Menikah sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran Felicie. Saat ini usianya masih tujuh belas tahun dan baru saja lulus sekolah.
Felicie ingin sekali meneruskan kuliah di negara tempat kelahiran mama nya, Perancis. Karena itu ia belajar dengan keras agar bisa mendapatkan beasiswa untuk bisa kuliah disana dan ia berhasil. Felicie mendapatkan beasiswa itu.
Tetapi itu semua harus gagal, karena ia harus menikah dengan seorang pria yang sama sekali belum di kenalnya. Sebenarnya Felicie sudah berusaha keras untuk menolak pernikahan ini.
Namun Om Bagas yang merupakan kakak dari papanya mengatakan bahwa saat Papanya meninggal, meninggalkan hutang yang sangat banyak. Papa meminjam uang sebesar dua milyar dari Tuan William untuk menambah dana bagi perusahaan agar tidak bangkrut. Saat meminjam uang itu, Papa berjanji akan segera membayar hutangnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Jika dalam waktu yang
disepakati Papa tidak bisa membayar pinjamannya, maka perusahaan dan rumah akan diambil oleh Tuan William.
Satu - satunya cara kata Om Bagas agar perusahaan dan rumah tidak disita adalah dengan menerima syarat yang diberikan oleh Tuan William yaitu menikah dengan Aaron, putranya yang sekarang menggantikan Tuan William memimpin perusahaannya.
Aaron berusia dua puluh lima tahun. Setelah tahu akan dinikahkan dengannya, Felicie mencari tahu tentang Aaron, walau ia tidak bisa melihat wajah Aaron, karena sepertinya sengaja disembunyikan dari media manapun. Tapi ia mengetahui kalau Aaron dikenal sebagai sosok yang sangat angkuh, sombong, dingin dan sangat suka bermain dengan para wanita.
Sejak Papa meninggal lima tahun yang lalu, Om Bagas dan keluarganya pindah dan tinggal di rumah orang tua Felicie.
Begitu juga dengan perusahaan Papa, Om Bagas yang menjalankannya.
Karena usia Felicie yang masih sangat muda saat itu, jadi ia harus di dampingi keluarga terdekatnya.
Tidak mungkin juga Felicie hidup sendiri di rumah mewah peninggalan orang tuanya. Walaupun ada bik Sumi dan Tika anaknya serta pelayan lainnya, tapi di mata hukum mereka tetap orang luar dan status mereka hanya sebagai pekerja. Tidak akan bisa mewakili Felicie dalam hal apapun.
Awalnya saat Om Bagas dan keluarganya tinggal dirumah Felicie, mereka memperlakukannya dengan baik.
Tetapi setelah beberapa bulan, mereka mulai menunjukkan sifat aslinya.
Om Bagas dan istrinya Tante Sisca beserta kedua anaknya Vera dan Vina yang usianya jauh lebih tua beberapa tahun dari Felicie sering berlaku kasar padanya. Bahkan beberapa kali pernah mencoba menyiksanya. Namun, syukurnya Felicie bukan gadis yang lemah.
Sejak kecil, Felicie dilatih untuk mempelajari bela diri. Sehingga saat Tante Sisca dan kedua anaknya ingin menyiksanya, ia bisa dengan mudah mengatasinya dan membuat mereka babak - belur. Hingga akhirnya, mereka tidak berani lagi menganggu Felicie.
Hanya omelan, makian dan perintah yang sering mereka lontarkan padanya. Jika perintah mereka dibantah atau dilawan oleh Felicie, maka Tante Sisca akan menyuruh Om Bagas untuk tidak memberi uang saku dan tidak membayar uang sekolahnya.
Karena masih ingin sekolah, Felicie terpaksa harus menuruti perintah mereka. Felicie disuruh untuk mencuci bajunya sendiri, memasak makanan buat dimakannya, karena Felicie tidak diijinkan memakan makanan yang di masak oleh pelayan dirumah ini, dan Felicie sering disuruh mencuci mobil Om Bagas dan keluarganya.
Ya, sejak mereka tinggal disini dan Om Bagas memegang perusahaan Papa, ia membeli beberapa mobil untuknya juga mobil buat Tante Sisca, Vera dan Vina.
Bahkan sekarang Felicie tidur dikamar yang kecil dekat gudang. Karena kamarnya ditempati oleh Vera.
Bik Sumi, Tika dan dua pelayan lainnya tidak bisa membantu Felicie, karena diancam akan di pecat jika ada yang berani membantunya.
Jika dipecat, Bik Sumi tidak akan bisa lagi menjaga Felicie. Sementara saat Mama Felicie yang bernama Adele, meninggal pada waktu usia Felicie masih lima tahun, mamanya memberi pesan pada Bik Sumi agar selalu menjaga dan merawat Felicie dengan baik dan tidak akan pernah meninggalkan Felicie sendiri. Bik Sumi sudah menganggap Felicie sebagai anaknya sama seperti Tika anak kandungnya. Bahkan Felicie juga memanggilnya Ibu sama dengan Tika anaknya.
Bik Sumi mulai bekerja disini sejak beberapa tahun yang lalu, saat ia dalam keadaan hamil besar, ia diceraikan suaminya karena suami bik Sumi menikah lagi.
Waktu itu tidak ada orang yang mau menampungnya setelah
dicampakkan begitu saja oleh suaminya. Hingga akhirnya bik Sumi bertemu dengan Adele, mamanya Felicie di jalan. Bik Sumi pingsan karena sudah dua hari tidak makan, ia tidak punya uang untuk membeli makanan.
Saat bik Sumi memutuskan pergi ke kota ini agar jauh dari kota tempat tinggalnya, ia mengalami kecopetan waktu berada di terminal bis. Hingga ia tidak memiliki uang sepeserpun.
Adele, mamanya Felicie bersama suaminya membawa bik Sumi untuk dirawat dirumah sakit.
Setelah sembuh ia dibawa kerumah mereka dan dianggap sebagai keluarga.
Orang tua Felicie membiayai semua biaya persalinannya. Bahkan selama setahun bik Sumi disuruh untuk istirahat dan hanya mengurus anaknya, Tika. Bahkan mereka menyekolahkan Tika.
Sejak saat itu bik Sumi memutuskan akan membalas budi pada keluarga ini. Ia mengerjakan pekerjaan rumah tanpa berharap imbalan. Tetapi papanya Felicie tetap memberikan uang padanya dengan alasan untuk disimpan buat keperluan Tika anaknya.
Makanya sekarang bik Sumi sangat sedih karena mendengar Felicie harus menikah.
