NovelToon NovelToon

Bisakah Jadi Akhir Untuk Ku?

Ujian Susulan

Aileen berlari dari gerbang sekolah menuju ruang kelasnya, hari ini Aileen terlambat datang, padahal hari ini Aileen harus mengikuti ujian susulan.

Aileen sakit ketika ujian sedang berlangsung minggu lalu, dan hari ini Aileen harus menyusul ujian itu demi bisa mendapatkan nilai.

"Semangaaaat," teriak dua orang yang ternyata ada di dalam kelas, teriakan mereka membuat Aileen terlonjak kembali keluar.

"Semangat bestie," ucap Afra, Aileen memukul keduanya dengan gemas.

Dua orang itu adalah Afra dan Arsenio, akrab disapa Rara dan Nio, mereka bertiga sahabat baik.

"Kalian apa-apaan sih, kaget tahu gak."

"Makanya fokus, untuk apa lari-lari?" tanya Arsenio

"Aku kan terlambat."

Afra dan Arsenio saling lirik, 1 detik kemudian keduanya tertawa, membuat Aileen heran dengan itu.

"Apa sih, kok ketawa ?" tanya Aileen

"Ya ampun nona manis, masih saja tertipu dengan jam dundung kesayangan nenek mu itu?" tanya Arsenio.

"Jam dinding Nio," ucap Afra.

"Jam dinding itu benar, ini kan jamnya salah, jadi jam dundung," jelas Arsenio.

"Oh iya .... benar benar itu benar."

"Apaan sih gak jelas ?"

Aileen mengerti maksud sahabatnya itu, tapi Aileen malu mengakuinya sehingga Aileen berpura-pura tidak mengerti dengan itu.

"Makanya punya jam tangan dong, biar gak kena tipu terus," ucap Afra.

"Jam berapa sekarang ?" Aileen penasaran.

"Masih jam 7 kurang 10 menit, dundung," ucap Nio kesal, Aileen tersenyum polos.

"Dasar bodoh."

"Bodoh memang."

"Kalah sama nenek-nenek."

"Iya."

Keduanya mendorong Aileen bolak-balik, Aileen menggaruk kepalanya yang tak gatal itu, dengan tubuh yang dihempas ke kiri dan ke kanan, Aileen masih saja belagak oon.

"Eh udah udah kasian, nanti materi yang udah semalaman dihafal, berantakan lagi." ucap Afra, Arsenio menjentikan dua jarinya hingga mengeluarkan suara.

"Benar itu, dia kan rada-rada lemot."

"Makanya."

Aileen terdiam melihat dua sahabatnya itu, mereka memang sering kali mengejek Aileen seperti itu.

Diantara mereka bertiga, Aileen adalah satu yang sering menjadi bahan bullying.

Tapi Aileen tidak mempermasalahkan itu, Aileen tetap menerima dan menyayangi mereka.

Karena dari candaan itu, mereka jadi bisa tertawa bersama.

"Jadi aku masih ada waktu ?"

"Ada dong, masih setengah jam lagi," jawab Afra

"Ke kantin yuk, lapar nih," ajak Arsenio

"Enggak, aku puasa."

"Diiih .... puasa apa hari rabu ?"

Aileen nyengir tanpa menjawab, Afra mencubitnya dengan kesal.

"Aaahh .... iya iya ayo ke kantin." teriak Aileen

"Gitu dong, ayo."

"Iya"

Mereka berjalan menuju kantin dengan terus bercandaan, seperti tak pernah habis topik candaan mereka setiap harinya.

Setiap bersama mereka selalu terlihat bahagia, sekali pun salah satu dari mereka sedang bersedih, tapi dua lainnya selalu mampu membuatnya tersenyum kembali.

Mereka adalah sahabat sejak SD, dan sampai sekarang SMA mereka masih tetap bersama.

Masuk di sekolah yang sama dan rumah pun masih bertetangga.

"Bu, minta nasi goreng," ucap Arsenio.

