NovelToon NovelToon

SUAMI RANDOM

Bab 1 - Hari Pernikahan

"Apa ini aku?" Tanya Ayna menatap dirinya dalam pantulan cermin. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, tak percaya pada sosok cantik dalam pantulan itu yang ternyata adalah dirinya.

Benar kata orang-orang. Menjadi pengantin memang membuat pangling, seperti Ayna sekarang. Kebaya berwarna putih sangat cocok di tubuh rampingnya. Ditambah sapuan make up yang makin menunjukkan sisi menawannya. Ayna kini tampak begitu cantik, seperti bidadari yang turun dari langit.

Ayna menghela nafas sejenak saat melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 08.40 pagi. Sekitar 20 menit lagi, lebih tepatnya di pukul 09.00 pagi, akan dilakukan proses ijab kabul. Dan di saat itu pula statusnya akan berubah, dari seorang kekasih menjadi seorang istri.

Ayna Renata, wanita yang berusia 27 tahunan. Bagi Ayna, hari ini adalah hari paling bahagia dalam hidupnya. Karena di hari ini dia akan menikah dengan Arga, pria yang sangat dicintainya. Pria yang sudah menjalin hubungan selama 5 tahun dengannya.

Berkali-kali Ayna menghembuskan nafas pelan, sudah hampir pukul 09.00. Berarti keluarga Arga pasti telah sampai. Mereka pasti sudah sampai di rumahnya.

Tiba-tiba saja perasaan Ayna mulai gugup. Sebentar lagi akan dilakukan proses ijab kabul. Ia kini mulai gelisah dan tidak sabar mendengar satu kata Sakral itu. Yakni kata Sah, yang berarti resminya mereka menjadi pasangan suami istri.

"Jangan gugup begitu, senyum dong!" Ucap sang tukang make up yang melihat dengan jelas kegugupan di wajah cantik itu. Ia pun memaklumi, perasaan pengantin pasti campur aduk saat ini.

Ayna mencoba untuk tersenyum. Dia harus tersenyum lebar, karena hari ini ia akan menikah. Ia akan menjadi ratu sehari, jadi harus selalu tersenyum.

Seorang wanita paruh baya masuk ke kamar pengantin dengan raut muka sedih.

"Bun-Bunda, kenapa?" Tanya Ayna gugup. Melihat raut wajah Bunda membuat pikirannya jadi takut. Kenapa wajah Bunda tidak bahagia, apa terjadi masalah?

Ayna segera menepis pikiran negatif yang sempat menghinggapinya.

"Apa Arga sudah meneleponmu?" Tanya Bunda dengan tatapan mata sendu melihat sang putri. Putrinya begitu sangat cantik dengan balutan kebaya putih. Melihat itu rasanya ia ingin menangis, tapi berusaha menahan air mata.

"Belum, Bun. Kena-?" Ucapan Ayna terhenti saat mendengar ponselnya berdering. Ia segera mengambil ponsel yang terletak di atas meja nakas.

"Arga telepon, Bun." Ayna memberitahu, ia menunjukkan layar ponselnya.

"Angkatlah, Nak!" Bunda menyuruh sang putri untuk menjawab panggilan telepon itu. Arga harus berbicara langsung dengan Ayna.

"Halo... Mas, sudah sampai?" Tanya Ayna.

"Maafkan aku, Ay." Ucap Arga dari seberang sana. Suaranya terdengar seperti ada penyesalan.

Ayna mengerutkan dahi mendengar kata Maaf. Kenapa Arga meminta maaf?

Apa Arga telah berbuat salah?

"Ma-maaf untuk apa? Mas, sudah sampai kan?" Tanya Ayna lagi. Kini pertanyaannya penuh penekanan. Perasaannya mulai tidak enak, tapi ia masih mencoba untuk tenang.

"Kamu jangan tunggu aku lagi. Kita tidak akan menikah! Aku tidak bisa menikah denganmu. Tolong maafkan aku, Ay!" Ucap lirih pria itu.

Jeder... Ayna bagai tersambar petir mendengar perkataan tiba-tiba dari pria yang dicintainya. Perkataan yang membuat dunianya mendadak terbalik.

"Maksud Mas apa? hari ini kita akan menikah. Kita akan menikah, Mas!" Ucap Ayna penuh penekanan. Tanpa terasa air mata sudah berlinang membasahi pipinya.

