Seorang gadis baru turun dari angkutan umum, menapaki kakinya dijalan menuju rumah yang sudah sangat Ia rindukan. Dengan senyum yang tak pernah pudar dibalik kain yang menutupi wajah itu.
Sudah hampir 10 tahun lebih dia tak bertemu dengan kedua orang tuanya.
Bagaimana mereka sekarang apa Bapak dan ibu makin bertambah tua. Hatinya terus saya berbicara bahagia.
"Aku sangat merindukan Ibu, Bapak dan kak Shena, pasti mereka akan terkejut dengan kedatanganku". bergumam sambil terus berjalan dengan menarik koper di tangan kanan.
Tapi seketika langkahnya terhenti saat melihat garis polisi yang membentang mengelilingi rumah itu. Perlahan dia berjalan dengan penuh tanda tanya yang ada di kepala.
Apa yang terjadi, kenapa rumahku di segel seperti ini, apa aku salah alamat?, tapi tidak mungkin, ini benar kediaman keluargaku. hati dan pikirannya terus saja berkecamuk bertanya tanya sambil melihat sekeliling perumahan itu.
Tiba tiba tangannya ditarik oleh seseorang, dan langsung dibawa masuk kedalam rumah, di samping rumah orang tuanya.
Gadis itu terkejut dan ingin berteriak namun mulutnya langsung dibekap dan ditarik paksa oleh orang itu.
" Siapa kamu ?"
" Mau apa kamu ?". tanya gadis itu kepada seseorang yang tiba tiba menariknya secara paksa, saat tangan itu sudah tidak lagi membekap mulutnya.
Matanya mengamati sekeliling rumah orang tersebut.
Namun orang yang ditanya tidak langsung menjawab, dia melihat kearah mata indah berwarna biru itu.
" Apakah kamu Danira ?" tanya wanita itu tiba-tiba.
Gadis itu masih melihat wanita yang berada dihadapannya dengan waspada.
" Bagaimana anda tau nama saya ?" kembali bertanya curiga.
Wanita itu mengeluarkan sebuah foto dan membandingkannya lagi. untuk memastikan bahwa orang yang dihadapannya benar orang yang selama ini dia tunggu.
" Alhamdulillah, akhirnya aku bisa bertemu denganmu juga Danira". ucap wanita itu dengan penuh syukur dan senang.
Danira makin bingung, karena seingatnya dia tidak pernah mengenal wanita yang ada dihadapannya ini.
" Maaf..!!.tapi saya tidak mengenal anda, dan kenapa anda membawa saya kesini ". ucap Danira bernada sopan.
" Maafkan atas kelancangan saya tadi, sebenarnya saya sudah memperhatikan kamu dari saat kamu datang, saya sedang memastikan bahwa kamu benar-benar Danira, maaf juga karena membuat kamu takut dan terkejut saat saya membawamu masuk kesini karena saya tidak ingin ada yang curiga". Jelasnya semangat, dia tak ingin ada yang melihat Danira sebelum dirinya.
" Perkenalkan saya Sofia ". wanita itu mengulurkan tangannya kepada Danira sambil tersenyum.
"Saya tetangga keluarga kamu. Saya tau pasti kamu bertanya-tanya kenapa rumah kamu dibatasi dengan Police line ". Danira mengangguk setuju.
" Kalau boleh saya bertanya, mbak Sofia tahu saya Danira dari siapa ? dan kenapa rumah saya di segel kepolisian seperti itu ? lalu kemana orang tua dan kakak saya ?". tanya Danira penuh rasa penasaran.
" Ceritanya panjang ".
"Aku akan menceritakannya semuanya kepadamu, dan aku tau namamu dari Shena, dia memberikan aku sebuah foto wanita yang menggunakan cadar. Saat aku melihatmu berdiri disana, aku melihat mata mu dan aku sangat yakin kalau kamu Danira". ucapnya sambil berkali-kali membandingkan warna bola mata Danira dengan gambar cetak itu, dia memberikan foto itu pada Danira.
" Lalu dimana mereka sekarang ? " tanyanya lagi tak sabar. Dia sudah sangat menantikan momen bertemu keluarganya, dia tak ingin berlama-lama disini.
Seketika wajah Sofia berubah sedih.
"Maafkan aku mungkin berita ini akan membuat kamu sedih dan syok". Lirih Sofi, ada rasa berat untuk memberi tahu Danira, namun Danira harus mengetahui tentang keluarganya.
Danira makin bingung dengan ucapan Sofia, mengapa dia harus sedih dan syok ? Perasaannya mulai tak enak, dia mulai takut , tapi dia ingin tahu apa yang terjadi dengan keluarganya.