"Aku juga," tambah Afra.

Aileen menggeleng, setiap pagi menunya itu terus, apa gak bosan.

"Kamu apa Leen ?" tanya Afra.

"Aku minum aja deh, teh manis hangat ya bu, aku mau beli cemilan disana." jawab Aileen.

"Oh .... ok." jawab Afra

"Bu, meja pojok ya, biasa." ucap Arsenio

"Siap." jawab sang pemilik warung.

Ketiganya berlalu tapi Aileen berpisah untuk membeli cemilan yang dimaksudnya tadi, Arsenio dan Afra lebih dulu duduk di tempatnya.

"Pulang sekolah, ke rumah kamu ya."

"Ngapain ?"

"Ngapain sih Nio, ya kumpul ajalah."

"Kenapa gak di rumah kamu ?"

"Aku maunya di rumah kamu, Aileen juga pasti mau kok."

"Iya .... tanya Aileen dulu aja"

"Tapi mau ya ?"

"Iya."

"Ok."

Mereka akhirnya duduk bersama dan menikmati makan paginya di kantin sekolah, itu kebiasaan mereka, menolak sarapan di rumah demi bisa makan bersama di sekolah.

"Jangan lama-lama makannya, aku harus ke kelas." ucap Aileen.

"Gak apa-apa, kamu duluan aja." jawab Afra.

"Serius ?"

"Iya, kita kan beda, kamu ujian sendiri, kita kan udah selesai."

Aileen mengangguk, itu memang benar.

Baiklah, Aileen benar-benar harus bekerja sendiri tanpa Afra dan Aresnio nantinya, biasa mereka selalu tukeran contekan kalau ada ulangan bahkan ujian sekali pun.

"Aku masuk duluan ya, udah tinggal 5 menit nih." ucap Aileen.

"Ya udah sana, semangat Aileen"

"Iya harus semangat, doa jangan lupa"

"Ok, bye."

Aileen berlalu meninggalkan dua sahabatnya, Aileen harus mengerjakan ulangannya,sedangkan mereka berdua hanya menunggu saja siapa tahu ada nilai yang harus diperbaiki nantinya.

Ujian kali ini adalah ujian kenaikan kelas, mereka akan berpindah ke kelas XI SMA.

"Gak kerasa ya udah kenaikan lagi," ucap Afra.

"Iya perasaan baru kemarin kita daftar kesini."

"Tapi seru loh, sekolah ini bagus."

"Tentu saja."

"Oh iya .... kamu kapan tanding basket lagi ?"

"Belum tahu, baru juga ujian."

"Tapi kelas 11 nanti kamu masih gabung team basket kan ?"

"Masih dong."

Afra tersenyum dan mengangguk, Afra selalu mengagumi Arsenio ketika bermain basket.

Bagi Afra, Arsenio terlihat begitu tampan ketika berkeringat.

Afra sering kali terpesona dengan setiap penampilan dan permainan basket Arsenio, karena Arsenio juga termasuk anggota yang memang terbaik bagi teamnya.

"Liburan mau kemana kita?" tanya Arsenio.

"Gak tahu, kira-kira kemana ya?"

"Malah balik tanya."

Afra kembali tersenyum dan terdiam, fikirannya terlalu fokus membayangkan pesona Arsenio ketika di lapangan.

"Ke kelas yuk ah, udah gak ada orang." ajak Afra.

"Ayo, nih kamu yang kasih ibunya."

Arsenio mengambil uang dari Afra dan berlalu untuk membayar nasi goreng yang telah menjadi menu sarapan mereka berdua.

Keduanya lantas meninggalkan kantin dan memasuki ruang kelasnya, mereka sekelas hanya saja Aileen sedang ada ujian susulan sehingga Aileen harus ada di ruangan yang berbeda.

Ditengah kehebohan temannya di kelas sana, Aileen sedang berusaha keras mengisi setiap pertanyaan di lembar ulangannya itu.