"Kita tidak bisa meneruskan pernikahan ini. Aku tidak bisa menikah denganmu. Kamu lupakan saja aku! Aku bukan pria baik untukmu, Ayna!" Jelas Arga dengan nafas yang naik turun.

Kaki Ayna kini mulai gemetaran, ia perlahan terduduk di lantai karena kakinya sudah tidak sanggup menopang tubuhnya.

Bunda segera menghampiri, wanita paruh baya itu mengelus pundak putrinya.

"A-apa yang terjadi, Mas? kenapa tiba-tiba bicara seperti itu? Mas sudah sampai, kan? aku sedang tidak berulang tahun, jadi jangan mengerjaiku!" Ucap Ayna dengan suara yang mulai lirih. Ia merasa Arga pasti tidak serius dengan ucapannya. Pasti sedang mengerjainya.

"Aku sudah bilang, kita tidak akan menikah! Aku tidak akan bisa menikah denganmu, Ayna!" Ucap pria itu dengan suara tegas.

"Mas... Mas Arga, halo!" Ayna pun melihat layar ponselnya, Arga sudah memutuskan panggilan.

"Bunda... Arga, Bun! Kenapa begini? kenapa dia malah membatalkan pernikahan kami?" Tanya Ayna dengan berlinang air mata. Ia sangat bingung, Arga mendadak membatalkan pernikahan mereka.

Ayna mencoba menelepon Arga. Tapi panggilannya tidak dijawab pria itu.

"Mas Arga... kamu kenapa?"

Ayna memijat pelipisnya, Arga tidak menjawab panggilannya.

Ting...

Ayna langsung membuka pesan masuk. Pesan yang Arga kirim. Hatinya seperti teriris sembiluh melihat video berdurasi kurang dari semenit kiriman pria itu. Video berisi ijab kabul Arga dengan seorang wanita yang dikenalnya. Wanita itu adalah temannya.

Tangan Ayna gemetaran membuat ponsel yang berada di tangan pun terjatuh di pangkuannya. Wanita itu tidak mengerti kenapa Arga malah menikah dengan temannya itu.

"Bunda, kenapa Arga begini?" Ayna kembali meraih ponsel dan menunjukkan video itu pada Bundanya dengan perasaan sakit yang tidak bisa dijabarkan.

"Kamu yang sabar ya, nak." Bunda memeluk putrinya. Ia sangat sedih atas kejadian ini. Arga begitu tega melakukan hal ini pada putrinya.

"Nak," Ayah yang baru masuk menghampiri Ayna.

"A-ayah... Arga jahat! Arga jahat, Ayah!" Adu Ayna sambil memeluk Ayah.

"Kenapa Arga tega, Ayah? Ayna salah apa?" Tangisnya pun pecah. Arga yang tiba-tiba saja memutuskan tidak melanjutkan pernikahan dan lebih memilih menikah dengan wanita lain, yang tak lain temannya sendiri. Sungguh ini seperti mimpi, tapi inilah kenyataannya.

Ayah menghembuskan nafas sambil memeluk putri kesayangannya. Tadi juga keluarga pihak pria sudah menelepon dan meminta maaf pada keluarga Ayna. Perihal Arga yang tidak bisa menikah dengan putri mereka, lantaran Arga harus menikah dengan wanita lain.

"Sudahlah, Nak." Ayah mengelus punggung sang putri yang sedang menangis terisak dalam pelukannya. Ia marah melihat anak semata wayangnya menangis. Jika saja Arga ada di sini, mungkin ia akan menghabisi pria itu.

Sebagai Ayah, ia tidak sanggup melihat putrinya yang menangis. Itu membuat perasaannya terenyuh.

"Yah, bagaimana pesta ini?" Bisik Bunda pelan tidak mau Ayna mendengarnya.

Bunda bingung, undangan sudah disebar bahkan keluarga besar serta para tamu sudah pada berdatangan. Tuan kadi dan para saksi juga sudah menunggu di ruang tamu.

Ayah memejamkan mata sambil menghembus nafas dengan kasar, lalu membuka mata perlahan.

"Tidak ada pernikahan! Kita harus sampaikan pada para tamu bahwa pernikahan putri kita dibatalkan!" putus Ayah.

"Kita akan menjadi bahan gosipan tamu dan tetangga." Bunda membuang nafasnya.

"Biarkan saja, Bun. Ayna yang terpenting." Ayah makin mengeratkan pelukannya.

Ayna yang mendengar samar ucapan kedua orang tuanya, meremas tangannya. Ia marah dan kesal dengan tindakan Arga yang membuat malu keluarganya.

