Alam semesta sangatlah luas. Lebih luas dari yang semua orang kira. Di sebuah sistem bintang di ujung satu galaksi, sebuah distorsi ruang tiba-tiba muncul. Distorsi itu menarik ruang di sekitarnya, membentuk semacam pusaran. Ukurannya juga lama-kelamaan membesar hingga mencapai diameter 5.000 kilometer.
Pusaran itu berubah warna menjadi biru dengan cahaya putih di bagian tengahnya. Sedetik kemudian, sebuah benda muncul dari dalam pusaran. Benda tersebut berbentuk menyerupai persegi panjang. Tetapi, siapa pun yang melihatnya akan langsung tahu kalau itu adalah sebuah kapal luar angkasa.
Kapal itu terus bergerak. Memperlihatkan ukurannya yang masif. Panjangnya 10.000 kilometer dan lebar sekitar 3.000 kilometer. Di salah satu lambung kapal terdapat tulisan "SNF". Setelah semua bagian kapal terlihat, pusaran ruang perlahan-lahan menghilang.
Sementara itu, di ruang kendali kapal, terlihat ratusan orang duduk menatap layar di depan mereka. Posisi orang-orang itu disusun membentuk setengah lingkaran. Mengelilingi sebuah kursi dimana seorang laki-laki duduk sambil menyilangkan kakinya. Ia memiliki rambut hitam legam dengan warna mata yang mirip. Laki-laki tersebut mengenakan kemeja putih dengan dasi biru serta celana panjang dan sabuk hitam.
"Periksa status."
Laki-laki itu berkata pelan, tapi suaranya bisa didengar oleh semua awak kapal.
"Lapor! Bagian mesin tidak terdapat kerusakan."
"Lapor! Sistem pertahanan kapal tidak terdapat kerusakan!"
"Lapor! ....."
Lima menit berlalu. Laporan menyatakan kalau kapal masih dalam keadaan sempurna. Lelaki itu tersenyum kecil. Ia bangkit dari duduknya, lalu merentangkan tangan ke depan, seperti seorang raja yang hendak memberi perintah.
"Mobilisasi semua unit yang ada! Aku ingin daerah dalam radius 5 miliar kilometer dari kita steril!"
"Ya, Pak!"
"Sepertinya kita berhasil."
Suara itu berasal dari seorang wanita yang berdiri di belakang sang laki-laki. Ia berambut hitam panjang dikuncir kuda serta mengenakan pakaian maid lengan panjang.
Pria tersebut menanggapi, "Kita beruntung. Membuka portal antar dunia, selain membutuhkan energi yang luar biasa besar, juga sangat tidak stabil. Sedikit gangguan saja sudah cukup untuk menghancurkannya. Jika kita ada di dalamnya selagi malapetaka itu terjadi, tentu kecil kemungkinannya untuk selamat."
Wanita di belakangnya membenarkan, "Ya. Selain itu, kita juga harus mencari alam semesta yang materi penyusunnya mirip dengan alam semesta asal. Umurnya secara relatif tidak boleh terlalu muda ataupun tua. Dan yang terpenting, belum mengembangkan teknologi terlalu jauh."
"Yah, akan menjengkelkan seandainya kita membuka portal lalu langsung disambut oleh peradaban dengan tipe 2 di Kardashev scale," canda sang laki-laki.
Sang Wanita mengangguk, "Tentu, kita pun berhasil sampai ke titik ini, semuanya berkat usaha serta kejeniusan Anda yang sudah berkali-kali melakukan terobosan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi."
Ia melanjutkan, "Sayangnya, kita tidak memiliki banyak waktu lagi. Populasi manusia semakin banyak sedangkan materi di alam semesta semakin sedikit. Pada akhirnya, bintang-bintang akan mati dan kita akan kehilangan kehangatan. Manusia akan musnah bersama dengan alam semesta yang sekarat."
