NovelToon NovelToon

Aku Bisa Tanpamu

1. Keluarga Kecil

"Yeay, Bunda pulang," pekik girang seorang anak laki-laki.

Anak laki-laki berusia empat tahun itu berlari kecil menyambut ibunya yang baru saja turun dari sepeda motor matic warna hitamnya.

Sang ibu lalu berjongkok dan menyambut putra kecilnya itu ke dalam pelukannya.

"Assalamu'alaikum, sayangnya Bunda," sapa sang ibu seraya tersenyum lembut.

"Wa'alaikumsalam, Bunda," jawab anak laki-laki tersebut ikut tersenyum juga.

"Wa'alaikumsalam," seorang pemuda di belakang anak laki-laki itu juga ikut menjawab.

"Keinan tadi nungguin Bunda, ya?" tanya sang ibu seraya mengangkat tubuh putra kecilnya itu dan menggendongnya.

"Iya. Habis mandi terus Kei sama Om Hamzah nungguin Bunda sambil main mobil-mobilan," jawab Keinan, anak laki-laki itu, dengan nada polosnya.

"Hmm, pantes udah wangi," kata sang ibu seraya mencium badan Keinan. "Tapi Bunda masih bau acem nih habis pulang kerja. Kei lanjutin dulu mainnya sama Om Hamzah, ya. Bunda mau mandi dulu," lanjut Shofi, bunda dari anak kecil bernama Keinan tersebut.

"Oke, Bunda," balas Keinan.

Shofi kemudian menurunkan putra kecilnya itu. Keinan pun kemudian langsung berbalik dan berlari kembali menghampiri sang paman, Hamzah.

"Titip Keinan dulu ya, Dek. Kakak mau mandi dulu," kata Shofi kepada Hamzah.

"Iya, Kak," balas Hamzah.

Hamzah membawa Keinan untuk kembali duduk di teras. Keinan kembali melanjutkan bermain mobil-mobilan dengan ditemani oleh Hamzah. Shofi tersenyum melihat putra dan adiknya yang sedang asyik bermain itu. Shofi kemudian melangkah masuk ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum, Bu," sapa Shofi kepada ibunya yang sedang memasak di dapur.

"Wa'alaikumsalam. Udah pulang kamu, Kak?" tanya Aminah, ibu dari Shofi dan Hamzah.

"Iya, Bu. Baru aja," jawab Shofi.

"Ya udah, buruan mandi sana," kata Aminah kemudian.

Shofi mengangguk mengiyakan.

"Kakak ke kamar dulu ya, Bu," pamit Shofi.

"Iya, Kak."

Setelah mendapat persetujuan dari ibunya, Shofi kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya, hendak mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu.

Dia adalah Shofiyyah Az-Zahra, seorang janda dengan satu orang anak laki-laki. Saat ini Shofi tinggal bersama dengan putranya, Keinan Zubair Al Fatih; ibunya, Aminah ( yang juga seorang janda ); dan adik laki-lakinya, Hamzah.

Shofi bekerja di sebuah perusahaan besar, SR Group, di bagian keuangan. Sementara Aminah berjualan gado-gado, lotek, dan pecel di warung kecil di depan rumah mereka. Sedangkan Hamzah sendiri masih kuliah, semester tujuh, di sebuah universitas negeri di kotanya tersebut.

☘️☘️☘️

Malam harinya.

Hamzah menghampiri Aminah dan Shofi yang sedang membereskan meja makan setelah mereka selesai makan malam bersama tadi.

"Bu, Kak, Hamzah berangkat sekarang, ya," pamit Hamzah kepada ibu dan kakaknya itu.

"Iya, nak. Hati-hati, ya," pesan Aminah.

"Iya, Bu."

"Hati-hati ya, Dek," pesan Shofi juga.

"Pasti, Kak," balas Hamzah seraya memakai tas ransel di punggungnya.

Hamzah kemudian mencium punggung tangan kanan ibu dan kakaknya tersebut.

