Menikah dengan laki - laki yang tak ku kenal sebelumnya adalah kewajiban yang harus aku lakukan, karena diriku yang telah berjanji kepada Ayah akan menerima perjodohan ini.
Aku yang terbilang wanita polos pun harus menerima takdir bahwa diriku akan menjadi istri seorang Manager di salah satu perusahaan yang menekuni bidang Properti,
aku terima segala kekurangan dan kelebihan yang di miliki calon suamiku.
"Saya terima nikahnya Keisya Lailatul Izzah Binti M. Syarifudin Hamzawi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai senilai 5 juta rupiah di bayar tunai."
"Saksi bagaimana, sah?" ucap seorang Penghulu.
"SAH..."
"Alhamdulillah, kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri, Aldo sebagai seorang suami, kamu harus menunaikan semua tanggung jawab kamu kepada Keisya, berilah istrimu semua haknya." ujar Ayah angkatku.
"Untuk Keisya kamu juga sama Nak, sudah menjadi kewajiban kamu tunaikan semua tugas - tugas kamu sebagai istri yang sholehah, layani suami kamu dengan baik dan jadilah istri yang penurut, jangan menentang maupun membantah segala perintah dan kehendak suamimu selama itu baik dan sesuai dengan syari'at." ucap Ayah yang bersyukur puteri sulungnya kini telah menikah dengan laki - laki pilihannya.
"Ayah, titip Keisya ya Nak Aldo, jaga puteri Ayah dengan sebaik - baiknya, bahagiain puteri Ayah ya, seperti kami yang selalu berusaha membahagiakan Keisya sebagai mana mestinya. jangan sakiti anak Ayah, lindungi dia dan bimbing anak Ayah untuk bisa menjadi lebih baik." pesan Ayah pada Mas Aldo, seraya berharap agar Mas Aldo bisa menjagaku dengan baik.
"Baik Ayah, saya berjanji akan menjaga Keisya yang kini telah resmi menjadi istri saya dengan baik dan saya akan berusaha untuk bisa selalu mencukupi segala kebutuhannya dan bisa menjadi suami yang baik untuknya, ayah tidak perlu khawatir, saya pasti bisa membahagiakan Keisya," ucap Mas Aldo yang meyakinkan Ayah bahwa dirinya adalah suami yang baik untukku.
Awalnya aku berfikir kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Aldo akan baik - baik saja, meski kami awalnya tidak saling mencintai, ternyata aku salah menduga, Mas Aldo sama sekali tidak berusaha membuka hatinya untukku.
Dia pandai menyembunyikan rasa kesalnya akan perjodohan ini dan seakan - akan dia terlihat mencintaiku dengan sepenuh hati, di depan orang tuaku dia selalu pandai dalam menutupi kebencian dia terhadapku, dan tanpa ku sadari hal itu.
Di malam pernikahan kami, yang seharusnya malam ini adalah malam di mana kami akan saling mengenal satu sama lain, tapi malam ini menjadi malam yang menyakitkan buatku, dan itu pun juga aku rasakan di hari - hari berikutnya.
Mas Aldo sangat cuek denganku yang sedari tadi menunggunya di kamar kami, ya kamar ini telah menjadi kamarku dan Mas Aldo, begitulah menurutku, namun mungkin lain di fikiran Mas Aldo tentunya.
Sebisa mungkin ku tepis semua fikiran negatif yang saat ini membelenggu fikiranku, aku tidak ingin malam ini mengecewakan Mas Aldo karena semua fikiran negatif ini.
Kami belum saling mengenal, bisa jadi ini hanyalah pemikiranku yang salah, mungkin Mas Aldo cuek terhadapku karena dia belum mengenalku, aku masih terasa asing baginya.
Pernikahan yang terjalin karena perjodohan pastinya menimbulkan rasa canggung, aku yakinkan diriku untuk tetap berfikir positif, mungkin saja Mas Aldo merasa canggung, aku sendiri saja sangat malu jika menatap wajahnya. bagaimana dengan dirinya. bisa jadi sikap cueknya itu karena dia merasa malu sekaligus belum siap untuk memulai obrolan denganku. aku akan menunggunya, harus sabar Kei..
