harus saling mengenal sebelum hari pernikahan kalian!” jawab Opa Thalib.

Ghina terdiam sejenak.

Kok gue ngerasa kayak cerita di novel online ya, di jodohkan ... tapi tiba-tiba suami bakal nyiksa si wanita. Oh ini jangan sampai terjadi...

“Opa menganggap Ghina menerima lamaran ini dan pernikahan nanti,” ujar Opa Thalib dengan tegas.

“Astaga Opa, jangan begitu ...Ghina tidak menerima lamaran ini!” tolak Ghina.

“Tidak ada penolakan Ghina,” sambung Papa Zakaria.

Ghina kembali diam, sambil menekan jari jari tangannya.

Keluarga Thalib kembali sibuk berdiskusi dengan kedua orang tua Ghina sambil menikmati hidangan yang ada di meja.

Ghina hanya bisa terpaku mendengar pembicaraan orang tua membahas pernikahan mereka.

.

.

bersambung

Halo Kakak Readers jangan lupa tinggalin jejaknya, dan mohon bijaklah saat memberikan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, jika tidak suka dengan ceritanya cukup di skip aja 🙏.

Edward Thalib

Ghina Farahditya

Makan Siang

Ghina hanya bisa terpaku mendengar pembicaraan orang tua membahas pernikahan mereka.

“Papa, saya mau ajak Ghina keluar dulu,” ujar Edward tiba-tiba kepada Papa Thalib.

“Silakan, sepertinya memang harus seperti itu biar kalian berdua lebih mengenal,” jawab Papa Thalib.

“Ayo Ghina,” ajak Edward yang telah beranjak dari duduknya. Gadis itu mengikuti langkah Edward dan turut masuk ke dalam mobil pria itu.

Hening ... belum ada yang membuka suaranya.

Edward menyetir mobilnya menuju salah satu resto yang terkenal di wilayah Jakarta.

Masih dalam diamnya, Ghina kembali mengikuti langkah Edward. Sebenarnya kakinya terasa berat untuk masuk ke resto tersebut, secara pengunjungnya terlihat gayanya high class, dan rasanya tidak sesuai dengan pakaian yang di kenakan Ghina sekarang.

“Duduk!” titah Edward.

Ghina menurut perintah Edward yang sudah duduk di hadapannya.

Pelayan resto menghampiri mereka dan memberikan daftar menu.

“Mau makan apa?” tanya Edward sambil melihat daftar menunya.

“Terserah ...,” jawab Ghina malas.

“Pesan 2 beef steak, 2 cream sup, 1 calamary, 2 orange jus,” Edward menyebutkan pesanan makanannya.

“Tambah 1 air mineral,” sambung Ghina.

Selesai memesan makanan, netra Edward menatap Ghina yang ada di hadapannya.

“Saya tidak menyangka, kalau kamu berani menolak perjodohan kita.” Edward mulai buka pembicaraan.

“Ya, karena saya tidak mau menikah muda. Lagi pula saya belum lulus sekolah.”

Sebenarnya Ghina tinggal menunggu pengumuman kelulusannya saja, selanjutnya dia ingin melanjutkan pendidikannya ke bangku universitas.

“Saya juga menolak perjodohan ini,” ucap Edward.

“Kalau Om menolak kenapa tadi tidak bilang saat di rumah saya, biar tidak ada rencana pernikahan.”

“Saya pikir, kamu bisa di ajak kerja sama!”

Nah berasa kayak cerita di novel nih......batin Ghina.

“Kerja sama apa?”

“Sebenarnya saya sudah punya calon istri, tapi papa akan merestui jika aku menikahimu.”

“What ...!”

“Saya tidak mungkin menyukai anak kecil seperti kamu, apalagi ... lihat saja tubuhmu ... terlalu kurus dan lihat dadamu saja seperti baru tumbuh atau tidak bertambah besar. Tidak ada daya tarik sama sekali sebagai wanita,” kata Edward, terang terangan

“Ooooh terus sekarang Om ajak saya kesini buat menghina begitu!” Ghina berusaha menekan emosinya terhadap pria tampan di hadapannya sekarang.