'Aku tidak akan membiarkan orang tuaku menerima malu!'

.

.

.

Terima kasih sudah mampir di novel baru. Semoga suka ya.

Happy reading 🤗

Bab 2 - Harus Tetap Menikah

"Nak, ayo kita ganti baju!" Bunda membantu Ayna untuk berdiri. Putrinya saat ini begitu lemah.

Bunda dan Ayah sudah sepakat untuk membawa Ayna pergi saat ini juga. Putrinya harus dihindarkan dari para tamu yang pasti akan datang, karena untuk mengabarkan satu persatu mereka sudah tidak ada waktu lagi.

Ayna harus diungsikan segera, ia tidak boleh berada di rumah. Mereka takut omongan para tamu dan gibahan tetangga akan membuat mental sang anak makin down. Yang bisa saja membuat Ayna frustasi atau berniat melakukan hal nekat lainnya. Mereka tidak mau putrinya berpikiran dangkal nantinya.

Biar saja mereka yang akan menghadapi rasa malu karena batalnya pernikahan ini. Cukuplah Ayna bersedih perihal Arga, bukan bersedih karena ditambah omongan orang lain lagi. Mereka berharap dengan liburan, Ayna bisa ikhlas menerima semua ini. Dan akan menjalani kehidupan yang lebih baik nantinya.

"Kenapa ganti baju, Bunda?" Tanya Ayna pelan, perlahan bangkit dengan dibantu kedua orang tuanya. Ia didudukkan di tepian ranjang.

Tubuh Ayna sangat lemah bahkan tangannya masih gemetaran. Perbuatan Arga membuatnya shock berat.

"Kamu akan liburan sama Bunda. Kita akan liburan, nak." Jelas Bunda yang membuat Ayna menatapnya bingung.

"Kamu mau kita liburan ke mana?" Tanya Bunda kemudian.

"Terus bagaimana pesta-" Raut wajah Ayna begitu sedih menatap bergantian kedua orang tuanya.

"Ayah yang urus, kamu tenang saja. Sudah, kamu cepat bersiap-siap. Kamu pergi saja liburan sama Bunda ya, Nak. Ayah ingat kamu pernah bilang ingin pergi ke pantai. Kalian pergilah liburan ke pantai." Ucap Ayah dengan nada bergetar. Ia berusaha menahan amarah yang masih menguasainya. Ia masih kesal atas perbuatan Arga pada putri satu-satunya itu.

'Arga jahat!!! Kenapa kau melakukan ini padaku?' Batin Ayna meronta tidak terima. Arga begitu tega padanya.

Ayna sangat tahu dampak pembatalan pernikahan ini pasti akan membuat malu keluarga mereka. Bukan hanya keluarga inti, bahkan keluarga besar mereka juga. Pembatalan ini akan membuat keluarganya menjadi bahan gunjingan.

Ayah menyuruh Ayna liburan hanya untuk menenangkan diri. Tapi bagaimana dengan keluarganya nanti? Ayah pasti yang akan menanggung malu. Para tamu pasti sudah pada berdatangan. Apa yang akan Ayah katakan?

Bagaimana Ayah menghadapi pertanyaan mereka?

"Ayah, Bunda... Ayna tidak akan pergi liburan. Ayna akan tetap di sini. Ayna akan tetap menikah!" Ucapnya sambil menghapus air mata yang terus berlinang.

Ayna tidak mau kedua orang tuanya menerima malu karena dirinya, karena perbuatan tega Arga padanya.

"Nak... ayo, kita bersiap saja!" Ajak Bunda kembali, ia tidak mempedulikan ucapan Ayna yang berniat tetap ingin menikah. Putrinya itu mau menikah dengan siapa?

"Tidak, Bunda. Ayna harus menikah sekarang, walaupun bukan dengan Arga. Ayna harus tetap menikah!" Ucapnya tegas. Kini yang ada dipikirannya, ia harus tetap menikah. Arga sudah tega meninggalkan dirinya dan membatalkan pernikahan mereka tepat di hari H. Arga sudah menikah dengan wanita lain, maka ia harus tetap menikah di hari ini juga.

Walaupun Ayna tidak tahu siapa yang mau menikah dengannya. Tapi ia harus tetap menikah. Pernikahan ini harus tetap dilanjutkan.

"Kamu mau menikah dengan siapa, Nak? Sudahlah sayang, ikutlah liburan dengan Bundamu, ya." Ucap Ayah menatap sendu wajah putrinya. Ia tahu putrinya tidak mau membuat mereka malu, makanya bersikeras untuk tetap menikah.