Sedangkan Tika anaknya saja yang sudah berusia dua puluh empat tahun tidak ingin menikah dulu supaya bisa mengumpulkan uang yang banyak dari jualan onlinenya, selain membantu ibunya dirumah ini.
Tetapi karena tidak mempunyai kekuatan yang besar, bik Sumi tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Felicie.
Sejak sering diperlakukan tidak adil oleh Bagas dan keluarganya.
Bahkan ia disuruh memilih keluar dari rumah ataupun boleh tetap tinggal dirumah ini tetapi Felicie harus membiayai sendiri uang sekolahnya, Felicie berubah menjadi sosok yang dingin. Ia hanya bicara dengan bik Sumi, Tika dan pelayan saja.
Apalagi ia sudah malas berinteraksi dengan Om Bagas dan keluarganya. Felicie lebih banyak menghabiskan waktunya di toko buku tempati ia bekerja ataupun sanggar bela diri, tempat ia melatih anak - anak sekolah dasar. Ia memilih melatih anak - anak agar mereka bisa melindungi diri sendiri sejak dini jika ada yang berniat jahat pada mereka.
Felicie memutuskan untuk tetap bertahan di rumah peninggalan orang tuanya karena mengingat saat Pengacara keluarga membacakan wasiat dari papanya bahwa ia akan berhak memimpin perusahaan saat usianya sudah dua puluh tahun. Tetapi selagi menunggu waktu itu, ia malah dipaksa menikah.
Ketika Felicie ingin menemui Pengacara dan bertanya tentang hutang papanya, ia malah mendapat kabar kalau Pengacara itu meninggal karena kecelakaan dan sekarang digantikan dengan teman dekat Om Bagas.
Om Bagas mengatakan kalau apa yang dikatakan Pengacara Papa itu berbohong, ia memalsukan wasiat papa. Pengacara itu ingin menguasai perusahaan jika Felicie yang memimpinnya, karena tidak mengerti tentang seluk - beluk perusahaan.
Sebenarnya isi wasiat Papa mengatakan kalau meminta Om Bagas yang tetap mengelola perusahaan, agar perusahaan bangkit kembali karena hutang yang papa buat.
" Mas, besok jadikan Felicie menikah ?" tanya Sisca istri Bagas.
" Tentu saja ia harus tetap menikah besok. Jadi Papa tidak perlu lagi membayar uang yang Papa pinjam sama Tuan William." jawab Bagas senang.
" Baguslah, akhirnya kita berhasil menyingkirkan anak itu. Mama sudah muak banget melihat wajahnya." Sisca tersenyum lebar karena merasa bahagia bisa membuat Felicie pergi dari rumah ini.
" Ya, mulai besok kita tidak akan pernah melihatnya lagi." ucap Bagas juga bahagia seperti istrinya.
" Tapi, Mas ... Tuan William kan sangat kaya, kenapa pernikahan anaknya hanya dibuat dirumah saja bukan di hotel mewah miliknya ? " tanya Sisca heran.
" Itu atas permintaan anaknya. Pada awalnya ia menolak pernikahan ini tapi setelah dipaksa sama Tuan William akhirnya ia setuju. Tetapi dengan syarat tidak ada pesta yang meriah. Ia hanya setuju menikah secara sederhana dan tertutup. Ia tidak ingin ada media yang mengetahui tentang pernikahannya." Bagas menjelaskan pada Sisca.
" Oh, baguslah ... Jadi anak itu tidak akan bisa besar kepala karena tidak ada yang tahu kalau ia menikah dengan seorang Pengusaha terkenal dan kaya." ujar Sisca lalu tertawa keras mendengar nasib Felicie yang bakal menderita karena tak diinginkan oleh suaminya.
" Pa, anak Tuan William itu ganteng apa gak ? Apa papa pernah bertemu dengannya ? " tanya Vera yang sejak tadi hanya mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya.
" Papa gak tahu dia ganteng apa gak, karena beberapa kali Papa menemui Tuan William di perusahaannya, ia tidak ada." Bagas menjawab pertanyaan anaknya.
" Oh, kirain Papa pernah ketemu sama dia." ucap Vera lalu menghela nafas pelan.
" Kenapa kamu menanyakannya, sayang ? " tanya Bagas heran.
" Gak papa sih, Pa ... Dia itukan kaya raya, kalau dia ganteng biar Vera aja yang menikah dengannya. Jadi biar harta kita bakalan bertambah banyak." ucap Vera manja.
" Iya, Pa ... Vina juga mau nikah sama dia kalau wajahnya ganteng." Vina ikut menimpali perkataan Vera kakaknya.
" Huss ... kamu masih kecil, jangan mikirin nikah. Baru juga dua puluh satu tahun." omel Vera sambil melotot kearah Vina.
Vina cuma meringis mendengar omongan Vera.
" Itu tidak akan pernah terjadi. Papa gak akan mengijinkan kalian berdua menikah dengan dia. Aaron memang kaya tapi ia terkenal dengan sifat angkuh, kasar, dingin dan suka bermain dengan banyak wanita. Papa gak ingin kalian menderita." Bagas dengan wajah serius menolak keinginan kedua anaknya.
" Wah, kalau begitu Felicie bakalan menderita, dong ... " nada bicara Vera terdengar sangat senang, karena membayangkan hidup Felicie yang akan sengsara.
" Itu memang pantas buatnya, biarkan saja anak menyebalkan itu tersiksa karena ulah suaminya.
Kalau perlu karena saking tersiksanya sekalian saja dia jadi gila ... hahaha." ujar Sisca jahat lalu tertawa.
" Hahaha ... Iya, mama benar." Vera dan Vina pun ikut tertawa saat memikirkan kalau Felicie mendadak gila karena tidak tahan dengan ulah suaminya.
Bagas hanya tersenyum, ia merasa bahagia karena melihat istri dan anak - anaknya tertawa lepas seperti ini.
Bik Sumi dan Tika anaknya yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka, setelah keluar dari dapur setelah membersihkan perabotan selepas Bagas dan keluarganya selesai makan merasa sangat terkejut.
Ternyata, Bagas berbohong pada Felicie, saat memaksanya untuk menerima pernikahan ini ... bukan Papa Felicie yang berhutang melainkan Bagas.
Setelah mendengar mereka tidak berbicara lagi, dengan buru - buru bik Sumi dan Tika pergi dari depan kamar Bagas. Agar kehadiran mereka jangan sampai diketahui oleh Bagas dan keluarganya.
" Buk, kasihan Felicie. Pak Bagas dan keluarganya jahat banget.