“Bukan menghina, tapi memberitahu fakta kenyataan, dan saya tidak munafik sebagai pria dewasa.”

Iya sih ada benarnya, memang fakta ... tidak ada apa-apa kalau lihat tubuh gue ... rata!! Tinggi badan 163cm, berat badan 50kg 😔

“Jadi Om Edward mau kerja sama seperti apa?”

“Kita tetap menikah seperti yang papa minta, tapi dengan catatan kita hanya suami istri secara hukum. Tapi kamu jangan mengharapkan saya menjadi suami sesungguhnya, dan saya juga tidak akan menganggap kamu istri.”

“Maksud Om, kita hanya status di atas kertas begitu. Jadi saya tidak punya kewajiban mengurus suami, betulkan!”

“Ya seperti itu, saya tidak akan menyentuh kamu sedikit pun. Tapi perlu kamu ketahui setelah menikah dengan kamu. Saya akan menikah dengan kekasih saya, dan kamu harus memberikan izin nikah, agar bisa di daftarkan secara hukum.”

“Om Edward sudah gila, lebih baik kita tidak usah menikah. Dari pada menuntut izin dari saya agar om bisa menikah lagi. Pokoknya Om harus usahakan gagalkan rencana Kakek untuk menikahkan saya dengan Om!” suara Ghina agak meninggi, untungnya Edward memilih tempat di VIP.

“Jadi kamu berharap menjadi istri satu-satunya, begitu. Jangan bermimpi kamu, Ghina!” bentak Edward.

Butek lama-lama otak Ghina berhadapan dengan Om Edward. Dan baru pertama kali ini dia berbincang lama, sebelumnya dia hanya menyapa basa basi jika ada pertemuan atau acara keluarga besar.

Ghina beranjak bangun dari duduknya, bermaksud untuk pergi dari resto tersebut.

“Duduk, kamu tidak sopan dengan orang yang lebih tua!” tegur Edward sambil mencengkeram lengan Ghina.

“Tidak ada yang harus kita bicarakan Om Edward, sebaiknya Om membujuk Opa agar membatalkan perjodohan kita!” ucap Ghina masih dalam posisi berdirinya.

“Auw ...!” pekik Ghina kaget, badannya telah ditarik Edward untuk duduk kembali.

“Tidak usah belaga dewasa, kamu masih kecil. Jangan sok sok mengatur!”

Makanan yang di pesan telah datang, dan sudah berada di meja mereka. “Makan dulu!” ucap Edward mulai menyantap makanannya.

Sayang kalau gak dimakan, marah itu butuh tenaga juga, batin Ghina.

Ghina segera melahap makannya, mmm pantesan resto ini buat kalangan high class.......makanannya enak banget. Gadis itu kembali menikmati steaknya perlahan-lahan seakan-akan esok hari belum tentu menikmati makanan semewah ini.

Mereka berdua makan dalam hening.

“Sayang ...,” sapa seorang wanita yang terlihat anggun dari pintu ruangan. Edward langsung menghampiri wanita tersebut. Dan memberikan kecupan di kedua pipi wanita tersebut.

“Halo Ghina ...,” sapa wanita tersebut, yang sudah duduk di samping Edward.

“Eeeh halo juga Mbak Kiren.”

“Honey ... kamu sudah makan?” tanya Edward kepada kekasihnya.

“Sudah sayang,” ujar penuh kelembutan dari Kiren.

Oh pasangan bucin sudah ada di depan mata gue.

“Sayang, kamu sudah bicarakan dengan Ghina?”

“Sudah.”

“Ghina, Mbak harap kamu mengerti keadaan aku dengan Om kamu. Kami sudah lama berhubungan, tapi nyatanya kekasih hatiku dijodohkan dengan kamu.” Mata Kiren mulai berkaca-kaca.