Aku berusaha menenangkan diriku dari rasa gugup, jujur sebelum menerima perjodohan ini aku juga belum pernah deket dengan pria manapun, aku termasuk gadis yang polos, lugu, setiap ada pria yang berusaha mendekatiku aku mencoba menghindarinya, karena itulah Ayah angkatku menjodohkan ku dengan Anak dari sahabat baiknya. semua ini demi kebaikanku, mungkin mereka takut anak angkatnya ini akan menjadi perawan tua.
Aku berusaha menerima semua keputusan Ayah angkatku ini, aku yakin Ayah angkatku tidak akan salah pilih. selama ini aku hanya berusaha menjadi anak yang penurut, karena kedua orang tua angkatku sudah sangat baik mau menerimaku dengan ikhlas menjadi anak mereka, aku banyak berhutang budi terhadap orang tua angkatku, sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak membuat mereka kecewa. telah banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan untukku. karena menerimaku itu juga bukan hal yang mudah.
Rumah tangga yang sakinah pasti di dambakan semua orang, begitupun juga diriku, pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan juga 2 keluarga, sebisa mungkin aku harus berusaha menjaga nama baik 2 keluarga, menjadikannya selalu rukun dan tentram, hal itu kini telah menjadi tanggung jawabku, sebagai seorang menantu aku juga harus bisa menempatkan diriku sebaik mungkin.
Keluarga Mas Aldo bukan keluarga biasa, Ayah Mas Aldo adalah seorang pengusaha ternama di Jakarta, Ayahku telah mengenal lama keluarga Mas Aldo, Ayah Mas Aldo adalah teman kuliah Ayahku dulu, yang kini telah sukses menjadi pengusaha, tidak bisa di jelaskan lagi seberapa banyak kekayaan yang mereka miliki, namun aku sama sekali tidak tergiur dengan harta duniawi yang di miliki oleh keluarga suamiku, aku menerima Mas Aldo murni karena bakti ku terhadap kedua orang tua angkatku, bukan semata - mata karena sebuah materi. kalaupun aku mendapatkan kebahagian materi itu aku anggap semua itu sebagai ujian, karena setiap harta yang kita miliki akan ada hisabnya di akhirat nanti. itu semua adalah ujian, bagaimana kita memanfaatkan semua harta duniawi itu sebaik mungkin tanpa membuat kita sombong.
Sejak kecil aku di ajarkan hidup sederhana, hanyalah kesederhanaan yang aku miliki, entah apa yang membuat keluarga Mas Aldo memilihku untuk menjadi menantu mereka, bukankah orang terhormat seperti keluarga Mas Aldo bebas untuk memilih siapa saja yang akan menjadi menantu mereka, tentu yang derajatnya sama, namun aku tidak melihat perbedaan itu di mata mereka, mereka memandang orang bukan dari derajatnya, bahkan tak ku sangka aku yang dari kalangan sederhana ini bisa menjadi bagian dari keluarga mereka. sungguh ini adalah anugerah sekaligus nikmat yang besar yang Allah berikan untukku, aku tiada hentinya bersyukur atas nikmat ini.
Tak pernah terpikirkan olehku, aku akan menikah dengan anak orang kaya, sungguh tak pernah aku duga hal ini bisa terjadi, yang aku pinta pada Tuhan, aku bisa mendapatkan jodoh yang bisa merubahku menjadi lebih baik dan juga bisa membuatku lebih dekat dengan Allah, pria yang sholeh yang selalu menjaga ibadahnya dan bisa menghargai ku sebagai Istri. pertama kali aku melihat Mas Aldo aku memiliki keyakinan dia akan menjadi suami yang baik, semoga pemikiran itu tidak salah.
Assalamu'alaikum," ucap Mas Aldo yang mulai memasuki kamarku dengan wajah gelisah nya.
"Wa'alaikumsalam wr.wb," aku menjawab salam darinya dengan senyum penuh arti.
Bukan berniat untuk berbicara denganku, dia berlalu memasuki kamar mandi, lalu ku dapati dia keluar dari kamar mandi dengan wajah sendu, seperti tak ada lagi semangat dalam hidupnya.
Aku pun menatap suamiku itu dengan lekat, dalam hatiku, aku ingin sekali mendekatinya. namun rasa maluku dan gugup ku membuatku tak sanggup kalau harus mendekatinya terlebih dahulu.
