NovelToon NovelToon

ANANTARA

ANANTARA - 1 Tamparan keras

PLAKKK ...

Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipiku, aku langsung memegangi pipi ini yang sudah terasa panas.

"DASAR PELAKOR! GAYANYA AJA PAKE HIJAB, TAPI HATINYA BUSUK!" Teriak wanita yang baru saja melayangkan tamparannya di pipiku.

Aku pun terheran-heran, apa maksud wanita di hadapanku ini, "Maaf Mbak, Mbak siapa? dan dengan alasan apa mbak tiba-tiba menampar saya!" Ucapku dengan sedikit rasa kesal.

Tentu saja, siapa yang tidak kesal ketika tiba-tiba mendapatkan sebuah tamparan dari orang yang tidak dikenal.

"SIAPA? HAH? KAMU TANYA SAYA SIAPA!" Teriaknya lagi sembari menunjuk-nunjuk dadanya sendiri.

"SAYA ISTRI DARI LELAKI YANG SUDAH KAMU GODA! SAMPAI-SAMPAI DIA BERPALING DARIKU!" Teriaknya lagi.

"Astagfirullah Mbak, mana ada saya menggoda suami Mbak, kenal saja tidak Mbak." Balasku merasa tak tahu apa-apa dengan apa yang dikatakannya.

"HALAH! MANA ADA PELAKOR NGAKU! JELAS JELAS SAYA SUDAH PERGOKI KAMU, KAMU MASIH MAU NGELAK!"

"Maksud Mbak itu apa sih Mbak, saya benar-benar gak mengerti, terus Mbak itu siapa? Kenapa tiba-tiba fitnah saya seperti ini!"

Aku yang benar-benar sama sekali tak mengerti maksudnya dan merasa tidak pernah melakukan hal hina itu pun terus mengelak semua perkataannya.

Aku pun sudah menjadi tontonan para warga di sekitar rumahku, karena wanita ini yang terus berteriak-teriak memaki-maki ku sebagai seorang perusak hubungan orang.

"Mbak salah orang mbak, saya sudah punya suami! Mana mungkin saya menggoda suami mbak!" Ucapku merasa tak terima.

"Lebih baik mbak pergi, sebelum saya panggil suami saya kesini sekarang!" Ancamku kepadanya.

Dan bukannya takut, ia malah menatapku tajam dan langsung melancarkan serangannya dengan menarik kerudungku yang alhasil membuat rambutku tertarik.

"ASTAGFIRULLAH! MBAK LEPASIN! SAKIT MBAK!" Teriakku kesakitan.

Warga sekitar pun yang melihat hal itu segera mendekat dan mencoba memisahkan wanita itu dariku. Namun nihil, cengkeraman tangannya begitu kuat menarik rambutku.

"MBAK! LEPASIN SAYA! MBAK SALAH PAHAM! SAYA SAMA SEKALI GAK KENAL SAMA SUAMI MBAK!" Aku mencoba menjelaskan sekali lagi bahwa aku sama sekali tak mengenal suaminya.

"MASIH MAU NGELAK YAH! UDAH JELAS KAMU ITU PELAKOR! KAMU MASIH GAMAU NGAKU!" Wanita itu terus mencengkeram kerudungku dengan kuat.

Sampai-sampai aku merasakan pusing yang teramat akibat cengkeramannya.

"Mbak lepasin Mbak, gak baik berbuat seperti ini, lebih baik di obrolkan baik-baik Mbak, jangan main hakim sendiri seperti ini." Ucap salah satu warga yang mencoba memisahkan wanita itu dariku.

"ERIKA!"

Tiba-tiba seseorang berteriak, memanggil nama yang sepertinya adalah nama wanita yang kini masih mencengkeram ku dengan kuat.

Tapi, suara itu, adalah suara dari seseorang yang kukenal.

Aku bisa melihat dari pinggir mataku, lelaki itu seperti terkejut dan berlari dengan cepat ke arahku.

Hatiku merasa tenang disaat melihatnya, aku merasa lega karena kini aku bisa membuktikan semua kesalahpahaman wanita ini.

Namun, apa yang kulihat kini membuat dadaku berdegup kencang, mataku membelakak tak percaya, mengapa?.