Kog, mereka tega ya sama Felicie,
diakan ponakan Pak Bagas sendiri." Tika berkata dengan raut wajah marah setelah berada di ruangan makan.
" Iya, mereka benar - benar jahat. Sebaiknya nanti kita memberitahu Felicie kalau sudah pulang dari tempat kerjanya. Kalau bukan Tuan Bimo yang berhutang melainkan Pak Bagas. Tapi kita harus hati - hati, jangan sampai ketahuan sama mereka." ucap Bik Sumi tak kalah marah.
" Iya, buk ... kita harus beritahu Felicie."
" Udah sekarang kita harus bersikap biasa, jangan buat mereka curiga."
" Benar, buk ... mereka sangat licik."
Bik Sumi dan Tika kembali melanjutkan pekerjaan mereka dengan dan bersikap seperti tidak tahu apapun.
" Eh, Sumi ... anak brengsek itu belum pulang juga ? " tanya Sisca yang tiba - tiba sudah berada di dekat mereka dengan muka marahnya.
" Belum, nyonya ... mungkin bentar lagi. Biasanya non Felicie sehabis pulang kerja terus mampir ke sanggar dulu nyonya, lagian non Felicie pernah bilang kalau nungguin angkotnya agak lama." jawab Sumi lega karena tidak ketahuan Sisca.
" Alasan ... Kemana aja anak sialan itu. Udah jam segini belum nyampe rumah juga. Besok diakan mau menikah, seharusnya diam dirumah bukan gentayangan diluar." umpat Sisca kesal.
Bik Sumi dan Tika rasanya ingin merobek mulut Sisca yang seenaknya mengumpat Felicie.
" Ya, sudah ... saya mau istirahat. Nanti kalau anak sialan itu sudah pulang, suruh dia langsung tidur biar besok wajahnya yang jelek itu gak buat malu." perintah Sisca dengan wajah menahan kantuk.
" Baik, nyonya ... " bik Sumi menjawab dengan cepat agar Sisca segera pergi.
Benar saja, Sisca langsung pergi menuju kamar tidurnya begitu bik Sumi menjawab perintahnya.
" Dasar nek lampir." umpat Tika kesal begitu melihat Sisca sudah masuk kedalam kamarnya.
" Gak baik ngomong begitu, nak." tegur bik Sumi.
" Biarin aja buk, memang dia kaya dedemit sifatnya. Kalau manusia dia gak akan tega sama ponakan sendiri, apalagi Felicie itu sudah gak punya orang tua lagi." Tika malah semakin kesal sama Sisca karena Ibunya menegurnya.
" Ya, udah ... sabar. Sebaiknya kita sekarang menunggu Felicie pulang. Tolong bilangin sama Inah, buatkan susu hangat buat Felicie." bik Sumi menyuruh Tika menemui Inah, pelayan yang bertugas menyiapkan minuman buat Felicie.
" Baik, buk ... " Tika lalu menuju kebelakang buat menemui Inah.
Baru saja Tika pergi, Felicie pun pulang. Wajahnya terlihat letih karena baru pulang dari sanggar.
Ia melepaskan kekesalannya di sana dengan memukuli samsak. Ia masih tak percaya kalau besok akan menikah. Ia harus segera pergi dari rumah ini. Rumah yang banyak menyimpan kenangan dari orang tuanya.
" Baru pulang, Felicie ... bentar, mbak mu lagi ngambil susu coklat hangat buat kamu." Bik Sumi lalu merangkul Felicie.
" Buk, apa yang harus Felicie lakukan. Felicie tidak ingin menikah. Felicie masih ingin kuliah." ucap Felicie dengan wajah sedih.
Bik Sumi ingin menangis melihat nasib Felicie. Ia sangat iba dengan kejadian yang dialaminya.
Tika yang datang sambil membawa gelas berisi susu coklat hangat buat Felicie, melihat ia sudah pulang langsung menarik Ibunya dan Felicie menuju kamar mereka. Ia teringat dengan pembicaraan Bagas dan keluarganya tadi, ia harus mengatakannya sekarang.
Begitu sudah didalam kamar, Tika lalu menguncinya. Ia tidak ingin tiba - tiba ada yang masuk.
" Sini, duduk Felicie, terus abisin dulu susu coklat mu. " Tika mengatakan itu agar Felicie lebih tenang saat nanti mendengarkan ceritanya.
Kening Felicie sedikit berkerut melihat keanehan sikap bik Sumi dan Tika. Namun ia tetap melakukan apa yang dikatakan Tika. Setelah duduk, Felicie segera meminum susu coklat hangat kesukaannya. Ia sengaja menghabiskannya dengan cepat karena penasaran ingin secepatnya mendengar apa yang ingin di katakan oleh Tika dan Bik Sumi.
" Udah habis nih, mbak ... sekarang mbak bisa mengatakan apa yang mau mbak ceritakan sama Felicie." ucap Felicie sambil menatap keduanya.
Terlihat bik Sumi dan Tika menghela nafas dengan berat.
" Tapi, kamu harus janji sama mbak dan Ibu kalau kamu gak akan melakukan hal nekat yang akan merugikan dirimu sendiri.
Bisa kamu janji sama, mbak ...?"
Tika memastikan dulu supaya Felicie tidak akan emosi setelah mendengar cerita yang sebenarnya.
" Kenapa Feli harus janji dulu ? Ada apa sih, sebenarnya Bu, mbak ... ?" tanya Felicie heran.
" Ya udah, kalau kamu gak mau janji, mbak gak akan cerita." Tika sengaja mengancam Felicie.
" Dengarkan perkataan mbak mu, nak .... kamu janji dulu seperti yang mbak mu katakan." ucap Bik Sumi lembut.
" Baiklah, Feli janji gak akan melakukan yang bisa merugikan diri Feli sendiri." akhirnya Felicie mengalah karena Tika tetap menutup rapat mulutnya sebelum mendengar janji dari Felicie.
Tika dan Bik Sumi menarik nafas lega setelah mendengar perkataan Felicie. Mereka tahu, Felicie tipe orang yang akan selalu menepati setiap perkataan yang telah di ucapkan nya.
" Baik, Ibu percaya sama janjimu. Sekarang biarkan mbak mu menceritakan semua." Bik Sumi berkata sambil mengelus kepalaku.
Felicie sangat menikmati moment saat Bik Sumi melakukan ini. Ia sampai memejamkan mata. Felicie selalu membayangkan kalau mama nya yang sekarang sedang mengelus kepalanya.
Tika dan Bik Sumi yang melihatnya merasa iba dengan nasib yang dialami gadis ini. Ia sudah kehilangan kasih - sayang dari kedua orang tuanya saat ia masih sangat membutuhkannya.
