Trangg....
Suara pecahan barang-barang terdengar berisik, mengundang rasa keingintahuan dari batita yang masih berumur 2 tahun tersebut, di langkahkan kaki kecilnya menuju sumber suara pecahan barang-barang yang mengusik pendengarannya.
"Kenapa kamu tega sekali berselingkuh di belakangku, Mas!" Teriak mama batita kecil yang tidak sengaja melihat pertengkaran kedua orang tuanya itu.
"Bukannya selingkuh, aku cuman suka sama Nadia. Nggak lebih." Menenangkan istrinya dengan memegang tangannya agar tidak membanting barang-barang lagi, takut anak mereka melihat pertengkaran mereka.
"Nggak lebih kamu bilang!? Kamu ngerti nggak perasaan aku gimana? Saat liat suami aku jalan dan bergandengan tangan dengan sahabat aku sendiri." Mulai luluh, Rida mengecilkan volume suaranya.
Tanpa mereka sadari anak batita mereka memperhatikan dari pintu dapur dengan badan gemetar takut melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Pertengkaran mereka terus berlanjut tanpa sadar bahwa anak batita mereka ikut serta di dalam pertengkaran itu.
Lima belas menit batita itu menjadi saksi pertengkaran orang tua nya. Hingga tiba-tiba seseorang menyuntikkan cairan ke arah batita itu dari belakang hingga membuatnya tumbang dan,
Bruk ...
"Rara....!" Sepasang suami istri itu, segera berlari ke arah anak mereka dengan rasa terkejut luar biasa, hingga tidak memperdulikan pertengkaran mereka lagi dan langsung berlari menuju Rara mereka.
"Cepat bawa Rara ke kamar mas, aku akan menelpon dokter Hanif." Dengan perasaan kalut mereka segera membawa Rara ke kamar dan langsung menghubungi dokter pribadi keluarga mereka.
...***...
"Bagaimana keadaan Rara kami, Dok?" tanya Bara setelah dokter Hanif memeriksa Raranya.
"Dia baik-baik saja, tapi ketika saya memeriksanya seperti ada bekas suntikan di bahunya. Apa kalian habis memeriksa kesehatannya?"
"Tidak, Dok. Apa pengaruh suntikan itu untuk Rara ?"
"Entahlah, saya juga tidak tau pasti cairan apa itu. Namun, saya pastikan itu tidak berbahaya untuk kesehatannya, perhatikan setiap pergerakannya, takutnya nanti dia memakan atau memegang sesuatu yang berbahaya." Setelahnya dokter Hanif langsung pamit, karena masih ada tugas di rumah sakit tempatnya bekerja.
"Baik, Dok. Terima kasih." Bara langsung berjalan menuju kamar anak tercintanya setelah melihat kepergian dokter Hanif.
ketika membuka pintu kamar Rara, Bara melihat istrinya sedang duduk disamping ranjang dengan memegang dan menciumi tangan mungil Rara.
"Rida," panggilnya dengan suara yang terdengar halus memasuki indra pendengaran ibu beranak satu itu.
"Rida, tolong maafkan aku, jika aku membuatmu terluka dengan rasa sukaku pada Nadia. Sungguh, aku tidak berniat untuk selingkuh darimu. Jika bisa memutar waktu aku tidak akan menyimpan rasa suka ini, sungguh aku menyesal tolong beri aku kesempatan, aku tidak akan mengulanginya kembali." Seraya memohon Bara mengatakannya, agar Rida memaafkannya.
"Apa kata dokter Hanif?" tanyanya langsung tanpa menjawab sahutan dan permohonan suaminya. Ok, sepertinya sedikit sulit untuk memaafkan kesalahan suami dan sahabat dekatnya. Nadia.
"Rara baik-baik saja, hanya terdapat suntikan di bahunya," ucapnya mengulangi perkataan dokter Hanif tadi.
"Suntikan? kamu habis membawa Rara memeriksa kesehatan?" tanyanya heran, sebab ia sendiri belum membawa Rara memeriksa kesehatan bulan ini.
"Nggak, 'kan kamu tau akhir-akhir ini aku lembur terus dikantor," ujar Bara.
"Lembur atau jalan-jalan dengan sahabat busukku itu!?" sarkas Rida dengan lirikan tajamnya.
"Tolong lupakan sejenak masalah itu, sekarang kita harus fokus ke Rara," ucap Bara. setelah mengatakannya keadaan hening sejenak,
"Lalu siapa?" kata mereka serempak.
...$$$...
Siapa hayo? btw ini tulisan pertama aku, semoga suka yaa. hihihi 😁
dukungannya dibutuhkan yaa gayss 💞
Semalaman memikirkan siapa yang menyuntikkan sesuatu ke Rara ternyata membuat mereka lelah hingga terlelap di kamar anak mereka, Rara.