Aileen sudah menghafalnya semalaman, tapi ketika berhadapan dengan soal-soal itu, Aileen nyaris melupakan semuanya.

Aileen merasa kesulitan mengerjakan semuanya.

"Aileen, kamu baik-baik saja?" tanya Guru.

"Baik bu, aku baik-baik saja."

"Bagus, kerjakan dengan benarnya."

"Iya bu."

Aileen kembali mengulang membaca soal itu dan kembali berusaha untuk menjawabnya dengan benar, Aileen memang selalu kalah dengan pelajaran matematika dan bahasa inggris.

Malangnya, Aileen harus sakit disaat jadwal ulangan dua mata pelajara itu, Alhasil sekarang Aileen harus berjuang sendiri tanpa Afra dan Arsenio.

Aileen tersentak saat sebuah kertas dilepar dan mengenai pipinya.

"Aileen, kamu kenapa?" tanya Guru lagi.

"Hah .... eng .... enggak bu, enggak, ini kaget ada semut lewat."

Gurunya menggeleng mendengar jawaban Aileen, ia kembali fokus pada buku-buku dihadapannya.

Aileen membuka lembar kertas yang tampak kusut kitu "aku tempel dibawa meja" .

Aileen menoleh arah kaca, ada seseorang disana, memakai jaket biru dan masker yang menutupi setengah wajahnya.

Ia mengangguk pada Aileen, dan berlalu begitu saja.

Aileen merogoh bawah meja, ia perlahan membawanya dan membukanya.

"Hah .... jawaban lengkap," ucap Aileen tanpa suara, senyumnya mengembang, bantuan datang tepat waktu, tanpa Aileen peduli asal-muasalnya.

Berpisah ?

Aileen keluar dari kelasnya, tugasnya telah selesai, ujiannya telah berakhir.

Aileen bisa bernafas lega sekarang, hutangnya telah terbayar semuanya hari ini.

Dua hari tertinggal ulangan, Aileen mengerjakan semuanya hari ini, Gurunya heran dengan Aileen yang bisa mengerjakan semua soalnya dengan cepat.

Aileen juga telah menerima pemeriksaan sebelum keluar, tapi Gurunya tidak menemukan apa pun.

Dalam hati Aileen tertawa lepas, Aileen berhasil menyembunyikan kertas contekan itu, dan sekarang Aileen bebas, Aileen akan mencari dua sahabatnya itu.

"Dimana mereka, bukannya tadi bilangnya di kelas, di kelas mana."

Aileen tak melihat sahabatnya di kelas tempat mereka belajar, lalu dimana mereka, bukankah yang lain masih berada di dalam sana.

"Nindy, kamu lihat Rara sama Nio?" tanya Aileen.

"Tadi mereka keluar, gak tahu kemana."

Aileen mengangguk dan terdiam, kemana mereka, apa mungkin di lapangan basket.

"Terimakasih Nindy."

"Ok."

Aileen lantas berlalu meninggalkan kelas, Aileen harus menemukan mereka berdua.

Tapi dimana, masa iya di kantin jam segini.

"Aileen kamu mau kemana?"

Aileen menoleh dan tersenyum menyapa guru olahraganya.

"Cari Rara sama Nio, mereka kemana ya pak,,mungkin bapa melihat mereka."

"Rara sama Nio di panggil ke ruang TU."

"TU .... kok TU?"

"Gak tahu."

"Ya udah pak, makasih ya pak."

"Iya."

Aileen kembali melanjutkan langkahnya, fikirannya sibuk menerka tentang apa yang dilakukan mereka disana.

Kenapa harus ke ruang TU, apa mungkin ada pembayaran yang belum selesai.

Aileen mengintip dari celah jendela kaca disana, memang benar sahabatnya ada di dalam sana saat ini.

"Hayo .... ngapain kamu ngintip-ngintip?"

Aileen tersentak dengan kedatangan satpam sekolah, Aileen terdiam melihat Ibu dari Afra dan Ayah dari Arsenio berada disana.

