Sudah hampir dua jam Liona menunggu sang kekasih di sebuah restoran tapi pria itu tak kunjung datang. Lelah menunggu akhirnya Liona memutuskan untuk pulang. Toh...sudah berulang kali dia menghubungi Seth Aristide kekasihnya tapi tak kunjung menjawab teleponnya. Setibanya didepan rumah, tampak sepi dan dia masuk kedalam rumah. Samar-samar dia mendengar suara ******* dari arah kamarnya. 'Siapa yang ada didalam kamarku? pikirnya.
...*...
“Aku telah memberikan seluruh diriku padamu. Kenapa kamu tidak putus dengan Liona?” tanya sang wanita dengan suara terengah-engah yang menggoda. Dia begitu mencintai pria itu, pria kaya yang menjadi kekasih saudara tirinya. Dia membenci Liona Gantari yang selalu mencuri perhatian para pria meskipun wajahnya tidak lebih cantik dari Vena Obelia . Tubuh gadis itu yang setengah telanjang berada diatas seorang pria.
“Jangan sebut namanya saat kita berdua sedang bermesraan.” Pria itu sangat bersemangat sehingga dia meremas dada gadis itu dan mengerang dalam kenikmatan.
Vena tak puas karena dia tak mendapatkan jawaban yang diinginkannya. “Tidak! Dia adalah anak angkat dikeluarga kami. Bahkan anjing saja lebih memiliki posisi yang penting dirumah ini dibanding dia. Apa sih bagusnya dia itu?”
Pria itu tak memberikan tanggapan apa-apa. Dia mencengkeram pinggang gadis itu dan mendorong tubuhnya lebih keras yang membuatnya menjerit dan mendesahkan namanya.
Liona Sarabella Gantari berdiri didepan pintu kamarnya dan mendengar semua suara-suara yang berasal dari ruangan itu. Matanya yang lelah berubah jadi dingin saat dia mengerti apa yang terjadi. Dia mengenali suara kedua orang yang sedang berada didalam kamar itu. Hancur hatinya, pengkhianatan sang kekasih dengan adiknya yang berbeda satu tahun usianya. Menyesal dia pernah mengenalkan Seth Aristide pada adiknya jika akhirnya Vena merebut Seth darinya. Sejak kecil Vena memang selalu merebut apapun milik Liona, mainan, buku dan semuanya karena Liona hanyalah anak angkat. Kedua orangtuanya mengambil Liona dari panti asuhan setelah tiga tahun menikah tapi mereka belum dikaruniai seorang anak.
Liona merasa hidupnya benar-benar berantakan. “Apa kamu mendengarku? Kamu harus memberitahuku keputusanmu malam ini. Dia atau aku. Pilihannya ada padamu. Vena Obelia memukul ringan dada Seth Aristide, dia tak sabar menunggu jawabannya. Saking emosinya Liona menendang pintu hingga terbuka dan memelototi pasangan itu. “Untuk apa bertanya? Dia hanya seorang pria, kamu bisa mengambilnya jika kamu mau!”
Meskipun Liona terlihat cuek namun hatinya sangat hancur melihat kekasihnya selingkuh dengan adik perempuannya sendiri.
Seth Aristide adalah pria yang berasal dari keluarga kaya raya dan dia sudah mengejar Liona sejak setahun. Seth yang juga menyukai Vena karena gadis itu lebih agresif dan lebih cantik daripada Liona pun mendadak marah “Apa kamu bilang? Supaya kamu tahu, aku memang menyukai adikmu! Dia lebih pantas jadi kekasihku! Lihat saja penampilanmu sangat buruk sementara Vena selalu berpenampilan menarik.” teriak Seth marah. Vena yang berprofesi sebagai model tentu lebih pandai menjaga penampilan dan merawat diri dibandingkan Liona. Gadis polos itu tidak punya waktu untuk pergi ke salon karena pulang sekolah dia harus bekerja untuk biaya hidupnya.