Pagi hari ketika asisten rumah tangga dan satpam datang, Rida langsung menginterogasi mereka di ruang tamu.
"Pak Dadang dan Bi Iyem saya tunggu di ruang tamu, segera." meninggalkan Bi Iyem dan Pak Dadang tanda tanya, mengapa mereka dipanggil? Daripada mendapat ceramah yang jarang didapat namun menyakitkan jika diberi, mereka menuruti permintaan nyonya rumah tempat mereka bekerja itu.
Sampai di ruang tamu Rida langsung mempersilakan mereka untuk duduk.
"Silakan duduk Bi, Pak," ujarnya agar keadaan tidak terlalu kaku, mereka langsung duduk sesuai intruksi dari sang nyonya.
"Kemarin ada seorang penyusup masuk kerumah, dan menyuntikkan sesuatu ke Rara. Kenapa bisa ada penyusup? Sedangkan kalian tau sendiri sistem keamanan rumah di perketat setelah Rara lahir," tanya Rida berusaha setenang mungkin, agar emosinya tidak meledak.
"Kemarin saya izin pulang, Nya. Karena anak sakit. Sebelum pulang saya sudah memastikan kalau hanya orang yang Nyonya dan Tuan izinkan yang mengetahui password gerbang dan pintu rumah utama," jelas Pak Dadang, jika malam Bi Iyem pulang karena anaknya dititipkan ke tetangganya, jadi ia tidak perlu menjelaskan apapun.
"Aneh, saya yakin password tidak sembarang orang tau bahkan bisa dihitung pakai jari siapa saja yang mengetahui password rumah ini," heran. Tentu saja, rumahnya memiliki sandi jika ingin masuk, berjaga-jaga jika Pak Dadang sedang ada keperluan dan izin.
"Nyonya sudah bertanya ke Tuan siapa saja yang tau password-nya?" tanya Bi Iyem.
"Belum, nanti akan saya tanyakan,"
"Maaf mengganggu waktu Bi Iyem dan Pak Dadang, saya mau ke kamar dulu." seraya pergi meninggalkan ruang tamu.
... ***...
Sampai depan pintu Rida langsung masuk, tidak sabar untuk bertanya kepada suaminya. Melihat sang suami terlelap tidak membuat keingintahuannya pudar.
"Mas, bangun," ucapnya dengan lembut, mereka sudah berjanji semalam untuk tidak membahas masalah ini lebih lama. Dengan syarat Bara tidak akan mengulanginya kembali.
Bara menguap dan menggeliat ketika suara lembut istrinya menyapa indra pendengarannya.
"Ada apa, Dek?" tanyanya ketika melihat sang istri memperhatikannya.
"Aku mau nanya sama Mas," ujar Rida
"Tanya aja, biasanya juga langsung nanya kan?"
"Mas pernah ngasih password rumah ke orang lain?" tanya Rida sembari memperhatikan suaminya. Membatu, itu yang dilakukan Bara. Jujur itu membuat Rida aneh dengan Bara.
"Ng ... gak kok Dek. Ke siapa coba mas kasih password rumah kita?" Jawaban yang meragukan, tapi karena waktu pemotretan sebentar lagi jadi Rida memutuskan untuk berhenti menanyakan hal itu ke Bara. Ya, Rida adalah seorang model dan tentu saja ibu yang baik.
"Ya sudah, aku mau berangkat pemotretan dulu," pamitnya sambil mencium tangan sang suami.
"Hati-hati bawa mobilnya Dek," teriaknya karena Rida sudah keluar kamar.
Setelah kepergian istrinya Bara langsung mengambil handphone nya dan mengetik kan pesan untuk seseorang,
ke kolega bisnis 1:
"Ayo ketemu, aku tunggu di tempat biasa." Sudah terkirim pesannya, Bara segera bergegas untuk membersihkan diri dan bersiap untuk menemui sang penerima pesan.
Selesai mandi ia langsung membuka notifikasi pesan dari handphonenya,
dari kolega bisnis 1:
"Baik, usahakan tidak telat. kamu tau aku nggak suka menunggu." menutup handphone dan segera bersiap untuk pergi sesudah melihat balasan pesannya.
Sampai lantai bawah ia langsung bergegas ke dapur untuk memberitahu kepergiannya kepada Bi Iyem, agar Rida tidak perlu mencarinya ketika tak melihat dirinya.
Berjalan menuju bagasi dan mengendarai mobil avando miliknya, dengan kecepatan lebih dari biasanya. Ia tidak ingin membuat penerima pesan tersebut kesal.
...***...