“Aku sudah mengalah Kak Edward menikahi kamu sebagai istri pertama, tapi kamu juga harus bisa ngertiin ... Kak Edward akan menikahiku juga,” Kiren mulai menghela napas.

Sudah kayak di sinetron ikan terbang nih, dikiraiin cuma ada di sinetron aja. Ternyata ada di depan mata gue sendiri.

“Honey ... tidak perlu mengemis dengan Ghina. Apa pun yang terjadi aku tetap menikahi kamu. Dan istriku hanya kamu seorang,” ucap Edward dan memberikan kecupan di pipi Kiren, di hadapan Ghina.

“Huft ..!” Ghina menarik napas panjang.

“Sudah drama queennya!” celetuk Ghina.

“Kalau sudah selesai, saya pamit dulu. Silakan dilanjutkan lagi.” Ghina bergegas keluar.

“Aaauww ... lepasin Om tangannya!” Ghina meringis kesakitan, tangannya telah di cengkeram Edward saat akan membuka pintu.

“Kita belum selesai bicara!”

“Saya rasa sudah selesai diskusi kita, intinya silakan Om menikah dengan pacarnya. Dan tidak mesti menikah dengan saya terlebih dahulu,” celetuk Ghina.

Aku sangka anak ini penurut dan takut dengan orang tuanya, ternyata salah besar ...!”

“AAWWW ...!” pekik Edward, ternyata Ghina menggigit tangannya, agar lepas dari cengkeramannya.

BRAK!!!

Dibantingnya pintu ruangan VIP tanpa dosa oleh Ghina.

“Tak disangka Om Edward, orangnya seperti itu. Mentang-mentang gue masih kecil, seenaknya aja ngatur-ngatur gue. Dikiranya gue gak ngerti apa,” gerutu Ghina sambil keluar dari resto.

.

.

“Ghina, kok pulang sendiri ke mana Om Edwardnya?” Mama Sarah menengok ke arah luar rumah.

“Lagi sibuk pacaran,” jawab Ghina sambil lalu.

Ghina melirik ke ruang tamu, bersyukur kalau keluarga Thalib sudah tidak berada di rumahnya.

“Loh bukannya tadi kalian hanya berdua saja perginya?”

“Pergi berdua, tapi di jalan bisa dong janjian ketemu.”

“Oooh!” membulat mulut Mama Sarah.

.

.

bersambung

Jangan lupa tinggalin jejaknya ya, like, love, komen, vote, plus di kasih hadiah juga boleh 😍. Terima kasih

Love you sekebon 🌹🌹

Pembicaraan 2 sohib

Ghina menghempaskan dirinya di ranjangnya, menatap langit-langit...

Om Edward tahu gak kalau saya sering memandangmu dari kejauhan kalau ada acara keluarga, kadang saya suka berkhayal bisa menjadi istrimu Om. Tapi itu hanya khayalan saja, tidak berharap menjadi kenyataan. Karena saya tahu, wanita yang selalu ada di sampingmu. Dan sadar saya hanyalah anak kecil yang tidak pantas menjadi istrimu Om.

Siang ini pertama kalinya Om ajak saya ke resto. Om tahukah hatiku berdebar, apalagi berduaan dan puas menatap wajah tampan Om tanpa bersembunyi lagi.

Tapi sungguh sayang, saya kecewa atas kejujuran Om. Semoga pernikahan Om dan mbak Kiren dapat restu dari Opa.

Ghina mulai tertidur setelah memikirkan kejadian tadi siang di resto.

“Pah, sebaiknya kita jangan memaksakan Ghina untuk menikah dengan Edward,” rajuk Mama Sarah.

“Papa sudah terlanjur janji dengan Om Thalib, menyerahkan Ghina sebagai menantu mereka.”

“Papa kan tahu, Ghina akan terluka dengan pernikahan dia nanti. Akan dimadu oleh Edward tanpa sepengetahuan kita dan orang tuanya.”