"ERIKA! LEPASKAN! APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriaknya kepada wanita itu.

Kenapa?

Akhirnya wanita itu pun melepaskan cengkeramannya. Dan aku semakin melihat jelas hal yang membuatku terkejut dan bingung.

"APA! KAMU MAU MEMBELANYA! KAMU MAU MEMBELA WANITA HINA ITU! IYA!" Wanita itu malah berteriak kepada lelaki yang kini memeluknya.

Jantungku yang awalnya berdetak kencang kini terasa seakan tiba-tiba berhenti, mengapa! Mengapa bisa, lelaki yang adalah suamiku itu malah memeluk wanita asing itu dan bukannya aku!.

"Mas," ucapku dengan lirih.

Seakan tak percaya dengan apa yang kulihat, aku mencoba memejamkan mataku sejenak, namun nyatanya tak ada yang berbeda, lelaki itu memang benar Mas Adam! Suamiku.

Aku pun melihat para warga yang mulai menatapku dengan raut wajah aneh juga bingung. Banyak omongan kecil yang ku dengar, yang membuatku semakin berpikir yang tidak-tidak.

"Dih, itu Suaminya kan yah, ko malah meluk perempuan yang itu sih?"

"Kayanya bener deh Mbak Aisyah itu selingkuhannya mas Adam."

"Ko bisa-bisanya sih yah, anak ustadz jadi perusak rumah tangga orang!"

"Depannya aja keliatan alim, nyatanya PELAKOR!"

Astagfirullah, banyak omongan warga yang membuat pikiranku semakin kacau. Aku sama sekali tak mengerti dengan keadaan ini, mengapa?

Kenapa jadi aku yang di salahkan disini?.

Apa salahku?.

"Ayo kita pulang dulu, aku akan jelaskan di rumah," ucap Mas Adam, tapi bukannya mengatakan itu kepadaku ia malah mengatakan itu kepada wanita yang kini berada dalam pelukannya.

"KAMU MAU SELAMATKAN WANITA HINA MU ITU MAS! HAH! AKHIRNYA KAMU NGAKU JUGA KAN! BENAR KAN DIA WANITA YANG MEMBUATMU BERUBAH SELAMA INI!" Teriak wanita itu kepada Mas Adam.

Aku kini hanya bisa terdiam mematung, entah apa yang bisa kulakukan sekarang.

"Sudah cukup, kita bicarakan ini di rumah!" Mas Adam mencoba membawa wanita itu keluar dari halaman rumahku ini, tapi rasanya ada yang salah.

Kenapa dia sama sekali tak menatapku?.

Kenapa suamiku sama sekali tak melihatku disini?.

"Kamu, kenal dia mas?" Ucapku dengan berani ketika mas Adam mencoba membawa wanita itu keluar dari rumahku.

Mas Adam yang mendengar suaraku kini menolehkan pandangannya, ia menatapku sejenak, namun ia segera memalingkan wajahnya lagi seakan tak mau menjawab pertanyaan ku.

"NGAKU KAN KAMU! DIA ITU SUAMIKU! JELAS DARITADI KAMU BILANG GAK KENAL! SEKARANG APA! AKHIRNYA KETAHUAN JUGA KAN!" Wanita itu seakan menemukanku yang berbohong, padahal aku memang tak menyangka kalo lelaki yang ia maksud adalah Mas Adam.

Bukannya menjawab ocehan wanita itu, aku kini menatap wajah mas Adam yang terkesan enggan menatapku.

"SIAPA DIA MAS! LIHAT AKU MAS! LIHAT AKU!" Aku yang sudah tak bisa menahan amarahku karena merasa bingung dengan keadaan ini pun mulai berteriak menyerukan semua pertanyaan dalam kepalaku.

"LIHAT AKU MAS! SIAPA WANITA ITU! KENAPA KAMU MALAH BERADA DISAMPINGNYA DAN BUKANNYA AKU MAS! KENAPA! JAWAB AKU MAS!" Teriakku lagi.

Mas Adam sedikit menoleh, ia hanya bisa menatapku dengan raut wajah yang tak bisa ku jelaskan. Sama sekali tak ada jawaban yang terucap dari mulutnya.