Kata-kata Seth memicu amarah Liona namun gadis itu berusaha untuk terlihat tenang. “Mulai saat ini kita putus! Kalian memang pasangan serasi. Sama-sama tidak punya hati nurani dan tak bermoral!” teriak Liona penuh amarah.
Vena tersenyum puas karena usahanya untuk mendapatkan Seth pun berhasil. Liona enggan berdiri disana lebih lama. Dengan cepat dia berlari masuk ke kamarnya tanpa mempedulikan kedua manusia itu. Mengambil tas koper dari atas lemari dan memasukkan semua pakaiannya. Dia membawa juga surat penting lainnya seperti ijazah, setelah merasa bahwa dia sudah memasukkan semua kedalam kopernya dia turun kebawah. Seth dan Vena sudah berdiri diujung tangga dengan tatapan tajam dan seringai. Liona merasa takut melihat wajah keduanya yang menurutnya mengerikan.
Liona hendak menuruni anak tangga, tiba-tiba Seth menampar keras wajahnya dan Vena menjambak rambutnya dengan kasar hingga Liona terjerembab dan jatuh berguling kebawah bersama tas kopernya, kepalanya membentur ubin lantai dengan keras dan pingsan. “Ha! Baru segitu aja sudah pingsan. Dasar lemah!” Ucap Vena penuh kebencian. Seth yang menatap Liona pingsan sedikitpun tak merasa kasihan. "Kepalanya berdarah!" teriak Vena memeriksa Liona yang ternyata sudah tak bernapas.
“Apa yang akan kau lakukan padanya sekarang?” tanya Seth.
“Aku akan membawanya ke mobil dan membuatnya terlihat seperti kecelakaan hingga mati. Takkan ada orang yang mengira jika kita yang mencelakainya. Dia tidak boleh ada lagi diantara kita, Seth. Dia akan terus menerus menganggu kita.” ujar Vena menangis tersedu-sedu. Seth yang mencintainya tak tega melihat Vena sedih dan menangis. “Baiklah. Lakukan apa yang kamu mau. Hati-hatilah jangan sampai ada yang melihatmu. Aku akan selalu melindungimu.” ucap Seth.
“Baiklah. Ayo bantu aku mengangkatnya ke mobil. Sekalian dengan koper dan tasnya.” keduanya pun membawa Liona kedalam mobil dan mendudukkanya di kursi samping supir. Sementara koper dan tasnya di taruh di jok belakang mobil. “Kamu pulanglah, biar aku yang urus.”
“Ingat! Kamu hati-hati. Aku tidak mau ada hal buruk menimpamu.” ucap Seth sebelum pergi. Tak lama Vena mengendarai mobilnya menuju arah luar kota, mengambil jalan sepi yang berbukit, setelah merasa aman dia menghentikan mobilnya ditepi sebuah jurang lalu menarik tubuh Liona dan menjatuhkannya kedalam jurang berikut koper dan tasnya. Tubuh Liona berguling jatuh kedalam jurang ditengah gelapnya malam dan sangkut di batang pohon dekat sungai yang airnya deras.
Merasa sudah aman, Vena kembali ke mobilnya dan melaju pulang kerumah. Bersikap seperti biasa karena dia tahu sebentar lagi orangtuanya akan pulang, dia harus segera sampai dirumah sebelum muncul kecurigaan.
Sementara di kediaman Santoso, kedua orangtua angkat Liona sudah berada didalam rumah “Liona! Liona! Dimana kamu?” seru Hesti memanggil Liona sementara Adam masuk kedalam kamar mandi.
“Dasar anak pemalas, jam segini belum pulang. Makanan juga ngak ada, kemana sih anak itu?” terdengar suara mobil Vena diluar.
“Hai mama. Sudah lama sampainya?” tanya Vena pada ibunya.
“Baru saja. Kemana anak itu?”
“Tidak tau. Aku juga baru sampai. Emangnya dia ngak ada dirumah ya? Tumben, ma.”