“Ghina akan mampu menghadapinya Mah.” bujuk Papa Zakaria, walau sebenarnya hatinya meragu.

“Awas jangan sampai terjadi apa-apa dengan Ghina, Papa harus bertanggung jawab!” ketus Mama Sarah kecewa dengan pendirian suaminya.

Papa Zakaria terdiam.

.

.

Pagi di hari Senin ...

Ghina sudah rapi dengan seragam SMU, begitu juga dengan adiknya Rio yang masih duduk di bangku SMP.

“Sarapan dulu Ghina sebelum berangkat,” titah Mama Sarah.

Buru-buru Ghina mengambil beberapa lembar roti dan mengolesinya dengan selai kacang kesukaan dia.

“Mam ... berangkat dulu ya,” ucap Ghina sambil memakan sarapannya.

“Ya, hati-hati di jalan.”

.

.

Semenjak Ghina selesai ujian nasional, sekolahnya agak santai. Hanya mengumpulkan beberapa tugas yang belum selesai, lalu tinggal ngobrol-ngobrol dengan temannya di kelas sambil menunggu waktu pulang sekolah.

“Ghin ... muka loe dari tadi ditekuk aja?” tanya Rika.

“Gue lagi bete.”

“Bete kenapa?”

“Gue dijodohi sama bokap, mau dikawinin ama saudaranya.”

“Wah bokap loe serasa tinggal di jaman dahulu aja, pakai di jodohin segala anaknya!”

“Kalau di jodohi sama saudara bokap loe, berarti calon laki loe udah tuir dong,” goda Rika.

“Siake loe, ya belum tua-tua banget sih, baru umur 33 tahun kayaknya.”

“Wah itu sama aja tuir, kawin sama om-om!”

“Aahhh percuma gue curhat sama loe.”

“Sorry jangan ngambek dulu. Trus loe terima gak perjodohannya?”

“Justru itu Rika, bokap gue kemarin terima lamarannya. Dan sebulan lagi gue akan dinikahkan. Gila gak tuh!”

“Waduh, secepat itu!”

“Hem ..., ” gumam Ghina.

“Dan yang lebih gilanya lagi, calon laki gue bakal menikahi kekasihnya juga.”

“Apaaaa!” Kedua bola mata Rika hampir keluar.

Ghina pun lanjut menceritakan semua kejadian di resto.

“Ghina, gue sarani loe kabur ke mana kek, biar tidak jadi menikah. Secara usia kayak kita masih muda, dan kita tidak tinggal di kampung. Kita nih tinggal di ibukota.”

“Duh tumben sohib gue bijak banget.”

“Ah jadi serba salah.” Rika menggaruk kepalanya.

“Gue juga bingung, kalau gue kabur. Bingung mau pergi ke mana, lagi pula gue masih sayang sama bokap nyokap gue.”

“Berdoa aja deh Ghin, semoga ada jalan keluarnya. Dah sekarang mending kita jajan ke kantin.” ajak Rika.

“Yuklah!”

Ghina dan Rika bergandengan tangan jalan menuju kantin sekolahnya.

Drett ... Drett ...

Ponsel Ghina yang berada di dalam kantong roknya berdering.

Drett ... Drett

Dirogohnya ponsel dari kantong, “siapa sih yang telepon, gak tahu lagi jam sekolah,” gerutu Ghina sambil melihat layar di ponselnya.

“Kok gak dijawab teleponnya?” tanya Rika.

“Gak kenal nomornya, paling orang nyasar.” Ghina kembali menyantap basonya.

Derrt ... Derrt

Ponselnya kembali berdering dengan nomor yang sama, bukannya dijawab teleponnya justru di matikan ponselnya.

“Nah beres, gak ada yang ganggu gue makan baso.” kembali dia menyuap baksonya.

“Siapa tahu penting tuh telepon.”

“Ya ... kalau penting, tuh orang bakal sms atau wa Rik,” jawab santai Ghina sambil menikmati basonya.