Laki-laki tersebut bangkit dari duduknya. Ia berjalan sambil menatap ke kejauhan, "Benar. Kita tidak punya pilihan lain selain mencari rumah yang baru. Sama seperti saat kita meninggalkan bumi yang sudah rusak. Kita pun akan meninggalkan semesta kita dan menuju tanah yang baru."
Ia menatap kedua tangannya, "Semua ini, demi kehidupan umat manusia!"
Roini adalah sebuah kerajaan kecil yang terletak di Benua Renke. Kerajaan itu dipimpin oleh Roinatus Roini VII, seorang raja yang adil lagi bijaksana. Ia memerintah dengan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ini pulalah yang membuat rakyat menyukainya.
Roinatus memiliki dua anak, putra dan putri. Mereka memiliki sifat yang mirip dengan ayahnya. Yang paling menonjol dari dua bersaudara adalah si adik, Putri Aria Roini. Ia dikenal sebagai putri yang ramah, suka menolong, dan pemberani. Sudah banyak orang yang dibantu olehnya, bahkan, ia berkeliling ke seluruh negeri untuk meringankan beban rakyat jelata.
Pagi itu, sinar mentari melewati jendela dan jatuh di wajah Aria yang masih terlelap di kasur. Rambut merahnya terurai, kusut dan berantakan.
Tok! Tok! Tok!
"Nona Aria, sudah waktunya untuk berangkat."
Pemilik suara itu diam sejenak, menunggu jawaban dari balik kamar. Namun, setelah dua menit menunggu dan tidak ada balasan, dia mengetuk pintu sekali lagi.
Tok! Tok! Tok!
"Nona Aria, tolong bangun. Sudah waktunya kita berangkat."
Ia menunggu lagi selama dua menit. Karena tak mendapat respon, dia memutuskan untuk masuk ke kamar.
"Nona Aria, bangunlah!" Serunya sambil mengguncang-guncangkan tubuh Aria.
Usahanya tidak sia-sia, Aria membuka matanya perlahan. Dia segera mengenali wajah orang yang membangunkannya.
"Oh, Eria. Maaf, aku sepertinya tidur terlalu lelap," Aria berkata lalu tertawa kecil.
"Tidak masalah, Nona. Yang lebih penting, kita akan berangkat 1 jam dari sekarang."
Aria mengangguk. Ia beranjak dari kasur, membersihkan diri, lalu sarapan.
---
Dari balik kaca kereta kuda, Aria bisa melihat dinding setinggi 10 meter yang dibangun membentuk lingkaran.
"Sepertinya kita sudah sampai."
Kota Red Apple, seperti namanya, kota ini adalah penghasil apel terbesar di kerajaan. Kota Red Apple dikelilingi oleh ribuan kebun apel milik penduduk kota. Terlihat ratusan ribu pohon apel sudah berbuah dan siap dipanen.
Kereta kuda melewati gerbang masuk. Mereka terus bergerak hingga akhirnya sampai ke mansion walikota.
"Selamat datang di Kota Red Apple, Yang Mulia Aria. Anda pasti lelah dari perjalanan yang jauh. Mari masuk, kami sudah menyiapkan jamuan untuk Anda."
Walikota Red Apple membungkuk di hadapan Aria. Ia adalah pria paruh baya berambut merah dengan iris mata serupa. Penampilannya yang mirip Aria tidaklah aneh, karena ia masih keturunan dari keluarga kerajaan.
"Terima kasih, ayo Eria, kita masuk."
"Ya, Nona...."
---
Setiap tahun menjelang hari panen, Kota Red Apple selalu mengadakan festival sebagai bentuk rasa syukur mereka. Hari itu, penduduk kota menghias rumah-rumah mereka. Jalan-jalan diberi dekorasi berbentuk apel. Sebuah panggung juga dibangun di alun-alun kota.
Aria mengamati semua itu dari bangku yang ada di pinggir sungai. Terlihat Eria yang mengenakan seragam kesatria berdiri siaga di sampingnya.