"Hamzah berangkat. Assalamu'alaikum," pamit Hamzah lagi.

"Wa'alaikumsalam," balas Aminah dan Shofi bersamaan.

Hamzah kemudian melangkah keluar rumah. Mengendarai sepeda motor Ninja warna hijau miliknya. Sepeda motor kebanggaannya, hasil dari uang tabungan Hamzah semasa sekolah dulu dengan ditambahi oleh almarhum ayahnya sewaktu beliau masih hidup dahulu.

Itu kenapa sepeda motor itu begitu berarti bagi Hamzah, karena sepeda motor tersebut bisa dibilang adalah kenangan terakhir dari almarhum ayahnya sebelum beliau meninggal karena kecelakaan tujuh tahun yang lalu.

Setiap malam Hamzah memang memiliki pekerjaan sambilan di sebuah kafe. Ya, tentu saja Hamzah ingin sedikit meringankan beban ibu dan juga kakaknya itu.

"Keinan jadi kamu daftarin ke sekolah TK besok itu, Kak?" tanya Aminah kepada Shofi yang sedang mencuci piring kotor bekas makan malam mereka tadi.

"Insya Allah jadi, Bu. Keinan kan udah empat tahun juga," jawab Shofi.

"Jadi yang di deket kampusnya Hamzah itu aja?" tanya Aminah lagi.

"Iya, Bu. Biar pulangnya gampang, bisa dijemput sama Hamzah."

"Ya sudah kalau begitu, ibu ikut keputusan kalian saja."

Aminah dan Shofi sama-sama tersenyum. Begitulah keluarga kecil mereka, selalu harmonis dan penuh kasih sayang. Meski hanya dengan materi yang cukup dan pas-pasan, tetapi Aminah selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk saling menyayangi satu sama lain.

...----------------...

Assalamu'alaikum semuanya 😊

Jumpa lagi di novel ketiga mamah 😘

Kali ini bukan kelanjutan dari novel pertama maupun kedua ya, meski ada serempetannya dikit sih 🤭

Semoga kalian semua juga suka ya dengan novel ketiga mamah ini 😊

Jangan lupa sajennya untuk mamah ya, biar mamah makin semangat lagi 😁

Please favorit kan dulu, setelah itu jangan lupa like, komen, gift, vote, dan rate bintang 5 nya ya 🤗🤗🤗

Terima kasih banyak atas dukungan kalian semua selama ini untuk mamah ya 🙏🙏🙏

BIG THANKS AND HUG FOR YOU ALL,,, LOVE YOU ALL 😘😘😘

Salam sayang 😘

iin nuryati

2. Bullying

Sore ini sepulang dari kantor Shofi sedikit merasa heran. Pasalnya Shofi tidak mendapati Keinan menunggu dirinya di teras rumah seperti biasanya.

"Assalamu'alaikum," sapa Shofi seraya memasuki rumah.

"Wa'alaikumsalam. Eh, kakak udah pulang," jawab Hamzah sekaligus menyapa setelah dirinya mengangkat wajahnya dari layar laptopnya dan melihat kakaknya itu masuk ke dalam rumah.

"Udah Dek. Oh iya, Keinan mana? Tumben nggak nungguin di depan?" tanya Shofi.

"Di kamar, Kak. Nggak tau kenapa. Dari sepulang ngaji tadi langsung masuk kamar dan belum keluar lagi," jawab Hamzah.

"Oh, oke. Kalau gitu kakak masuk dulu ya, Dek," pamit Shofi.

"Iya, Kak," balas Hamzah yang kemudian kembali menekuni layar laptopnya lagi.

Shofi kemudian melanjutkan langkahnya. Menyapa sang ibu yang seperti biasa sedang berada di dapur kemudian berjalan menuju ke kamarnya.

"Assalamu'alaikum," salam Shofi seraya membuka pintu kamarnya.

Shofi bisa melihat Keinan yang sedang duduk membelakangi dirinya dengan meletakkan kepalanya di atas meja belajarnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Keinan setelah mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah pintu kamar.