“Coba kamu liat dikamarnya, dari tadi mama panggil-panggil ngak nyahut.” kata Hesti yang kesal, pulang kerumah dalam keadaan lapar tapi Liona tak ada dirumah dan tak ada makanan terhidang di meja.
“Ngak ada loh, Ma. Pakaiannya juga ngak ada, lemari kosong. Mungkin dia minggat kali!” ujar Vena asal.
“Minggat? Minggat kemana? Emangnya dia punya tempat tinggal, punya uang? Yang ada dia jadi gelandangan. Tapi syukurin deh kalau dia minggat, mama dan papa ngak perlu capek-capek ngusir dia.” ucap Hesti tersenyum. ‘Kalau dia ngak ada lebih bagus, Vena bisa menikah dengan Seth tanpa ada gangguan. Biarin deh Liona mau kemana yang penting kehidupan putriku bahagia mendapat kekasih dari keluarga kaya raya.’
“Liona kemana, kok ngak kelihatan?” tanya Adam menjatuhkan tubuhnya di sofa lalu menyalakan TV.
“Minggat, Pa.” jawab Hesti dan Vena serempak.
“Apa? Minggat? Minggat kemana?” tanya Adam terkejut.
“Ya, mana kita tau, papa. Tapi biarin aja deh dia pergi, lagian selalu saja bikin ribut dengan Vena.” kata Hesti membela putrinya. Dulu saat Vena belum lahir, dia selalu memanjakan anak angkatnya Liona, tapi sejak dia mengandung dan melahirkan Vena, tak sekalipun Hesti dan Adam peduli pada Liona lagi. Gadis itu bahkan harus bekerja paruh waktu untuk biaya hidupnya.
“Ehm...” hanya itu saja yang keluar dari mulut Adam, diapun tak peduli jika Liona ada ataupun tidak.
*Ini Visual Liona Sarabella Gantari
*Yang dibawah ini visual Vena Obelia ya..😊😊
*Hai para pembaca semua....ini karya ketigaku. Kalau kalian suka mohon di like, komen, vote ya. Semoga kalian suka ceritanya 👍👍👍👍😊😊
Author doain kalian sehat2, sukses dan berlimpah rejeki. Amin 🙏🙏
Perlahan cahaya mentari terpancar dari sela-sela dedaunan. Liona menggeliatkan tubuhnya yang terasa sangat sakit dan lemah. Perlahan kedua matanya terbuka dan membelalak kaget melihat bahwa tubuhnya berada di dahan pohon, samar-samar dia mendengar seperti suara air mengalir tapi sepertinya air itu deras. Begitu dia bergerak, seketika tangannya memegang erat dahan pohon. Pandangannya nanar melihat dibawahnya mengalir sungai yang deras dan curam. Rasa takut menyelimuti dirinya, dia mendongakkan kepala untuk melihat keberadaan dirinya. Yang dilihatnya jurang yang terjal, akan sulit untuk merangkak naik. Diliriknya kearah samping, ada tas dan kopernya yang juga sangkut di akar pohon. Gadis itu menghela napas lega, setidaknya ijazahnya selamat tapi bagaimana caranya keluar dari sana?
“Tidak mungkin aku menjatuhkan diri ke sungai itu. Airnya sangat deras, pasti banyak batu didasar sungai, bisa-bisa kepalaku pecah. Aku haru merangkak naik. Tas dan koperku bagaimana? Tanpa pikir panjang dia meraih tasnya, berhasil! Liona mengalungkan tasnya di leher lalu mencoba meraih koper, ingin mengambil ijazahnya dan dokumen penting lainnya. “Tidak mungkin aku membawa koper itu keatas, terlalu berat.” gumamnya.