Sekarang malah dikorbankan sama Om nya sendiri.
" Kamu harus dengarkan cerita mbak sampai selesai dan jangan di sela. " ucap Tika lembut
" Ya, mbak ... " sahut Felicie dengan posisi mata masih terpejam, malah sekarang ia meletakkan kepalanya di paha bik Sumi. Bik Sumi terus mengelus kepala Felicie agar membuatnya lebih tenang ketika mendengar cerita Tika.
" Tadi Ibu dan mbak gak sengaja mendengar waktu melewati kamar Pak Bagas. Dia mengatakan kalau sebenarnya yang berhutang dengan Tuan William adalah Pak Bagas, bukannya papa kamu.
Felicie langsung membuka matanya dengan lebar begitu mendengar perkataan Tika.
Ia langsung bangkit dari pangkuan bik Sumi dan ingin berjalan keluar tapi terhenti dengan perkataan Tika.
" Tahan emosimu, kamu harus bisa Felicie. Kamu tadi kan sudah janji sama mbak dan Ibu. Lagian cerita, mbak belum selesai." ucap Tika serius.
Wajah Felicie memerah menahan rasa marah di hatinya. Tapi ia berusaha meredakannya karena Felicie sudah berjanji pada mereka berdua, akhirnya dengan susah payah ia bisa mengontrol emosinya dan kembali duduk.
Melihat Felicie mengurungkan niatnya, bik Sumi dan Tika menarik nafas lega. Tika lalu melanjutkan ceritanya.
Felicie mendengar dengan serius setiap perkataan yang keluar dari mulut Tika hingga selesai.
Matanya terlihat membara, dan tangannya terkepal erat. Felicie yang sedari tadi sudah berusaha menahan emosi, berlari kedalam kamar mandi bik Sumi dan akhirnya melepaskan dengan cara berteriak keras didalam bak mandi agar tidak sampai terdengar oleh Bagas dan keluarganya yang sedang enak - enakan tidur.
Ya, karena orang tua Felicie tidak pernah menganggap bik Sumi dan Tika sebagai pelayan, melainkan sebagai keluarga. Mereka diberi kamar yang layak dan dibuatkan kamar mandi di dalam kamarnya.
Begitu pula dengan pelayan lainnya. Papa tidak pernah membedakan status seseorang.
Bik Sumi dan Tika yang mengikutinya akhirnya membiarkan setelah melihat apa yang dilakukan Felicie. Mungkin dengan cara meluapkan amarahnya dan rasa sakit dihatinya seperti itu, ia bisa sedikit lebih tenang. Mereka lalu kembali duduk ditepi tempat tidur dan menunggu Felicie selesai mengeluarkan semuanya.
Setelah puas teriak dan menangis, Felicie terduduk dilantai kamar mandi. Lalu berusaha dengan tenang memikirkan apa yang harus dilakukannya sekarang.
Ia tidak ingin Bagas dan keluarganya merasa senang jika melihat ia terpuruk seperti ini.
Felicie akhirnya memutuskan akan tetap menerima pernikahan ini dan berpura - pura tidak mengetahui kebusukan Bagas.
Ia harus keluar dari rumah ini walaupun berat agar Felicie bisa melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan mereka.
Setelah mengambil keputusan, Felicie segera bangkit dan berjalan keluar dari kamar mandi.
Ia lalu duduk di samping bik Sumi.
Bik Sumi dan Tika langsung memeluknya. Mereka menangis melihat keadaan Felicie.
" Bu, mbak ... jangan menangis. Felicie gak papa.
Felicie sudah memutuskan akan meneruskan pernikahan ini." suara Felicie terdengar datar.
Mereka terkejut mendengar perkataan Felicie.
" Kenapa kamu masih tetap mau menerima pernikahan itu padahal kamu sudah tahu kalau Pak Bagas
yang berhutang bukannya papa kamu ? " tanya Tika dengan nada tak menerima.
" Mereka ingin Felicie keluar dari rumah inikan, maka Felicie akan melakukannya seperti yang mereka inginkan.
Jika Felicie menolak, mereka akan tetap melakukan berbagai cara untuk mengusir Felicie. "
ujar Felicie menjelaskan dengan panjang.
" Tapi, Felicie ... tapikan kamu tahu kalau calon suamimu itu pria brengsek yang angkuh, dingin dan gemar bermain wanita. Mereka ingin kamu menderita dengan menikahinya." Tika gak setuju dengan yang diucapkan Felicie.
" Iya, nak ... sebaiknya kamu jangan menerima pernikahan ini.
Biarkan saja Pak Bagas yang menanggung perbuatannya sendiri. Kamu harus pergi sekarang juga dari sini." bik Sumi yang juga tidak setuju dengan keputusan Felicie mengusulkan untuk kabur.
" Kabur kemana, Bu ? ke Apartment, gak mungkin buk, Felicie gak mau mereka akhirnya tahu kalau sebenarnya Papa sudah memberikan tabungan yang cukup dan apartment buat Felicie. Biarkan aja mereka berfikir kalau Felicie terpaksa menerima pernikahan ini karena sudah gak punya apa - apa lagi." Felicie. memberikan alasannya.
" Ibu punya simpanan, waktu Papamu masih ada semua uang yang diberikan, Ibu tabung.
Ibu tidak pernah memakainya. Karena semua kebutuhan kami sudah tersedia di rumah ini.
Bahkan uang sekolah Tika, orang tuamu yang membayarnya.
Kamu bisa menggunakan uang itu, untuk pura - pura menyewa rumah kecil di luar sana." Bik Sumi berusaha tetap membujuk Felicie.
" Iya, Felicie ... mbak juga ada tabungan dari hasil jualan online.
Kamu bisa membawanya juga.
Sebaiknya kamu pergi sekarang." Tika juga setuju dengan usul Ibu nya.
" Terima kasih, Ibu, mbak Tika karena udah sayang sama Felicie.
Tapi maaf kali ini harus menolak keinginan kalian. Felicie sudah memiliki rencana sendiri." tolak Felicie.
Mata Bik Sumi dan Tika kembali berkaca - kaca mendengar perkataan Felicie.
" Tapi, Felicie ... kamu kan ingin kuliah ke Perancis. Apa kamu rela mengorbankan mimpimu ? " Tika tetap berusaha meyakinkan Felicie.
" Mbak, jangan khawatir ... semua pasti ada jalannya. Felicie harap Ibu dan mbak bisa bersikap seperti biasa, seakan - akan tidak tahu mengenai yang di katakan Om Bagas."
" Felicie .... ".