Keinan kemudian turun dari kursinya dan berlari menghampiri Shofi.

"Bunda," panggil Keinan seraya masuk ke dalam pelukan Shofi yang sudah berjongkok dengan merentangkan kedua tangannya.

"Sayangnya Bunda kenapa? Kok murung gini?" tanya Shofi dengan mengusap-usap lembut kepala Keinan.

Keinan menggelengkan kepalanya beberapa kali. Bangkit dari pelukan sang Bunda, Keinan kemudian menunjukkan senyuman manisnya.

"Bunda mandi dulu ya, biar seger," kata Keinan dengan tetap tersenyum, meyakinkan sang Bunda.

Shofi mengernyitkan keningnya. Tapi dia berusaha memahami putranya yang masih enggan untuk bercerita kepada dirinya.

"Ya udah, kalau gitu Bunda mandi dulu, ya," kata Shofi.

Keinan menganggukkan kepalanya beberapa kali, masih dengan senyuman manisnya. Shofi mencium puncak kepala putranya itu. Meletakkan tasnya di atas meja kemudian mengambil handuk dari dalam lemari. Setelah itu Shofi bergegas masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarnya tersebut.

☘️☘️☘️

Saat ini Shofi sedang duduk di atas tempat tidur seraya mengusap-usap kepala Keinan yang sedang berbaring di pangkuannya.

"Bunda, besok Kei nggak mau berangkat ngaji lagi," kata Keinan tiba-tiba.

"Loh, kenapa sayang? Kok nggak mau berangkat ngaji lagi?" tanya Shofi heran.

Keinan terdiam. Nampak berat untuk menceritakan sesuatu.

"Keinan," panggil Shofi.

"Keinan nggak mau diejekin sama temen-temen lagi, Bun," lirih Keinan pada akhirnya.

Deg.

Hati Shofi mencelos seketika mendengar perkataan putranya itu. Lagi-lagi pasti karena masalah yang sama. Ya, Keinan memang seringkali dijadikan bahan olok-olokan oleh teman-teman bermainnya yang lain karena tidak memiliki seorang ayah.

"Mereka selalu ngeledekin Keinan karena Keinan nggak punya ayah sedangkan mereka punya," lanjut Keinan terdengar sengau.

Pasti kedua mata bocah kecil itu sudah berkaca-kaca sekarang. Hal yang sama yang juga dialami oleh Shofi saat ini.

"Kenapa ayah harus pergi, Bun? Keinan kan juga mau punya ayah seperti teman-teman Keinan yang lain," lirih Keinan lagi.

Shofi menghapus setetes air mata yang mengalir tanpa ijin di pipinya. Menarik nafas dalam untuk menguatkan hatinya sendiri. Shofi kemudian meraih wajah putranya itu agar menghadap ke arah dirinya. Senyuman lembut Shofi perlihatkan kepada putra kesayangannya itu.

"Keinan sayang, meskipun Keinan nggak punya ayah, kan Keinan punya Bunda, punya nenek, punya Om Hamzah. Dan kami semua sangat menyayangi Keinan," kata Shofi.

"Ayah pergi karena memang ayah harus pergi, sayang. Ayah memiliki kebahagiaan ayah sendiri, meskipun itu bukan dengan kita. Tapi meskipun tanpa ayah, bukankah selama ini Keinan dan Bunda juga bisa hidup bahagia bersama dengan nenek dan juga Om Hamzah? Jadi Keinan harus bersyukur untuk itu semua, ya sayang, ya," lanjut Shofi lagi.

Air mata Keinan sudah mengalir. Shofi menghapus air mata di pipi putranya itu kemudian mengangkat tubuh kecil Keinan lalu memeluknya penuh sayang.

"Allah Subhanahu wata'ala pasti memiliki rencana yang indah untuk Keinan dan juga Bunda. Kita hanya harus bersabar dalam menjalani semua rencana dari Allah Subhanahu wata'ala ini, sayang. Teruslah berdo'a dan memohon kepada Allah Subhanahu wata'ala, agar Keinan diberikan hati yang lapang, ya sayang, ya."

