Jum'at, 1 Oktober 1999 adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu bagi kedua pasangan yang masih ada ikatan saudara. Iya, mereka adalah Arya dan Sinta, juga Arman dan Mirna.Istri dari mereka sama-sama ingin melahirkan pada saat itu di rumah sakit yang sama di Kasih Ibu.
Jam menunjukkan pukul 8 pas, suara tangisan sudah terdengar dari ruangan bersalin Sinta. Muhammad Annas Fadhilah. Bayi laki-laki yang baru saja lahir dari pasangan Arya dan Sinta. Begitulah keduanya sepakat memberikan nama untuknya. Tangisan terharu yang dialami oleh Arya, suami Sinta karena melihat anak keduanya yang begitu tampan dan bersih. Tak lupa suara adzan dikumandangkan oleh Arya pada bayi mungilnya itu. Anak pertamanya juga hadir menyaksikan momen haru itu, Azka Naufal Fadhilah yang masih berusia lima tahun, ia terlihat begitu gembira menyambut kehadiran adik laki-lakinya.Kebahagiaan menyelimuti ruangan bersalin saat itu.
Di waktu yang sama, suara tangisan bayi laki-laki dari kamar sebelah juga terdengar. Itulah anak dari Mirna, adik dari Arya. Arman yang sangat bahagia juga menyambut anak pertamanya itu langsung melantunkan adzan di telinga anaknya. Setelah selesai, Arman dan Mirna ingin memberi nama anak pertama mereka yang juga tampan dan putih.
"Bagaimana kalo Aditya Fadhil Ramadhan, mas?" Kata Mirna
"Mas setuju." Jawab Arman
Mereka memeluk anak pertama mereka dengan rasa penuh bahagia.
Kebahagiaan yang terlihat di rumah sakit Kasih Ibu itu ternyata hanya sementara saja. Setelah beberapa menit kemudian, Sinta meminta suaminya untuk menaruh bayinya itu disampingnya.Aryapun memenuhi permintaannya.
"Anak Sholeh anak pintar, semoga jadi anak yang sukses ya nak" Ucap Sinta sambil mengelus kepala anaknya itu dengan tersenyum manis.
Entah apa yang terjadi, Sinta tiba-tiba seperti orang pingsan setelah mengucapkan kata-kata tadi.Arya yang panik kemudian memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Sinta.
"Dokter!! Dokter!! Istri saya kenapa, tolong dok!" Teriak Arman
Tiba-tiba dokter dan beberapa suster datang untuk mengecek kondisi Sinta. Sinta yang saat itu sudah tergeletak seperti orang pingsan membuat semuanya panik dan sedih.
"Baik saya cek dulu ya pak" kata dokter tadi
Mendengar itu semua,Arman adik ipar Arya langsung menjenguk Sinta. Arman langsung menenangkan Arya yang begitu cemas dengan keadaan Sinta.
"Innalillahi wa innailaihi roji'un.. istri bapak meninggal dunia" ucap dokter yang membuat semua orang di ruangan itu terdiam sejenak.
"Dok, bercanda kan?" Tanya Arya
Dokter pun tidak tega menjawab pertanyaan Arya, ia hanya menggelengkan kepalanya. Pertanda itu semua adalah fakta yang terjadi pada Sinta.
Tubuh Arya langsung lemas tak berdaya, air matanya tak berhenti mengalir di wajahnya. Arman yang tiba-tiba mengambil Annas di samping Sinta, lalu Arya memeluk Sinta dengan penuh cinta. Arman yang menggendong Annas, tak lupa menggandeng tangan Azka yang waktu itu masih tidak tau apa-apa. Ia hanya ikut menangis ketika melihat ayahnya begitu sedih.
Arman yang tak kuat melihat keadaan Arya, dan anak-anak nya yang masih bayi ia segera membawa kedua anaknya itu ke ruangan istrinya. Ia terpaksa memberi tau kabar yang menyedihkan di tengah kebahagiaan keluarga mereka.
