NovelToon NovelToon

Teman Gadis Kecilku

1. Panti Asuhan

21 tahun yang lalu.

Di sebuah panti asuhan.

Hadir sebuah keluarga yang tengah mengunjungi panti asuhan tersebut. Tamu yang tampak asing namun disambut dengan hangat oleh pengurus panti asuhan tersebut.

Entah apa yang dibicarakan oleh para orang dewasa tersebut, para anak-anak panti tetap pada keceriaan seperti biasanya, namun tetap ada rasa penasaran dipikiran anak-anak setiap kali tamu datang mengunjungi panti asuhan mereka.

"Mereka mau membawa kita ya?" Celetuk salah satu anak dengan penuh harap.

"Tidak mungkin, mereka kan sudah punya anak." Balas salah seorang anak melihat tamu tersebut yang juga membawa seorang anak kecil bersamanya.

"Emm.. mungkin saja kan mereka mau mengadopsi kita biar bisa jadi teman anaknya." Seru yang lainya seolah berharap.

"Jangan ngarep deh, mungkin saja mereka datang cuma mau ngasih sumbangan ke panti asuhan kita." Jawab lainya seolah mematahkan harapan sebagian besar anak-anak panti asuhan.

Jawaban itu membuat mereka membubarkan diri seolah sadar kalau harapan mereka keluar dari panti asuhan dan memiliki seorang keluarga telah sirna.

Anak yang tumbuh tanpa orang tua sejak kecil, bahkan tidak pernah tau keberadaan apalagi mengetahui wajah dari orang tuanya pasti memberikan harapan besar pada anak-anak agar memiliki seorang keluarga yang selama ini mereka impikan.

Mimpi mereka sebenarnya cukup sederhana, hidup bahagia dengan memiliki sebuah keluarga, sungguh memilukan setiap kali mendengar perkataan tersebut keluar dari mulut anak- anak panti.

...

Di salah satu lorong panti asuhan, terlihat seorang gadis kecil tengah bermain dengan ceria berasama kucing peliharaanya seorang diri, yang telah ia rawat sejak usia 3 tahun.

"Kamu sedang apa?" Tanya seorang anak laki-laki menghampiri gadis kecil itu yang tengah asik bermain dengan Albert, yang merupakan nama kucingnya.

Dengan muka cemong dan agak kotor karena bermain diatas tumpukan pasir, gadis kecil itu menoleh ke arah anak laki-laki yang menghampiri dirinya. Namun, gadis kecil itu tak menjawab pertanyaan dan sapaan dari anak laki-laki itu, hanya memberikan senyum cerianya ke arah anak laki-laki yang bernama Bian tersebut.

"Anak yang aneh." Gumamnya melihat tingkah lucu gadis tersebut bersama dengan kucingnya.

Namun entah mengapa Bian agak sedikit terhibur dengan tingkah polos gadis kecil itu.

"Kakak siapa?" Tanya gadis kecil itu yang kemudian berdiri dan tiba-tiba menghampiri Bian yang tengah bediri di sampingnya.

"Aku Bian, kalau kamu?" Balasnya kemudian.

"Oh kakak yang datang bersama dua tamu itu ya?" Jawab gadis kecil itu dengan menghiraukan pertanyaan Bian yang menanyakan namanya.

"Iya, kamu ngapain disini sendirian, kenapa tidak dengan yang lainya?" Tanya Bian.

"Hari ini Albert datang, jadi aku mau main sama dia."

"Dia tidak tinggal disini?"

"Tinggal kok, cuma kadang Albert suka berkeliaran kalau dia bosan." Seru gadis kecil itu dengan ceria.

...

Di saat, para anak-anak tengah bercanda dan bermain, ditempat yang berbeda, tepatnya di ruang tamu rumah kepala pengurus panti asuhan, terlihat ibu Maria yang tengah mengobrol dengan kedua orang tua Bian.