Sampai di kafe tempat biasa mereka bertemu, Bara langsung masuk dan berjalan menuju tempat biasa mereka berdua duduk jika ke kafe itu.
"Sayang," sapa wanita yang ia kirim pesan tadi.
"Baiklah Nadia, aku sedang tidak ingin berbasa-basi. Apa kamu yang tadi malam masuk ke dalam rumahku?" tanyanya dengan datar, suasana kian berubah canggung. Bara tidak pernah mengeluarkan nada datar tersebut sebelumnya jika sedang bersama Nadia. Ya, Nadia lah penerima pesan darinya.
"Niatnya aku mau sapa-sapa an dengan Rida, sudah kupencet bel dan menelpon ke handphone miliknya. Namun, tidak ada sahutan sama sekali jadi aku langsung masuk saja," jawab Nadia dengan sedikit menunduk.
"Apa kamu juga yang menyuntikkan sesuatu ke Rara?" Bara berharap itu bukan Nadia, tapi apa boleh buat. Nadia menganggukkan kepalanya.
Brakk ....
Gebrakan meja tentu saja membuat Nadia terkejut.
"Kamu tau tidak kalau Rara itu masih kecil!?" bentak Bara dengan mencengkram pinggiran meja, hingga membuat buku-buku jarinya memutih.
"Sabar dulu Bara, aku belum menjelaskan alasan aku menyuntik Rara. Dengar dulu penjelasanku, malu juga dilihatin orang-orang," ujarnya menenangkan membuat bara duduk kembali.
"Jelaskan alasan kamu sekarang!" desak bara sambil memaksa.
"Baik, tapi tolong jangan naikkan intonasi suaramu, kamu tau aku paling tidak suka intonasi tinggi dan membentak." Bara mengangguk sebagai jawaban.
"Setelah masuk ke dalam rumahmu, aku langsung mendengar kalian sedang bertengkar dari arah dapur, aku langsung bergegas ke dapur rumahmu. Tapi, yang aku lihat terlebih dahulu justru Rara dengan badan gemetar, aku yakin dia mendengarkan pertengkaran kalian. Jadi aku langsung bergegas menuju meja berlaci yang ada suntikan dan obat bius padahal aku hanya sedikit menyuntikkan obatnya, mungkin karena Rara masih kecil jadi itu berpengaruh besar untuknya. Bodoh sekali kalian bertengkar di depan anak kecil," jelas Nadia yang diakhiri dengan lirikan tajam kepada Bara.
"Rara melihat kami bertengkar? mana mungkin, aku sendiri yang menidurkan Rara," elak Bara.
"Sangking asiknya dengan pertengkaran kalian hingga kalian sendiri tidak sadar jika anak kalian memperhatikan dari pintu dapur. Jadi aku memutuskan untuk membiusnya, aku juga terpaksa. Aku yakin dia tidak akan terlalu ingat pertengkaran kalian kemarin, karena dia masih terlalu kecil untuk menyaksikan pertengkaran kedua orang tua nya," lanjut Nadia.
"Sayang sekali kamu kepada Rara, sayangku. kalau begitu terimakasih," puji Bara sembari berjalan ke tempat duduk Nadia dan memeluknya. Mereka berpelukan agak lama, sampai Nadia menyudahi pelukan itu.
"Aku lapar, Mas. Ayo kita makan dahulu," rengeknya setelah melepaskan pelukan mereka.
"Ya sudah, ayo pesan." Segeralah Nadia mengambil buku pesanan dan memilih makanan dan minuman untuk dirinya dan juga Bara kekasihnya. Suami dari sahabatnya.
"Mbak!" teriak Nadia memanggil seorang pelayan.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya pelayan itu dengan ramah.
"Saya pesan ini semua ya," katanya seraya menujukan menu pilihannya. "semua dijadikan dua porsi."
"Bara, Nadia!?" teriak seseorang yang membuat Nadia tersedak makanan miliknya.
...$$$...
Who is that? sampai membuat Nadia tersedak seperti itu.
saksikan kelanjutan ceritanya nanti yaa 💞
hope you like my story 📝
see you in the next chapter 🎉
Uhuk ... uhuk ... uhuk ....
Bara langsung menyodorkan minum miliknya ke Nadia, dan sekali minum Nadia langsung menghabiskan minumannya hingga tandas.
Setelah minum, Nadia menolehkan kepalanya kepada wanita yang meneriakkan namanya dan juga kekasihnya. Bara.
"Bara dan Nadia, 'kan?" tanya wanita yang meneriakkan nama mereka.
"Iya aku Nadia, kamu kok bisa ada disni?"
