NovelToon NovelToon

Abu-Abu

Prolog

Malaikat berjubah hitam itu terpukau melihat seorang yang akan dijemputnya. Aura merah muda yang keluar dari wanita dengan rambut panjang terurai itu- kembali membawa sang malaikat berjubah hitam untuk sekedar melihat saat sosok itu menghapus air matanya dengan sembarang. Tatapannya terlihat sayu. Kesedihan dan rasa kecewa terpancar dari wajah sang wanita. Sekali lagi ia melihat jam tangannya sambil berusaha tetap tegar menghadapi cobaan hidup yang mungkin sedang dialaminya.

Semenit sebelum insiden kecelakaan tunggal itu terjadi, malaikat berjubah hitam itu sudah berdiri disamping sang wanita. Melihat catatan hidup sang wanita yang begitu menyedihkan, dia terhisap dengan bayang masa depan wanita yang kini menatap kearahnya dengan mata berbinar. Dimana sang wanita akhirnya tersenyum bahagia saat seorang anak laki-laki kecil menghampiri sosok wanita itu.

Disana ada anak kecil berusia kurang lebih lima tahunan -tengah berlari dan menghampiri sang wanita. Sang malaikat yang kebingungan menengok kebelakang nya. Dilewati begitu saja oleh sosok anak kecil tersebut, sang malaikat berjubah hitam hanya terpaku ketika anak kecil tersebut bersentuhan dengan tangannya. Memeluk erat kedua kaki wanita disampingnya, sang anak memanggilnya riang.

“ Ibu!! ”

Bayang masa depan kedua manusia dihadapannya itu kembali terbayang. Dimana kesendirian menghiasi hidup satu sama lainnya dari sang wanita juga anak kecil tersebut. Sang malaikat berpaling. Jam pasir ditangannya berhenti berjalan bersamaan dengan laju waktu lainnya.

Waktu terhenti sedetik sebelum kecelakaan tunggal itu harusnya terjadi. Dimana sang wanita ditakdirkan meninggal karena sebuah kecelakaan yang melibatkan dirinya dengan sebuah bus yang sempat kehilangan kendali lajunya. Sang wanita harusnya saat kejadian hanya seorang diri. Dia harusnya masih terpaku melihat anak kecil yang berlari kearahnya. Tidak ada catatan nama lain yang dibawanya. Hanya catatan riwayat hidup sang wanita yang tanpa ia sadari sudah semakin kabur dari yang seharusnya. Menyadari sebuah kejanggalan terjadi dalam tugasnya, sang malaikat mencampuri kehidupan manusia yang tengah berjalan dihadapannya.

Bus yang datang dari arah kiri dihempaskan nya ketengah-tengah jalan. Ditariknya sang wanita dan anak kecil itu jauh ke bahu trotoar. Terpaku karena ia sudah mencampuri takdir hidup manusia dengan menolong ibu dan anak tersebut, sang malaikat menepuk kepala anak kecil itu sembari tersenyum.

Laju waktu seketika berjalan. Teriakan histeris terdengar lantang dari sang wanita. Dia memeluk dan membenamkan wajah sang anak dalam pelukannya. Pejalan kaki lainnya-pun seketika panik. Ada yang ikut berteriak. Berlari menjauh. Ada yang berusaha mengabadikan momen itu dan beberapa diantaranya mencoba menghubungi polisi ataupun rumah sakit terdekat.

Bus yang dihempaskan ke tengah-tengah dijalanan itu terguling dan terpental ke seberang jalan sampai akhirnya badan bus itu menghantam pohon perindang diseberang jalan. Bus berhenti dengan suara dentuman dan decitan yang keras. Semua mata terpaku. Semua perhatian teralihkan dengan hancurnya badan bus ditepian jalan. Takdir hidup kembali berubah. Roda kehidupan berjalan cepat dan memutar secara tidak menentu. Laju awan menjadi begitu cepat ditengah teriknya panas matahari seakan menyiratkan kekacauan mulai terjadi pada satu cerita kehidupan.