Wajar saja jika melihat ke akraban mereka yang alami, mengingat donatur terbesar panti asuhan yang di asuh oleh ibu Maria adalah dari keluarga Bian. Ini bukanlah kali pertama orang tua Bian datang ke panti asuhan tersebut. Meski tak sering datang, namun ibu Maria cukup akrab pada keduanya. Ibu Maria selaku kepala panti asuhan, begitu menghormati kehadiran mereka yang telah membantu panti asuhanya selama ini.

"Terimakasih sekali lagi pada keluarga Ferdinan sekeluarga yang sudah memberikan perhatian pada anak-anak panti asuhan kami selama ini. Saya titip salam pada tuan Brama." Ucap ibu Maria pada papa dan mama Bian.

"Saya juga senang jika bisa membantu, ayah saya juga pasti akan senang jika melihat anak-anak panti asuhan yang terlihat sehat-sehat semua." Balas pak Bastian sembari membalas jabatan tangan dari ibu kepala panti.

2. Gadis Kecil

Momen yang sederhana dengan waktu yang singkat itu nyatanya begitu terngiang dihati Bian. Gadis kecil yang ia temui secara tidak sengaja di panti asuhan ternyata begitu berkesan untuknya.

Karena urusan keluarganya yang harus tinggal di sana untuk sementara waktu, membuat Bian harus jauh dari teman-teman lamanya dan mengakibatkan harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang masih terasa asing baginya.

Ia yang tak pandai bersosial agaknya kesulitan untuk berteman dengan seseorang, dan gadis kecil itu lha yang mampu membuatnya sedikit nyaman tinggal di lingkungan baru.

Meski tak setiap hari bertemu, hanya 1 atau 2 kali dalam seminggu tak membuat hubungan keduanya canggung, Bian yang biasanya agak sulit di dekati tampak ramah dengan gadis kecil itu. Tingkah lucu dan kehangatan dari gadis kecil itu berhasil meluluhkan hatinya yang dingin, ia seolah bicara dengan adiknya sendiri.

Setelah hampir 5 bulan ia tinggal di kota tersebut, banyak kenangan indah yang ia dapat dari anak-anak panti asuhan yang rutin ia datangi setiap minggunya bersama kedua orang tuanya.

Meski berlangsung singkat, nyatanya ia cukup bahagia dengan lingkungan barunya tersebut, meski sebelumnya ia sempat khawatir tidak bisa beradaptasi dengan baik disana.

"Kakak, apa nanti kakak akan kesini lagi?" Ucap gadis kecil itu melihat Bian yang akan pergi.

"Em.. " Bian butuh waktu untuk menjawabnya, ia berhenti sejenak seolah mencari kata yang tepat agar tak menyakiti hati gadis kecil itu.

"Kakak tidak bisa janji ya, tapi kalau ada waktu pasti kakak akan kesini lagi nemuin kamu dan yang lainya." Balas Bian kemudian, dengan mencoba tersenyum menenangkan gadis kecil yang berbeda 3 tahun darinya itu.

Wajah gadis kecil itu terlihat murung mendengar jawaban dari Bian, tapi dengan cepat ia merubah ekspresinya dengan tersenyum.

"Janji ya..." Ucapnya kemudian sambil menyodorkan jari kelingkingnya, memberi isyarat pada Bian kalau ia harus membuat janji denganya.

Meski awalnya agak bingung, namun dengan segera ia membalas uluran tanganya, dan tersenyum ke arah gadis kecil itu sambil mengelus lembut puncak kepalanya.

Benar, ia dan keluarga harus meninggalkan kota ini, tepat 5 bulan yang lalu ia datang bersama keluarganya untuk memberi sumbangan pada panti asuhan tersebut, yang merupakan salah satu agenda rutin yang selalu dijalankan oleh keluarganya.

Bian yang saat itu berusia 7 tahun mendapat kenangan berharga dari waktu singkatnya bersama anak-anak panti asuhan.

......................

Pukul 20.15 malam.

Di salah satu kamar yang cukup luas, memperlihatkan pria dewasa dengan postur tubuh ideal dan paras yang rupawan, tengah tertidur dengan tenangnya dibawah sorot lampu terang.