"Sepertinya penghuni kota ini sangat bersemangat," komentar Eria.
"Tentu saja, festival menjelang panen adalah festival terbesar di kerajaan kita. Apalagi, menurut walikota pada tahun ini hasil panen diperkirakan naik dua kali lipat. Tentunya festival akan lebih meriah dari sebelumnya."
"Anda benar, Nona. Saya jadi tidak sabar,"
Aria dan Eria berbincang ria. Hingga tiba-tiba, seorang gadis kecil yang bermain kejar-kejaran di pinggir sungai dengan temannya, terpeleset dan kehilangan keseimbangannya.
"Ah, tidak!"
"Hup!"
Aria menangkap anak itu tepat waktu. Terlambat sedikit saja dia pasti sudah tercebur ke dalam sungai.
"Berhati-hatilah lain kali," kata Aria. Ia menampilkan senyum manisnya yang membuat gadis kecil itu terpesona.
"Te-terima kasih, Yang Mulia!" Ibu dari sang anak menghampiri Aria lalu membungkuk berkali-kali.
"Sudahlah, bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong?"
Ucapan Aria membuat orang-orang terdiam. Tapi, sedetik kemudian senyum bangga tersemat di wajah mereka.
"Putri Aria benar-benar baik."
"Bisa memiliki putri dengan hati selembut ini, kita benar-benar beruntung."
"Uh, jika aku bukan rakyat biasa, aku pasti akan menikahi Putri Aria."
Pujian-pujian terlontar dari mulut penduduk kota. Menanggapinya, Aria hanya tersenyum lalu berjalan menghampiri Eria.
"Ayo, kita kembali ke mansion walikota."
"Ya, Nona."
---
Malam itu, di ruang makan, duduk Aria, walikota, beserta keluarganya. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam.
"Yang Mulia, saya ada sebuah permintaan. Saya ingin tahu apakah Yang Mulia akan menyetujuinya," ujar walikota.
"Oh, dan itu adalah?"
"Saya ingin Anda untuk menjadi Gadis Apel dalam festival kali ini."
"Oh, kalau tidak salah, Gadis Apel itu representasi dari para petani apel kan?"
Walikota mengangguk, "Dalam festival, Gadis Apel akan menyanyikan lagu khas Kota Red Apple. Kemudian menjadi tokoh utama dalam pentas drama sejarah kota."
Aria berpikir sejenak, kemudian tersenyum sedikit.
"Baiklah, aku akan melakukannya."
Air muka walikota yang sebelumnya dipenuhi keraguan mendadak berubah cerah. Ia buru-buru membungkukkan badannya, berterimakasih, meski Aria sudah melarangnya karena itu sedikit berlebihan.
---
Hari festival akhirnya tiba. Malam itu, Kota Red Apple nampak meriah. Warga kota berlalu-lalang di jalanan yang diterangi oleh lampu-lampu kuning keemasan. Kios-kios yang menjual aneka makanan juga berderet di pinggir jalan. Harum masakan bisa tercium sampai ke luar kota.
Anak-anak memainkan kembang api. Sebagian ada yang bermain kejar-kejaran. Gelak tawa mengiringi setiap langkah mereka. Ada juga yang memainkan alat musik, menambah keceriaan festival menjelang panen.
Meski dilaksanakan pada malam hari, tidak ada satupun dari mereka yang mengantuk. Malah, semua orang semakin bersemangat seiring berlalunya waktu menuju tengah malam. Mereka berbondong-bondong menuju alun-alun kota untuk melihat puncak dari festival.
Terlihat walikota berdiri di panggung. Membelakangi tirai merah yang menutupi apa pun yang ada di balik nya. Setelah semua warga kota berkumpul, barulah ia berbicara.
"Warga Kota Red Apple yang saya banggakan. Terima kasih atas partisipasi dan antusiasme kalian. Festival tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya, selain karena hasil panen yang meningkat, acara puncak festival kali ini juga tidak biasa."