.

.

KRING ... KRING ... KRING

Suara bel sekolah tanda pulang sudah berbunyi. Siswa Siswi mulai berhamburan keluar dari kelas menuju gerbang sekolah.

“Ghina, beneran gak mau bareng pulang ama gue?” tanya Rika.

“Iya ... gue naik angkot aja,” jawab Ghina.

“Ya udah gue duluan ya, mobil jemputan gue udah datang. Bye ... sampai ketemu besok bestie ... muaach,” ucap Rika sambil kecup jauh.

“Bye bye my bestie ... muach,” jawab Ghina balas kecup jauh.

Ghina lanjut melangkahkan kakinya menuju halte dekat sekolahnya.

TIIN ... TIIN

Suara klakson membuat Ghina terkaget, sampai terhenti langkahnya. Melihat mobil mewah yang berhenti dibelakangnya.

Lelaki muda dengan berjas rapi keluar dari pintu pengemudi. “Permisi Non Ghina, silakan masuk sudah ditunggu Tuan Besar!” ujar pria tersebut.

“Bapak kok tahu nama saya? Tuan Besar siapa?” Ghina masih tanda tanya. Melihat pria tersebut membukakan pintu mobil bagian tengah.

Karena tidak ada jawaban juga, Ghina mengacuhkan permintaan pria tersebut, malah kembali berjalan menuju halte.

“GHINA ...!” Suara bariton pria tampan sedikit berteriak. Ghina menghentikan langkah kakinya, mendengar namanya di panggil, lalu membalikkan badannya.

“Om Edward!!” seru Ghina masih bengong ditempatnya.

Buat apa Om Edward ke sekolah ? Kok bisa tahu gue sekolah di sini/

Edward terlihat melangkah ke arah Ghina, sedangkan gadis itu pelan-pelan berjalan mundur lalu berbalik badan ... kemudian berlari.

Buru-buru Ghina berlari, ditengoknya sebentar ke belakang ternyata Edward ikut berlari mengejarnya.

Melihat ada angkot yang berhenti di halte, Ghina langsung masuk tanpa melihat jurusannya kemana.

“Bang cepetan jalan mobilnya, ada orang jahat kejar saya!” pinta Ghina masih ngos-ngosan kepada sopir angkot.

“Mana neng, orang jahatnya?” tanya sopir angkot ikutan melongok keluar jendela.

“Tuh Bang, orangnya sudah mau mendekat ..!” Ghina menunjuk Edward yang mulai mendekat.

Sopir angkot langsung tancap gas, dan Edward tidak bisa menyusulnya.

“SIALAN ... pakai kabur!” gerutu Edward dengan napas yang ngos-ngosan.

“Makasih banyak ya Bang,” ucap Ghina.

“Sama-sama Neng.”

Ghina juga sedikit lega, ternyata angkot yang dia tumpangi menuju rumahnya.

Akhirnya Ghina sampai dengan selamat sampai rumah, tanpa harus bertemu dengan Om Edward.

“Assalamualaikum,” sapa Ghina saat masuk ke dalam rumahnya.

“Waalaikumsalam, loh kok kamu udah pulang Nak?” tanya Mama Sarah.

“Lah kan memang pulang jam segini mah,” jawab Ghina, sedikit aneh dengar pertanyaan mamanya.

“Tadi papa telepon mama katanya kamu pulang terlambat karena mau diajak makan siang sama Edward dan jemput kamu di sekolah,” jelasnya Mama Sarah.

“Gak ada yang jemput Ghina kok di sekolah. Ah paling itu alasan Om Edward aja mam, padahal makan siang bareng mbak Kiren,” jawab asal Ghina.

“Dah ... Ghina mau ganti baju dulu, habis itu mau bikin pesanan kue buat Bu Tayo,” Ghina menuju kamarnya.

.

.

bersambung

Jangan lupa supportnya Kakak Readers, biar tambah semangat. Terima kasih 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!