" Nak ..."
" Udah, jangan khawatir sama Felicie. Felicie pasti bisa menghadapi pria brengsek itu.
Yang paling penting doakan saja Felicie baik - baik saja."
" Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu, Felicie ?" tanya Tika masih gak rela.
" Yakin, mbak ... " jawab Felicie serius.
"Tapi bagaimana jika pria itu menyakiti kamu ? "
" Mbak gak yakin dengan kemampuan adikmu ini ? Felicie pasti bisa mengatasinya."
Akhirnya setelah tetap tidak berhasil membujuk Felicie, bik Sumi dan Tika terpaksa mengikuti keputusan Felicie.
" Baiklah, tapi kamu harus janji sama Mbak dan Ibu, kamu harus kuat. Jika kamu sudah tidak kuat lagi menghadapinya, kamu harus segera pergi dari sana." Tika memandang lembut pada Felicie yang sudah dianggap seperti adik kandungnya.
" Okey ... " jawab Felicie santai.
" Sekarang sebaiknya kita tidur. Biar besok kamu kelihatan lebih segar dan cantik. Jangan buat mereka senang dengan melihat penampilanmu yang lelah." ucap Bik Sumi dengan wajah menyimpan emosi pada Bagas dan keluarganya.
" Ya, buk ... mungkin ini malam terakhir Felicie bisa tidur bareng Ibu dan mbak Tika karena Felicie belum tahu kapan bisa kembali ke rumah ini." ucapnya lirih.
" Jangan ngomong seperti itu, kamu pasti bisa kembali dan mengambil semua yang menjadi hak kamu, Felicie." Tika memberi semangat.
" Itu pasti mbak, tapi mungkin gak bisa secepatnya. Banyak yang harus Felicie kerjakan nanti."
" Gak papa ... lakukan seperti yang kamu inginkan atau kalau gak Ibu dan mbak keluar juga dari rumah ini lalu ikut bersama kamu."
" Jangan mbak, Felicie ingin kalian tetap bertahan disini agar bisa melihat dan mendengar apa yang mereka rencanakan lagi setelah Felicie pergi." Felicie melarang Tika.
" Mbak gak bisa janji, kalau mereka kelewatan mungkin mbak akan membawa Ibu pergi juga dari sini."
" Ya, Felicie mengerti."
" Tapi nak, setelah kamu gak disini lagi, kamu harus janji tetap menghubungi kami. Jangan sampai kami kehilangan kabar darimu." ucap Bik Sumi.
Felicie hanya menganggukkan kepalanya mendengar perkataan bik Sumi, Ia tidak berani berjanji.
" Udah, kita tidur sekarang." ajak bik Sumi pada kedua anaknya lalu berbaring di kasur.
Tika dan Felicie lalu mengikuti bik Sumi dan juga merebahkan badan mereka di kasur.
Mungkin karena tubuh dan hatinya yang sangat lelah.Tidak butuh waktu lama, Felicie pun tertidur.
Bik Sumi dan Tika yang tadi berpura - pura memejamkan mata, memandangi wajah Felicie.
Mereka iba dengan jalan hidup yang harus dialami Felicie.
Sekarang yang bisa mereka berdua lakukan hanya mendoakannya, semoga ia segera mendapatkan kebahagiannya kembali seperti dulu ketika orang tuanya masih ada...
Felicie Harsaka
Semoga kalian menyukai visualnya...
Setelah Felicie selesai melakukan sholat Subuh berjamaah dengan bik Sumi dan Tika, ia memutuskan untuk keluar dari kamar bik Sumi.
" Felicie keluar duluan ya buk, nanti kalau ketahuan sama siluman ular Felicie tidur disini, Ibu bakalan dimarahi." Felicie berjalan kearah pintu kamar.
" Kita barengan aja keluarnya, ngapain juga takut sama nek lampir itu." ucap Tika kesal mengingat Sisca.
"Iya, nak ... kita keluar sama - sama aja. Biar Ibu dan mbak mu
bantuin beres - beres barang yang mau kamu bawa nanti." Sumi menghampiri Felicie yang masih berdiri di depan pintu.
" Ibu lucu deh ..., barang apa yang mau diberesin, sejak mereka tinggal disini Felicie kan gak pernah beli baju lagi." Felicie tersenyum, ia terlihat lebih tegar pagi ini.
Sumi dan Tika hanya bisa menghela nafas mendengar omongan Felicie. Memang benar, sejak Bagas dan keluarganya pindah kerumah ini, mereka tidak pernah membelikan sepotong baju buat Felicie, kecuali waktu pengacara papanya masih hidup.
" Kog, malah sedih ... Felicie sudah membereskan barang - barang sejak kemarin. Ijasah dan foto Papa sama Mama udah Felicie taruh di apartment. Nanti paling bawa baju seadanya saja."
" Ya, udah kalau gitu kita keluar sekarang sebelum mereka pada bangun."
" Ya buk ... " jawab Felicie dan Tika bersamaan.
Mereka bertiga pun keluar bersama dari kamar, dan berjalan menuju dapur. Di dapur juga sudah ada pelayan lainnya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan buat Bagas dan keluarganya.
" Sarapan dulu non ..." salah satu pelayan meletakkan makanan dan susu coklat hangat di meja makan yang terletak di dapur. Selama ini Felicie memang makan bersama mereka di dapur karena tidak diizinkan bergabung oleh Sisca di meja makan utama.
" Iya, non ... sebaiknya sarapan sekarang, sebelum semua gerombolan penyamun itu bangun." kata pelayan yang lainnya.
" Hahaha ... bibik bisa aja." Felicie tertawa mendengarnya.
Begitu pula dengan bik Sumi, Tika dan pelayan yang menghidangkan makanan buat Felicie tertawa. Tapi mereka tidak berani tertawa kencang karena gak ingin membangunkan Bagas dan keluarganya yang selalu bangun kesiangan jika tidak di bangunkan oleh bik Sumi.
Akhirnya mereka berlima duduk bersama dan menikmati sarapan.
Setelah selesai sarapan, merekapun segera membersihkannya agar tidak ketahuan sama Sisca.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh, bik Sumi pun bergegas pergi untuk membangunkan Bagas dan keluarganya seperti biasa.
Sementara Felicie pergi menuju kamarnya. Tika ingin ikut bersamanya tapi Felicie melarang karena gak ingin saat Sisca datang dan melihat Tika di kamar Felicie, bisa - bisa ia memarahinya dan kena pecat.