Warga kota mengernyitkan dahi setelah mendengar kata-kata terakhir walikota. Walikota tersenyum kecil, memahami rasa penasaran di antara para penduduk.
"Nah, mari kita sambut dengan meriah.... Sang Gadis Apel!"
Walikota melangkah cepat ke pinggir panggung. Sedetik kemudian, tirai merah terbuka secara horizontal. Memperlihatkan seorang gadis dengan pakaian serba merah. Di tangan kirinya terdapat sebuah keranjang yang terisi penuh dengan apel.
Warga kota membelalakkan matanya. Biasanya, pemeran Gadis Apel dipilih dari salah satu gadis di kota. Namun, kali ini tidak demikian, sebab yang menjadi gadis apel adalah putri Kerajaan Roini, Aria Roini.
Meski terkejut, tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Lebih tepatnya, mereka terpana dengan pemandangan di depan mereka, terpana akan kecantikan Aria.
Aria berjalan ke tengah panggung. Kemudian menyanyikan lagu khas Kota Red Apple. Suaranya merdu. Saking merdunya, banyak penduduk kota yang terharu dan menitikkan air mata. Setelah bait terakhir dinyanyikan, warga kota bertepuk tangan dengan meriah, bahkan ada sebagian yang bersiul kencang.
Aria tersenyum melihat kesenangan di wajah rakyatnya.
Pertunjukan berikutnya adalah drama. Lagi-lagi Aria memainkan perannya dengan sempurna. Para penduduk seakan terhanyut dalam pertunjukan tersebut. Mereka tertawa, menangis, marah, emosi mereka sukses dicampur adukkan oleh performa Aria.
"Dan begitulah, desa penghasil apel berhasil berkembang dan akhirnya menjadi Kota Red Apple yang kita cintai bersama...." Pungkas Aria.
Sorak-sorai dan tepuk tangan penonton kembali terdengar. Bahkan lebih meriah daripada sebelumnya. Bersamaan dengan itu, tirai merah menutup secara perlahan.
Sementara itu, di belakang panggung, Aria disambut oleh Eria dan walikota.
"Itu pertunjukan yang luar biasa, Yang Mulia," puji Eria. Ia menyodorkan segelas air.
"Terima kasih, Eria," balas Aria.
"Ah, Yang Mulia, apakah Anda ingin menyalakan kembang api?" Tanya walikota.
"Eh? Bukankah seharusnya Anda yang melakukan itu?"
"Benar, tapi karena Yang Mulia sudah bekerja keras memenuhi permintaan saya, saya ingin Anda yang melakukannya."
"Hehe, kalau begitu akan kuterima kehormatan itu."
Terlihat para warga berdiri mengelilingi kembang api besar yang bentuknya seperti apel bersayap. Sementara itu, Aria memegang obor di tangan kanannya.
"Kalian semua siap!?" Walikota berseru.
"Siap!!!" Balas warga kota dengan penuh semangat.
"Silahkan, Yang Mulia."
Aria mengangguk, lalu mendekatkan obor ke sumbu kembang api. Sumbu terbakar dengan cepat, hingga akhirnya kembang api terbang dengan suara memekik. 10 meter, 20 meter, 100 meter. Saat kembang api mencapai ketinggian 180 meter, ia meledak dengan dahsyat.
Ledakan terjadi tidak hanya sekali, melainkan berulang kali. Dan di ledakan terakhir, ledakan yang paling besar hingga menerangi langit kota, percikan-percikan api membentuk buah apel raksasa.
Semua orang memandang ke langit dengan terpana. Bukan, mereka bukan terpana karena apel raksasa. Saat ledakan terakhir, meski hanya sekilas, mereka melihatnya dengan jelas. Ribuan sosok humanoid melayang di langit malam. Dan sedetik setelah buah apel raksasa menghilang. Ribuan titik-titik hijau muncul di langit.
"Apa.... Itu....?"
"A-apa itu...."