"Kalau Keinan berdo'a sama Allah dan minta diberikan ayah yang baru boleh kan, Bun?" tanya polos Keinan seraya mengangkat kepalanya dari dekapan bundanya.

Shofi tertawa kecil mendengar pertanyaan putranya tersebut.

"Memangnya Keinan mau punya ayah yang baru?"

"Mau, Bun. Kalau ayah barunya sayang sama Keinan dan Bunda, Keinan mau," Keinan menjawab dengan bersemangat.

Tawa Shofi semakin kencang. Diusaknya gemas rambut putranya itu.

"Dasar kamu itu, ada-ada aja."

Keinan mengerucutkan bibirnya membuat Shofi semakin gemas.

"Keinan serius Bunda," keluh Keinan.

"Iya sayang, iya," kata Shofi di sela-sela tawanya. "Tapi Keinan harus selalu ingat pesan Bunda, nggak boleh membalas mengejek teman-teman Keinan, oke? Keinan hanya harus bersikap cuek dan nggak perlu menghiraukan semua perkataan mereka," pesan Shofi yang mendadak menjadi mode serius.

"Iya Bunda, Keinan tau kok. Kalau Keinan membalas, berarti Keinan sama aja dong kayak mereka."

"Nah, pinter anaknya Bunda," puji Shofi seraya kembali memeluk Keinan.

3. Flashback

Shofi mengusap-usap kepala Keinan yang saat ini sedang tertidur nyenyak di sebelahnya. Duduk bersandar pada headboard tempat tidurnya, pikiran Shofi menerawang jauh, mengingat kembali semua kenangan yang sudah dia lalui dulu.

Shofi yang memang memiliki tipikal cuek, sama sekali tidak pernah berpacaran. Shofi lebih memilih untuk fokus kepada pendidikannya. Begitu juga setelah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Shofi pun tetap memilih untuk fokus pada pekerjaannya dan tidak tertarik dengan yang namanya hubungan asmara.

Sebenarnya, semenjak masih kuliah dulu, banyak sekali teman laki-lakinya yang berusaha untuk mendekati Shofi. Dan begitu juga dengan teman laki-lakinya di kantor saat ini. Tetapi begitulah Shofi, dia tetap bersikap saja memilih untuk bersikap cuek. Shofi lebih memilih untuk bisa meningkatkan ekonomi keluarganya terlebih dahulu.

Apalagi setelah ayahnya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia, maka Shofi pun semakin bertekad untuk bekerja keras untuk membantu sang ibu dalam membiayai pendidikan adik laki-lakinya yang saat itu masih SMA.

Sampai akhirnya Shofi kalah pada fitrahnya sebagai seorang wanita. Perhatian lebih yang selalu diberikan oleh salah satu teman laki-lakinya di kantor lama kelamaan akhirnya berhasil menyentuh hati Shofi dan membuat Shofi mulai merasakan yang namanya perasaan cinta.

Dia adalah Bayu. Sosoknya yang lembut dan selalu penuh perhatian, pada akhirnya mampu meluluhkan hati Shofi. Satu tahun menjalani hubungan, Shofi dan Bayu pun kemudian dengan mantap memutuskan untuk menikah.

Kehidupan pernikahan Shofi dan Bayu begitu harmonis dan penuh kasih sayang. Shofi juga memiliki mertua yang menyayangi dirinya. Satu setengah tahun setelah pernikahan mereka, Shofi dan Bayu pun akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan.

Namun sayangnya, tanpa pernah Shofi duga sebelumnya, tiba-tiba saja Bayu mengatakan bahwa dirinya ingin bercerai dengan Shofi. Shofi masih ingat betul kejadian malam itu. Tepat satu bulan setelah kelahiran Keinan.

Flashback on

"Shofi, maaf, tapi Mas ingin bercerai dengan kamu," kata Bayu setelah dia pulang dari kantor.