Dimata sang malaikat terlihat jelas lebih banyak kematian yang tidak seharusnya terjadi-terlihat dimatanya. Lebih banyak korban yang jatuh dan lebih banyak takdir manusia yang berubah akibat dari satu tindakan kecilnya. Beberapa sepeda motor ada yang ringsek dan ada juga motor dikendarai oleh seorang bapak tua. Beberapa truk pengangkut barang, minibus, dan mobil-mobil berpenumpang yang terguling dan bertabrakan satu sama lain saat berusaha menghentikan lajunya agar tidak tertabrak badan bus yang sempat terguling.

Malaikat itu kini sudah berpindah kedalam bus. Didalam bus sendiri terlihat lebih kacau lagi. Terdapat hampir tubuh dua puluh empat murid Taman Kanak-kanak, beberapa orang guru dan juga orang tua murid yang seharusnya sedang menikmati perjalanan kegiatan wisata sekolah. Dan kini, hampir semua yang berada didalam bus tersebut menjadi korban dari tindakan sesaat sang Malaikat berjubah hitam lakukan. Berdiri ditengah-tengah jiwa yang melayang-layang dan tidak memiliki ingatan apapun karena kematian mereka yang tidak seharusnya. Mereka masih terdiam disamping jasadnya masing-masing. Mata jiwa-jiwa itu meratap kosong. Hening tanpa suara dan tanpa adanya gerakan yang berarti.

Tangisan seorang bayi perempuan yang memasuki usia dua tahun terdengar cukup jelas ditengah kegamangan yang ada. Dan seakan menjadi pertanda bagi jiwa-jiwa yang masih terikat pada kehidupannya itu, tangisan sang bayi membawa sang malaikat tertuju pada sosok mungilnya. Seorang bayi perempuan yang tengah dipeluk erat oleh kedua orang tuanya yang entah jiwanya berada dimana. Dapat dipastikan dari posisi orang tua tersebut, kalau mereka juga sudah meninggal. Terlindungi dalam pelukan sang orang tua, bayi kecil itu sesenggukan dan berusaha meraih wajah sang malaikat yang berlutut dan menatap lekat kearah matanya.

“ Apakah kau juga jiwa yang sama seperti mereka??? ”

Sang bayi menyentuh pipi sang malaikat. Deret kehidupan masa depan yang kosong dan tidak berujung ia lihat dari sentuhan sang bayi. Kaget dan terjatuh dihadapan sosok bayi perempuan itu, sang malaikat kini menatap jiwa-jiwa lainnya yang terikat erat dengan seluruh bagian tubuh sang bayi.

“ Kematian itu selalu bergandengan erat dengan satu cerita kehidupan. ”

Suara yang menggema membawa malaikat mendongak ke langit. Tatapannya terpaku pada jajaran awan yang bergerak perlahan dan nampak begitu hampa. Kekosongan mengisi seluruh ingatannya. Suara-suara yang terdengar nyaring perlahan menjauh dan semakin tidak terdengar jelas. Dimatanya kini hanya nampak ruang kosong yang begitu gelap. Sangat gelap. Sampai ia menyadari bahwa bayi perempuan kecil itu kembali tengah berusaha meraih kearahnya. Tidak mengerti dan mungkin tidak akan mengingat hal yang kini dialaminya, bayi itu tersenyum dan bersuara riang sambil menarik jubah sang malaikat. Tawanya yang begitu nyaring membawa jiwa-jiwa dari para korban yang lain menghilang satu persatu dari pandangan sang malaikat yang menatap kosong.

Ada beberapa wajah yang tersenyum. Ada yang bersedih. Ada yang kebingungan. Ada yang murung. Bahkan ada yang tidak berekspresi sekalipun. Dan jiwa dari anak-anak tk itu, semuanya masih bernyanyi dengan riangnya. Gema nyanyian mereka mengalun pilu pada telinga sang malaikat yang mengacaukan jalannya takdir hidup para manusia.

Bersama cahaya yang menembus langit, sang malaikat menghilang begitu saja.

***

Awal Pertemuan.

Memandang alam dari atas bukit

Sejauh pandang ku lepaskan..

Sungai tampak berliku,

Sawah hijau membentang

Bagai permadani di kaki langit

Gunung menjulang,

berpayung awan...

Oh.. indah pemandangan.

Cipt.

Alm. Bpk. AT Mahmud.

Lagu itu mengalun merdu dari gadis yang kini tengah mengayuh sepedanya dengan santai. Tumpukan Koran mengisi muatan didepannya. Tas sekolah berwarna biru turkis menempel manis dipunggung mungil sang gadis berambut panjang yang terurai itu. Sepanjang perjalanan, dia mengirim Koran-koran yang dibawanya pada setiap rumah yang menjadi langganan dari Koran yang dijualnya.