"Jawab mas! Selingkuhan mu bertanya siapa aku! Apa kamu gak bisa jawab pertanyaannya!" Wanita itu malah berkata hal yang semakin membuatku bertanya-tanya.

Mas Adam masih tetap terdiam, enggan mengucapkan satu patah kata pun.

"KATAKAN MAS! KATAKAN PADANYA SIAPA AKU INI!"

"Istriku," akhirnya, Mas Adam mengucapkan satu kata, namun satu kata itu mampu membuat tubuhku seakan lemas seketika.

Tubuhku terjatuh lemas, terduduk di hamparan rumput taman halaman rumahku. Masih terdengar satu kata yang Mas Adam ucapkan, yang kini membuat wanita itu tersenyum menang.

"Ayo kita pulang! Aku mohon! Sudah cukup!" Mas Adam mencoba kembali membawa wanita itu pergi.

"DASAR PELAKOR! LIHAT SAJA, AKU AKAN KEMBALI DAN MEMBUAT HIDUPMU YANG BAHAGIA INI HANCUR! AKU AKAN MEMBUATMU MERASAKAN APA YANG KURASAKAN SELAMA INI!" Wanita itu berteriak sebelum akhirnya pergi meninggalkan ku yang masih terduduk di bawah.

Para warga pun mulai bubar setelah mas Adam dan wanita itu pergi, dan tak aneh jika kini aku mendengar kembali banyak omongan yang membuat hatiku terasa pedih.

"Dih, benerkan, keliatannya aja kaya orang alim, nyatanya ngerebut suami orang juga!"

"Amit-amit deh! Punya tetangga tukang goda suami orang! Hati hati Lo suami nya di jaga, nanti di godain juga!"

Dan, masih banyak lagi kata-kata yang membuat hatiku semakin sakit.

Ya Allah, kenapa? Kenapa bisa suamiku mengatakan hal yang tak bisa ku pahami ini?.

Bagaimana bisa ia mengatakan bahwa wanita tadi adalah istrinya! Akulah istri Mas Adam!.

Aku yakin dengan jelas bahwa lelaki itu benar Mas Adam! Apa benar, apa aku ini, selingkuhan mas Adam?

Astagfirullah!

Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi!

ANANTARA - 2 Penjelasan yang tertunda

Sudah seminggu sejak mas Adam meninggalkan aku di rumah ini. Di hari itu, setelah mas Adam pergi, Bapak mertuaku datang ke rumahku dengan raut wajah khawatir, ia sudah mengetahui apa yang telah terjadi dari para warga.

Aku yang adalah istri dari mas Adam kini berubah berstatus menjadi selingkuhannya, yang mana aku pun masih belum bisa menyangkal semua itu.

Aku pun tak tahu, bagaimana harus menjalani semua ini ke depannya.

Sejak saat itu, mas Adam sama sekali tak mengirimi ku pesan atau telepon. Ali, anakku dengan mas Adam terkadang menanyakan sosok Abi nya itu, namun aku selalu menjawab bahwa Abi nya itu sedang bekerja, mencoba membuat anak berusia 5 tahun ini mengerti.

Walaupun sebenarnya aku pun tak tahu kemana perginya suamiku itu.

Selama seminggu aku menjadi bahan gosip warga sekampung, mereka mengatakan bahwa aku adalah wanita hina yang bersembunyi di balik kerudungku.

Astagfirullah, aku sama sekali tak pernah menyangka bahwa lelaki yang mengucap ijab kabul dan menjadikanku sebagai seorang istri adalah lelaki yang sudah beristri.

Apalagi pernikahanku dengan mas Adam adalah pernikahan yang sudah diatur oleh pihak keluarga mas Adam dan keluargaku sendiri melalui taaruf.

Sakit rasanya, namun Bapak mertuaku berkata, "Sabar nak, tunggulah suamimu pulang, jangan berpikir yang tidak-tidak, sekarang tenangkan lah dulu diri dan hatimu,"

"Mau bagaimanapun Adam itu suamimu, kamu harus bisa tabah atas segala cobaan yang menimpa keluargamu ini, berdoalah semoga Allah memberikan jalan keluar atas semua cobaan ini." Nasehat mertuaku.