"Assalamualaikum.." ucap Arman dengan menggendong Annas dan satu tangan yang menggandeng Azka
"Wa'alaikumussalam, ada apa? Kenapa sedih? Apa yang terjadi dengan mba Sinta?" Tanya istrinya
"Sayang.. kamu bisa kan merawat dua anak mba Sinta juga.. kasian mereka jika harus tumbuh besar tanpa kasih sayang dari seorang ibunya.." Ucap Arman sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya
"Mba Sinta kenapa mas?" Tanya Sinta sekali lagi
Mba Sinta meninggal dunia, sayang .." Jawab suaminya itu
Sinta yang masih berada di atas ranjang pasien tiba-tiba langsung ikut menangis, ia pun menarik tangan Azka dan memeluknya dengan erat.
"Tante janji, Tante akan merawat kalian hingga kalian berhasil menjadi pemuda yang sukses. Tante akan menjaga kalian seperti anak kandung Tante sendiri" ucap Sinta untuk Azka dan Annas
Suasana di ruangan itu tiba-tiba berubah 180 derajat dari awal. Siapa yang menyangka, yang menurut mereka adalah awal dari kebahagiaannya, ternyata adalah awal dari kesepian dari kedua anak yang harus tetap bertahan hidup tanpa kasih sayang seorang ibunya.
Bendera duka di depan halaman rumahnya menyambut kedatangan Arya yang berada di dalam mobil ambulans. Tangis Arya dari rumah sakit hingga ke rumahnya tidak berhenti.
Wajar jika ia sangat sedih, ia bukan hanya kehilangan kekasih hatinya itu, tapi juga ibu dari anak-anaknya. Entah bagaimana nanti ia akan merawat anak-anak nya itu tanpa kasih sayang seorang ibunya.
Di sisi lain, Arman yang masih menggendong Annas dan menggandeng tangan Azka datang dengan mobil yang didalamnya juga ada Mirna yang menggendong anaknya, Fadhil.Keluarga dan kerabat juga turut berdatangan untuk ikut berduka atas kepergian Sinta.
Jam 10 tepatnya, pemakaman Sinta baru selesai. Arya yang masih terpukul tetap menahan tangis di wajahnya. Kemudian ia mengusap air matanya itu, ia lupa bahwa masih ada anak-anaknya. Ia menggendong Azka yang waktu itu masih berada di gandengan Arman, menciumnya sambil berkata
"Doain mama supaya tenang disana ya nak, kamu harus bisa jadi anak yang sukses kelak. Jadi anak yang Sholeh yang baik ya"
"Iya pa.. emang mama kemana pa?Mama pergi jauh ya pa? Kok ga ngajak-ngajak kita ya pa" Sahut anaknya dengan suara yang begitu polosnya
"Mama pergi ke surga sayang, nanti kita akan nyusul kok.. kalo Azka dan adik Azka udah besar dan jadi anak yang Sholeh.." Jawab Arya sambil menahan tangisnya.
"Iya pa, papa jangan sedih terus ya. Azka gak suka liat papa sedih" ucap Azka yang sambil mengusap air mata di pipi Arya
"Iya sayang, papa udah ga sedih kok" sahut Arya sambil tersenyum pada anak sulungnya itu.
Momen haru itu di tonton oleh keluarga dan kerabatnya, semua menangis melihat sikap Azka yang masih kecil tapi udah bisa menguatkan papanya.
Arya merasa beruntung sekali memiliki putra seperti Azka yang sangat mengerti keadaannya. Meskipun ia masih kecil, tapi dengan sikapnya bisa menunjukkan bahwa kelak ia akan menjadi pria dewasa yang memiliki hati yang baik kepada semua orang, termasuk kepada orang-orang yang ia sayangi.
Ketika mengingat keadaanku, aku mengira Tuhan tidak adil. Tapi ternyata yang baik bagiku bukan berarti yang terbaik bagi Tuhan. Aku percaya, akan ada hikmah di balik ini semua.
BERSAMBUNG
Kalo kalian suka part ini jangan lupa ratingnya ya,tapi aku juga sangat butuh kritik dan saran dari kalian, karena aku masih pemula, aku tunggu di kolom komentar okaayy! Semoga betah sampe ending :)
Sesampainya di rumah, terlihat Arya, Arman dan Mirna sedang mengobrol di ruang tamu. Mereka sangat serius membincangkan tentang siapa yang akan merawat Azka dan Annas.