"Gua habis dari luar mau makan di sini, nggak taunya ketemu kalian. Boleh gabung?" tanyanya. Nadia melirik Bara dan mendapat anggukan kecil, tanda bahwa Bara setuju.
"Bara ini suami lu atau gimana?"
"Belum, do'a kan saja yaa. Kamu kenal sama Bara?" herannya.
"Tau doang dulu ada temen gua sering ngestalk akun instagram Bara jadi gua tau Bara yang mana. Dulu udah beberapa kali juga sih liat dia," cerita Salma.
"Ouh iya, kamu masih komunikasi sama Rida?" Pertanyaan Salma tentu saja membuat keduanya mati kutu, tapi Nadia berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat biasa saja. Namun, ia tidak bisa menapik rasa takut jika Salma bertemu Rida dan menceritakan tentang hubungannya dengan Bara.
"Ma...sih, cuma sekarang jarang ketemu soalnya dia lagi banyak pemotretan jadi susah nyari waktu untuk kumpul-kumpul." Syukurnya Salma tidak menyadari raut wajah dan suara gugupnya ketika menjawab. Keadaan hening setelah pesanan Salma datang.
"Saya mau ke toilet dulu, permisi," pamit Bara memecah keheningan yang terjadi.
"Iya, jangan lama-lama ya sayang!" sahut Nadia sembari mengerlingkan sebelah matanya.
"So sweet banget sih kalian, kan gua jadi iri," celetuk Salma dengan mulut manyunnya.
"Hahaha, iri lo ya makanya cari pasangan sana. Biar nggak ngenes kalau liat orang pacaran," ledek Nadia yang di hadiahi tatapan sinis oleh Salma.
"Sebagai muslimah yang taat gua nggak mau pacaran karena itu dosa, gua maunya pacaran setelah menikah."
"Iya deh Bu Ustadzah, gua mah apa atuh," guraunya dengan kekehan kecil terdengar dari bibirnya.
Lima belas menit mereka habiskan untuk mengenang masa SMA dulu, mereka sungguh tidak sengaja bertemu di kafe tersebut yang ternyata jadi kafe favorit Salma juga, dunia serasa sempit sekali. Kedatangan Bara dari toilet membuat Nadia memusatkan perhatiannya ke arah Bara,
"Kok lama banget sih, aku sampe bisa cerita panjang lebar loh sama Salma," omel Nadia plus bibir manyunnya.
"Maaf sayang, tadi aku sakit perut banget jadinya lama," ujar Bara sambil mengacak puncak rambut Nadia pelan.
"Serasa nyamuk gua kalau lihat orang begitu, gua mau pulang ajalah. Bye." Lambaian tangan mengakhiri pertemuan yang tidak disengaja itu.
"Bye," teriak mereka membalas ucapan Salma.
"Tadi itu siapa sayang?" tanya Bara.
"Salma, temanku dan Rida dulu ketika SMA," jawabnya.
Itulah penutup pembicaraan mereka karena setelahnya mereka segera memutuskan untuk pulang.
...***...
Sampai di rumah Bara sudah melihat mobil yang biasa dikendarai Rida, ia bergegas menuju ruang makan, karena sekarang waktunya makan siang keluarga kecilnya. Sampai ruang makan ia sudah melihat istri dan juga anaknya dengan pakaian santai, langsung saja ia bergabung di sana.
"Hallo wanita dan gadisnya papa," sapanya sambil mencium puncak kepala Rida dan Rara. Rara sudah pulih karena pengaruh suntikan yang diterimanya kemarin hanya membuatnya terlelap lama dan tidak akan membahayakan nyawanya.
"Hallo, papana ara," sahut Rara ketika mendengar dan menerima sapaan serta ciuman dari papanya, sedangkan Rida hanya membalas dengan senyum manisnya.
Selesai makan mereka langsung menuju ruang keluarga untuk menonton kartun kesukaan Rara bersama-sama. Gelak tawa terdengar ketika Rara mengikuti ucapan ataupun gerakan kartun yang ditonton, harmonis sekali keluarga mereka namun, yang namanya masalah tidak akan dapat dihindari dan ia akan terus dimiliki oleh setiap makhluk yang bernyawa. Oleh karena itu belajarlah dengan baik cara menyikapi masalah yang datang, jangan sampai membuat penyesalan untuk kemudian hari.
Cobalah untuk saling jujur dan percaya, ingat komitmen yang dibuat sebelum bersatu. Jangan sampai ikatan suci retak hanya karena nafsu semata.
...$$$...
Haish aku bingung, mau lanjut tapi takut pada keburu bosen karena akhir chapter selalu membingungkan. Tapi makasih yang udah baca apalagi kalo ama like and komen, hihihi.
Ok guys, see you next chapter (^.^)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!