Aku pun mencoba menenangkan diriku selama seminggu ini, namun dari seminggu, dua Minggu, tiga Minggu mas Adam tetap tak kunjung kembali.

Hati ini semakin sakit rasanya. Rindu akan sosok yang dulu selalu ada di sampingku, menemaniku di kala waktu hati ini terasa gundah.

Namun, kini aku hanya sendirian, menata hatiku yang rapuh, mencoba kuat menerima semua kenyataan yang akan datang.

"Assalamualaikum," ucap seorang lelaki mengucap salam yang mana suara itu sangat ku kenali.

Aku yang tengah berada di kamar menidurkan Ali langsung berlari kecil melihat siapa orang yang mengucap salam itu,

Dan benar saja,

"Mas Adam!" ucapku memanggil namanya.

Nama yang selalu ku ucapkan dalam doaku di setiap pagi, sore dan malam hari.

Bukan lagi amarah yang ku besarkan, tapi rasa rindu ini, aku segera berlari ke arahnya untuk memeluk tubuh hangatnya itu, sampai pada saat aku hendak memeluknya, mas Adam tiba-tiba memegang pundak ku, seperti enggan untuk menerima pelukan rinduku ini.

Dan aku melihat seorang wanita yang tak asing lagi bagiku, wanita itu kini berjalan ke arahku dan mas Adam.

Rasa rindu yang begitu besar pun kini kalah dengan rasa sakit yang kembali timbul setelah setengah bulan ini ku obati.

"Gak liat disini ada siapa! Mau main nyosor-nyosor aja!" Ucap wanita yang masih ku ingat wajahnya itu.

"Aku cape banget mas, kenapa sih harus kesini dulu? Kenapa gak langsung ke apartemen aja sih mas?" Ucap wanita itu sembari mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamuku.

"Aku harus berbicara dulu dengan Aisyah, aku juga sudah bilang kan kamu bisa langsung kesana, kenapa ikut kemari?" Balas mas Adam.

"Ya iyalah aku ikut, mana mau aku kamu tinggal di apartemen terus kamu malah temuin si PELAKOR ini, nanti keenakan lagi, bisa berduaan, gak akan aku biarin mas!"

Aku yang melihat juga mendengar percakapan mereka yang benar-benar membuat emosiku memuncak.

"Untuk apa mas pulang kesini?" Ucapku dengan nada sinis.

Tentu saja, bagaimana tidak memanasnya hati ini, ketika aku yang sudah sabar menunggu, tetapi dirinya kini malah datang dengan membawa api yang kembali menyulut amarah ini.

"Aku sudah sangat sabar menunggu kepulangan mas yang entah darimana! Tapi kini, mas malah pulang dengan membawa wanita yang entah siapa dan tanpa satu penjelasan pun yang mas ucapkan padaku!"

Mas Adam menatapku dengan wajah terkejut, mungkin baru kali ini ia melihatku yang semarah ini.

"Aisyah, istighfar! Dengarkan mas dulu, mas memang salah," ucap mas Adam yang terlihat mencoba menenangkan aku.

Namun, api di di dalam hatiku sudah teramat besar.

"Dengarkan apa mas! Selama setengah bulan ini kamu tinggalkan aku! Tanpa ada satu kabar pun darimu!"

"Di hari wanita itu datang ke rumah ini!" Ucapku sembari menunjuk wanita itu yang kini terdiam sembari menatapku sinis.

"Kamu tak mengucapkan satu patah kata pun padaku mas! Kamu malah pergi meninggalkan ku sendiri di rumah ini mas!"

"Aku yang di hari itu hanya bisa menangis sendirian di rumah ini! Mendengarkan para warga berkata yang tidak-tidak!" Ucapku terus dengan amarah ini.

"Apa mas memikirkan perasaanku di hari itu!"

"Aku ini istrimu mas! Istri mana yang tidak sakit hati ketika melihat suaminya pergi bersama wanita lain yang mengatakan bahwa aku ini PELAKOR!"

Aku terus mengutarakan isi hatiku yang begitu kesal, marah dan kecewa kepadanya.

Tak terasa air mata sudah membasahi wajah ini, rasanya begitu sesak di dada ini.

"Apa itu benar mas?" Tanyaku lirih.