“ Pagi, Kakek Tito. ” sapa nya pada seorang kakek tua yang tengah menikmati kesendirian didepan teras rumahnya dengan segelas teh tanpa rasa.

"Pagi." sapa sang kakek bernama Tito itu seperti biasanya. Dia mengambil satu gulungan koran dari tangan sang gadis. Dari balik pagar rumahnya yang tidak terlalu tinggi, sang kakek menyerahkan uang tambahan untuk biaya pengantaran koran sang gadis. "Untuk tambahan uang jajan!" ujarnya kaku.

Sang hadis tersenyum dibalik sikap yang ditunjukan sang kakek. Beliau memang yang paling terlihat galak bagi sebagian tetangganya, tapi bagi sosok sang gadis yang sudah berhadapan dengan mood sang kakek sekian lama, dia mengetahui betapa pedulinya sosok kakek ini pada orang-orang disekitarnya.

Dari balik kaca mata tipisnya sosok sang kakek melihat senyum ceria sang gadis. Bayangan lain melintas dibenak sang kakek bernama Tito itu ketika sang gadis memberinya gulungan koran. Sosok yang tersenyum ceria dan selalu menyambut paginya dengan sapaan yang sama. ‘Selamat pagi!!’ - dia adalah sosok sang istri. Seorang guru TK yang meninggal dalam sebuah kecelakaan bus 15 tahun yang lalu.

“ Makasi, nak. ” ucap sang kakek.

“ Sama-sama kek. Berangkat sekolah dulu ya. ” Sambil melambaikan tangannya, sang gadis kembali melanjutkan mengayuh laju sepedanya.

Tersisa tiga buah Koran yang siap diantaranya kepada pelanggan terakhir. Kayuhan nya kini tengah menuju kesebuah SMA ditepian kota. Dimana sekolah itu menjadi satu-satunya sekolah yang memberinya beasiswa tanpa syarat yang menyusahkan. Asalkan punya tekat dan kemauan untuk belajar, sekolah itu memberi siswanya beasiswa tanpa jaminan harus menjadi juara dalam bidang apapun. Hanya saja tidak boleh ada kelonggaran dalam kehadirannya disekolah. Karena itu bagi sang gadis sekolah itu adalah sekolah terbaik sepanjang masa. Untuk dirinya yang hanya hidup bersama kakek dan neneknya yang sudah tidak mempunyai pendapatan tetap, sekolah ini merupakan alternatif terbaik yang dia punya.

Sang gadis mengayuh kencang laju sepedanya. Dijalan turunan itu ia melepas kedua pegangan stang sepedanya dan merentangkan kedua tangannya untuk menikmati hembusan angin pagi yang menerpa wajahnya. Mata itu mulai ia pejamkan bersamaan dengan laju sepeda yang menurun semakin kencang.

Melewati sepanjang jalan turunan dengan posisi yang sama, gadis itu melewati sosok seorang pemuda berpakaian serba hitam yang berjalan santai ditepian jalan. Dia yang berjalan berlawanan arah, melihat kearah sang gadis yang kini mendekati arah pertigaan menuju jalan utama diujung jalanan tersebut. Matanya memicing tajam menyadari ada sebuah kendaraan melaju dari arah jalanan utama yang akan dilewati sang gadis.

Dia menghentikan langkahnya. Membuka buku tua bersampul hitam yang dibawanya. Dia memperhatikan hal apa yang mungkin akan terjadi berikutnya begitu suara klakson mobil itu terdengar di telinganya.

Tiiiiin. Tin. Tiiiiiiiiin.

Klakson mobil bersuara lantang ketika tatapan dan teriakan sang gadis juga sang pengendara mobil diujung pertigaan jalanan itu beradu. Pemuda berpakaian serba hitam yang sempat dilewati sang gadis, menutup buku tua bersampul hitama yang dibawanya dan menonton santai kejadian yang terjadi berikutnya dengan duduk ditembok pembatas trotoar dengan area semak belukar kering dan hutan pinus yang rindang dibalik punggungnya.