Shofi yang baru saja menidurkan bayinya begitu kaget mendengar perkataan suaminya itu.

"Ma-mas Bayu ngomong apa sih? Mas Bayu lagi bercanda ya?" tanya Shofi gugup, tetapi masih berusaha untuk berpikir positif.

"Mas nggak bercanda, Shofi. Mas serius. Mas ingin kita bercerai," tegas Bayu.

Bagaikan disambar petir di siang hari, Shofi benar-benar terkejut dan sulit untuk mempercayai pendengarannya sendiri saat ini.

"Maaf Shofi. Mas tau Mas egois karena memutuskan semua ini tanpa meminta persetujuan dari kamu terlebih dahulu. Tetapi sungguh, Mas tidak bisa lagi melanjutkan pernikahan kita ini," kata Bayu.

"Kenapa Mas? Kenapa tiba-tiba Mas ingin bercerai?" tanya Shofi dengan suara yang sudah bergetar menahan tangis.

"Wanita yang Mas cintai sudah kembali. Dan maaf, Mas tidak bisa membohongi hati Mas sendiri kalau Mas masih sangat mencintai dia. Jadi Mas mohon sama kamu, Shofi, tolong biarkan Mas meraih kebahagiaan Mas yang sesungguhnya," jawab Bayu menjelaskan.

Shofi mencoba mencerna setiap perkataan suaminya itu.

"Apa ini, Mas? Wanita yang Mas cintai? Meraih kebahagiaan Mas yang sesungguhnya? Lalu selama ini kita ..." Shofi bertanya penuh kebingungan.

"Sekali lagi Mas minta maaf, Shofi. Mas akui selama ini Mas sudah bersalah sama kamu. Sebenarnya dari awal Mas memang hanya menjadikan kamu sebagai pelarian saja. Tetapi tidak disangka, seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Mas terhanyut dengan perasaan kita dan kenyamanan dalam hubungan kita. Karena desakan dari keluarga untuk segera menikah, dan Mas yang merasa nyaman dengan kamu, makanya Mas memutuskan untuk menikah dengan kamu."

"Dan sekarang ketika dia akhirnya kembali, Mas sudah berusaha untuk mengabaikannya dan tetap mempertahankan rumah tangga kita. Tapi ternyata Mas tidak bisa membohongi hati Mas sendiri, Shofi. Mas masih sangat mencintai dia. Terlebih lagi sekarang dia juga sudah bersedia untuk menjalin hubungan serius dengan Mas. Jadi maaf, Shofi, maaf karena Mas akhirnya memutuskan untuk bercerai dengan kamu dan lebih memilih dia," kata Bayu menjelaskan dengan penuh penyesalan.

Air mata sudah mengalir membasahi wajah cantik shofi. Rasanya kepala Shofi mau meledak. Shofi begitu terkejut mendengar semua perkataan dari suaminya itu. Shofi seakan belum bisa mencerna dan memahami semuanya ini dengan baik. Bahkan Shofi juga berharap kalau semua ini hanya sekedar mimpi yang terjadi dalam tidurnya saja. Sulit sekali bagi Shofi untuk menerima semuanya ini.

Shofi tersenyum hambar. Pandangannya kosong. Shofi menangis dalam diamnya. Masih belum bisa percaya dengan kenyataan pahit yang sedang dihadapinya saat ini.

"Lalu yang selama ini Mas bilang cinta sama aku, pernikahan kita yang harmonis, dan juga Keinan, apa semuanya ini, Mas?" lirih Shofi.

"Maaf, Shofi. Tolong maafkan Mas. Sungguh Mas sudah berusaha. Tetapi Mas tidak bisa membohongi hati Mas. Jadi Mas minta sama kamu, tolong biarkan Mas meraih kebahagiaan Mas, Shofi," pinta Bayu.

Shofi tertawa dalam tangisannya.

"Pergilah, Mas. Pergilah. Aku dan Keinan tidak membutuhkan seorang pembohong yang pengecut seperti kamu," sarkas Shofi, mati rasa.