" Ada apa? apa yang sebenarnya terjadi"? Kenapa mbak Sofi menangis ?" tanya Danira lembut mengusap air mata Sofia, penuh kebingungan.
" Danira...!!. orang tua dan kakakmu Shena sudah meninggal, mereka dibunuh 1 bulan yang lalu. " jawab Sofia sambil melihat Danira dengan air mata yang sudah membasahi pipi.
DEG*
Pendengaran Danira seakan berdengung, jantungnya memompa kian cepat, dia tak percaya atas apa yang dia dengar barusan, Danira mengepalkan tangannya, ingin rasanya Danira memukul wanita yang berkata yang tidak-tidak mengenai kondisi keluarganya saat ini.
" Mbak Sofi Jagan bohong, ini tidak lucu". Danira masih tak percaya.
Sofia hanya Diam, hanya suara tangis yang makin menjadi.
Seketika jantung Danira terasa terhenti, seakan waktu dan nafasnya juga ikut terhenti. Saat mendengar kabar yang amat sangat membuatnya terkejut dan syok dalam waktu yang bersamaan.
" Tidak..tidak..tidak !!, bagaimana mungkin, siapa,? mengapa,? Kenapa,"? dan banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya.
Saat itu juga Danira jatuh tak sadarkan diri.
...****************...
Assalamualaikum kakak-kakak semua
ini adalah cerita pertamaku.
Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pengetikan ataupun kata2 yang kurang tepat.
Aku masih belajar dan ini hanya cerita fiktif saja ya kak, Jagan dibawa baper🙏
Semoga kalian suka dan menerima karyaku😘
Tinggalkan tanda cintanya dalam bentuk
like dan komentar nya ya😘
Terima kasih❤️
...Bersambung......
......................
Danira membuka matanya dan melihat sekeliling kamar tempat dia berbaring.
" Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga Danira". Sofia yang duduk disamping Danira menatapnya cemas.
Sepersekian detik ingatannya mengenai berita duka itu kembali, Danira langsung duduk dan memegang tangan Sofia.
" Semua yang mbak Sofia katakan tadi bohong kan mbak? semuanya tidak benar kan mbak? tidak mungkin Ibu, Bapak dan kakakku meninggal kan mbak ? tolong jawab aku mbak... katakan kalau semua ini hanya mimpi". Danira memaksa dengan emosi yang sudah menguasai dirinya, air mata tak henti-henti membasahi pipinya.
" Maaf kan aku Danira, Tapi inilah kenyataannya". jawabnya dengan tatapan iba.
Danira mulai menangis terisak, dia menangis sejadi jadinya. Sofia yang melihat itu langsung memeluk Danira dengan air mata yang ikut mengalir deras.
" Istighfar Danira Istighfar...aku tau kamu sangat terkejut dan terpukul atas musibah yang menimpah keluargamu. Tapi kamu harus kuat, aku yakin kamu bisa melewati semua ini, kamu harus ikhlas Dan". ucap Sofia dengan lembut sambil mengusap punggung Danira.
Danira masih menangis di pelukan Sofia.
Bagaimana dia tidak sedih disaat orang-orang yang amat sangat dia cintai dan rindukan meninggal dunia, dan dia baru mendengar kabar ini.
Danira datang dengan tekat yang kuat, membawa rindu yang sudah tak terbendung lagi, Dia rela bila harus dimarahi kedua orang tuanya. Apabila mereka melihat Danira datang tanpa memberi tahu mereka terlebih dahulu.
Danira tahu, dia pasti akan diusir dan diasingkan lagi seperti yang lalu-lalu, jika dia tetap nekat untuk menemui orang tuanya, tapi Danira sudah tak perduli.
Yang Danira mau, dia ingin memeluk orang tuanya, dia sangat rindu dan ingin mengugkapkan betapa dia sangat sayang dan mencintai mereka.
Memeluk mereka dengan erat menceritakan semua kisahnya selama ini. Danira sudah tak peduli, Dia tak akan menanyakan apa alasan orang tuanya tega membiarkan dia hidup jauh. Danira sudah tak mempermasalahkan itu lagi. Danira hanya ingin tinggal bersama mereka tak ada lagi kata perpisahan.
Namun, semua hanya tinggal angan, bukannya mendapatkan pelukan dan tatapan hangat dari kedua orang tuanya melainkan kenyataan yang menyayat hati dan menghancurkan segala rasa yang ada.