Setelah bik Sumi berhasil membangunkan Bagas dan keluarganya, ia pun kembali menuju meja makan. Disana juga sudah ada Tika dan dua pelayan yang tadi sarapan bersama Felicie. Karena Sisca dan anak - anaknya selalu meminta di layani oleh semua pelayan yang ada di rumah ini.
Kalau kata Tika, mereka itu norak, "OKBKM" alias orang kaya baru karena mencuri." Hahaha ... ada - ada saja si Tika.
Beberapa menit kemudian Bagas dan keluarganya sudah berada di meja makan.
" Mana, anak brengsek itu, Sumi ?"
tanya Sisca begitu duduk.
" Mungkin masih di kamar, nyonya ... lagi nyiapin barang - barangnya." jawab Sumi malas.
" Hahaha ... gaya banget. Apa juga yang mau diberesin sama dia. Baju - baju buluk nya itu." hina Sisca.
Bagas dan kedua anaknya, Vera dan Vina ikut tertawa mendengar perkataan Sisca.
Sedangkan Sumi, Tika dan ke dua pelayan hanya memandang sinis.
" Panggil dia kemari ! " perintah Sisca pada salah satu pelayan.
" Baik, nyonya ... " pelayan itu pergi setelah menjawab perintah Sisca.
" Ma, memangnya jam berapa acara pernikahan si miskin itu ?" tanya Vera karena sebelumnya belum menanyakan pada orang tuanya.
" Pukul dua siang ini., kita kesana nya pukul dua belas aja biar gak terlalu lama dengan jarak acara di mulai.
Sebenarnya mama juga malas pergi, kalau gak karena ingin memberi kesan baik sama Tuan William." jawab Sisca dengan raut wajah kesal.
" Bagus deh, ma ... biar Vera masih bisa tidur lagi, masih ngantuk soalnya." ucap Vera senang.
" Terus si miskin Felicie pergi bareng sama kita, ma ... ? " tanya Vina.
" Ya, enggaklah ... dia pergi sendiri aja. Dia harus pergi sekarang, karena kata Tuan William kemarin sama Papa, anaknya mau membicarakan sesuatu dulu sama Felicie sebelum pernikahan di langsungkan."
" Ohh ... baju buat nikahnya nanti mama yang belikan ? "
" Sebenarnya mama memang pengen dia pakai baju yang dari mama. Mama udah beli kebaya bekas dari tukang loak, biar dia terlihat jelek dan lusuh. Jadi suaminya langsung muak begitu melihatnya. Tapi kata Tuan William semua sudah disediakan disana. Jadi, gak jadi deh ... si brengsek itu pakai kebaya dari mama."
Bik Sumi dan Tika rasanya ingin sekali melempar piring ke wajah Sisca saat mengatakan itu. Tapi karena teringat permintaan Felicie, kalau mereka harus tetap bertahan disini terpaksa mereka menahannya.
" Enak juga si miskin itu, pasti baju yang di sediakan Tuan William bagus."
" Maka nya mama jadi kesal. Kalau dia pakai kebaya yang dari mama kan pasti dia akan terlihat menyedihkan."
" Iya, ya ma ... kenapa Papa gak minta nikahnya di buat di rumah kita aja. Jadi Vera dan Vina bisa dandanin biar si miskin itu terlihat norak dan jelek."
" Tau, tuh papa kalian cuma bisa diam dan setuju saja sama perkataan Tuan William dan anaknya."
Bagas yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan isteri dan anak - anaknya sambil sarapan langsung menghentikan suapannya begitu mendengar omongan istrinya.
" Memang mama mau Tuan William melakukan sesuatu yang buruk pada keluarga kita kalau papa menolak keinginannya." ujar Bagas marah.
" Gak, bukan gitu maksud mama,
Mas kan bisa ngasih alasan apa kek, bilang aja karena dia ponakan satu - satunya, jadi mas pengen sekali nikahnya di buat dirumah kita aja. Kalau gitukan mama sama anak - anak lebih gampang ngerjain Felicie." Sisca masih tetap menyalahkan suaminya.
" Kalau gitu, kenapa gak mama aja yang ngomong sama Tuan William." Bagas mulai kesal.
" Ih, ya gak mungkinlah ... mama kan belum pernah berurusan dengan Tuan William." Sisca mencari alasan.
" Ya, udah ... kalau gitu sebaiknya mama diam saja. Jangan banyak protes." ucap Bagas dengan suara mulai keras.
" Loh, kog malah marah, sih ? Mama kan cuma ngomong yang seharusnya Mas lakukan." Sisca tak terima dengan perkataan suaminya.
" Kamu bisa diam gak ! Kalau gak bisa melakukan sesuatu, jangan banyak protes." bentak Bagas.
Sisca melebarkan matanya dan memandang Bagas dengan tatapan marah.
" Ini semua karena anak brengsek ponakan mas. Mas bentak mama gara - gara dia. Mana lagi, anak itu lama banget ... " umpatnya kesal karena tak terima di bentak suaminya di depan pelayan.
" Felicie ... " teriak Sisca keras memanggil nama Felicie.
Felicie yang sudah mendekat ke arah meja makan pun membalas teriakan Sisca dengan teriakan.
" Apa ! Woi, aku belum tuli. Gak usah teriak - teriak juga. Susah emang kalau biasa tinggal di hutan."
Mata Sisca dan anak - anaknya langsung melotot mendengar omongan Felicie yang berani menghinanya. Sisca pun langsung bangkit dan ingin menampar Felicie.
" Coba aja kalau berani nampar aku, biar aku patahin lagi tuh tangan." ancam Felicie dengan dingin.
Sisca langsung menurunkan tangannya. Ia merasa takut dengan ancaman Felicie. Karena ia pernah mengalami saat kakinya di patahkan oleh Felicie ketika Sisca ingin mengerjainya. Vera dan Vina juga ikut mengkerut mendengar perkataan Felicie, apalagi melihat wajahnya yang terlihat sangat dingin.
" Mau ngomong apa ? Bicaranya pelan - pelan saja, aku masih bisa dengar dengan jelas." tanyanya datar.
" Lihat itu mas, ponakan mu kurang ajar, banget." Sisca mengadu pada Bagas.
Felicie hanya menarik sudut bibirnya sedikit melihat tingkah Sisca.
" Udah, biar Papa ngomong dulu sama dia. " Bagas tak menanggapi Sisca.
Sisca melihat dengan tatapan kesal pada Bagas karena tak mendengarkannya.
" Duduk kamu ! " perintah Bagas pada Felicie.
Dengan cuek Felicie pun duduk di depan Bagas. Lalu menatap dingin semua yang ada di meja makan.
Bik Sumi dan yang lain mengulum senyum dari tadi melihat sikap Felicie pada Sisca.