"Siapapun, Yah. Ayna tidak peduli! Ayna harus menikah hari ini juga. Ayna harus tetap menikah, Ayah!" Jawab wanita muda itu sambil mengusap air mata yang terus berlinang.

"Jangan begitu, nak. Tidak bisa seper-"

"Ayna harus menikah, Ayah!" ia pun memotong ucapan Ayah. Dengan perlahan ia segera berlari keluar kamar pengantin.

"Ayna!" Panggil Bunda yang melihat putrinya berlari keluar. Ayah dan Bunda pun mengejarnya.

Ayna kini sudah berada di ruang tamu. Banyak mata di sana yang menatap dan saling berbisik atas penampilan sang mempelai wanita. Mereka melihat wajah Ayna yang sembab dan make up yang berantakan. Mereka yakin mempelai wanita habis menangis. Pasti ada masalah dengan pernikahan ini.

Mereka berbisik-bisik, apa yang telah terjadi pada calon pengantin wanita hingga penampilannya seperti itu? keluarga calon pengantin pria pun belum kunjung datang. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 10 pagi. Mereka menerka-nerka, apa calon pengantin pria membatalkan pernikahan tersebut?

Ayna yang memakai kebaya itu mengedarkan pandangannya. Ia akan mencari siapa pria yang kira-kira bersedia menikahinya. Pria yang bersedia menikah dadakan dengan dirinya.

'Kenapa pada tua-tua semua sih?' Batin Ayna kesal melihat para orang tua yang berkumpul di sana.

Wajar para orang tua. Mereka termasuk keluarga, beberapa tetangga dan para tamu yang dituakan yang berada di sana. Merekalah yang akan menyaksikan proses ijab kabul dan proses adat setelahnya.

Ada juga beberapa yang tampak lebih muda dari para tetua di ruangan itu. Tapi tetap saja mereka masih lebih cocok menjadi om-nya Ayna dari pada suami.

Ayna menghembus nafas dengan kasar. Hari ini ia harus menikah apapun ceritanya. Arga bisa menikah dengan temannya, kenapa ia harus membatalkan pernikahan ini dan membuat malu keluarga besarnya nanti. Itu tidak boleh terjadi. Ayna tidak akan rela membuat Ayah dan Bundanya sedih.

"Perhatian semua!" Ucap Ayna yang membuat orang-orang yang berada di sana melihat ke arahnya. Mereka tampak bingung, apa yang mau dikatakan mempelai wanita itu.

"Nak, kamu mau apa?" Tanya Bunda yang memegang lengan Ayna. Ia bingung dengan anaknya itu.

"Apa ada yang mau-" Ayna menarik nafas pelan. Entahlah, rasanya urat malunya kini sudah putus. Ia harus menikah sekarang, mau tua mau muda atau duda terserahlah. Ayna sudah tidak peduli lagi.

"A-apa ada yang mau menikah denganku?" Tanya Ayna menatap wajah-wajah yang berada di sana.

Sontak yang berada di ruang tamu kaget dan pada saling berbisik. Terlihat juga beberapa wanita yang langsung memegang lengan suaminya. Takut tiba-tiba suaminya bersedia, karena calon mempelai wanita itu jauh lebih muda dan cantik dari mereka.

"Ayna... ayo masuk, Nak." Ayah menarik tangan Ayna. Anaknya tidak boleh seperti ini.

"Ayah... Ayna harus tetap menikah."

Nada yang melemah membuat Ayah pun memeluk putrinya. Hatinya begitu sakit atas kesedihan Ayna.

"Sudahlah, Nak. Tidak apa-apa. Kamu tidak perlu menikah sekarang. Semua ini akan berlalu. Semua akan baik-baik saja, Nak. Percaya sama Ayah!" Bisik Ayah menenangkan putrinya yang kembali menangis.

"Permisi semua. Pak Jaka," Ucap seorang pria yang baru datang. Ia bingung melihat wanita memakai kebaya putih yang penampilannya begitu sangat berantakan.

Ayna melihat pria yang baru saja datang. Ia akan mencoba peruntungannya.

Dengan menarik nafas panjang, Ayna menunjuk pria yang baru datang itu.

"A-apa kamu mau menikah denganku?"

.

.

.

Mau tidak ya? 🤔

Bab 3 - Undangan

"Pak Alex bangun, Pak. Pak Alex!" Ucap Jo membangunkan seorang pria yang meringkuk di atas tempat tidur.