Lama tertegun dengan kejadian didepannya, sosok pemuda berpakaian serba hitam itu bangkit dari duduknya. Tersenyum dengan keberuntungan yang mungkin dimiliki oleh sang gadis karena tidak muncul pada buku catatan tua bersampul hitam miliknya. Berhubung tidak ada tanda-tanda akan kejadian diluar tugas yang harus dilakukannya, sosok pemuda berpakaian serba hitam itu mengangkat bahu sembari kembali melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah rumah yang berada tepat diujung tanjakan jalanan tersebut.

Laju mobil si pengendara tepat terhenti ditengah-tengah pertigaan jalan itu. Si pengendara sempat terbentur setir didepannya sebelum akhirnya dia dapat menguasai keadaan dirinya sendiri. Dia menoleh cepat kearah samping kirinya. Mendapati sosok seorang gadis yang lebih mirip seperti hantu karena wajah bagian depannya tertutupi oleh rambut hitam panjang dari sang gadis, membuat si pengendara mobil itu menjadi semakin merasa jengkel.

"Mau bertemu dengan kematian hah!" bentak sosok pemuda dalam mobil itu dengan membuka kaca mobilnya secara sembarangan.

Disisi lain, roda depan sepeda sang gadis berhenti tepat kurang lebih di jarak lima senti meter dari

pintu mobil disamping kirinya dengan tumpuan ke dua kakinya yang sedikit jenjang. Darah berdesir naik ke kepala sang gadis. Detak jantungnya cepat dan semakin tidak beraturan. Nafasnya memburu. Matanya membelalak tidak percaya dengan hal yang ia alami kini. Rambut yang menutupi hampir seluruh wajahnya kini disingkap cepat dengan kedua tangan kearah belakangnya.

Sang pemuda sempat terkesima dengan apa yang dilihatnya. Dimana saat menyibakkan rambutnya, sosok gadis yang hampir mencelakai dirinya sendiri itu terlihat begitu mengesankan. Dengan matanya yang bulat. Hidung sedikit mancung dan bibirnya yang nampak merah merekah alami. Sungguh sesuatu yang tidak biasa diimbangi dengan keberaniannya bertindak bodoh dari ujung jalan tanjakan yang menurutnya cukup curam untuk dituruni dengan gaya bersepedanya barusan.

“ Hei!! Kira-kira kalau mau bunuh orang dong!!! ” teriak lantang suara sang gadis. Matanya yang bulat besar semakin terlihat jelas ketegasan didalamnya. Bola matanya indah, namun menunjukan kekelaman yang sedikit mengusik sosok sang pemuda. Sesuatu dalam diri pemuda itu seperti terbangkitkan. Dan menunjukan sesuatu yang pada akhirnya menarik kehidupan pemuda dan sang gadis pada pengalaman yang tidak terbayangkan oleh keduanya.

"Siapa yang kau maksudkan!" sang pemuda bersuara santai dari balik setir mobilnya. Dia menunjukan sedikit luka lecet pada keningnya.

"Hanya luka sekecil itu juga!" sang gadis acuh. Sosok gadis itu membuang pandangannya. Sedang menimbang sesuatu hal janggal yang di rasakannya.

Si pengendara mobil merasa semakin jengkel. Bukannya meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya, sosok gadis ini malah mengacuhkan hal yang disampaikannya.

"Apa mau mu?! Uang?!" bentak si pemuda yang benci melihat respon gadis dihadapannya itu. Bermaksud meninggalkan sosok gadis itu, kalimat yang terlontar dari mulut sang gadis membuat sang pemuda menghentikan tindakannya seketika.

"Jangan melarikan diri seenaknya!" sang gadis menantang untuk menghentikan tindakan si pemuda yang hendak pergi begitu saja.

...

Kesan pertama!

Kesal mendengar tuduhan sang gadis, sang pengendara kembali membuka kaca mobilnya dan melihat betul-betul wajah dari gadis yang meneriakinya tanpa sopan santun itu.

"Ingatlah hal apa yang kau lakukan tadi!"

Dia mendongakkan tubuhnya kebagian kiri setir dengan santai. Masih terbayang oleh pemuda pengendara mobil itu, saat matanya tidak sengaja menoleh ke sisi kiri jalan dimana sang gadis tengah merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata dengan kayuhan sepeda yang melaju kencang diturunan menuju jalanan utama tersebut.

