Ardelia Sarawati, atau yang lebih sering dipanggil Lia adalah seorang gadis cantik yang terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Pekerjaan kedua orang tuanya hanyalah sebagai buruh tani di desanya. Karena kepintarannya Lia bisa menyelesaikan pendidikan SMA dengan beasiswa dari sekolah.
Hari ini adalah pengumuman kelulusannya.
"Nduk, hari ini kamu ke sekolah?" tanya Bu Darto kepada Lia.
"Njih Bu. Hari ini pengumuman kelulusan, doakan Lia ya Bu, biar lulus dengan nilai terbaik." kata Lia.
"Kamu pasti lulus dengan nilai yang memuaskan Nduk. Ibu sangat yakin karena kamu memang anak yang pintar." kata Bu Darto sambil mengelus rambut panjang Lia.
"Makanlah dulu Nduk, setelah itu baru pergi ke sekolah." kata Bu Darto.
Lia pun menjawabnya "Iya Bu."
Setelah menyelesaikan sarapannya, Lia lalu mencuci piring, kemudian bersiap-siap menuju sekolah. Dengan menggunakan sepeda tuanya, Lia mengayuh sepedanya dengan penuh semangat walaupun jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh.
Sesampainya di sekolah, teman-teman Lia sudah berkumpul dan menunggu kedatangan Lia.
"Itu Lia datang!" seru Wulan salah seorang sahabat Lia.
"Hai semuanya..." kata Lia.
"Wah calon juara, ceria banget nih." kata Ajeng sahabat Lia yang lain.
Ya, Lia bersahabat dengan Wulan dan Ajeng sejak mereka masih duduk di SMP.
"Wulan, kamu mau melanjutkan kuliah di mana?" tanya Ajeng.
"Aku melanjutkan kuliah di Malang karena nenekku meminta aku untuk menemaninya di sana. Kalau kamu Ajeng mau kuliah di mana?" kata Wulan.
"Aku kuliah dekat sini aja Lan, orang tuaku tidak mengijinkan aku kuliah jauh-jauh, tadinya aku mau kuliah di Semarang tapi gak boleh, ya paling coba daftar di sini saja." sahut Ajeng.
Lia hanya terdiam mendengar pembicaraan sahabatnya. Karena Lia sadar kalau dia tak mungkin melanjutkan kuliah. Wulan dan Ajeng tersadar akan kondisi Lia, lalu mereka memeluk Lia, dan Wulan berkata
"Lia, semoga kamu dapat yang terbaik juga ya."
kata Lia.
"Amin, terima kasih ya Wulan Ajeng, kalian sahabatku yang terbaik. Yuk ah kita ke lapangan sepertinya upacara pengumuman kelulusan segera dimulai."
Mereka bertiga pun bergegas ke lapangan.
"Selamat pagi anak-anak. Hari ini Bapak merasa bangga atas prestasi yang kalian berikan. Karena selama 3 tahun kalian mengenyam pendidikan di sekolah ini, prestasi kalian sungguh luar biasa. Hari ini Bapak akan memberikan pengumuman kalau kalian LULUS 100 persen." Kata pak Rahmat selaku kepala sekolah."
Ucapan Pak Rahmat kemudian disambut sorak sorai seluruh murid.
"Baiklah, anak-anak coba tenang sebentar. Bapak akan memberikan pengumuman siapa yang menjadi lulusan terbaik tahun ini." kata Pak Rahmat.
Murid-murid semua berteriak "Lia.. Lia... Lia.."
"Tenang anak-anak semua. Baiklah, sebagai lulusan terbaik tahun ini adalah Ardelia Sarawati. Silahkan maju Lia." kata Pak Rahmat.
Lia pun maju ke atas panggung untuk menerima ijazah terbaiknya.
"Selamat ya Lia, pertahankan prestasimu." kata pak Rahmat.
"Terima kasih banyak Pak." kata Lia terharu.
"Baik anak-anak, bapak rasa cukup sekian, Bapak mendoakan semoga kalian bisa menjadi orang yang sukses. Ingat raih cita-citamu setinggi-tingginya. Selamat siang." kata pak Rahmat menutup acara pengumuman kelulusan hari ini.
Lia dan sahabatnya saling berpelukan bersyukur atas anugrah kelulusan mereka.
"Selamat ya Lia, kamu memang yang terbaik." kata Wulan dan Ajeng bersamaan.
"Terima kasih, kalian berdua juga yang terbaik." kata Lia.