Felicie memang terbiasa bersikap dingin jika dihadapan Bagas dan keluarganya ataupun orang lain.
" Sekarang juga kamu harus pergi
kerumah Tuan William. Ada yang ingin di bicarakan terlebih dahulu
oleh Tuan Aaron calon suamimu dengan kamu. Nanti di sana, kamu jangan membuat malu dengan tingkah bar - barmu itu." ucap Bagas menatap tajam ke arah Felicie.
Felicie balas menatap Bagas dengan dingin.
" Baik, aku akan melakukannya tapi ada syaratnya."
Sisca dan anak - anaknya langsung melotot kearah Felicie.
" Eh, gak usah kurang ajar. Kamu gak punya hak buat Ngajukan syarat apapun." bentak Sisca dengan kasar.
" Ya, udah kalau gak mau, aku bakalan batalin pernikahan ini." ancam Felicie.
"Kamu gak bisa seenaknya batalin pernikahan. Kamu mau perusahaan dan rumah ini disita sama Tuan William." Sisca dengan wajah memerah karena marah mencoba menggertak Felicie.
"Iya, kamu mau kita tinggal di jalan." Vera dan Vina ikut membentak Felicie.
" Memangnya aku peduli. Kalau Tuan William mengambil semuanya, biarin aja. Malah bagus, dong ... jadi kalian bisa merasakan hidup di jalanan lagi." jawab Felicie sinis.
Rasanya saat ini ingin sekali Felicie berteriak mengatakan, kalau ia sudah tahu jika Bagas yang berhutang bukan Papanya.
Seharusnya mereka yang menanggungnya. Kenapa harus Felicie ? Tapi demi menyelamatka perusahaan Papa, ia rela mengorbankan diri untuk menerima pernikahan ini.
Sementara itu wajah Sisca dan anak - anaknya langsung berubah pucat begitu mendengar perkataan Felicie. Sisca langsung terdiam, gak berani mengeluarkan suara.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau Felicie berani mengambil keputusan seperti itu. Bisa gawat jika Felicie benar - benar melakukannya. Sisca gak ingin merasakan hidup susah seperti dulu lagi. Ia lalu memandang Bagas tetapi malah tatapan marah Bagas yang di dapatnya.
" Kenapa diam ? Kalian takut hidup di jalanan ? Harusnya kalian sudah biasa, dong ... dulu sebelum tinggal di rumah orang tua ku, kan pernah merasakan tidur di emperan toko."
" Eh, dulu rumah Pak Bagaskan juga di sita sama Bank makanya tidur di emperan. Apa jangan - jangan kali ini sebenarnya Pak Bagas juga yang berhutang pada Tuan William, bukan Papa." Felicie memandang remeh kearah mereka.
Bik Sumi, Tika dan pelayan lain sangat senang melihat Felicie melakukan ini. Mereka ingin sekali
tertawa melihat wajah Sisca dan kedua anaknya yang berubah pucat.
Begitu mendengar perkataan Felicie, Bagas dan Sisca terlihat agak salah - tingkah dan wajah mereka semakin memucat.
" Itu gak benar. Kamu jangan ngomong sembarangan." bantah Bagas untuk menutupi rasa takutnya.
" Aku kan cuma bilang jangan - jangan, siapa tahukan Pak Bagas berbohong." sindir Felicie.
" Tentu saja saya tidak berbohong. Papa kamu yang berhutang sama Tuan William." ucap Bagas tetap berbohong.
" Oh, baguslah kalau itu memang benar. Karena aku gak akan pernah mengampuni siapapun yang berani menjelek - jelekkan Papa ku" ancam Felicie dengan wajah yang sudah mulai memerah karena menahan emosi.
Bagas dan Sisca saling berpandangan, terlihat sekali mereka sedang mencoba mengatasi rasa takut di hatinya mendengar ancaman Felicie.
" Bagaimana, apa masih gak mau mendengar syarat dari ku ? " dengan tatapan sinis dan dingin Felicie melihat wajah mereka.
" Baiklah, apa syaratnya ? " Bagas akhirnya mengalah walau hatinya geram sekali melihat Felicie.
Bagas gak ingin kalau Felicie membatalkan pernikahannya yang tinggal beberapa jam lagi. Jika Felicie benar - benar melakukan seperti yang di katakan nya maka ia dan keluarganya akan hidup susah lagi. Mereka akan terusir dari perusahaan dan rumah mewah ini. Bagas dan keluarganya sudah sangat nyaman dengan keadaan sekarang. Ia tidak perlu lagi bersusah - payah untuk mencari uang.
" Sebelum aku mengatakan syaratnya, tolong suruh Pengacara Pak Bagas datang kemari untuk mengesahkan perjanjian di antara kita. Agar di masa depan tidak ada yang mengingkari kesepakatan ini dan aku baru akan mengatakan syaratnya jika Pengacara sudah ada disini." Felicie sudah merencanakan ini dengan matang saat ia terpuruk semalam.
Bagas tak habis fikir, Felicie ternyata sangat pintar. Bukan seperti yang dibayangkannya. Selama ini ia bersikap tak peduli
apapun yang di lakukan Bagas dan keluarganya pada Felicie.
" Udah, telepon sekarang. Waktu terus berjalan atau anda mau aku sekarang pergi untuk membatalkan pernikahan." perintah Felicie cuek sambil melihat ponselnya.
" Baik, baik ... Om akan menelponnya sekarang." sahut Bagas panik.
Lalu dengan cepat ia menghubungi nomer pengacaranya.
Senyum smirk tercetak di wajah Felicie melihat kepanikan Bagas.
Tidak lama kemudian, Pengacara yang di tunggu pun datang. Ia berjalan dengan tergesa - gesa menghampiri Bagas.
" Bagas, apa benar kamu mau melakukan ini ? " tanyanya belum yakin.
" Ya, sebaiknya kamu tulis saja apa yang di sebutkan oleh Felicie.
Aku sudah gak punya banyak waktu lagi. Kerjakan saja yang ku perintahkan. " jawab Bagas dengan raut muka gelisah karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan, sedangkan Felicie harus pergi secepatnya ke rumah Tuan William.
" Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu." ucap sang Pengacara.
" Sekarang katakan syaratnya ! " ucap Bagas.
" Baiklah, saksi dari pihakku, Buk Sumi dan Mbak Tika, mereka ikut menanda - tangani perjanjian kita."
" Sudah, terserah kamu mau melakukan apa. Katakan aja syarat - syaratmu." Bagas semakin tidak sabar.