Ribuan titik hijau bertebaran di langit malam. Tak sampai 5 detik, dari pusat titik-titik hijau tersebut, melesat sinar dengan warna serupa.
"Awas!!!"
Eria menjadi orang pertama yang menyadari situasi berbahaya tersebut. Dia buru-buru memeluk Aria dan mengaktifkan sihir perlindungan.
Blarr!! Blarr!! Duarr!!
Sinar hijau menghantam rumah dan kios-kios. Menghancurkannya dalam sekejap. Warga kota panik, mereka berhamburan menyelamatkan diri. Namun, sudah terlambat untuk itu.
Serangan tersebut tidak berlangsung lama. Hanya seperempat menit. Tapi dampak yang ditimbulkan sangatlah mengerikan.
Debu dan asap membumbung tinggi. Mayat orang-orang bertebaran dimana-mana. Sebagian ada yang utuh, sebagian lagi ada yang tinggal separuh. Bahkan, ada yang jasadnya lenyap tak tersisa. 50% Kota Red Apple hancur dalam waktu 15 detik.
Anak-anak menangis. Orang dewasa pun sama, meratapi kematian orang yang dicintainya. Semuanya berlangsung begitu cepat. Aria tidak dapat memahami apa yang terjadi. Posisinya tiarap, dipeluk oleh Eria yang berada di atasnya.
"E-Eria.... Apa.... Yang terjadi...." Ujarnya terbata-bata.
"Saya juga tidak tahu, Nona. Yang pasti, ada yang menyerang kita."
Eria menjawab setenang mungkin. Meski begitu, ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Pelindung sihirnya retak dan berlubang. Padahal, sinar hijau tidak mengenainya. Jika sampai serangan itu menghantam pelindung sihirnya, tentu mereka berdua akan langsung musnah.
"E-Eria.... Bagaimana dengan.... Penduduk kota.... dan.... Walikota...."
Eria melihat sekelilingnya. Matanya terbelalak ketika melihat mayat di sampingnya. Mayat yang langsung ia kenali identitasnya.
"Maafkan saya, Nona. Sepertinya banyak penduduk yang meninggal. Dan walikota.... Beliau tidak selamat...."
"...."
Tidak ada tanggapan dari Aria. Namun, Eria tidak terkejut. Ia bisa memahami kepedihan yang dirasakan oleh Aria. Rakyat yang ia cintai terbunuh di depan matanya, oleh pelaku yang tidak diketahui, dan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegahnya.
Eria mengepalkan tangannya. Tugas utamanya adalah melindungi Putri Aria. Nyawa Aria sangat berharga dan dia akan terus melindunginya. Bahkan jika harus mengorbankan seluruh warga kota sekalipun.
"Nona, kita harus segera pergi dari si-"
Perkataan Eria terputus ketika ia mendengar langkah kaki yang mendekatinya. Dia menengok ke kanan, yang merupakan arah sumber suara. Kabut debu perlahan-lahan menghilang. Menampakkan sosok yang Eria yakini sebagai dalang dibalik penyerangan.
"Apa-apaan... Siapa kamu?!"
Sosok dihadapan Eria tampak seperti gadis berusia 18 tahun. Rambutnya hijau muda sebahu dengan warna mata yang sama. Kulitnya putih dan mulus, bahkan lebih bagus daripada milik Aria.
Ia memakai kemeja hitam lengan pendek dengan rompi hijau dan dasi hitam. Rok pendek di atas lutut dengan garis hijau di tepi melekat pada tubuhnya. Gadis itu mengenakan stocking hitam yang menutupi lutut dan pahanya. Sepatu warna hitam membalut kedua kakinya.
Di kedua telinga dan sepatunya terdapat hologram hijau yang berbentuk sayap kecil. Di leher gadis tersebut terdapat huruf bertuliskan "PAGA-1290". Terakhir, tangan kanannya memegang tombak hitam dengan mata tombak hijau terang.