Akhirnya dia mencoba merangkak dan meraih koper yang tersangkut, tubuhnya yang kurus memudahkan Liona bergantungan di akar pohon. Dia membuka koper dan mengambil dokumen-dokumen penting lalu memasukkan kedalam sling bagnya. Beruntung dompetnya ada didalam sling bag yang memiliki ritsleting sehingga aman. Dengan tubuh kurusnya dia merangkak perlahan dengan memegang akar-akar pohon, lelah dan tangannya tergores beberapa kali namun gadis itu tak mau menyerah, dia harus selamat dan bisa keluar dari sana.
Dengan perjuangan dan tekad akhirnya Liina berhasil mencapai tepi jurang, enggan melihat kebawah dan takut akan terjatuh lagi gadis itupun dengan cepat menggapai tepi jurang dan mendorong tubuhnya naik. Selamat! Dia sudah berada disisi jalan bebatuan, Liona mengedarkan pandangan ke sekeliling tak nampak ada kehidupan, hanya jalan tak beraspal seperti jalan di pelosok desa, tapi sekelilingnya hanya ada pepohonan. Liona memutuskan untuk berjalan meskipun sangat lelah.
“Ya, Tuhan tolong hambamu ini. Aku tidak tahu harus kemana melangkah. Tolong tuntun aku keluar dari sini.” ucapnya tak henti berdoa. Hingga akhirnya dia melihat sungai kecil dengan air yang jernih. Rasa haus membuatnya tak peduli, dia melangkah ke sungai kecil dan menangkup air dengan tangannya lalu meminumnya. “Ahh….segar sekali air pengunungan ini.”
"Sebenarnya ini dimana? Kenapa tak ada orang. Jalanannya juga seperti jalanan di pelosok yang jarang didatangi orang. Biarlah aku berjalan mengikuti arah jalan ini menuruni bukit, semoga ditengah jalan aku ketemu seseorang....asal jangan ketemu hantu saja he...he...he." ucapnya beeusaha menyenangkan hatinya.
Liona ingat didalam tasnya ada roti yang sempat dia masukkan. Dia mengambil biskuit dari dalam tasnya, cukup untuk mengganjal perut sementara sampai dia bisa keluar dari tempat itu. Gadis itu terus berjalan hingga akhirnya dia tiba didaerah yang tak begitu rimbun tertutup pepohonan, sinar matahari menyentuh kulitnya.
Namun samar-samar dia seperti mendengar suara tangisan. Sontak bulu kuduknya berdiri, hi...ditengah hutan seperti ini ada suara tangis bayi? Liona merasa ketakutan namun hari masih siang, tak mungkin ada hantu di siang bolong pikirnya. ‘Mungkin ada rumah penduduk sekitar sini.” Dia bergegas menyusuri jalan bebatuan itu mencari arah suara, semakin jauh berjalan suara tangis itu semakin jelas terdengar hingga dia melihat ada tumpukan pakaian dan suara tangis itu sepertinya berasal dari sana. Liona mendekat dan melihat sebuah keranjang bayi.
Dia menyibak selimut penutup dan terkejut melihat seorang bayi mungil didalamnya. Bayi itu terikat di hipseat dalam keranjang bayi. “Darimana bayi ini berasal? Kenapa bisa ada disini pikirnya. Tapi melihat kondisi si bayi laki-laki itu sepertinya dia bukan diletakkan disana tapi seperti terjatuh karena ada tetesan darah di baju bayi itu. “Darah siapa ini?” tanpa pikir panjang Liona mengambil bayi tersebut dan memeriksanya, tidak ada cedera sedikitpun berarti darah itu bukan milik si bayi.
“Tak mungkin kutinggalkan bayi ini disini. Bagaimana jika ada binatang buas memangsanya nanti? Bayi ini tampan sekali, dari pakaiannya sepertinya bayi ini anak orang kaya.” Tapi Liona tak terlalu peduli dia mengambil bayi itu yang masih berada dalam gendongan hipseat, Liona memasangkan hipseat ketubuhnya. Bayi itu menatapnya dan sama sekali tidak menangis lagi seolah mengerti bahwa Liona adalah malaikat penolongnya. “Jangan menangis ya sayang….aku akan menjagamu. Siapa namamu?”