"Mas Arya, biar nanti Annas dan Azka dirawat sama aku aja sama mas Arman. Bentar lagi kan mas Arya ada kerjaan di luar negeri." ucap Mirna pada kakaknya itu
"Iya dek, aku bingung mau berangkat atau enggak. Karena Annas baru aja lahir, dia sangat butuh kasih sayang dari orang tuanya, terutama ibunya"
"Udah mas, takdir manusia itu ga ada yang tau. Mungkin ini semua sudah terjadi atas kehendak-Nya. Mas Arya yg sabar.. jangan sampai nanti menyalahkan keadaan" ucap Mirna dengan sabar
"Bener kata Mirna, bang. Bang Arya yang tabah, insyaAlllah surga untuk mba Sinta disana" tambah Arman
"Astaghfirullahal 'adziim.." kata Arya sambil menghela nafas panjang
"Apa kamu ga keberatan dek ngerawat Azka dan Annas, sedangkan kamu juga masih ada Fadhil yang harus kamu rawat juga" tambah Arya lagi
"Engga kok mas, Mirna insyaAlllah ikhlas merawat mereka dan Mirna akan menganggap mereka seperti anak Mirna sendiri" jawab Mirna sambil tersenyum pada kakaknya itu
"Makasih banyak ya dek, sebenarnya banyak yang mau ngerawat mereka berdua. Cuma mas kurang yakin aja, dan keluarga mas satu-satunya ya tinggal kamu aja dek yang mas percaya." Ucap Arya
"Iya mas sama-sama" kata Mirna
Keputusan akhirpun sudah didapatkan. Sebenarnya kasian juga kepada Mirna, ia harus merawat tiga anak sekaligus, dan itu masih kecil semua.
...****...
"Papa berangkat dulu sayang, kamu jangan nakal ya, sama Tante Mirna disini. Jagain adek kamu." kata Arya pada Azka sambil mengecup kening anak sulungnya itu
"Iya pa, Azka janji ga akan nakal. Nanti Azka bakal jagain adek juga kok, biar Tante Mirna ga capek, papa hati-hati ya disana.Pulangnya jangan lama-lama, nanti Azka kangen" Ceriwis Azka yang bikin gemes semua orang
"Anak pinter.. anak Sholeh. Iya papa ga lama kok. Anak papa bawel juga ya hehe" Ucap Arya sambil mengelus lembut rambut Azka.
"Titip anak-anak ya" kata Arya ke Mirna
"Iya mas, hati-hati"
"Iya dek."
"Sayang, aku berangkat dulu ya mau nganterin bang Arya ke bandara" ucap suami Mirna
"Iya sayang, hati-hati ya"
...****...
Di ruang santai, Mirna terlihat sibuk memberi asi pada Fadhil, sedangkan di sisi lain Azka yang menonton televisi sambil menjaga adeknya Annas yang berada di sofa. Azka yang sedang mencari stasiun TV tentang kartun, malah berhenti ke stasiun yang isinya berita.
"Telah terjadi kecelakaan maut antara mobil dan sepeda motor di jalan tol ------.Di duga kecelakaan ini terjadi karena ada pengendara motor yang mengebut dan hilang kendali, sehingga kecelakaan maut tidak bisa dihindari. Ditemukan ada tiga orang yang tewas di tempat, salah satunya adalah pengendara motor itu sendiri, dan sisanya adalah korban yang mengendarai mobil.Lokasi kejadian tidak jauh dari bandara ----." Ucap reporter TV
Mirna yang terkejut langsung menyambar hp yang ada di atas meja. Ia langsung menelepon Arman suaminya. Karena tak diangkat, ia beralih menelpon kakaknya, Arya. Tetap tak diangkat juga.
Tak lama kemudian Handphone Mirna berdering, menandakan ada panggilan masuk.
"Halo, selamat sore Bu. Apa benar ini Bu Mirna?"
"Iya, dengan saya sendiri pak.Saya istrinya, ini Siapa ya?"
"Kami dari pihak kepolisian ingin mengabarkan bahwasannya suami ibu mengalami kecelakaan, dan mengakibatkan tewas di tempat. Sekarang jasad nya sedang berada di Rumah Sakit Kasih Ibu.----"
Mirna yang mendengar itu semua langsung lemas tak berdaya. Ia memutuskan telponnya tiba-tiba. Tenaganya seketika hilang entah kemana. Ini adalah kabar terburuk Mirna selama hidupnya.