[Target ditemukan. Memulai eliminasi]
Gadis itu berkata dengan intonasi datar. Seperti sebuah robot. Tombaknya ia acungkan ke depan.
Eria merasakan bahaya dari sosok di hadapannya. Dia buru-buru berdiri dan menghunuskan pedangnya.
"Nona Aria, saya mohon, pergilah dari sini!"
"Ta-tapi...."
"Tolong pergilah! Saya tidak tahu berapa lama saya bisa menaha-"
Jleb!
"Eh?"
Eria merasakan sakit pada dadanya. Ia melihat ke bawah. Tombak dari gadis di hadapannya sudah menembus jantungnya. Ekspresi lawannya datar, ia lalu menarik paksa tombaknya dari tubuh Eria. Eria memuntahkan seteguk darah. Pandangannya mengabur, tubuhnya mendingin. Perlahan-lahan, Eria kehilangan kesadarannya. Meski begitu, ia mengumpulkan seluruh tekad yang dimiliki, dan mengucapkan satu kata.
"Lari...lah...."
Bruk!
Tubuh Eria jatuh ke tanah dengan mengenaskan. Matanya sayu, terlihat penyesalan karena tidak dapat melindungi orang yang paling dihormatinya.
[1.785 target tereliminasi. 244 target tersisa]
Aria menatap mayat Eria tidak percaya. Pandangannya lalu beralih kepada gadis berambut hijau yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Ti-tidak. Aku.... Aku.... Aku harus pergi dari sini."
Aria mencoba bangkit, tapi tak bisa. Seakan terdapat rantai tak kasat mata yang mengikatnya.
"Bergerak! Bergeraklah, dasar kaki sialan!"
Aria semakin panik. Dia memukul-mukul kakinya, yang tentunya itu tindakan sia-sia. Aria terlalu takut dan terkejut sampai-sampai dia lupa bagaimana caranya berdiri.
Gadis berambut hijau berhenti melangkah. Jaraknya hanya sepuluh sentimeter dari Aria, yang menatapnya dengan tatapan horor. Cairan berbau pesing keluar dari balik gaun merahnya. Gadis berambut hijau tak peduli. Dia mengangkat tombaknya tinggi-tinggi, lalu menghujamkannya ke kepala Aria.
Tidak ada teriakan, tidak ada erangan. Aria terlalu takut untuk bersuara. Dan dia bahkan tidak menyadari, jika nyawanya sudah terpisah dari tubuhnya.
[1.786 target tereliminasi. 243 target tersisa]
Gadis berambut hijau dengan huruf "PAGA-1290" di lehernya berkata datar. Hologram sayap di sepatu dan telinganya berpendar terang, membuatnya melayang di atas tanah. Ia terbang ke atas langit kota. Mata hijaunya bergerak kesana-kemari, memindai daratan di bawahnya. Setelah menemukan target selanjutnya, dia melesat dengan kecepatan tinggi.
Di daerah ibukota, tepatnya di kastil.
Ruang tahta ramai seperti biasanya. Raja Roinatus sedang berdiskusi dengan para menteri, membahas berbagai masalah yang dihadapi kerajaan.
Tiba-tiba, pintu ruang tahta dibuka dengan keras. Seorang prajurit buru-buru masuk dan berlutut di depan Roinatus.
"Maaf, Yang Mulia Raja. Saya memiliki laporan darurat yang harus disampaikan."
Para menteri awalnya jengkel karena prajurit itu masuk tanpa memperhatikan tata krama. Namun, setelah mendengar perkataannya, mereka semua terdiam sambil memandang Roinatus.
"Katakan!" Roinatus berujar pendek.
"Siap, Kami mendapat laporan bahwa.... Kota Red Apple telah musnah...."
Sontak semua orang yang ada di ruangan tersebut membelalakkan matanya.
"Apa?!"
"Mustahil!"
"Apakah ini ulah Kerajaan Orwell?"
Roinatus menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Dia menatap serius sang prajurit.