"5 menit lagi, Jo!" Ucap pria bernama Alex itu yang makin bergumul dengan selimutnya. Ia sungguh enggan untuk meninggalkan tempat tidur empuk ini.

"Alex, ayo cepat bangun! Alex- Alex!!!" Jo tampak kesal, ia pun menarik selimut yang membuat Alex jadi terpaksa membuka matanya dengan malas.

Alex melihat Jo dengan sinis, temannya itu pagi-pagi sudah membuat keributan. Mengganggu tidurnya saja.

"Tolong buatkan aku nasi goreng dan teh hangat, Jo!" Pinta Alex sambil perlahan merenggangkan tangannya lalu menguap panjang.

"Bangunlah, Lex! Kembalilah ke asalmu. Jangan menyuruhku!" Ucap Jo dengan nada kesal dan sinis.

Alex datang ke apartemennya saat tengah malam dan memaksa untuk menginap. Pria itu lalu menguasai area kamarnya, hingga membuat dirinya harus rela tidur di sofa ruang tamu.

"Aku tidak akan mengeluarkan bonusmu!" Ancam Alex dengan santai.

"Kita sekarang tidak sedang berada di kantor, Lex. Ayo, cepat bangun! Bangunlah, Alex!" Jo menarik paksa Alex. Dengan terpaksa pria itu pun bangkit dari tempat tidur empuknya.

"Lihat saja saat berada di kantor, aku akan melakukan itu bahkan akan memotong gajimu hingga tidak ada yang tersisa!" Alex menunjukkan senyum sinis.

Jo menghembus nafas kasar. "Kenapa aku punya teman sepertimu? Salah, kenapa aku mau berteman denganmu?"

Alex pun terkekeh mendengar dumelan sahabatnya itu. Walau sering mengancam Jo, tapi Alex tidak pernah serius dengan ucapannya.

Beberapa saat pun berlalu, Alex menghirup aroma secangkir teh yang dihidangkan Jo. Lalu meminumnya perlahan. Rasa hangat dan manis terasa di tenggorokannya. Ia pun memakan nasi goreng buatan Jo. Walaupun rasanya biasa saja, tapi jadilah untuk menganjal perutnya.

"Kurang garam ini, Jo. Nasi goreng ini juga akan bertambah enak jika kau tambahkan potongan sosis, ayam-"

"Tidak usah kau makan!" Potong Jo dengan cepat. Alex banyak tingkah, tinggal makan saja banyak protes.

"Aku akan memakannya. Aku menghargaimu, kau sudah bersusah payah memasakkan untukku." Ledek Alex dengan tersenyum setengah mengejek.

Jo menarik nafas berat, Alex benar-benar membuat kesal. Ia harus selalu sabar dan bersabar.

Mata Jo masih menatap teman yang merangkap atasannya itu. Jika ada masalah Alex pasti menginap di apartemennya.

"Mona lagi?" Tanya Jo memastikan, ia akan mengalihkan topik dari nasi goreng itu.

Alex tidak menjawab, ia masih melahap sarapannya.

Melihat Alex hanya diam, Jo tidak membahas lagi. Jika Alex akan bercerita, ia pasti akan mendengarkannya. Tapi jika Alex tidak mau cerita, ia juga tidak akan memaksa.

"Aku harus melupakan Mona, Jo." Ucap Alex tiba-tiba.

Jo yang akan menyendokkan nasi goreng ke mulutnya melirik Alex sejenak.

"Ada apa?" Tanya Jo yang jadi penasaran.

Alex sudah lama menyukai wanita yang bernama Mona. Temannya itu sudah sering mengungkapkan perasaannya, tapi selalu penolakan yang diterima dari wanita itu. Sekarang Alex ingin melupakan Mona, apa Alex sudah lelah hingga memilih mundur saja?

"Jo, kenali wanita padaku. Yang cantik dan bisa menerima aku apa adanya." Ucap Alex sambil tertawa sumbang.

"Kau hanya perlu menunjuk saja mana yang kau mau, Lex. Mereka tidak akan menolakmu!" Ucap Jo yang tahu, jika tidak mungkin ada wanita yang menolak pesona seorang Alex.

"Tapi, aku sudah ditolak!" Sanggah Alex cepat.

Setelah sarapan Alex duduk di sofa sambil menonton tv. Ia menonton kartun kucing dan tikus yang selalu bertengkar dan kejar-kejaran.