"Tante Mirna kenapa?Kok nangis?" Tanya Azka sambil pergi ke hadapan Mirna
Kesedihan Mirna tambah ketika melihat tingkah Azka. Entah mau bagaimana lagi, Mirna saat itu tidak berdaya. Ia hampir saja menyerah, ia tak mau hidup lagi. Bagaimana mungkin ia bisa kehilangan Suami dan kakaknya sekaligus dalam waktu singkat. Mirna merasa hidupnya tidak mendapat keadilan sama sekali. Ia ingin marah, tapi tak tau mau marah kesiapa. Ia ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga, tapi di satu sisi ia memikirkan nasib tiga putranya itu.
****
Dua jenazah laki-laki di hadapan Mirna, membuatnya terpaku diam tanpa kata. Saudara dan tetangga sangat prihatin atas garis hidup Mirna. Ia baru saja kehilangan kakak iparnya, sekarang ia harus kehilangan suami dan kakak kandungnya sendiri.
"Kenapa papa dan Om Arman tidur disitu Tante, kenapa ga di kamar aja." Tanya Azka polos
"Papa dan Om Arman nyusul mama kamu nak di surga." Jawab Mirna sambil menahan Isak tangisnya
"Katanya papa, masih mau nunggu Azka dan adek Azka gede dulu. Kok duluan sih nyusul mama. Curang banget." Jawab Azka sambil cemberut
Mirna kebingungan, ia tak menemukan jawaban lagi untuk menanggapi kata-kata Azka.
"Azka ga diajak, Azka ditinggal sendiri sama adek Azka. Ga kasian apa." Tambah Azka sambil merengek
"Azka.. Azka disini aja sama Tante ya. Mulai sekarang, Azka dan Annas panggil ibu ke Tante. Karena Tante Mirna sekarang jadi ibu kalian juga." Ucap Mirna sambil memeluk Azka.
Mirna harus kuat, ia pasti bisa membesarkan ketiga putranya itu. Semoga saja.
"Begitulah ceritanya." Ucap Mirna pada Annas, Fadhil dan Azka
"17 tahun yang lalu, kalian masih kecil ga tau apa-apa. Hari itu adalah hari yang---" tambah Mirna tak kuat menahan Isak tangisnya
"Bu..Jangan sedih." Potong Annas sambil mengusap air mata Mirna yang mengalir deras di pipinya
"Azka sama Annas sangat berterima kasih kepada ibu udah mau merawat kita dari sejak kecil." Tambah Azka sambil memegang tangan Mirna
"Aku sayang ibu, meskipun ibu bukan ibu kandungku. Aku sangat menyayangi ibu." Ucap Annas sambil memeluk Mirna
"Aku juga sayang ibu kok.." tambah Azka
"Kami semua sangat sayang pada ibu, jadi ibu ga boleh sedih lagi ya, ga boleh ngerasa sendiri, karena tiga putra ibu yang tampan-tampan ini akan selalu ada buat ibu" ucap Fadhil
Mereka pun berpelukan.Mirna yang melihat itu semua langsung terharu bahagia. Ia berhasil mendidik ketiga putranya itu menjadi putra yang mencintai dirinya. Ia merasa sangat bersyukur dengan kebahagiaan kecil yang ia punya saat ini, yakni ketiga putranya itu.
...Part awal yang menyedihkan bukan penentu dari ending sebuah kisah hidup seseorang. Aku menganggapnya, ini adalah awal dari kebahagiaanku. Aku yakin itu, karena Tuhan tau mana yang terbaik untuk ku....
...BERSAMBUNG...
...Kalo kalian suka part ini jangan lupa ratingnya ya,tapi aku juga sangat butuh kritik dan saran dari kalian, karena aku masih pemula, aku tunggu di kolom komentar okaayy! Semoga betah sampe ending :)...
"Annas.. Fadhil..!!ayo sarapan duluu!, ini makanannya sudah siap" teriak Mirna dari ruang makan
Azka yang dari tadi sudah duduk di ruang makan terlihat sedang mengambil nasi dan lauknya. Tiba-tiba suara orang berlari terdengar, siapa lagi kalo bukan kelakuan dari dua adiknya.