Mas Adam yang sedari tadi hanya bisa diam kini mulai mengangkat wajahnya menatapku.

"Apa benar yang wanita itu bilang?" Tanyaku lagi.

Mas Adam kini membawa tangannya meraih kedua pundak ku.

"Apa benar mas?"

"Jawab aja kali mas! Gak usah kaya susah gitu ngomongnya!" Ucap wanita itu seakan tak suka melihat mas Adam yang kini menatapku dengan tatapan bersalahnya.

"Mas minta maaf," akhirnya mas Adam mengucapkan satu kalimat yang entah mengapa membuat tubuhku ini seakan lemas seketika.

"Benar ternyata?" Ucapku.

"Tapi, kenapa bisa seperti itu mas? Bukannya kita menikah seakan tak terjadi apa-apa? Ibu dan Bapak pun tau mas?" Tanyaku lagi seakan tak bisa percaya dengan semua ini.

"Denger yah! Aku sama mas Adam ini saling suka! Kita nikah itu ya karena cinta! Kalo kamu itu karena dijodohkan oleh bapak dan ibunya mas Adam!" Timpal wanita itu membalas semua pertanyaan ku dengan suara angkuhnya.

Aku pun menatap wanita itu dengan wajah tak percaya, apa benar?.

"Apa benar mas?" Tanyaku memastikan.

Mas Adam kini hanya menatapku dengan raut wajahnya yang enggan untuk membalas semua pertanyaan ku.

Air mata ini seakan tak ada habisnya. Hatiku yang sudah setengah bulan ini ku obati, kini terluka kembali karena semua kenyataan yang harus ku terima.

"Lebih baik mas pergi dulu saja jika mau terus bersama wanita itu disini." Aku yang merasa sudah tak tahan menahan semua Isak tangis ku.

Mencoba kuat dengan menatap pria yang berstatus suamiku itu, aku mencoba tersenyum tipis untuk membuatnya sadar akan sakitnya hatiku ini atas apa yang sudah ia perbuat.

"Aku akan jelaskan semuanya nanti, maafkan aku," ucap mas Adam sebelum mengajak wanita itu pergi meninggalkan diriku sendirian lagi di rumah ini.

"Ayo pergi!" Ajak mas Adam kepada wanita itu.

"Ya, ayo! Lagian aku juga udah gak betah diem di rumah PELAKOR ini!" Jawab wanita dengan tatapan sinis yang ia lontarkan padaku.

Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengatur seluruh amarah yang kini membeludak di dalam dadaku.

Aku hanya bisa mengucap banyak kata istighfar dalam hatiku, mencoba menenangkan diriku sendiri.

ANANTARA - 3 Penjelasan

"Abi..."

Aku mendengar Ali yang kini berteriak sembari berlari kecil ke arah pria yang kini baru turun dari dalam mobil.

Aku tahu begitu rindunya Ali pada Abi nya itu, bagaimana tidak rindu, anak berusia lima tahun itu sudah hampir setengah bulan tak bertemu sosok Abi nya itu.

Terlihat sorot mata yang berbinar di kedua mata Ali ketika ia berada dalam pangkuan mas Adam. Tak henti-hentinya Ali menciumi pipi Abi nya itu sampai terdengar gelak tawa dari keduanya.

"Abi darimana saja? Ali kan kangen sama Abi!" Ucap Ali masih dalam gendongan mas Adam.

Mas Adam yang kini menggendong Ali berjalan mendekat ke arahku yang tengah duduk di kursi yang ada di teras rumah.

"Assalamualaikum," salam mas Adam.

"Waalaikum salam, tumben mas pulang, tidak menghilang lagi." Ucapku ketus, masih merasa kesal kepadanya.

Mas Adam yang mendengar ucapan ku hanya bisa tersenyum sendu.

"Maafkan mas, baru bisa pulang sekarang." Mas Adam yang masih menggendong Ali mencoba meraih puncak kepalaku dengan tangannya kemudian ia mengelus lembut kepalaku.

"Kita ngobrol di dalam saja yah," ajak mas Adam kepadaku.

Aku pun mengikuti mas Adam yang berjalan masuk ke dalam rumah bersama Ali. Rasanya seperti sudah sangat lama aku melihat pemandangan yang seperti ini.