Mas Aldo yang mulai sadar dengan tatapanku pun mencoba untuk menghindar, ku sadari itu. aku hanya tertunduk malu sambil berfikir, apakah Mas Aldo tidak merasa bahagia dengan pernikahan ini? hatiku terus bertanya - tanya.
Hingga lamunanku di kagetkan oleh Mas Aldo yang memberiku sebuah kertas entah apa yang tertulis di kertas itu, aku mencoba menerima dan mulai membacanya.
Sebuah tulisan tangan Mas Aldo, ya Mas Aldo sendiri yang menulisnya, isi dari surat itu adalah sebuah perjanjian. perjanjian apa yang di maksud Mas Aldo, aku mulai bingung dengan keadaan ini, keadaan yang memaksaku untuk tetap terlihat tenang.
Di kertas itu tertulis sebuah perjanjian yang Mas Aldo buat untukku, dia menuturkan bahwa selama menjalani pernikahan ini aku dan Mas Aldo tidak akan terikat. apa maksud dari surat perjanjian ini, aku yang merasa bingung dan tidak faham akan maksud dari semua ini pun, memberanikan diri untuk bertanya pada Mas Aldo.
"Mas, Ini maksudnya apa ya? Maaf Keisya tidak mengerti." ucapku dengan mencoba untuk tetap tenang.
"Apa kamu sudah membacanya?" tanya Mas Aldo yang masih berdiri dengan jarak yang cukup jauh denganku dan tanpa menatapku tentunya.
"Iya, sudah kok Mas, tapi ini maksudnya gimana ya, bisa tolong di jelaskan, biar Keisya tidak salah faham?" tanyaku dengan nada lembut namun penuh tanda tanya.
"Kata - kata yang mana yang tidak kamu pahami?" Mas Aldo malah balik bertanya.
"Maksud dari kita tidak akan terikat itu apa ya Mas?" aku mencoba menegaskan kalimat yang membuatku tersentak dan serasa menghujam hatiku,
"Apakah Mas Aldo tidak menginginkanku?"gumamku dalam hati.
"Apa kamu berfikir kalau aku menerima perjodohan ini?" pertanyaan yang Mas Aldo lontarkan itu membuat hatiku semakin terasa nyeri.
"Maaf Mas, Keisya masih belum mengerti apa yang Mas Aldo inginkan dari semua ini," ucapku dengan tetap lembut meski hatiku mulai terasa sakit.
"Sekarang aku ingin bertanya, apakah kamu menyetujui perjodohan ini?" tanya Mas Aldo dengan tegas, yang membuatku takut, kali ini dengan tatapan yang sangat tajam.
"Seandainya aku tidak menyetujuinya, pasti aku tidak akan menerimanya Mas," ucapku dengan agak terbata - bata karena merasa takut Mas Aldo akan marah.
"Keisya apakah kamu sangat yakin kalau Aldo Mahesa Pratama akan menerimamu begitu saja? pungkas Mas Aldo yang semakin menatapku dengan tajam.
"Maaf Mas, tapi bisa tidak lebih di pelanin sedikit suaranya, Keisya khawatir pembicaraan kita ini akan terdengar oleh keluargaku dan keluarga Mas Aldo yang masih berada di luar sana." ujar ku mengingatkan Mas Aldo bahwa keluarganya juga masih berada disini.
"Bagus dong kalau mereka denger, saya itu nggak seperti kamu yang bisa terus berpura - pura seolah kita ini bahagia dengan pernikahan ini."
Ya Allah rasanya aku ingin menangis tapi aku harus tetap kuat.
"Memang aku bahagia kok Mas, aku tidak sedang berpura - pura," ucapku dengan lembut yang mencoba berusaha meyakinkan Mas Aldo bahwa aku merasa bahagia dengan pernikahanku dengannya.
"Sudahlah lebih baik kamu simpan saja rasa bahagia yang kamu rasakan itu, karena saya tidak akan pernah memperdulikannya." ujar Mas Aldo yang setiap perkataannya membuat hatiku semakin sakit.
"Apa Mas Aldo terpaksa menikahi ku?" aku lontarkan pertanyaan itu karena hatiku sudah merasa sangat sakit dengan semua pernyataannya tadi.
"Iya saya terpaksa menikahimu Keisya," jawab Mas Aldo yang berusaha memalingkan pandangannya.
"Tapi kenapa Mas, boleh Keisya tau alasannya?" aku menanyakannya, kenapa dirinya harus berpura - pura menerima perjodohan ini.