Sepertinya aku harus memberi nama bayi ini “Bagaimana jika kuberi nama Elvano Danish? Elvano berarti Anak laki-laki hadiah Tuhan dan Danish berarti kuat dan bijaksana. Ya….nama itu cocok untukmu ELVANO DANISH! Kau adalah hadiah dari Tuhan untukku hari ini. Semoga kau tumbuh jadi anak yang kuat dan bijaksana.” Liona mengecup kening bayi itu dengan lembut.
“Aku tidak tahu apa rencanamu ya, Tuhan. Hidupku sudah sangat hancur tapi kau berikan aku hadiah bayi laki-laki ini, aku janji akan menjaganya, bayi ini adalah berkah dariMu.” Entah mengapa Liona merasa sangat menyayangi bayi laki-laki yang baru ditemukannya itu. Siapapun orang tua bayi itu, pasti saat ini sedang panik mencarinya. Entah siapa dan kenapa bayi itu berada disana.
Ada rasa sedih dan bahagia didalam hati Liona saat itu, sedih atas pengkhianatan kekasih dan adik perempuannya, bahagia karena dia menemukan bayi laki-laki yang sangat tampan. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya dia keluar dari area hutan, aku harus keluar jauh dari tempat ini dan dari kota ini. Liona keluar dari tempat dengan pemandangan indah dan tiba dijalan beraspal. Tidak lama kini ia berjalan menelusuri jalanan di sepanjang jalan gunung. Berjalan sampai kakinya terasa mati rasa namun anehnya bayi laki-laki itu tertidur pulas dalam gendongannya.
“Aku harus hidup! Aku harus hidup dengan baik bersama bayi ini! Aku tidak bisa tinggal di gunung ini untuk selamanya dan hidup seperti hantu pendendam. Aku harus kembali ke kota dan menghadapi hidup yang berubah drastis.” ucap Liona pada dirinya sendiri, ia menatap wajah bayi laki-laki yang tampan itu tertidur dengan damai, memberi semangat pada Liona untuk bertahan dan berjuang.
Matahari mulai tenggelam, ada beberapa mobil yang melewati tempat itu, Liona terlihat berantakan dan membuatnya takut menghentikan mobil yang lewat. Dia khawatir orang akan mengira dirinya perempuan gila. Beberapa mobil yang lewat meliriknya dengan tatapan kaget, tak ada satupun mobil yang mau berhenti untuk membantu Liona. Mungkin dimata mereka, aku adalah pengemis, seorang pengungsi atau bahkan orang gila kehilangan akal dan tak pantas untuk dibantu meskipun mereka melihat Liona menggendong seorang bayi. Akhirnya dia mengambil kesempatan yang beresiko dengan berdiri disudut dinding gunung menunggu datangnya sebuah kesempatan sempurna. Begitu Liona melihat seberkas cahaya, dia langsung bergegas ketengah jalan tanpa berpikir dua kali dan merentangkan kedua tangannya. Apapun yang terjadi aku sudah siap!
Liona berpikir tidak apa-apa berdiri disana selama dia tak mati tertabrak mobil. Tidak lama kemudian, gadis itu mendengar suara decitan rem yang tajam. Hampir saja ia tertabrak mobil yang melintas dijalan itu . Setelah mendengar bunyi nyaring, dia melihat dengan canggung seseorang melangkah keluar dari dalam mobil dan menyalakan rokok. Sepertinya dia pria yang tampan, sedetik kemudian dia mengepulkan cincin asap, menatap Liona dengan penuh rasa penasaran. Dia tidak bicara sepatah katapun namun matanya melirik kearah bayi yang berada dalam gendongan Liona.