"Jelaskan!"
"Ya, kami mendapat laporan tersebut dari sekelompok karavan. Awalnya mereka hendak ke Kota Red Apple untuk membeli sejumlah hasil panen. Namun, sesampainya di sana, seluruh kota sudah musnah. Kelompok karavan tersebut langsung kembali ke kota terdekat dan melaporkan kejadian tersebut pada prajurit kerajaan. Setelahnya kami mengirimkan sejumlah prajurit untuk mengecek situasi di kota."
"Dan hasilnya?" Roinatus buru-buru bertanya.
Sang prajurit menelan ludahnya.
"Tidak ada yang selamat. Pria, wanita, tua, muda, semuanya dibunuh dengan kejam. Dan.... Kami juga menemukan mayat Putri Aria beserta pengawalnya."
Mendengar laporan bawahannya, Roinatus menjadi lemas. Ia hampir pingsan dan jatuh ke lantai, tapi beberapa menteri dengan sigap menahan tubuhnya.
"Mustahil.... Ini mustahil.... Putriku.... Aria...."
Roinatus bergumam lemah.
Suasana di ruang tahta menjadi muram. Duka tidak hanya terlihat di wajah sang raja, melainkan juga para menteri. Bagaimanapun, mereka telah kehilangan sosok putri yang merupakan kebanggaan Kerajaan Roini. Kesedihan mereka akhirnya berubah menjadi perasaan benci dan dendam. Dalam hati, mereka bersumpah akan menemukan pelaku tragedi ini dan membalasnya seratus kali lipat.
Tap! Tap! Tap! Tap!
Brak!
Pintu menuju ruang singgasana dibuka dengan keras. Terlihat seorang pria botak dengan kumis tebal sedang terengah-engah, kedua tangannya memegang daun pintu.
"Jenderal Gaum! Yang Mulia sedang berduka sekarang! Jika kau tidak punya alasan kuat dibalik sikapmu yang kurang ajar itu, maka kau tidak akan bisa lepas dengan mudah!" Teriak salah satu menteri. Dia sudah tidak tahan dengan sikap orang-orang yang seenaknya masuk ruang tahta.
"Maafkan saya, Menteri Jonathan. Tapi ini benar-benar situasi darurat."
"Katakan!" Seru Jonathan.
"Saat ini, kastil kita sedang diserang!"
Pernyataan Jenderal Gaum membuat semua orang di ruangan tersebut terbelalak. Baru saja mereka kehilangan Aria, sekarang mereka diserang oleh pihak tak dikenal. Mereka merasa harga diri mereka direndahkan, diinjak-injak.
"Bawa Yang Mulia ke tempat yang aman! Menteri-menteri lain ikutlah denganku!"
Komando Jonathan segera diikuti oleh semua orang. Dia merupakan tangan kanan Raja Roinatus sehingga wajar jika dirinya sangat dipercaya oleh orang lain.
Ketika Jonathan dan para menteri sampai di bagian luar bangunan kastil, mereka langsung menghadap ke langit. Wajah mereka menunjukkan ketidakpercayaan. Wilayah ibukota yang mereka banggakan karena tidak pernah tertembus oleh musuh selama ratusan tahun, kastil mereka yang tidak pernah berhasil didekati lawan, kini dikelilingi oleh ribuan makhluk humanoid yang melayang di angkasa.
Makhluk-makhluk itu memegang tombak di tangan kanannya. Pakaian yang mereka kenakan juga aneh, tidak ditemukan di wilayah mana pun di Benua Renke.
"Apa-apaan ini?! Bagaimana bisa kita dikepung oleh musuh semudah ini?!" Pekik salah satu menteri, "Dan bukan sembarang musuh, mereka semua adalah penyihir tingkat tinggi!" Lanjutnya.