"Kamu tau kenapa? itu semua karena kalian semua lah yang memaksaku harus menerimanya."
"Iya Mas, tapi seharusnya Mas Aldo kan bisa menolaknya, kalau memang Mas Aldo tidak menginginkanku?" ucapku yang kali ini tidak bisa selembut kapas lagi. karena sedari tadi Mas Aldo selalu memancing emosiku.
"Kamu fikir mudah untuk menolak perjodohan ini? sedangkan kedua orang tua kita tidak akan pernah membiarkan kita menolaknya, apa kamu tahu akibat apa yang akan saya alami, jika saya menolak perjodohan ini?" Mas Aldo menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak bisa menerimaku.
"Keisya memang tidak tahu apa - apa mengenai perjodohan ini Mas, yang Keisya tahu Ayah telah memilihkan Laki - laki yang baik untuk menjadi Imam Keisya yang bisa membimbing Keisya menjadi lebih baik lagi kedepannya. hanya itu yang Keisya ketahui Mas," sahutku dengan pelan dan lembut.
Aku harus tetap menahan emosiku dan berusaha tetap menghormati serta menghargai semua keputusan yang akan di ambil oleh Mas Aldo nanti, yang menyangkut rumah tangga kami.
"Tapi saya tidak bisa dengan mudah menerima orang baru yang asing bagi saya, di kehidupan saya Keisya, saya harap kamu bisa mengerti itu." ujar Mas Aldo dengan tatapan kesal.
"Iya Mas, Keisya akan mencoba untuk selalu mengerti dan menghargai apapun keputusan Mas Aldo," ucapku dengan tetap berusaha tenang, meski hati terasa meledak - ledak menahan emosi.
"Bagus kalau kamu mengerti kalau saya tidak menginginkanmu hadir di kehidupan saya." tegas Mas Aldo.
Perkataan itu yang membuat hatiku terasa begitu nyeri. kalau tidak menginginkanku kenapa juga dia menerima perjodohan ini dan menyakiti hatiku.
"Tapi semua sudah terlanjur, bagaimana pun juga Keisya sudah sah menjadi istri Mas Aldo, dan Keisya akan terus berusaha menjadi istri yang baik," ucapku dengan masih dengan nada yang lembut, karena sebetulnya aku tidak pernah bisa marah, meski hatiku sangat tersakiti.
"Tapi kamu tidak perlu melakukan tugas kamu sebagai seorang istri, dan saya juga tidak perlu memperlakukan kamu sebagaimana seorang suami memperlakukan istrinya, kamu mengerti!" ujarnya mempertegas.
Semua perkataan nya itu membuat batinku ingin memberontak, namun aku hanya bisa diam. bibir ini terasa keluh, aku sudah tak sanggup untuk berkata apa - apa lagi, terasa percuma kalau aku harus menjelaskan. Mas Aldo pasti tidak akan mendengarnya. karena dia sedang emosi.
Aku pun mencoba untuk diam, membiarkan Mas Aldo meluapkan emosinya itu terhadap diriku. aku juga salah telah mempercayai janjinya, yang aku fikir dia akan menepatinya.
"Kamu dengarkan ini baik - baik, saya menerima perjodohan ini bukan karena saya merasa tertarik dengan kamu, semua itu saya lakukan hanya karena semua yang telah saya miliki akan hilang begitu saja jika saya menolaknya, saya tidak menginginkan hal itu terjadi." ujar Mas Aldo dengan tegas.
"Kamu tau betapa orang tua saya sangat menyukai kamu, entah apa yang membuat mereka begitu menginginkan kamu menjadi menantu mereka, padahal saya lihat kamu ini biasa - biasa saja, tidak ada yang spesial di mata saya. kamu ini terlalu polos Keisya." ujarnya lagi.
"Saya akui kamu memang cantik, tapi bukan hanya kecantikan wanita lah yang mampu memikat hati saya, karena apa. karena hati saya sudah terlanjur di tempati oleh wanita yang sangat saya kagumi sejak dulu, yang kini saya gagal menikahinya dan itu semua gara - gara kamu hadir di kehidupan saya, yang telah memaksa saya untuk menerima semua kenyataan ini."ujarnya dengan tatapan yang tajam.