"Sekali lagi tolong maafkan Mas, Shofi."

Setelah berkata demikian, Bayu kemudian berbalik dan melangkah keluar dari kamar mereka tersebut.

Shofi merebahkan tubuhnya di sebelah putranya yang baru berusia satu bulan itu. Tubuh Shofi bergetar hebat karena tangisannya. Shofi menangis, meratapi kehidupan pernikahannya yang tiba-tiba harus kandas begitu saja. Semuanya seperti mimpi buruk yang tiba-tiba datang menghampiri dirinya.

Dan begitulah. Tiga bulan kemudian, Shofi dan Bayu pun akhirnya resmi bercerai. Hak asuh Keinan tentu saja jatuh kepada Shofi, karena Bayu memang tidak berniat untuk mengambil Keinan dari Shofi. Bahkan Shofi juga menolak tunjangan bulanan dari Bayu untuk Keinan dan dirinya. Shofi masih sanggup untuk menghidupi Keinan dengan keringatnya sendiri dan tidak ingin menyusahkan Bayu yang katanya ingin mengejar kebahagiaannya itu.

Menurut berita yang didengar oleh Shofi, Bayu akhirnya menikah dengan wanita yang dia cintai itu dan keduanya pindah ke luar negeri. Shofi sendiri akhirnya memutuskan untuk resign dari perusahaannya dan pindah bekerja di perusahaan lain. Ya, Shofi ingin melupakan semua kenangannya dengan mantan suaminya di perusahaan tersebut.

Flashback off

☘️☘️☘️

Lagi-lagi Shofi menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Shofi hanya bisa menangis dalam diamnya. Tidak ingin mengganggu tidur nyenyak Keinan di sebelahnya.

Ah, akhirnya Shofi mengerti kenapa dulu ibunya seakan berat menyetujui ketika dirinya hendak menikah dengan Bayu. Mungkin saat itu ibunya sudah memiliki firasat tidak baik tentang kehidupan pernikahan Shofi kedepannya, yang ternyata memang berakhir dan kandas begitu saja.

Shofi juga jadi memahami, kenapa dulu kakak perempuan Bayu seakan tidak bisa menerima dirinya, bahkan setelah kelahiran Keinan. Baru Shofi ketahui bahwa ternyata kakak perempuan Bayu itu memang sudah tau dari awal perihal wanita yang dicintai oleh Bayu, dan juga tentang Shofi yang hanya dijadikan pelarian oleh Bayu.

Tapi meskipun demikian, Shofi juga tidak menampik bahwa kedua mantan mertuanya itu sangat baik dan menyayangi dirinya. Bahkan sampai sekarang. Sekali dalam sebulan, kedua mantan mertuanya itu pasti akan datang berkunjung untuk silaturahmi dan menjenguk Keinan.

Shofi tentu saja tidak keberatan. Karena Shofi menyadari, biar bagaimanapun juga mereka berdua adalah kakek dan nenek dari Keinan. Jadi sudah sewajarnya jika mereka berdua menyayangi Keinan.

Kedua mantan mertuanya, bahkan ibunya sendiri, sudah berkali-kali menyarankan kepada Shofi untuk kembali membuka hatinya dan menikah lagi. Demi masa depan dan kebahagiaan Keinan juga, karena Keinan pasti membutuhkan sosok seorang ayah.

Tapi entahlah, rasanya hati Shofi sudah mati rasa. Pertama kali Shofi membuka pintu hatinya, ternyata pada akhirnya hanya kegagalan dan kesedihan yang Shofi dapatkan, mengalahkan kebahagiaan sesaat yang sempat Shofi rasakan sebelumnya. Itu kenapa sulit sekali bagi shofi untuk bisa kembali membuka pintu hatinya lagi. Rasanya Shofi sudah tidak percaya lagi pada yang namanya cinta. Shofi bahkan merasa ragu, benarkah cinta sejati itu masih ada?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!