Biasanya aku akan menyambut mas Adam yang baru pulang kerja dengan senyuman hangat dan rasa rindu yang teramat.

Namun kini, rasa kesal dan amarahku masih teramat besar kepadanya.

Mas Adam langsung duduk di ruang keluarga bersama Ali. Tak henti-hentinya Ali memeluk sosok Abi nya itu, aku yang melihat hal itu membuat hatiku sedikit tergores.

Bagaimana jika aku tak bisa kuat menjalani semua cobaan ini? Apa harus aku relakan Ali berpisah dengan Abi nya.

"Kenapa melamun disitu, mas tau kamu masih marah, tapi duduk dulu disini, ada yang harus mas katakan." Ucap mas Adam sembari menepuk-nepuk sofa agar aku duduk di sampingnya.

Aku yang enggan berseteru dengan mas Adam di hadapan Ali pun mengikuti apa yang mas Adam ucapkan.

Ku dudukkan bokongku ini di samping mas Adam.

"Tunggu sebentar yah,"

Mas Adam kemudian bangkit lalu keluar sebentar, ia kembali dengan membawa keresek putih besar sembari tersenyum lebar ke arahku dan Ali.

"Nah, lihat Abi bawakan apa untuk Ali." Ucapnya setelah sampai di depan Ali.

"Wah! Abi bawa apa itu! Mainan! Iya kan!" Ali terlihat begitu gembira, ia menepuk-nepukkan kedua tangannya.

"Wah, anak Abi pinter banget, Abi minta maaf yah, sudah buat Ali menunggu lama, makannya Abi belikan Ali mainan," ucap mas Adam kepada Ali.

Mas Adam pun memberikan bungkusan keresek besar itu kepada Ali. "Ya sudah, Ali main dulu di kamar yah, Abi mau pinjam Umma nya sebentar, boleh?" Tanyanya lagi.

"Boleh Abi, makasih yah Abi, Ali sayang sekali sama Abi!" Ucap Ali sembari pergi meninggalkan aku dan mas Adam berdua di ruang keluarga ini.

Biasanya dulu, mas Adam juga sering melakukan hal seperti ini ketika ingin berduaan denganku tanpa di ganggu Ali.

Mas Adam dulu sering pergi ke luar kota, ia bilang ada tugas penting dari kantor yang membuatnya harus pergi kesana setiap sebulan kadang dua minggu ia pergi. Karena itu setiap pulang ke rumah, mas Adam selalu membelikan Ali mainan agar bisa berduaan denganku.

"Aisyah," ucap mas Adam memanggil namaku.

Aku pun yang tengah melamun mengingat masa dulu kini tersadarkan karena panggilannya.

"Iya mas," balasku singkat.

Aku menatap lurus ke arah tv yang kini tengah menayangkan kartun kesukaan Ali. Enggan untuk menatap mas Adam yang aku yakin jika aku menatapnya, rasa kesal dan amarah yang yang ada di hatiku ini tak bisa ku pendam lagi.

Mas Adam membawa tangannya meraih tanganku. Aku yang merasakan sentuhan mas Adam kembali hanya bisa memejamkan mataku sejenak.

Rasa canggung yang selama ini tak pernah kurasakan di saat bersama mas Adam.

"Mas mohon, maafkan mas, mas bisa jelaskan semua ini." Ucap mas Adam, ia menggenggam tanganku dengan kuat.

"Mas memang salah, mas tahu kamu pasti sangat marah kepada mas, tapi mas benar-benar tak berniat untuk menyakitimu,"

Aku yang mendengar ucapan mas Adam pun tak tahan menahan air mata yang kini berada di pelupuk mataku.

Aku menatap wajah mas Adam yang tak ada bedanya denganku kini, wajahnya sudah basah karena air matanya.

"Mas tidak berniat menyakitiku! Tapi apa ini mas! Mas sudah sangat melukai perasaanku!" Ucapku dengan emosi.

"Mas tau, mas sudah melukai perasaanmu, tapi mas tidak berniat seperti itu, maafkan mas."

"Tidak berniat! Mas setengah bulan ini aku tersiksa dengan pikiranku mas! Aku istrimu! Yang kamu tinggalkan sendirian disini! Tanpa satu kabar kejelasan darimu!"