"Leen kamu disini?" tanya ibu di hadapannya.

"Ibu sama Ayah ngapain?" tanya Aileen.

"Rara sama Nio di dalam?"

"Iya, ada apa sih?"

"Nanti saja bicaranya, kami harus masuk dulu sekarang."

Aileen mengangguk dan mempersilahkan keduanya untuk masuk.

"Nah kamu, jangan nguping, sana ke kelas."

"Iya pak, permisi."

Aileen berlalu meninggalkan pak satpam disana, Aileen masih bertanya-tanya tentang alasan mereka ada di ruang TU sekarang ini.

"Leen, gimana ada?" tanya Nindy

"Ada mereka di ruang TU."

"Ngapain?"

"Itulah, aku juga tidak mengerti."

Aileen duduk ditempatnya, menyimpan tas di meja dan memeluknya Aileen tidak sabar menunggu dua sahabatnya itu kembali ke kelas.

Mereka harus menjelaskan semuanya pada Aileen, selama ini mereka tidak pernah cerita tentang apa pun, tapi sekarang tiba-tiba mereka ada disana.

"Aileen, gimana soalnya, gampang kan?"

Aileen menoleh, iya .... Aileen baru teringat tentang itu, Aileen begitu mudah mengerjakan semuanya bahkan tanpa harus berfikir keras.

Siapa orang yang telah membantunya itu, apakah dua sahabatnya, mungkinkah mereka ketahuan membantu Aileen lewat contekan itu, sehingga mereka di panggil sekarang.

Aileen menggeleng .... tidak mungkin, kalau cuma masalah itu, tidak mungkin sampai memanggil orang tua mereka juga.

"Aileen."

"Hah ....iya, apa?"

"Ih gimana sih, susah banget soalnya ya sampai kaya gitu, gak jelas."

"Enggak kok, gampang, aku sudah menyelesaikannya dengan baik."

Mereka yang mendengarnya mengangguk bersamaan, benarkah seperti itu .... mereka tahu kelemahan Aileen didua mata pelajaran itu, apa benar Aileen bisa mengerjakannya sendiri saja.

"Aku sudah selesikan semuanya, mata pelajaran yang tertinggal dua hari itu."

"Hah ...."

Mereka tak percaya dengan apa yang di dengarnya, bagaimana bisa, 6 mata pelajaran selesa dalam sehari.

"Tidak mungkin."

"Kok tidak mungkin, tanya saja sama Bu Indah, dia yang ngawas tadi."

Mereka saling lirik, tak percaya dengan semuanya, bagaimana bisa seperti itu.

"Kamu nyontek ya, dikasih contekan ya sama Rara dan Nio?" tanyanya tak percaya.

"Enggak .... tanya aja sama orangnya sendiri."

Aileen tersenyum, Aileen tidak mau mempertanyakan siapa orang yang telah membantunya itu.

Yang jelas Aileen senang karena bantuannya itu, Aileen bisa cepat terbebas dari tugasnya.

Afra dan Arsenio kembali ke kelas, mereka menghampiri Aileen disana.

Aileen menggebrak mejanya setelah dua sahabatnya itu duduk dihadapannya.

"Ada masalah apa kalian?"

Afra dan Arsenio saling lirik, tak berani menjawab pertanyaan Aileen.

"Kenapa ih diam aja, administrasi kalian belum diselesaikan?"

"Iya."

"Yang mana?"

"Adalah pokoknya."

"Kok gitu sih, jadi mau tertutup sekarang."

Keduanya tak lagi menjawab, Aileen tak mengerti dengan itu, ada apa dengan sahabatnya sekarang.

Apa Aileen bukan siapa-siapa lagi, kenapa jadi diam seperti itu, kenapa Aileen tidak diberi penjelasan yang pasti.

(kriiiiinngggg) Bel sekolah berdering, sudah waktunya untuk mereka pulang.