"Woylah kalian mau makan apa mau lari maraton si." Ucap Azka
"Lah, ibu manggil kan tadi, jadi harus cepet-cepet." Ucap Fadhil
"Kalian tuh udah umur 17 tahun loh, bentar lagi kelas tiga SMA. Kelakuan masih anak kecil." Kata Azka pada adik-adiknya itu
Annas yang terlihat cuek langsung duduk dan mengambil piring.Sedangkan Fadhil masih menjawab ucapan Azka
"Iya iya bang, yaudah si jangan ngegas gitu."
"Siapa yang ngegas si."
"Azka Naufal Fadhilah. Yang bentar lagi akan jadi dokter, ga boleh emosian. Kasian pasiennya nanti " Ejek Annas
Azka melihat Annas dengan tatapan tajam, sedangkan Fadhil tersenyum seperti mendapat kemenangan. Mirna yang melihat itu semua langsung menenangkan Azka
"Azka.. udah, ga boleh gitu ke adik-adik kamu.Annas.. ga boleh gitu ah. Ibu ga suka.Azka itu kakak tertua kalian, harus dihormati."
"Canda doang Bu." Jawab Annas sambil melanjutkan makannya
"Iya Bu, bercanda doang. Ya kan bang." tambah Fadhil sambil mengangkat alisnya kepada Azka
"Hmm" ketus Azka
"Udah udah, lanjutin makannya." Kata Mirna
"Oh ya Bu, doain Azka ya, semoga Azka bisa menyelesaikan program profesi dokter dengan waktu yang singkat." Ucap Azka
"Iya,pasti ibu doain kok nak tanpa kamu minta."
"Makasih banyak Bu." Ucap Azka sambil tersenyum
"Doain kita juga Bu, besok ada lomba cerdas cermat antar kelas. Setiap kelas diwakilkan oleh dua siswa, nah Fadhil dan Annas ditunjuk untuk mewakili kelas 11 IPA 1, Bu."
"Iya Bu, minta sambung doanya." Tambah Annas
"MasyaAllah anak-anak ibu yang dua ini pinter juga ternyata. Pasti ibu doain yang terbaik buat kalian." Ucap Mirna sambil tersenyum bangga
"Yaudah kalian cepet selesaikan sarapannya, berhenti ngobrolnya. Sebentar lagi udah setengah tujuh, kalian bisa telat di sekolah nanti."
"Iya Bu." Jawaban kompak dari ketiga putranya itu.
Mereka pun melanjutkan makan. Begitulah suasana keluarga kecil Mirna. Ia harus ekstra sabar dengan tingkah anak-anak nya yang kini udah tumbuh dewasa. Azka yang bentar lagi akan menjadi dokter, sedangkan Fadhil dan Annas yang masih duduk di kelas dua SMA. Ada saja yang diributkan, kalo ga Fadhil yang membuat ulah ya Annas. Beda dengan Azka yang tidak banyak tingkah seperti adik-adiknya. Tapi Mirna sangat menyayangi anak-anaknya itu, meskipun kadang suka bikin keributan di rumah, itulah yang akan dirindukan Mirna kelak jika anak-anaknya udah dewasa dan harus menjalani hidupnya secara mandiri.
...***...
Chiiiiiiiiiiittttttt.
"Astaghfirullah!"
Hampir saja Annas menabrak seorang cewek yg menyeberang di zebra cross depan sekolahnya.
"Maaf mba, temen saya emang suka ngebut." Ucap Fadhil sambil turun dari sepeda.
Annas yang membuka helmnya terdiam melihat si cewek yang hampir ia tabrak.
Entah karena ia kaget hampir menabrak orang, atau karena melihat kecantikan si mba-nya.
Febby Putri Giyani. Dia adalah siswi kelas 11 IPA 2 yang juga terkenal pandai dikelasnya. Ia juga sering mendapati julukan cewek berkacamata, karena dalam satu kelas hanya dia yang memakai kacamata. Bukan karena ingin beda sendiri, tapi emang mata dia minus sejak SMP. Jadi mau tak mau ia harus memakai kacamata.
"Sekali lagi saya minta maaf ya mba." Ucap Fadhil
Annas yang menatap Febby tiada henti, membuat Febby sadar dan tanpa sengaja mata mereka bertemu.
"Lain kali hati-hati." Respon Febby sambil menatap Annas dengan tatapan tajam. Kemudian ia pergi meninggalkan mereka.