Ia terbangun tiba-tiba dari tidurnya dengan nafas tersengal seolah terbangun dari mimpi buruk.

"Sial, kenapa jadi memimpikan itu lagi." Ucapnya sembari mengusap mukanya dengan kasar.

Perhatianya teralihkan ketika mendengar bunyi telfon di samping tempat tidurnya. Ia mencoba meraihnya, dan terlihat senang begitu melihat nama pada layar ponselnya.

Dengan segera mencoba merubah ekspresi dan nada suaranya.

"Halo." Ucapnya dengan nada lembut pada si penelfon.

"Kamu pasti masih tidur kan, ayo turun aku sudah bawain kamu makanan nih." Ucap si penelfon dengan semangat.

Dengan segera lelaki tersebut turun dari ranjang tempat tidurnya, dan berbegas keluar menemui si penelfon yang tak lain adalah teman masa kecilnya, yang nampaknya cukup spesial baginya mengingat ia begitu senang hanya dengan melihat namanya.

"Hai Bian, baru bangun nih. Welcome..." Seru seorang cowok dengan senyum cerah begitu melihat Bian turun dari tangga.

Ada sedikit kekecewaan pada raut wajah Bian melihat sahabatnya Adnan, karena mengira gadis tersebut bakal datang sendirian.

"Welcome Bian, I miss you so much." Seru gadis tersebut berlari menghampiri Bian lalu memeluknya dengan manja.

Bian terlihat senang dan membalas pelukan gadis yang bernama Adel itu dengan hangat.

"I miss you too, Adel." Balasnya dengan lembut dengan senyum merekah di wajahnya.

Meski enggan melihat Adnan, ia tetap memeluk sahabatnya itu, mengingat mereka yang memang berteman, dan telah lama juga tak saling bertemu.

Namun, ekspresi Bian tak luput dari pengamatan Adnan. Hanya senyuman kecil dari Adnan melihat ekspresi masam Bian.

"Sejak kapan kalian datang, kok aku gak dengar sih." Ucap Bian kemudian.

"Baru kok, mungkin 15 menit yang lalu." Jawab Adel.

"Hah! udah lumayan lama dong, kok aku gak denger apa-apa ya?."

"Ya wajar lha, lu pasti masih kecapean habis dari perjalanan jauh ." Balas Adnan.

"Iya bener, kayanya juga aku masih jet lag deh."

3. Teman Dekat

"Kamu mau pindah?" Tanya Adnan kecil.

"Iya, cuma sebentar kok." Balas Bian Kecil.

"Kemana? kapan? berapa lama? kamu bakal kesini lagi kan?." Tanya Adnan Kecil secara beruntun menanyakan sahabat kecilnya yang akan pergi meninggalkanya.

Bian kecil menggelengkan kepalanya melihat pertanyaan bertubi dari sahabatnya.

"Tenang, aku cuma sebentar kok di sana." Ucap Bian menenangkan sahabat kecilnya.

Benar, hubungan antara Bian dan Adnan sudah terjalin sejak kecil mengingat rumah mereka yang berdekatan dan sekolah di sekolah yang sama. Hubungan keduanya tak pernah ada masalah, mereka berdua selalu menghabiskan waktu berdua bahkan hingga dewasa seperti sekarang.

Meski sosok Adel hadir di antara mereka tanpa dikira, mereka tetap berteman sampai sekarang, bahkan mereka bertiga lebih banyak menghabiskan waktu bersama setelah satu sama lain menjadi dekat.

Adel sudah seperti adik bagi mereka berdua, bertemu ketika acara keluarga secara tak terduga membuat ketiganya menjadi dekat. Meski awal yang terasa canggung bagi ketiganya, namun karena Adel yang friendly dan mudah berbaur membuat Bian maupun Adnan menjadi terbuka denganya.

Begitulah hingga sekarang mereka bisa dekat dan bersama hingga detik ini.

...