Perkataan menteri itu bukan tanpa dasar. Setiap orang memiliki potensi untuk menggunakan sihir. Meski begitu, hanya segelintir yang benar-benar melatihnya, mereka disebut sebagai "penyihir". Penyihir sendiri dibagi ke dalam lima kategori : Novice, Intermediate, Veteran, Sage/Wizard, dan Great Sage/Archmage. Kategori pertama dan kedua sering disebut penyihir tingkat rendah, sedangkan untuk kategori selanjutnya disebut penyihir tingkat tinggi.
Keberadaan penyihir tingkat tinggi sangat langka dan berharga. Kerajaan Roini hanya punya satu, yaitu sang Pangeran Pertama, Ruu Roini. Hanya saja, saat ini dia sedang melakukan diplomasi ke luar negeri, sehingga tidak tahu menahu kalau negerinya sedang diserang.
"Sialan! Mereka setidaknya ada di tingkat Veteran. Meski begitu, kita tidak boleh menyerah! Demi Yang Mulia Raja, demi Kerajaan Roini yang kita banggakan, kita harus melawan hingga titik darah penghabisan!" Seru Jonathan.
"Benar! Benar!"
"Bunuh! Hancurkan mereka!"
"Kita tidak takut! Kita akan membawa mereka ke neraka bersama!"
Teriakan Menteri Jonathan disambut sorak-sorai dari para prajurit dan menteri di sekitarnya. Sementara itu, para humanoid yang mengepung mereka tidak mengucapkan sepatah kata. Ekspresi mereka tenang, terlalu tenang malah. Seolah-olah mereka adalah boneka yang dikendalikan orang lain.
"Target ditemukan, memulai eliminasi."
Para humanoid mengangkat tombak mereka, mengarahkan mata tombaknya ke bawah. Sementara itu, pasukan Kerajaan Roini bersiap-siaga. Mereka mengaktifkan sihir pelindung kuno berbentuk kubah yang mencakup seluruh kastil. Pelindung itu dibuat oleh sang raja pertama yang juga seorang Archmage sekitar 400 tahun lalu. Tidak ada yang mampu menembus penghalang tersebut, setidaknya, itulah yang ada di pikiran mereka.
Mata tombak berpendar terang, membuat langit di atas kastil dipenuhi oleh titik-titik hijau. Dengan gerakan serempak, para humanoid melemparkan tombaknya. Tombak melesat dengan kecepatan supersonik, lalu menghantam dinding pelindung dan menghasilkan suara yang memekakkan.
Krak!
Pyar!
Jonathan bergidik ngeri, itu adalah suara yang sangat tidak ingin didengarnya. Sihir pelindung kebanggaan Kerajaan Roini, yang telah berdiri hampir setengah milenium lamanya, hancur dalam sekali serang. Meski begitu, dia sudah memperkirakan hal itu terjadi. Karena itu, dia segera memerintahkan para prajurit untuk menembakkan balista.
Suara nyaring terdengar saat puluhan anak panah menghantam tubuh para humanoid. Anehnya, tidak terlihat sedikit pun goresan di tubuh mereka. Raut wajah mereka juga datar, tidak menampakkan kesakitan atau keterkejutan.
Jonathan menggertakkan giginya. Dia hendak memberi perintah para prajurit untuk mundur dan mengatur strategi baru. Namun, belum sempat dirinya membuka mulut. Tubuh para humanoid memancarkan sinar kehijauan yang disusul oleh percikan-percikan petir.
"Gawat! Itu tidak terlihat bagus, semuanya mundu-"
Blarrrr!!
Terjadi ledakkan dahsyat. Kastil Kerajaan Roini luluh lantak. Gelombang energi meratakan area seluas puluhan kilometer persegi, dan daya kejutnya bisa dirasakan hingga 100 kilometer jauhnya.
Bukan cuma kastil kerajaan, seluruh ibukota kerajaan juga terkena dampaknya. Puluhan ribu orang yang tidak tahu apa-apa mati dalam ledakan maha dahsyat. Hari itu menjadi pertanda kedatangan bencana untuk seluruh penghuni Benua Renke.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!