“ Gue yang pingin bunuh lo? Atau lo yang sebenarnya pengen bunuh diri dengan cara melaju sambil menutup mata kaya tadi hah?! ” tatapan sang pengendara mobil tidak kalah sadisnya dengan tatapan mata sang gadis.

Ditatapnya lekat-lekat si pengendara mobil yang ternyata juga seorang siswa sama sepertinya. Sorot matanya sangat tajam disamarkan oleh bulu matanya yang cukup lentik, alisnya tebal, hidung mancung dan bibirnya merah alami. Rambutnya yang sedikit lebih panjang dari seharusnya, di kuncirnya kebelakang dan menyisakan sedikit helai-helai rambut yang menghiasi bagian wajahnya yang putih mulus. Kalau bukan karena tegas wajahnya yang berbentuk sedikit persegi dibagian dagu, mungkin sang gadis mengira kalau sang pengendara mobil adalah seorang perempuan yang maskulin.

Kedua tatapan itu sempat bersitegang. Sampai akhirnya sang gadis menunduk lemas begitu melihat bayangan jalanan menurun dibelakangnya dari sisi lain kaca mobil didepannya itu. Sang gadis mengingat betul hal yang baru saja dilakukannya dari ujung jalan dibelakangnya. Merentangkan kedua tangannya dan yang paling parah, dirinya tengah mengayuh kencang sepedanya dijalan turunan dengan kedua mata yang terpejam menikmati hembusan angin. Sadar kalau dirinya memang bersalah, sang gadis mulai mengangkat wajahnya dan melihat kembali si pengendara mobil dengan perasaan yang tidak enak.

“ Maaf! ” ucapnya sangat pelan. Ada penyesalan dalam raut wajah sang gadis atas tuduhan dan tindakan cerobohnya itu.

Pemuda pengendara mobil tadi terdiam begitu mendengar kata maaf dari sang gadis. Bermaksud mengabaikan kejadian kecil itu karena tidak ada kerugian apapun dari kedua pihak, sang pemuda memilih melanjutkan perjalanannya menuju jalan utama ke sebuah sekolah yang bernama SMA Kenanga.

Melaju meninggalkan sang gadis yang merasa sedikit singkuh karena merasa tidak mendapatkan maaf dari si pemuda, sang gadis memanyunkan bibirnya.

“ Yang penting gue udah minta maaf bukan! ” gumamnya.

Menyisir rambutnya yang panjang kebelakang telinga, sang gadis pun melanjutkan kayuhan sepedanya menuju jalanan yang biasa ia lewati untuk sampai ke sekolahnya dengan lebih cepat.

Lonceng berbunyi menggema memasuki jarak lima ratus meter dari gerbang utama sekolah.

Mobil merah si pemuda melaju cepat dan memasuki halaman parkir untuk para siswa. Sementara sang gadis yang masih jauh dibelakang memilih menikung diantara pohon kenanga yang berjarak kurang lebih seratus meter dari gerbang utama sekolahnya itu.

Dijalanan setapak yang tembusnya di balik pohon kenanga parkiran sekolah, sang gadis

memarkir sepedanya tepat dibalik pohon. Tersenyum karena ia bisa memasuki area sekolah dengan nyaman, sang gadis menyeruak santai memasuki parkiran sekolah untuk menuju ke bangunan sekolah itu.

Teriakan kaget seorang siswa menyambut dan membuat sang gadis terdiam kaku ditempat. Beberapa helai daun tanaman merambat tersangkut pada rambut kusutnya yang belum sempat diikat rapi oleh sang gadis. Sambil coba mencabuti helai demi helai daun yang

tersangkut pada rambutnya, sepasang mata menatap dengan jengkel kearahnya.

“ Kenapa harus lo lagi sih?! ” hardik sang pemuda pengendara mobil itu.

Tidak bisa percaya dengan hal yang dilihatnya lagi, si pemuda mendengus kesal. Ingatan

tentang gadis yang kini ada dihadapannya masih sangat segar dalam benak si pemuda.

Belum juga lewat sepuluh menit. Kenapa tiba-tiba dia harus muncul lagi dari semak-semak?!

“ Lo dendam soal kejadian barusan? ” mata si pemuda mendelik kesal begitu sang gadis

menatap kearahnya dengan rasa tidak percaya.