" Okey, Ini syarat - syarat dari gue :
Aku gak mau Pak Bagas menjadi wali dalam pernikahan ini, pakai wali hakim saja.
Gak ada gunanya juga kan kalau anda jadi wali. Kalau beneran wali seharusnya gak tega dong menjual keponakan sendiri.
Wajah Bagas berubah menegang mendengar omongan Felicie.
Sedang Felicie tersenyum sinis melihat perubahan yang terjadi di muka Bagas.
Aku mau setelah menikah kita tidak pernah ada hubungan lagi dalam hal apapun dengan kata lain kalian semua bukanlah keluargaku lagi. Jadi, jika suatu saat Pak Bagas dan keluarganya melakukan hal - hal yang merugikan, gak ada sangkut - pautnya denganku lagi.
Kali ini Bagas terlihat senang dengan syarat kedua yang di katakan Felicie. Bagas memang ingin menyingkirkan Felicie agar dia bisa sepenuhnya memiliki semua aset milik adiknya.
Aku akan segera minta bercerai dari Tuan Aaron, jika ada yang berani memecat semua yang bekerja disini. Gue sama - sekali gak peduli dengan ancaman Tuan William.
Bagas dan keluarganya terlihat sangat ingin menerkam Felicie mendengar kata - katanya. Tapi mereka hanya bisa diam karena takut. Mereka tahu sifat Felicie, ia pasti akan melakukan yang telah dikatakannya.
Aku mau uang sebesar satu milyar dan itu harus sekarang juga buat jaminan hidupku. Siapa tahu Tuan Aaron suatu saat udah muak , lalu menceraikan aku. Jadi aku masih punya pegangan untuk bertahan hidup. Seperti kalian, aku gak mau, dong tidur di emperan. Kalau aku yang diceraikan, perusahaan dan rumah pasti gak akan disita.
Udah cuma ini aja syaratnya, gak beratkan ?" ucap Felicie setelah selesai mengatakan syarat - syarat yang diinginkannya.
Bagas langsung terduduk lemas mendengarnya. Sedangkan Sisca yang gak terima harus memberikan uang sebanyak itu untuk Felicie, langsung meradang.
Uang itu bisa dipakainya untuk shopping barang - barang bermerk yang sekarang menjadi hobbi baru buat Sisca dan anak - anaknya.
" Kamu gak bisa seenaknya begitu, kamu kan tahu Perusahaan kan sedang bermasalah karena hutang yang dibuat oleh Papamu. Jadi gak mungkin Om kamu punya uang sebanyak itu." bentak Sisca dengan wajah nek lampir nya.
" Kalau aku sih gak masalah kalau kalian gak setuju dengan syarat yang ku buat. Aku tinggal pergi menemui Tuan William." Felicie dengan cuek bangkit dari tempat duduknya dan berpura - pura akan pergi dari rumah ini.
Bagas dan Sisca langsung panik melihatnya. Bisa gawat kalau Felicie beneran pergi.
Sedangkan Perusahaan saat ini lagi menanjak dan banyak mendapat proyek karena dukungan dari Tuan William. Banyak sekali perusahaan besar yang ingin bekerja - sama dengan Perusahaannya. Itu terjadi karena
Tuan William sangat senang, anaknya bersedia menerima pernikahan ini.
Bagas tidak ingin keberuntungannya itu cepat berakhir, ia banyak menghasilkan uang dari proyek - proyek yang sedang di kerjakan, hanya karena Felicie membatalkan pernikahan.
Setelah berfikir keras, Bagas akhirnya memutuskan untuk menerima syarat yang dikatakan Felicie. Gak masalah dia harus mengeluarkan uang sebesar itu, karena dia bakalan dapat lebih dari proyeknya.
" Baiklah, Om menerima semua syarat dari mu. Tapi uang sebesar itu tidak bisa di cairkan sekarang. Butuh beberapa hari baru bisa di cairkan." ucap Bagas dengan hati berat.
" Sudah, kamu diam saja. Jangan ikut campur. Ini semua demi kebaikan kalian juga." hardik Bagas.
" Okey, aku akan memberi waktu dua hari buat mencairkannya.
Hari ini aku akan menikah, aku mau Pak Bagas mencairkan lima ratus juta sebelum pukul satu, lalu besok aku sudah harus menerima sisa uang nya. Jika kalian tidak melakukannya jangan salahkan aku, yang akan berbuat sesuatu dan itu pasti membuat kalian malu." ancam Felicie dengan wajah serius.
" Baiklah ... Baiklah ... Om akan segera mencairkannya."
" Okey, aku akan menunggunya di rumah Tuan William. Nanti bawanya pakai koper aja, jadi Tuan William akan berpikir kalian membawa pakaian buatku."
Bagas dan keluarganya sudah tidak bisa berkata apa - apa lagi.
Bagas hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda ia menyetujui perkataan Felicie.
" Oya, satu lagi ... jangan lupa salinan perjanjian yang kita buat.
Nanti harus sudah selesai sebelum aku menikah dengan Tuan Aaron."
" Baik ... " Pengacara yang merupakan temannya Bagas hanya bisa mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya.
Kali ini mereka semua benar - benar tidak menyangka, anak yang masih berusia tujuh belas tahun bisa berfikir secermat ini.
" Karena semua sudah selesai, aku akan segera pergi kerumah Tuan William. Tadi Pak Bagas bilang, kalau anaknya mau bicara hal penting denganku."
Felicie lalu berjalan mendekati Bik Sumi dan Tika untuk berpamitan.
Ia lalu memeluk mereka tanpa mengatakan apapun.
Bik Sumi yang sedang menahan air matanya agar tidak jatuh, benar - benar merasa bangga dengan keberanian Felicie. Begitu juga dengan Tika.
Mereka tidak menyangka, Felicie kini sudah dewasa. Karena bagi Sumi dan Tika, Felicie tetaplah anak kecil yang menggemaskan.
Setelah puas memeluk bik Sumi dan Tika, Felicie melangkah dengan tenang ke luar dengan membawa ransel miliknya dan berjalan lurus tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
Begitu Felicie keluar, Bagas langsung membanting barang dengan keras ke lantai.
Amarah yang ditahannya sejak tadi akhirnya terlepas juga.
Sisca hanya bisa mematung melihat semua hal yang baru saja terjadi.
**********************************
* Mohon dukungan dari semua ya ... 😀😀
" Jangan lupa beri like, koment, vote dan hadiahnya. ❤️❤️
* Mohon maaf jika ada salah dalam penulisan kata.
* Semoga kalian menyukai cerita yang mommy buat.
* Terima kasih .... 🙏🙏🙏😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!