Seisi kelas bersorak, hari ini mereka terbebas dari semuanya, hanya main saja.

"Udah pulang yuk." ajak Afra.

"Gak mau, jelasin dulu yang benar." jawab Aileen kesal.

"Nanti aja di rumah Nio, kita kan mau kesana."

"Janji ya?"

"Iya .... ayo pulang."

"Awas bohong."

"Iya bawel."

Aileen bangkit dan keluar kelas bersama, mereka juga pulang bersama, Aileen harus mengganti pakaiannya dulu.

Sehabis itu, Aileen akan langsung ke rumah Arsenio, Aileen akan menagih janji mereka berdua tanpa buang waktu lagi.

"Asalamualaikum, Ail pulang," teriak Aileen, Karin menghampirinya dengan senyuman.

"Mamah .... asalamualaikum."

Aileen mencium tangan Karin, Karin menjawab salamnya dan mencium kepala putrinya itu.

"Mamah, Ail mau ke rumah Nio ya."

"Iya tapi makan dulu."

"Nanti saja, Ail makan di rumah Nio saja."

"Ih .... malu dong sayang, numpang makan terus."

"Gak apa-apa, Rara juga disana kok."

"Memangnya ada tugas apa?"

"Gak ada tugas, tadi Ayah Nio sama Ibunya Rara datang ke sekolah, mereka masuk ruang TU, dan Ail mau tahu ada masalah apa?""

"Kok kamu kepo."

"Biar saja, habisnya mereka gak jelas ceritanya."

"Ya udah sana kamu ganti baju dulu."

"Tapi gak makan ya."

"Iya, ganti bajunya, simpan yang rapi besok kan masih sekolah."

"Ok."

Aileen berlau meninggalkan Karin, Karin tidak mempermasalahkan tentang itu, Aileen memang tidak pernah pergi kemana-mana.

Sekali memang Aileen pergi pasti ke rumah tetangga sendiri.

"Mamah, Ail pergi ya."

"Cepat banget."

"Kan ganti baju saja."

Aileen nyengir, Karin menggeleng dan membiarkan Aileen pergi lagi saat ini.

Padahal Karin sudah menunggunya sejak tadi, berniat ingin makan bersmaa Aileen, tapi selalu saja seperti itu, Karin akan kalah kalau sudah berhubungan dengan Afra dan Arsenio.

Aileen menghampiri mereka berdua, ternyata mereka sedang duduk di teras rumah Arsenio, Aileen tidak berbasa-basi lagi pada mereka berdua.

"Jadi apa penjelasannya?"

"Kalau kita jawab, kamu jangan marah ya."

"Kok marah, tergantung jawabannya apa."

"Pokoknya gak boleh marah."

"Iya .... lalu apa?"

"Kita berdua akan keluar sekolah."

"Aku dan Nio akan pindah ke Medan, setelah kita dinyatakan naik kelas."

"Dan tadi Ayah sama Ibu sudah urus surat-surat yang kita perlukan untuk masuk sekolah baru."

Aileen menggeleng tak percaya dengan apa yang didengarnya.

Tak Peduli

Aileen terduduk ditengah Afra dan Arsenio, Aileen masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya itu.

Aileen terdiam, berusaha mencerna apa yang tadi didengarnya dan memastikan dengan kesadarannya.

Aileen memang sadar .... tidak sedang bermimpi, tapi kenapa kabar seperti ini yang harus didengarnya.

"Aileen," panggil Afra

"Enggak .... diam, aku tidak mau dengar apa pun lagi."

"Kita minta maaf ya, kita juga gak tahu kalau prosesnya hari ini."

"Iya padahal Ibu aku bilang masih satu bulan lagi, jadi aku fikir kita masih bisa liburan bareng."

"Sejak kapan rencana pindahan ini?"

"Jauh sebelum ujian sekolah."

Aileen mengernyit dan menatap dua sahabatnya itu bergantian, sudah selama itu dan mereka menutupinya dari Aileen, jahat sekali Aileen punya sahabat.