Bayangan-bayangan tentang kenangan indah dimasa lalu, berputar bak kaset kusut di kepalanya. Seakan memaksa Danira mengingat momen-momen kebersamaan, canda tawa yang tercipta, sebelum akhirnya sirna bagaikan potongan puzzle raib satu persatu.
Danira masih belum mengeluarkan suaranya, dia masih amat syok, dia masih tak percaya. Danira masih berharap semuanya hanya mimpi.
Dia terus saja menyebut nama Allah, didalam hatinya dan terus beristighfar tiada henti.
Danira ingin bertanya, tapi lidahnya keluh, suaranya tertahan, sesak di dada seakan terhimpit batu yang besar. Danira hanya ingin menangis.
Saat tangisan Danira mereda, Sofia melepaskan pelukannya, menghapus air mata di pipi Danira .
"Kamu minum dulu ya Dan, biar sedikit tenang". Sofia memberikan segelas air putih kepada Danira.
Gadis malang itu menerima gelas yang diberikan sofia, lalu meminumnya setengah.
Sofia mengambil kembali gelas yang ada ditangan Danira dan meletakkannya kembali diatas nakas.
"A.a. apa yang sebenarnya terjadi mbak,
Baa.. bagaimana ini semua bisa terjadi mbak...?"
tanya Danira dengan kata yang terbata-bata dan suara yang parau. Mata sudah memerah, siap mengeluarkan cairan bening itu lagi.
" Aku akan menceritakan semuanya padamu, tapi aku mohon kamu tenang dulu. Aku tidak mau kamu sampai pingsan lagi" ucap Sofia lembut sambil menghapus air mata di pipi Danira.
Danira menarik nafas dalam-dalam, menghembusnya dengan kasar. Entah bagaimana perasaannya saat ini, Danira takut, sedih, syok, bingung, marah, semua campur menjadi satu.
Tapi yang jelas Danira ingin tau apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang tega melakukan hal ini kepada keluarga terkasihnya.
" Aku sudah siap mendengar semuanya mbak".
Ya Allah, kuatkan aku, kuatkan hatiku, hamba mohon ya Rab
Astaghfirullah wa atubu ilaih
Astaghfirullah wa atubu ilaih
Astaghfirullah wa atubu ilaih
Danira terus saja berdoa, dan beristighfar didalam hatinya, memohon dan terus memohon kepada Sang Pencipta agar diberi ketegaran untuk mendengar segala berita yang akan dia ketahui.
......................
...Bersambung......
Satu Bulan yang lalu.
Sang surya sudah mulai menampakan cahayanya, seakan sudah tak malu-malu lagi untuk memberikan kehangatan pada bumi yang dari malam disirami oleh hujan.
Seorang wanita muda berusia 29 tahun sedang duduk di teras rumah sambil menikmati hangatnya mentari dan sejuknya hembusan angin segar di pagi hari.
Hamparan rerumputan hijau yang masih basah karena hujan sedari malam menghiasi halaman rumah dan ditumbuhi berbagai macam pohon Cemara, Kamboja dan Pucuk Merah makin menambah kesegaran para penghuni rumah indah dengan Desain klasik modern itu.
" Mbak ini susunya diminum dulu, sekalian sama rotinya dimakan". Ujar wanita paruh baya yang tampak berusia sekitar 50 tahunan namun masih terlihat cantik dengan kulitnya yang putih, rambut yang hitam disanggul serta bola mata berwarna biru yang menambah kesempurnaan wajahnya.
Ibu itu keluar sambil membawa susu di tangan kanan, dan roti ditangan kirinya.
"Ya ampun ibu, nanti Shena ambil sendiri, ibu ndak perlu repot-repot begini." ucapnya dengan logat khas jawa sambil memanyunkan sedikit bibirnya.
" Wes..Ndak apa-apa moso buat anak sendiri repot, ibu ndak mau nanti cucu ibu ini kelaparan karena mamanya belum kasih dia sarapan." Bu Inggit mengelus perut buncit putrinya yang sudah menginjak usia kandungan 9 bulan.
"Makasih Bu." ucapnya sambil tersenyum manis .
Shena menerima susu pemberian ibunya dan langsung meminumnya hingga tandas. lalu meletakkan gelas itu diatas meja yang ada disampingnya. Bu Inggit tersenyum melihat putrinya yang sudah menghabiskan susu pemberiannya, beliau ikut duduk di kursi yang ada disisi lain.
" Kapan suamimu akan kembali mbak ?". tanya Bu Inggit sambil melihat kearah Shena.