"Di saat pertama wanita itu datang kesini! Aku sama sekali tak mengerti apa maksudnya! Aku pikir mungkin wanita itu salah orang! Tapi, kamu malah datang dan memeluk wanita itu di hadapan ku! Di hadapan istrimu sendiri!" Lanjut ku.

Aku mencoba menahan emosiku, aku takut jika Ali akan mendengar semua perseteruan ku dengan mas Adam.

"Mas tau mas salah, mas minta maaf, tapi mas juga tidak tahu mengapa jadi begini." Jawab mas Adam yang sama sekali tak membuat amarahku mereda.

"Lalu, disaat itu! Kamu malah menyebut wanita itu adalah istrimu! Aku istrimu mas! Bukan dia! Bagaimana kamu bisa menyebut wanita itu istrimu sedangkan aku tengah berada di hadapanmu!" Ucapku lagi.

"Dengarkan mas, mas akan jelaskan semuanya, mas mohon dengarkan dulu." Mohon mas Adam kepadaku.

Aku pun mencoba menenangkan diriku, "Baik, jadi apa penjelasan yang akan mas sampaikan! Penjelasan apa yang bisa membuatku mengerti!"

"Dengar,"

"Mas minta maaf sebelumnya, mas tau mas memang salah," ucapnya dengan suara yang lirih.

"Wanita itu, memang benar istri mas juga," ucap mas Adam dengan hati-hati sembari menatapku dengan tatapan ragunya.

Rasanya sakit ketika mengetahui kebenaran yang enggan ku yakini kini keluar dari mulut mas Adam sendiri.

"Tapi! Dengar dulu,"

"Mas memang menikahinya lebih dulu daripada kamu, tapi pernikahan itu hanya di ketahui oleh aku dan bapak saja,"

"Dulu saat mas ditugaskan bekerja di Yogyakarta, mas bertemu dengan Erika," lanjutnya, sebenarnya hati ini terasa enggan untuk mendengar semua fakta yang menyakitkan ini.

Namun, aku harus kuat dan mencoba mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah tanggaku ini.

"Iya, Erika adalah nama wanita itu, dia Erika dan mas dulu satu pekerjaan."

"Kami berdua, saling mencintai," ucapnya dengan sangat lirih, seakan takut membuatku semakin terluka.

Tapi, memang benar, hati ini rasanya semakin sakit ketika tahu bahwa mas Adam memang mencintai wanita itu.

"Aku tidak tahu bagaimana, saat itu aku bisa terpengaruhi hawa nafsuku, yang membuatku terjerat dalam hubungan yang haram dengan Erika." Jelas mas Adam lagi.

Membuatku kini sedikit terkejut dan tentunya sakit, mengetahui suamiku sudah berhubungan dengan wanita lain sebelum aku.

"Dia hamil?" Tanyaku tiba-tiba kepada mas Adam.

Takut-takut apa yang kupikirkan benar terjadi.

Aku melihat mas Adam menggelengkan kepalanya kecil.

"Dia tidak hamil,"

"Tapi, aku yang merasa salah sudah mengotorinya saat itu sudah tak tahu arah dan kalang kabut. Aku hanya bisa menyesali perbuatan ku itu," mas Adam masih menatapku dengan air mata yang masih berurai.

"Di hari itu, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan, sampai saat aku mendengar kabar dari ibu bahwa ibu dan bapak akan menjodohkan aku denganmu, Aisyah."

"Setelah mendengar hal itu, aku semakin bingung, aku sudah mengotori seorang wanita, lalu aku malah akan menikah dengan wanita lain setelah melakukan hal itu."

"Itu membuatku semakin bingung, takut dan rasa bersalah."

"Aku pun pergi menemui bapak dibelakang ibu, menceritakan semua hal yang sudah ku perbuat."

Mas Adam berhenti sejenak, ia terisak dalam tangisnya, aku yang merasa kesal dan marah kini malah merasa iba.

Aku mencoba memegang tangan mas Adam yang masih menggenggam sebelah tanganku.

"Tentunya bapak begitu marah besar kepadaku di hari itu, awalnya bapak akan membatalkan perjodohan kita dan membiarkan aku bertanggung jawab kepada Erika."