"Awalnya gak begitu serius, tapi ternyata jadi juga pindahnya."

"Kenapa bisa samaan sih?"

"Katanya ada urusan disana dan memang mengharuskan untuk tinggal disana."

"Ya ini juga rumah kalian, biar saja mereka pergi tapi kalian tetap disini."

"Ya gak bisa, orang tua kita juga khawatir kalau kita ditinggal sendiri disini."

"Apaan sih lebay, bukan itu pasti alasannya."

Afra dan Nio terdiam, mereka tidak lagi menjawab ucapan Aileen.

Dan hal itu membuat Aileen semakin yakin kalau memang ada alasan lain yang masih mereka sembunyikan, khususnya tentang kepindahan mereka ke Medan nanti.

"Aileen."

"Aku gak mau, kenapa sih harus pergi, kalau kalian pergi nanti aku sama siapa disini, kan cuma kalian yang selalu sama aku."

Aileen menutup wajahnya, Aileen menangis sekarang .... sedih karena kabar yang mendadak didengarnya itu.

Aileen tidak pernah ingin berpisah dengan mereka, bahkan sampai nanti mereka menikah pun, Aileen ingin mereka akan tetap sama-sama.

Afra melirik Arsenio, kasihan sekali melihat sahabatnya ini .... tapi mau bagaimana lagi, keputusan itu sudah pasti akan terjadi.

"Sebenarnya apa alasan kalian pindah, pasti bukan karena urusan keluarga kalian kan, ada yang lain pasti?"

"Gak ada, memang cuma itu."

"Bohong."

"Kita gak bohong, Leen."

Aileen diam tak percaya dengan apa yang dikatakan Afra, Aileen yakin ada alasan lain lagi dibalik kepindahan mereka berdua.

Tapi apa .... kenapa mereka merahasiakannya dari Aileen, apa sekarang mereka tidak peduli lagi dengan Aileen.

"Leen."

"Pergi saja kalian, aku bisa cari sahabat baru disini."

Ucap Aileen yang lantas pergi meninggalkan dua sahabatnya itu, mereka juga tak berniat mengejar Aileen.

Biar saja Aileen dengan kekesalannya sekarang, bicara pun tak akan mampu merubah keadaan, Afra dan Arsenio memang harus menginggalkan kota ini.

"Kasihan gak sih?"

"Gak apa-apa habis mau bagaimana lagi, kita juga terpaksa kan."

Afra terdiam, andai Aileen tahu alasan sebenarnya .... Aileen pasti akan tambah kecewa pada mereka berdua.

Tapi tidak, Aileen tidak perlu tahu sekarang.

Suatu hari Aileen akan tahu juga, dan mungkin suatu hari nanti baik Afra mau pun Arsenio bisa lebih siap menjelaskan semuanya.

"Udah, kamu juga jangan ikutan nangis."

"Tapi sedih."

"Gak apa-apa."

Arsenio menarik Afra ke dalam dekapannya.

"Aileen akan terbiasa tanpa kita, hanya butuh waktu saja."

"Kenapa harus seperti ini?"

Arsenio tak menjawab, kalimat apa yang bisa dilontarkannya jika Arsenio sendiri tidak tahu jawabannya.

"Aku gak mau Nio, aku kan sudah bilang."

"Ya terus aku harus gimana Ra, kamu fikir aku menerima semua ini karena aku senang, aku juga keberatan tapi harus bagaimana lagi."

"Ya kenapa harus kita, kenapa gak cari orang lain saja."

"Ya siapa .... siapa yang bisa kamu percaya?"

Afra terdiam tak bisa menjawabnya, Arsenio menghembuskan nafasnya pasrah.

Keadaan memang sangat memaksa mereka untuk menerima semuanya, dan mereka juga harus rela meninggalkan Aileen disini tanpa kejelasan yang pasti.