Tiga sahabat yang telah lama tak bertemu karena suatu urusan telah dipertemukan kembali, ketiganya tampak melepas kerinduan dengan saling berbagi cerita dan makanan.

"Anyway, aku yang masak makanan ini lho, yah meski bukan semua sih, ada yang di bantuin sama mama juga." Celetuk Adel tiba-tiba pada kedua sahabatnya yang tengah melahab makanan yang ia bawa.

"Aku tau, pasti yang ini kan yang kamu masak." Ungkap Bian menunjuk nasi goreng kecap di sampingnya.

Adnan mengangguk setuju dengan tebakan Bian, karena mereka berdua sudah tau kalau hanya itu yang bisa di masak oleh Adel.

Adel seolah kehabisan kata karena teman-temanya menebak dengan benar, dia menatap kesal kedua temanya yang sangat mengenal dirinya itu.

"Cih, gak asik banget sih, tapi emang bener sih itu yang aku masak." Kata Adel dengan nada agak tak terima.

Bian dan Adnan hanya tersenyum melihat tingkah Adel yang tengah merajuk. Baik Adnan dan Bian, keduanya sangat faham betul bagaiman masakan itu yang hanya bisa dilakukan oleh Adel, karena mereka punya pengalaman agak pahit dengan nasi goreng kecap buatan Adel.

Karena nasi goreng kecap itu membuat keduanya jadi tidak bisa makan nasi goreng lagi karena saking muaknya. Bagaimana tidak, ketika Adel baru belajar memasak keduanya lha yang menjadi orang yang mencoba masakanya. Dari rasa asin, hambar bahkan manis sudah mereka rasakan, sampai rasa yang bercampur antara asin, manis dan hambar. Lidah mereka berasa mati rasa sejenak karena makanan itu.

Sungguh kenangan yang tak terlupakan, bahkan hanya melihatnya pun sudah membuat keduanya mual apalagi sampai mencobanya. Meski rasa yang sekarang tak terlalu buruk, tapi kadang kala membuat mereka mual karena mengingat kenangan buruk itu.

"Bi, kamu bakal stay disini kan? tidak akan balik lagi ke kanada?" Tanya Adel pada Bian dengan memanggil nama kesayanganya.

"Sepertinya iya, ini aku lagi dapet tugas dari kakek buat ngurus hotel yang ada di jogja, makanya sekarang aku pulang.." Balas Bian.

Adel menghela nafas panjang seolah tak suka mendengar hal tersebut, mengingat mereka yang baru bertemu lagi setelah terpisah cukup lama.

"Kenapa? kamu masih kangen ya sama aku?" Goda Bian pada Adel yang nampak cemberut.

"Jelas lha, kita kan sudah lama gak ketemu." Kata Adel dengan tegas dan sedikit manyun.

Mendengar kata itu entah kenapa membuat Bian deg-degan, padahal dia yang mau menggoda malah dia sendiri yang merona. Ekspresinya tak lepas dari pandangan Adnan.

"Ehem.. jangan lupakan aku ya disini." Celetuk Adnan menyela diantara keduanya. Meski raut wajahnya tersenyum nyatanya ada rasa yang sukar di jelaskan, sudut hatinya agak sedikit nyeri.

"Aku ke Jogja cuma beberapa hari, kayanya gak akan selama di kanada deh? tapi gak tau juga sih? soalnya aku cuma disuruh datang kesana, mengecek lagi hotel baru itu." Jelas Bian.

"Emm.. belum pasti gitu," Rengek Adel tak suka, "Kakek kamu jahat banget sih, baru datang sudah disuruh pergi lagi." Kesal Adel.

"Yah.. begitulah kakek dan papaku." Kata Bian tak bisa berbuat banyak.

"Keluarganya kan workaholic, kaya baru kenal mereka aja." Timpal Adnan.

"Yaudah lha kita kan emang sibuk setelah dewasa begini, kita nikmati aja momen ini sekarang, cheers..." Kata Adel kemudian dengan menyodorkan wine ditanganya meminta keduanya bersulang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!