"Namun, melihat ibu yang sangat antusias dan sangat senang ketika tahu aku akan di jodohkan dengan kamu, seorang wanita Sholehah, yang cantik juga baik,"

"Bapak tidak tega, apalagi ibu memiliki penyakit jantung, maka dari itu aku dan bapak memilih untuk menyembunyikan semua ini dan kembali melanjutkan perjodohan ku denganmu."

"Tapi, bapak tetap menyuruhku untuk bertanggung jawab kepada Erika yang sudah ku kotori, akhirnya aku pun menikahinya seminggu sebelum acara ta'aruf kita."

Aku yang mendengarkan semua penjelasan yang mas Adam ucapkan hanya bisa diam dalam tangisanku. Tak tahu apa yang harus ku lakukan sekarang, merasa kesal, marah, namun apa lagi yang bisa ku perbuat.

"Apa mas sudah memiliki anak dengannya?" Tanyaku lagi.

Dan untungnya mas Adam menggelengkan kepalanya, membuatku sedikit tenang. Ternyata hanya Ali anak mas Adam.

"Apa mas tidak bisa memilih salah satu di antara aku dan dia?" Tanyaku lagi, yang masih tak bisa ikhlas atas apa yang terjadi.

Mas Adam menundukkan kepalanya. Ia seakan enggan menjawab pertanyaan ku.

"Mas, apa mas mencintaiku? Seperti yang wanita itu katakan, mas dan dia menikah karena cinta," ucapku sembari memberikan jeda sebentar sebelum melanjutkan ucapan ku.

"Sedangkan aku, kita menikah karena perjodohan ini, apa mas, mencintaiku?"

Mas Adam terlihat mengangkat wajahnya, menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan.

"Mas sangat mencintaimu, mas yakin, kamu bisa bilang mas adalah lelaki bejat, di saat pertama mas bertemu denganmu, mas benar-benar jatuh hati, walau mas sudah menikah dengan Erika,"

"Mas tahu mas sangat gila sebagai pria, tapi dalam hati mas, yang bisa mas katakan hanyalah kata tahmid bisa bertemu dengan wanita sepertimu, Aisyah." Ucap mas Adam, dan ucapan itu sedikit membuat hatiku sedikit terobati.

"Lalu mas, apa yang akan mas lakukan sekarang?"

"Aku merasa tidak sanggup jika harus membagi suamiku dengan wanita lain mas, aku tahu dalam agama itu suatu hal yang boleh, tapi rasanya, aku belum siap mas, bukan,"

"Aku tidak bisa mas, aku tidak bisa dan tidak mau untuk mas madu!" Ucapku mengeluarkan isi hatiku, Isak tangis pun terdengar di ruang keluarga ini.

Aku menangisi keadaanku kini yang tak mau suamiku di miliki wanita lain tapi aku juga tak mau di tinggalkan suamiku.

Kasarnya aku ingin mas Adam menceraikan wanita itu, tapi aku tak yakin apa bisa mas Adam melakukan hal itu.

Mungkin, malah aku yang akan mas Adam ceraikan.

"Maafkan mas, tapi mas pun tak bisa mengambil keputusan itu sekarang, mas hanya bisa meminta kepadamu, tolong untuk mengerti keadaan mas sekarang," ucap mas Adam sembari memohon kepadaku.

"Mengerti keadaan mu mas! Lebih baik ceraikan aku, aku tak bisa memikirkan jika suamiku bersama wanita lain yang juga berstatus sebagai istrinya! Aku tak bisa mas, demi Allah aku tidak sanggup mas,"

"Astaghfirullah, Aisyah! Jangan berbicara seperti itu! Bagaimana pun kamu itu istriku! Aku mencintaimu! Dan demi Allah aku juga tidak akan menceraimu!" Ucap mas Adam sembari membawaku ke dalam pelukannya.

Aku mengeluarkan seluruh tangisanku di dalam pelukannya. Pelukan yang sudah sangat lama aku rindukan.

Ya Tuhan, bagaimana ini?

Bagaimana kelanjutan rumah tanggaku ini, apa bisa aku terus menjalani semua ini?

Apa aku akan kuat menjalani semua ini?.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!