" Tadi subuh mas Aryo menghubungiku, katanya bila semua urusan pekerjaannya selesai, nanti sore dia langsung pulang Bu."
Jawab Shena dengan senyum bahagia.
Rasanya shena sudah tak sabar ingin memeluk dan mencium suaminya yang sudah hampir 1 Minggu ini tidak bersama, mereka hanya bertukar kabar melalui sambungan telpon atau Vidio call saja. Dia sangat merindukan aroma tubuh suaminya karena sang suami sedang ada pekerjaan diluar Negri.
Bu Inggit yang mendengar jawaban shena hanya tersenyum dan mengangguk anggukan kepalanya.
" Eeemmm....Bagaimana kabar adikmu ?". Bu Inggit bertanya lagi dengan suara pelan seakan menahan sesuatu, tanpa melihat kearah Shena.
Shena langsung menoleh kearah Ibunya, dia tau betapa ibunya merindukan adik perempuannya yang telah lama tidak bertemu.
Setiap hari ibunya akan selalu menanyakan kabar Danira dan Shena tidak pernah keberatan untuk menjawabnya.
" Danira sehat dan baik Bu, tiga hari yang lalu saat aku menelepon kesana kata pengurus Danira sedang tidak bisa diganggu karena dia akan menghadapi ujian akhir untuk kelulusan S2 nya." Jawab Shena dengan senang dan penuh senyuman.
" Anak gadis ibu itu memang sangat pintar dan cerdas, diusianya yang baru menginjak 20 Tahun dia sudah menjadi Tahfiz Qur'an, dan sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikan Strata 2 nya." Shena bercerita dengan rasa teramat bangga pada adik semata wayangnya.
Danira memang gadis yang cerdas, saat duduk dibangku Sekolah Dasar, dia sudah menjadi Siswa Akselerasi karena kecerdasannya dia selalu mendapatkan beasiswa, memiliki daya tangkap cepat dan IQ diatas rata rata, jadi tidak heran jika dia selalu lebih unggul dan lebih cepat menyelesaikan segala pendidikannya dari pada teman teman seusianya.
"Ya...Ibu tahu dia gadis yang cerdas dan kuat, ibu sangat tahu itu, karena dia putriku". ucap Bu Inggit sambil menundukkan kepalanya, air mata sudah menetes tanpa permisi.
Shena yang melihat ibunya menangis langsung menggenggam tangan ibunya.
" Ibu jangan menangis, aku akan menghubunginya sekarang, dan kita akan mendengar suaranya ". Shena akan beranjak untuk mengambil ponselnya, dia tak ingin melihat ibunya sedih.
Bu Inggit langsung menoleh dan menggelengkan kepalanya. " Tidak nak, bukannya tadi kamu bilang kalau dia sedang tidak bisa diganggu ? biarkan dia fokus dulu untuk ujiannya." Tahan Bu Inggit, Dia tak sanggup meski hanya mendengar suara Danira.
" Aku tau ibu sangat merindukannya, jadi tidak apa-apa kalau kita menelponnya sebentar hanya untuk mendengar suaranya saja, kalau ibu belum siap bicara kepadanya tidak apa-apa, yang penting ibu sudah tahu kalau dia baik-baik saja ". kata Shena meyakinkan ibunya.
Bu Inggit menatap wajah putri sulungnya, hatinya berkecamuk antara ingin dan takut.
Dia menggigit bibir bawahnya menahan rasa nyeri di dada akibat kerinduan yang terlalu dalam. Entah sampai kapan dia harus menahannya, dia sendiri pun tidak tahu jawabannya.
"Pasti dia sangat membenci Ibu, karena Ibu tak pernah sekalipun mengunjungi ataupun menelponnya walau hanya sekedar menanyakan kabarnya, sejak dia pergi dulu." keluh Bu inggit, teriakan serta tangisan Danira kecil masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana Danira memberontak ketika dibawa paksa saat dalam pangkuannya, Bu Inggit tak bisa berbuat apapun, bahkan berkata jangan pun dia tak bisa, itu semua dia lakukan demi kebaikan dan keselamatan sang putri.
" Tidak Bu, Danira tidak pernah sedikitpun membenci Ibu dan Bapak, setiap kali aku menelponnya yang pertama kali dia tanya hanya kabar ibu dan bapak, Danira sangat menyayangi Ibu. Jadi ibu tidak boleh berfikiran seperti itu". Ujarnya lagi menenangkan sang ibu.
Ibu dan bapak juga lebih menyayangi nya dari apapun di dunia ini nak, sehingga kami sanggup melepasnya jauh dari kami.
......................
...Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!