“Nona, mengapa kamu tidak memilih seseorang yang lebih pantas untuk diperas? Kenapa kamu malah memilih untuk ditabrak oleh mobilku? Apakah kamu sudah gila ya mau bunuh diri bersama bayimu?” suara pria itu terdengar dalam dan magnetis, tetapi apa yang dia ucapkan seperti sebuah tamparan di wajahku. Cahaya yang berasal dari lampu sorot depan mobilnya. Mungkin dia berpikir bahwa penampilanku yang berantakan dan ekspresi malu di wajahku sambil menggendong seorang bayi, aku pasti sudah mengatur kejadian ini untuk memeras seseorang.
Saat matanya bertemu dengan mata Liona, dia membeku sesaat dan ejekan diwajahnya hilang. Melihat bahwa aku tidak punya niat untuk meminta kompensasi atau membalas ejekannya, dia membuang rokok ditangannya dan masuk kembali ke mobilnya lalu pergi. Saat Liona melihatnya berbelok di tikungan dan menghilang dari pandangan, akhirnya gadis itu menangis. Dia berharap pria itu akan tetap tinggal dan menolongnya, apalagi melihat Liona menggendong seorang bayi. “Tidakkah ada orang yang peduli lagi pada orang lain di dunia ini? Mengapa semua orang begitu cuek dan angkuh?” isaknya. "Ya, Tuhan. Tolong hambamu ini, tolong kirimkan seorang malaikat penolong untukku."
Dikesunyian yang gelap dan senyap, suara ratapannya yang bisa terdengar memecah kesunyian. Tak lama kemudian, cahaya datang menyinari lagi dan Liona mendengar suara rem sekali lagi. Ia memicingkan mata untuk melihat, kaget dan menemukan mobil itu kembali lagi. Pria itu kembali lagi kesini. “Apakah kamu tidak takut akan menarik perhatian para hantu karena kamu menangis begitu kencang? Hutan ini banyak penghuninya loh,” ucap prua itu menakuti Liona.
Tertegun oleh pertanyaannya, Liona menatapnya dengan airmata masih berlinang di matanya dan pria itu menatapnya. Kini gadis itu bisa melihat wajah pria itu dengan sangat jelas, wajahnya tampak seperti seorang malaikat, tampan, menawan dan sangat maskulin. Meskipun dia hanya memakai pakaian casual, dia terlihat seperti seorang pria yang kuat dan tenang.
Mungkin dia percaya bahwa Liona takkan memerasnya karena sebelumnya dia tak meminta kompensasi pada pria itu. Pria itu hanya menatap Liona dengan tatapan bingung dan keraguan dimatanya. “Kamu tidak terlihat baik-baik saja. Apakah itu anakmu?” Dia melirik ke kedua kaki Liona yang tak mengenakan alas kaki dan kaki itu berlumuran darah dan juga lumpur sementara bayi dalam gendongannya juga ada bercak darah dipakaian bayi itu. Secara insting Liona memeluk erat bayi laki-laki itu “Aku hanya merasa kedinginan dan anakku belum makan.” ucapannya pelan sambil menundukkan wajah. Pria itu melangkah kedalam mobil dan mengambil jaket lalu menyampirkan dibahu Liona. "Pakailah."
“Terimakasih,” ucap gadis itu dengan gagap.
Hati Liona tergerak dengan tindakannya yang sopan, tetapi dia merasa tak nyaman karena mantel itu masih tercium aroma sabun, jelas sekali jika baru dicuci tapi seluruh tubuhku kotor.
“Kurasa lebih baik kamu pergi kerumah sakit. Periksakan dirimu dan bayimu, aku takut kalian kenapa-napa.”
“Aku hanya ingin pulang kerumah,” ucapanku justru membuatku merasa sakit. Bagaimana mungkin aku kembali kerumah? Sudah jelas Vena dengan sengaja ingin melukaiku dan pasti dia dan Seth yang sudah membuangku ke jurang.
Pria itu menatapku sebentar, matanya memancarkan emosi yang tak dapat kupahami “Aku akan mengantarmu pulang.”