Dengan penuh rasa bangga Lia pulang ke rumah menemui orang tuanya.
"Bu, Bu, ibu di mana? Lia pulang Bu..." teriak Lia mencari ibunya.
"Lia, kamu sudah pulang?" tiba-tiba ada yang menegurnya.
"Eh, ada Bude Sri, iya Bude,Lia, baru pulang dari sekolah. Bude lihat ibu ndak?" tanya Lia pada Bu Sri.
"Lia, kamu ganti baju dulu trus ikut Bude ke RS." Kata Bu Sri.
Tiba-tiba perasaan Lia tidak enak, "Aduh ada apa ini kok perasaanku tidak enak gini ya.." bathin Lia. Dengan cepat Lia pun bergegas ke kamar untuk berganti pakaiannya.
"Mari Bude." ajak Lia kepada Bu Sri.
"Mari nak." kata Bu Sri. Mereka berdua pun segera pergi menuju RS Panti Jiwa, satu-satunya RS yang berada di kota tempat Lia tinggal.
Tak berapa lama, sampai lah mereka di RS. Tampak di depan RS pak Agus yang merupakan suami Bu Sri sudah menunggu. Terlihat dengan jelas wajah sedih di wajah tuanya. Pak Agus terlihat menggelengkan kepalanya. Bu Sri menggenggam erat tangan Lia. Lia pun tampak bingung.
"Bude Pakde, wonten nopo toh?" tanya Lia.
"Li, sing sabar nggih nduk, sampun takdir dari Gusti Allah. Ikhlaskan kepergian bapak ibumu, mereka sudah tenang di sana." kata pak Agus.
Lia sangat terkejut mendengar perkataan pak Agus.
"Kenapa dengan orang tua saya Pakde?"tanya Lia sambil berlinangan air mata.
"Orang tuamu korban tabrak lari Nduk. Motor mereka ditabrak mobil sepulang dari pasar. Dan orang yang menabraknya kabur Nduk. Mereka meninggal di tempat Nduk. Ayo, pakde antar ke dalam." kata pak Agus.
Lia pun segera mengikuti pak Agus. Begitu tiba di ruang jenazah, Lia pun segera menghampiri jenazah kedua orang tuanya.
"Bapak, ibu, kenapa Lia ditinggalkan huhuhuhu,....
Lia sudah lulus loh dengan nilai yang terbaik. Sekarang Lia sama siapa Pak Bu... Lia ikut saja sama Bapak Ibu. huhuhuhu. " tangis Lia terdengar pilu.
Karena tidak kuat menahan sedih Liapun pingsan. Bu Sri yang kebetulan ada di sampingnya segera memeluk supaya tidak terjatuh di lantai. Setelah membaringkan Lia di kursi RS, pak Agus segera mengurus administrasi dan kepulangan jenazah kedua orang tua Lia.
Sementara itu di kediaman Lia tampak para tetangga sudah siap berkumpul untuk memandikan jenasah supaya bisa segera dimakamkan. Setelah selesai dimandikan dan dikafani, kemudian kedua jenazah disholatkan di mesjid dekat rumah Lia, setelah itu dibawa ke pemakaman yang tak jauh dari tempat tinggal Lia. Hati Lia hancur ketika kedua jenazah dimakamkan secara berdampingan.
Lia menatap nanar gundukan tanah makam kedua orang tuanya.
"Bapak Ibu, Lia ikhlas, semoga bapak ibu mendapatkan tempat yang indah di surga, doain Lia nggih, supaya jadi orang yang sukses." Lirih Lia.
Dengan langkah gontai Lia kembali ke rumahnya. Tampak di rumah Lia, pak Agus dan Bu Sri berdiri menunggu Lia.
"Nduk, mari duduk sini ada yang ingin pakde sampaikan." kata pak Agus.
"Inggih pakde" sahut Lia. Lia pun duduk berhadapan dengan pak Agus dan Bu Sri yang memang mereka sebenarnya masih kerabat dari bapak nya Lia.
"Begini Nduk, ada yang ingin pakde sampaikan kepada kamu, tentang rahasia besar keluargamu. Sebenarnya almarhumah ibumu masih memiliki kerabat di kota. Ibumu sebenarnya anak orang berada karena menikah dengan bapakmu yang hanya orang biasa, kemudian ia dibuang oleh keluarganya. Ini ada kotak yang didalamnya ada barang yang bisa kamu gunakan untuk mencari keluarga ibumu. Dan kalau kamu tidak diterima oleh keluarga ibumu, kembalilah ke sini, di sini masih ada pakde sama budemu.