“ Maaf… ” ujar sang gadis. “ Gue nggak maksud nakutin lo kok dengan keluar dari semak-semak seperti ini! ” jelasnya.

Sang gadis menunduk.  Kenapa harus dia lagi sih?!

“ Terus? Apa maksudnya lo muncul tiba-tiba begini? ” nyolot si pemuda dengan sikap canggung sang gadis setelah dua insiden yang harus melibatkannya diwaktu yang kurang dari 15 menit secara beruntun.

“ Ini jalan yang biasa gue lewati untuk masuk sekolah! ” tambahnya kemudian.

Mata bulat besar sang gadis mendelik. Pandangan mata dan lekuk hidung juga bibirnya yang tegas memberi kesan yang berbeda dimata si pemuda begitu memperhatikannya. Tidak serta merta membiarkan sang gadis melewatinya, si pemuda kini menahan bahu sang gadis yang masih harus berdiri ditengah semak-semak. Ada rasa yang meluap begitu tinggi didalam lubuk hati si pemuda begitu dia melihat ekspresi gadis didepannya itu.

Sang gadis menunduk. Berusaha keras untuk tidak bertatapan dengan si pemuda, dia memalingkan wajahnya.Tatapan itu dialihkannya ke sekitar.

“ Trus? Itu apaan? ” sang pemuda melirik kearah tiga gulungan Koran yang dipegang sang gadis dengan kedua tangannya.

Semakin si pemuda berusaha menatap wajah dari gadis yang bahunya ditahan erat oleh dirinya sendiri itu, sang gadis semakin menunduk.

“ Lo nggak budeg kan? ” tegasnya. “ Itu lo bawa apaan? ” dia mengguncang tubuh gadis didepannya karena tidak lagi berani menatap dirinya dengan mata bulat besar itu.

“ Koran untuk ruang guru, den. ” jawab suara lain yang tiba-tiba berdiri dibelakang si pemuda.

Beliau pak Iman, satpam yang bertugas menjaga gerbang utama sekolah. Umur beliau sudah memasuki 60 tahunan. Tapi diusianya yang senja dan sudah harusnya beristirahat,

beliau memilih untuk tetap bekerja sebagai satpam sekolah karena kecintaannya pada SMA Kenanga.

“ Aden siswa baru ya? ” si Bapak tersenyum ramah.

Si pemuda mengangguk pelan kearah pak Iman yang tetap tersenyum ramah.

“ Yang dibawa nak Laras itu, Koran yang biasa diantarkannya keruang guru, den. ”  jelas sang bapak. “ ..dan jalan ini memang selalu menjadi jalan alternatif bagi nak Laras kalau sudah terlambat. Bukan begitu nak Laras? ”

Laras mengangguk lemah. Ada sedikit rasa malu yang timbul di dirinya begitu pak Iman menjelaskan sedikit hal tentang kebiasaannya yang bisa dibilang cukup memalukan kepada orang yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali.

Beda dengan sang gadis yang dipanggil Laras itu, mendengar jawaban Pak Iman, si pemuda melepas pegangan tangannya pada sang gadis. Dia mengalihkan pandangannya ke pak Iman.

“ Jadi maksud bapak, ” kembali berpaling ke sang gadis, sang pemuda melanjutkan kalimatnya. “ .. dia penjual Koran dan…. ”

“ Juga siswi disekolah ini kok! ” sela sang gadis sambil berusaha keluar dari cengkraman tangan si pemuda yang sudah sedikit longgar. Dia menarik beberapa helai daun dan ranting yang menyangkut dari rambut panjangnya sebelum akhirnya mengambil langkah menjauh dari pemuda disampingnya itu. Sang gadis tersenyum ramah pada pak Iman sebelum pergi dan lebih memilih mengabaikan sosok si pemuda yang kini menatapnya dengan aneh.

Sang pemuda tidak melepas pandangannya sedikitpun dari sosok sang gadis yang baru disadarinya tengah memakai seragam sekolah yang sama dengan dirinya.

Bahkan celana panjangnya juga?? .Si pemuda mengernyitkan dahinya.

“ Saya bawa ini keruang guru dulu pak Iman. ” menjauh dari sang pemuda, gadis bernama

Laras itu melengos tanpa menoleh sekalipun pada pemuda yang tidak melepaskan tatapannya sedikitpun dari sosoknya itu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!