Rasa malu membuatku terus menundukkan wajah dan terdiam. Lidah Liona mendadak kelu tak tahu harus menjawab apa.
“Apakah kamu tidak takut aku menipumu? Ucap pria itu dengan nada hangat. Liona menatap wajah pria itu dan merasa kehilangan harapan “Aku tidak punya apapun untuk ditipu.” ucapku padanya. Pria itu hanya diam dan berjalan masuk ke mobilnya. Karena takut jika pria itu tiba-tiba pergi, Liona bergegas membuka pintu kursi penumpang, seketika aku merasa ragu saat melihat mobilnya begitu bersih baik di bagian dalam maupun bagian luar sedangkan aku benar-benar kotor.
Akhirnya aku masuk kedalam mobil dan mobil itu pun melaju meninggalkan daerah pengunungan itu. “Maaf….aku mengotori mobilmu. Aku akan membayar biaya cuci mobilmu nanti,” ucap Liona padanya.
“Biayanya dupuluh juta rupiah hanya untuk mencuci mobilku ini. Kalau-kalau ada noda membandel, aku harus membayar lebih.” ucapnya sembari melirik ke kaki Liona yang kotor. Dua puluh juta? Itu terdengar tak masuk akal sama sekali. Biaya cuci mobil biasanya cuma seratus ribu rupiah. Pria itu terkekeh karena dia berhasil membuat Liona terlihat kesal.
Elvano mendadak menangis membuat Liona bingung, dia tidak punya air minum ataupun susu, popok bayi pun tak punya. “Kenapa bayimu menangis? Mungkin dia haus atau lapar?” ucap pria itu yang sampai saat ini tak memperkenalkan dirinya.
“Aku tidak punya makanan untuknya, air susuku sedikit biasanya aku memberinya susu formula tapi saat ini uangku tak cukup untuk membelikan susu untuknya.” kata Liona memberi alasan.
“Jika kamu percaya padaku, aku akan menyimpan nomor teleponmu dan mengirimkan uangnya nanti.” Liona mengambil ponselnya dan berniat menyimpan nomor ponsel pria itu. Nama pria itu Hiro Abirama. Dia seorang agent pencari bakat untuk dijadikan model dan juga artis. Ponsel Liona padam karena tak ada daya. “Kemana aku harus mengantarkanmu?” tanya Hiro. Liona pun bingung karena dia tak tahu harus kemana, dia tak mungkin kembali kerumah.
“Aku tidak tahu mau pergi kemana, aku hanya seorang anak angkat. Kekasihku berselingkuh dengan adikku dan mereka membuangku ke jurang.” seketika Liona menangis tersedu-sedu, dia hanya berharap Hiro bisa menolongnya, hanya pria itu harapannya sekarang. “Apakah ini bayimu dengan kekasihmu?” tanya Hiro lagi.
“I—iya.” jawab Liona yang bingung harus menjawab apa, tak mungkin dia bilang kalau dia baru saja menemukan bayi itu tadi.
“Baiklah. Ini sudah malam, mungkin sebaiknya kamu menginap dirumahku. Tapi sebaiknya kita singgah ke supermarket dulu membeli keperluan bayimu.” Sepanjang perjalanan Hiro bertanya banyak hal tentang Ilona dan gadis itu menceritakan semuanya.
Akhirnya mereka sampai di supermarket dan Hiro keluar meninggalkan Liona dan bayi laki-lakinya di mobil. Tak lama berselang tampak Hiro berjalan menuju mobil membawa beberapa kantong plastik dan memasukkannya ke bagasi mobil. Kini mereka sudah sampai dirumah Hiro, rumah bergaya minimalis yang tampak bersih dan rapi. Liona mendadak terpaku ragu untuk masuk karena kakinya sangat kotor. “Basuh kakimu disana,”ucap hiro menunjuk kearah keran air di sudut dekat gerbang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!