Jo yang baru keluar dari kamarnya menggelengkan kepala melihat apa yang ditonton pria itu. Alex masih suka menonton tontonan bocah.

"Mau ke mana kau, Jo?" Tanya Alex yang melihat Jo sudah rapi dan wangi. Temannya itu seperti akan pergi ke acara resmi.

"Aku mau undangan. Guru SMAku mengundangku, hari ini pernikahan putrinya." Jelas Jo sambil merapikan penampilannya.

"Kau pergi sama siapa? Rani?" Tanya Alex memastikan, apa Jo akan pergi dengan kekasihnya.

"Aku pergi sendiri. Rani sedang di rumah neneknya." Jo memakai sepatu yang sudah disemirnya hingga kinclong.

Senyum di wajah Alex pun terbit. "Aku ikut undangan denganmu ya, Jo!"

"Tidak, aku pergi sendiri saja!" Tolak Jo cepat. Ia tidak mau undangan berdua dengan Alex. Ini saja ia terpaksa harus datang, karena guru SMA yang mengundangnya. Jika tidak, Jo pun enggan untuk pergi.

"Ayolah, Jo. Aku ikut!" Paksa Alex. Ia tidak tahu mau pergi ke mana hari ini. Mau kembali ke apartemennya, sudah pasti ia hanya akan rebahan seharian.

"Ngapain kau ikut? kau juga nggak kenal lho, Lex!" Jo enggan membawa temannya itu.

"Kau kan kenal, Jo. Ayolah, Jo! Ajaklah temanmu yang tampan ini. Kau jangan pelit, mau makan enak nggak ngajak-ngajak aku!" Alex pun tetap memaksa. Ia ingin tetap ikut pergi undangan.

"Kalau mau makan enak, pergi sana ke restauran, Alex!" Ucap Jo penuh penekanan.

"Aku ikut, Jo! Apa kau tega meninggalkan temanmu seorang diri disini? Ajaklah aku Jo! Aku sedang galau." Alex makin memelas sambil mengedipkan mata.

"Tidak, Lex! Tidak! Pulanglah ke asalmu!" Jo enggan akan mengajak Alex.

"Ayolah, Jo!" Alex tetap memaksa.

"Tidak, Alex!" Jo menggeleng cepat.

"Mana tahu aku di sana ketemu jodohku." Alex sengaja menaik turunkan alisnya.

"Jodoh apa? ini undangan bukan cari jodoh!" Jo segera menyanggah ucapan Alex. Cari jodoh apaan? ia saja hanya berniat datang sebentar lalu segera pulang. Ibarat hanya menyetor wajahnya saja. Menghargai undangan gurunya itu.

Alex tetaplah Alex. Pria tampan itu terus memaksa Jo untuk mengajaknya undangan. Hingga akhirnya Jo pun mengalah. Alex akan terus memaksa jika menginginkan sesuatu.

"Baiklah." Jo menghela nafasnya kasar.

"Ok, siap meluncur!" Dengan semangat Alex pun segera berlari memasuki kamar Jo, ia akan memakai pakaian Jo saja. Ia tidak sempat kembali ke apartemennya untuk mengambil pakaian. Temannya itu bisa saja meninggalkannya.

Dan tidak sampai 5 menit Alex sudah keluar dari kamar itu.

"Ayo, Bro... cabut!!! Aku sudah lapar!"

"Apa kau tidak mandi?" Tanya Jo merasa aneh. Alex membenarkan kemejanya lalu menyemprot banyak parfum.

"Untuk apa aku mandi? Aku sudah tampan kok!" Ucap Alex dengan pedenya.

"Alex!" Jo tidak habis pikir, Alex akan pergi undangan tanpa mandi terlebih dahulu.

"Kita mau pergi undangan. Mandilah dulu!" Jo memaksa Alex untuk mandi.

"Tidak, saat aku mandi kau akan pergi undangan sendiri!" Alex menolak untuk mandi.

"Tidak, aku akan menunggu. Kau mandi jangan lama-lama juga. Kalau pakai luluran segala aku tinggal!"

"Aku tidak akan mandi. Kau lihat sendiri tidak mandi saja aku sudah tampan, bagaimana jika aku mandi? Bisa-bisa para tamu undangan akan silau melihatku!" Ucap Alex dengan pede tingkat dewanya.

"Astaga... terserahmu lah!" Jo pun melangkahkan kaki keluar apartemen.

"Maklum saja Jo, aku ini pria tampan dari dalam kandungan."

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!