Sesudah kepulangan pak Agus dan Bu Sri, Lia tampak termenung sendiri.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang. Apa aku harus mencari keluarga ibu ya. Apa mereka mau menerima aku ya." Lia bermonolog sendiri.
Lia menatap foto kedua orang tuanya. Tak terasa air mata Lia menetes, rasa sesak di dadanya, kepergian kedua orang tuanya menyisakan duka yang luar biasa. Lia menangis sampai tertidur. Tak terasa waktu terus berjalan. Lia pun terbangun menjelang waktu sholat maghrib, buru-buru Lia bangun dan bersiap-siap untuk melaksanakan kewajiban nya sebagai umat Muslim. Tampak Lia sholat dengan khusyuk.
"Ya Allah ya Rabbi, ampunilah dosa kedua orang tuaku, dan terimalah amal ibadahnya. Amin amin." doa Lia menutup sholat magribnya.
Sesudah sholat, Lia kemudian menuju dapur untuk makan malam. Setelah santap malam, Lia kemudian membersihkan rumahnya. Keesokan paginya Lia terbangun, setelah sholat subuh Lia berzikir sampai pagi menjelang.
Hari ini Lia bertekad hendak ke kota untuk mencari keluarga ibunya. Lalu Lia mendatangi rumah Pak Agus.
"Assalamualaikum, kulo nuwun Pakde, Bude." ucap Lia saat tiba di depan pintu rumah pak Agus.
"Waalaikumsallam..." Bu Sri yang menjawab dari dalam rumah.
"Eh kamu to Nduk. Dari rumah?" tanya Bu Sri.
"Inggih Bude." sahut Lia sambil mencium punggung tangan Bu Sri.
"Bude, pakde ada di rumah?"tanya Lia.
"Ada, sebentar bude panggilkan. Pak.. pak, ada Lia." panggil Bu Sri.
"Iya Bu, sebentar." sahut pak Agus dari dalam kamar.
Begitu pak Agus keluar Lia segera mencium tangan pak Agus sebagai hormatnya terhadap orang tua.
"Gimana kabarmu Nduk?" tanya pak Agus.
"Alhamdulillah sehat Pakde." ucap Lia.
"Alhamdulillah, gimana gimana ada yang bisa Pakde sama Budemu bantu?" tanya pak Agus.
"Iya Pakde, begini Pakde, Bude, Lia sudah memutuskan untuk memenuhi permintaan almarhumah Ibu untuk mencari keluarganya di kota. Dengan berbekal alamat yang ada di surat Ibu, Lia akan mencarinya Pakde." sahut Lia.
"Baiklah kalau memang itu rencanamu, Pakde sama Budemu akan mendukungmu. Semoga kamu berhasil menemukan mereka, Pakde hanya berpesan, kalau kamu gagal kembalilah ke sini Nduk, Pakde dan Bude mu masih ada di sini menantimu. Sebentar ya Nduk." kata pak Agus sambil berdiri meninggalkan Lia dan Bu Sri menuju kamarnya.
Tak lama kemudian Pak Agus kembali sambil membawa kotak dan amplop.
"Nduk, bukalah kotak ini, mudah-mudahan bisa berguna. Di dalam kotak itu ada kalung milik ibumu. Kalung itu dititip kan ibumu ke Pakde dan ibumu berpesan supaya memberikannya kepadamu saat waktunya tiba. Dan sekarang menurut Pakde waktunya untukmu menerima semua ini. Dan di dalam amplop ini berisi uang tunai yang sudah disiapkan oleh orang tuamu untuk biaya kuliahmu. Mungkin bisa kamu gunakan untuk biaya hidupmu selama di kota." kata pak Agus sambil menyerahkan kotak dan amplop kepada Lia.
Sambil menangis Lia menerima kotak dan amplop tersebut. Bu Sri yang tak tega melihat keponakan nya menangis kemudian memeluk Lia sambil mengelus punggungnya untuk memberikan kekuatan.
"Sing sabar, sing kuat nggih Nduk. Jalanmu masih panjang. Banyak-banyak sholat dan berdoa, pasrah ke sama Gusti Allah. Supaya jalanmu di kota diberi kelancaran dan dijauhkan dari bahaya." Bu Sri memberikan Lia nasihat.