"Ee.. iya mba, maaf ya sekali lagi." Ucap Fadhil sambil melihat Febby yang mulai menjauh dari hadapan mereka.
"Lu sih, bikin orang jantungan aja. Hampir aja kita nabrak tuh cewek. Untung ceweknya ga banyak omong." Omel Fadhil pada Annas
"Yang banyak omong tuh lu, buruan naik." Jawab Annas
"Lah kenapa gua yang di salahin."
"Bawel lu ah, mau gua tinggal."
"Buset dah, punya saudara gini amat." Gumam Fadhil
...***...
Kring....kring...kring....!
Pertanda bel masuk sudah bunyi. Siswa SMA Pahlawan berlarian memasuki kelas masing-masing.
"Ayo masuk, udah bel tuh." Ucap salah seorang siswi yang termasuk anggota geng terkenal di SMA Pahlawan.
Dia adalah Naya Anggita Resti. Biasa dipanggil Naya. Yang punya hobi nyemil dan belanja setiap hari. Entah apa motivasinya. Untung aja dia anak dari keluarga yang kaya.
"Iya fit, ayo ini udah bel. Nanti kita kena hukum." Tambah Nisa. Iya, Talitha Nisa Ardita, temen satu gengnya. Disana, ia terkenal Lola dan polosnya.
"Ih, kalian apaan sih. Yaudah sana duluan, aku lagi nunggu pangeran ku nih.Sana masuk duluan, siapa juga yang nyuruh kalian disini" Kata Fitri Balqis Dilara, panggilan nya Fitri.
Ia adalah ketua geng sekaligus anak dari kepala sekolah di SMA Pahlawan. Cantik dan modis membuatnya menjadi bintang di sekolahnya. Tapi sayang, ia sangat lebay.Apalagi dalam urusan cowok.
Sangat disayangkan.
"Ih Fitri, nunggu pangeran apa sih? Pangeran kodok?" Ucap Nisa
"Nisaaaa! Ih kamu tuh ya." Teriak Fitri
Naya yang melihat itu semua hanya bisa nyebut sambil memukul dahinya sendiri.
"Maksud aku tuh Annas." Tambah Fitri
"Oh Annas, bilang dong dari tadi. Yaudah aku mau ikutan nunggu aja." Nisa sambil tersenyum
"Hih, ngapain kamu ikutan juga." Naya sambil memukul Nisa
"Aku kan mau liat cogan." Jawab Nisa
Terlihat Annas dan Fadhil melangkah dengan cepat menuju kelasnya. Padahal di depan pintu kelas dihalangi oleh ketiga cewek ini.
"Pagi Sayang.." Sapa Fitri sambil tersenyum lebar
Annas dan Fadhil saling bertatapan, antara ilfill dan bingung siapa sebenarnya yang disapa
Fitri.
"Ucapan lu buat siapa?" Tanya Fadhil
"Buat Annas." Jawab Fitri tersenyum manis
"Lu udah jadian bro sama Fitri?" Tanya Fadhil ke Annas sambil bisik-bisik
"Hayal lu." Respon Annas dengan suara keras, membuat ketiga cewek tadi kaget.
"Hehe.." Fitri senyum meringis tanpa dosa
"Hmm" gumam Fadhil sambil menggelengkan kepala
"Permisi, gua mau masuk." Kata Annas pada ketiga cewek yang menghalangi jalannya
Naya dan Nisa kemudian minggir memberi jalan lewat. Annas dan Fadhil pun masuk ke kelas.
"Ih, Annas. Ganteng-ganteng galak." Ucap Naya
"Gapapa, gua tetep cinta sama dia." Kagum Fitri
"Eeeeh, kalian ngapain masih di luar kelas. Ini udah bel masuk. Ayo masuk." Kata seorang guru Matematika, Pak Iwan.Guru yang terkenal galaknya di sekolah.
Fitri dan teman-temannya pun kaget, mereka langsung masuk ke kelas.
...Dua kata yang susah diucapkan oleh manusia. Maaf dan terimakasih....
...BERSAMBUNG...
...Kalo kalian suka part ini jangan lupa ratingnya ya,tapi aku juga sangat butuh kritik dan saran dari kalian, karena aku masih pemula, aku tunggu di kolom komentar okaayy! Semoga betah sampe ending :)...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!