Aileen membanting pintu kamarnya, kesal sekali Aileen pada kedua sahabatnya itu.

Aileen menjatuhkan tubuhnya di kasur, memeluk guling yang setia menemaninya setiap malam.

Aileen masih saja menangis, tak percaya dan tidak bisa percaya dengan apa yang di dengarnya tadi.

Bagaimana bisa mereka meninggalkan Aileen begitu saja, kenapa tidak bicara sejak awal kalau mereka akan pindah, mungkin Aileen juga bisa bicara dengan keluarganya untuk ikut pindah dengan mereka.

Tidak seperti ini .... mereka berdua sedangkan Aileen sendiri disini, kenapa rasanya sangat tidak adil.

"Ail."

Mayang tampak memasuki kamar Aileen, Aileen tak meliriknya, Aileen hanya fokus dengan tangisnya.

Mayang mengusap kepalanya, Mayang adalah nenek Aileen yang tinggal bersama mereka.

Aileen kerap dibuat kesal oleh Mayang, salah satunya adalah tentang jam dundung yang dikatakan Arsenio.

Nenek dan cucu itu kerap terlibat percekcokan, Mayang suka sekali membuat Aileen kesal dan marah.

"kamu kenapa, ada masalah?"

"Peduli apa nenek sama aku, nenek mau tertawakan aku?"

Mayang tersenyum mendengar ucapan Aileen, Aileen memang selalu saja berfikir buruk tentang Mayang.

"Ini serius, kamu kenapa nangis."

Aileen lantas bangun dan memeluk Mayang dengan eratnya.

"Kenapa, nenek kan tidak membuat masalah."

"Rara sama Nio .... mereka akan pergi dari kota ini."

"Pergi kemana?"

"Ke Medan, merakan tinggal dan bersekolah disana."

"Kenapa seperti itu?"

"Tidak tahu, mereka tidak mau menjelaskan alasannya pada Ail, kenapa mereka jahat sekali, kalau mereka pergi lalu Ail sama siapa nanti sekolah."

"Mungkin mereka hanya sedang mengerjai kamu saja."

"Tidak nenek."

Aileen melepaskan pelukannya, kenapa Mayang tidak bisa percaya dengan Aileen.

"Mereka memang akan pergi, orang tuanya telah mengurus perpindahan mereka ke sekolah baru."

"Ya sudah tidak apa-apa, kan kalian bisa tetap berhubungan."

"Jauh mana asyik."

"Yang penting tetap sahabatan kan."

Aileen berdecak, Mayang memang tidak bisa mengerti cucunya.

Aileen jadi tambah kesal karena berbicara dengan Mayang.

"Ail mau ke kamar mamah saja, nenek gak asyik."

Aileen lantas turun dan berlalu meninggalkan Mayang, Mayang menggeleng .... Aileen memang sangat dekat dengan dua orang itu, dan Mayang sangat tahu tentang itu.

Mayang juga berfikir apa alasannya mereka pindah, bukankah mereka disini juga betah.

Mayang kembali menggeleng, apa harus Mayang memikirkannya.

Mereka punya pilihan hidup masing-masing, jadi untuk apa Mayang pusing memikirkan semuanya.

Tentang kesedihan dan kemarahan Aileen, semakin lama juga akan menghilang.

Aileen hanya kaget saja dengan semuanya, tapi Mayang yakin .... sekolah Aileen tidak hanya beranggotakan 3 orang, Aileen akan bisa mendapatkan teman baru atau mungkin juga sahabat baru.

Meski pun bukan Afra dan Arsenio lagi nantinya, tapi Aileen pasti akan bisa mendapatkan teman baru.

Mereka sudah dewasa, harusnya mereka bisa melewati permasalahan mereka dengan dewasa.

Mayang tersenyum mengingat Aileen yang memang masih seperti anak kecil, meski pun Aileen sudah masuk SMA tapi sifat dan sikap SMPnya masih saja ada.

Tapi Mayang tetap menyayangi cucunya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!