Kemudian pak Agus bertanya "Kapan rencanamu ke kota Nduk"
"Rencana Lia ke kota besok Pakde, kebetulan Wulan juga mau ke kota untuk melanjutkan kuliah, jadi sementara Lia bisa tinggal dengan Wulan, Pakde." jawab Lia.
"Baiklah Nduk, hati-hati nanti di jalan jangan lupa selalu kasih kabar ke Pakde dan Bude mu yo." kata pak Agus.
"Inggih Pakde, Lia nyuwun pangestu ne nggih Pakde, Bude, supaya apa yang diamanatkan almarhumah Ibu, bisa berhasil." kata Lia sambil bersimpuh di dekat kaki pak Agus dan Bu Sri.
Pak Agus mengelus kepala Lia, sambil menatap nanar ke atas menyembunyikan kesedihannya karena harus melepas keponakan nya yang sudah yatim piatu pergi ke kota seorang diri.
Sebenarnya pak Agus berat melepaskan Lia ke kota tapi demi menjalankan amanah dari almarhumah adik ipar nya Pak Agus harus merelakannya. Pak Agus berharap semoga kehidupan Lia bisa beubah setelah bertemu dengan keluarga ibunya.
"Moga-moga Lia kuat ya Pak, dan semoga juga keluarga almarhumah ibunya mau menerima kehadiran Lia." ujar Bu Sri sambil menangis.
"Iyo Bu, kita doakan saja semoga apa yang menjadi keinginan almarhumah dapat dilaksanakan dengan baik sama Lia, dan keluarganya mau menerima Lia." jawab pak Agus menenangkan sambil merangkul istrinya.
Keesokan harinya setelah selesai mempersiapkan diri, Lia pun berangkat menuju tempat Wulan karena mereka akan pergi bersama-sama ke kota. Rencananya mereka hendak menggunakan moda transportasi kereta api.
"Assalamualaikum.." salam Lia begitu tiba di rumah Wulan.
"Waalaikumsallam, eh Lia, sudah siap berangkat toh Nduk. Mari masuk, duduk dulu, Wulan baru bersiap. Kereta nya jam 9 toh. O iyo, nanti sesampainya di kota hati-hati yo, kalau sama orang yang tidak kenal jangan ditanggepi. Banyak orang jahat tapi pura-pura baik, eh ternyata orang jahat. Jangan lupa sholat, mendekatkan diri sama Yang Kuasa supaya selalu dilindungi dari marabahaya. Kamu sama Wulan saling menjaga yo." nasihat bundanya Wulan.
"Inggih Bun." sahut Lia.
Tak berapa lama berselang muncullah Wulan yang sudah siap dengan travelbag nya.
"Li, sudah siap kan?" tanya Wulan. Lia mengangguk.
"Yuk, kita berangkat ke stasiun takut telat. Bun, Wulan sama Lia berangkat ya, mohon pangestu nya Bun, supaya kami bisa sukses. Bunda jaga kesehatan ya." ujar Wulan sambil memeluk Bunda nya.
Kemudian dilanjutkan dengan Lia yang memeluk Bunda Wulan.
Lalu Lia dan Wulan berangkat menuju stasiun menggunakan taxi on line. Sesampainya di stasiun, mereka bergegas menuju kereta yang akan membawa mereka menuju kota.
Setelah menempuh perjalanan selama 9 jam mereka pun sampai di kota.
"Sebentar Li, aku hubungi oom ku yang akan menjemput kita." kata Wulan.
"Iya." sahut Lia.
"Hallo oom, ya ini Wulan. aku udah sampai di stasiun oom. Oooo, oom sudah ada di stasiun. Baik Wulan segera ke sana Oom." kata Wulan.
"Ayuk Li, om ku ternyata sudah menunggu di pintu selatan, yuk kita ke sana." ajak Wulan sambil menarik tangan Lia.
"Wulan... hai om di sini!" ada seseorang memanggil Wulan. Wulan menengok mencari asal suara yang tadi memanggil namanya.
"Hai Oom Adit! Apa kabar oom, Wulan kangen. Gimana kabarnya Dimas Oom?" cecar Wulan kepada Oom Aditnya yang merupakan satu-satunya adik dari Bundanya.
?Dan Dimas adalah sepupu nya yang usianya tidak berbeda jauh.
"O iya Oom kenalkan ini Lia, kawan Wulan dari kampung, dia bermaksud mencari keluarga kandung dari almarhumah ibunya." Wulan mengenalkan Lia pada Oom Adit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!