Aku masih terdiam menahan emosi yang ingin segera meledak ini, aku mencoba untuk terus menahannya dengan berusaha untuk tetap tenang. aku telah menerima perjodohan ini, dan aku juga harus menerima semua konsekuensinya.
"Di kertas itu tertulis sebuah kesepakatan, yang kamu tidak boleh melanggar kesepakatan itu, kesepakatan ini memang saya sendiri yang membuatnya. kamu harus menyetujuinya." ujar Mas Aldo dengan nada yang masih saja penuh emosi.
"Saya akan menjelaskannya satu persatu, saya harap kamu bisa mengerti dan memahaminya." ujarnya meneruskan.
"Kesepakatan ini terdiri dari 5 kesepakatan yang tidak boleh kamu menentangnya, kesepakatan yang pertama, saya dan kamu tetap tinggal dalam 1 rumah, namun kita tentu tidak berada dalam satu kamar, saya tidur di kamar saya sendiri dan kamu nanti bisa tidur di kamar tamu. kesepakatan itu bisa kita lakukan saat kita sudah pindah di rumah saya nanti."
"Kesepakatan yang kedua, kamu tidak harus menyiapkan segala keperluan saya, karena saya sudah terbiasa melakukannya sendiri. kamu bisa lakukan kegiatan kamu sendiri dan tidak harus memberitahu saya, tidak perlu pamit kalau kamu hendak pergi kemana pun. saya juga begitu, apapun yang ingin saya lakukan tidak harus meminta persetujuan kamu, tidak perlu juga meminta izin, kita bisa hidup dalam satu rumah tapi tetap seperti orang asing, kamu anggap saja kita tidak saling mengenal. kamu tidak mengenal saya, dan saya pun juga demikian tidak mengenal kamu."
"Kesepakatan yang ketiga, kamu tidak di perbolehkan untuk mengurusi semua urusan pribadi saya, kamu urus saja diri kamu sendiri, kamu bebas melakukan apa saja yang kamu suka dan inginkan, saya tidak akan membatasi pergaulan kamu, saya juga tidak akan melarang kamu untuk melakukan apapun itu dan saya akan tetap memberikan kamu uang belanja setiap bulannya, jika habis kamu bisa memintanya lagi. saya tidak akan keberatan."
"Kesepakatan yang ke empat, di luar rumah kamu harus tetap berpura - pura seakan rumah tangga kita ini baik - baik saja tidak ada masalah. kamu harus selalu terlihat bahagia, jangan pernah pasang muka sedih, kita akan terlihat mesra saat di luar rumah, hanya di luar rumah saja, itu pun juga saat bertemu dengan keluargaku dan keluarga kamu, selain itu kita akan tetap terlihat seperti orang asing yang tidak saling kenal."
"Kesepakatan yang kelima, kamu harus siap saya ceraikan, rumah tangga kita ini hanya akan bertahan selama 1 tahun, setelah itu saya akan menceraikan kamu. karena saya akan menikahi pacar saya Aleesha. saya harap kamu bisa mengerti." kesepakatan terakhir yang membuat hati ini terasa teriris, hati ini terluka.
Aku pun terdiam, rasanya aku tidak ingin membahas hal ini lebih jauh lagi, khawatir malah menimbulkan pertengkaran. aku pun memutuskan untuk diam.
Mas Aldo yang mulai berani menatapku dengan pandangan serius, namun aku diam saja, biarlah Mas Aldo puas meluapkan semua amarahnya. aku akan jadi pendengar.
Kami pun hanyut dalam diam, tidak ada perdebatan lagi, Mas Aldo pun juga diam dan masih memandangku dengan pandangan yang seakan merasa bersalah. Ia pun mencoba mengatur nafasnya dan kembali dalam diam juga. mungkin dia sedang intropeksi diri atau bisa jadi juga dia telah lelah meluapkan segala emosinya.
Aku menanggapi semua itu dengan tenang dan tetap lembut dalam bertutur kata, menghormati dia sebagai suamiku. ya meski aku tidak di anggap dan di hargai. setelah dirinya merasa tenang, kemudian Mas Aldo pun mencoba untuk berbicara lagi.
"Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?"
"Nggak Mas, Keisya nurut," sahutku
"Ya sudah, ini sudah malam, kamu istirahat saja." ucapnya sambil melangkahkan kakinya keluar.
"Mas Aldo mau kemana?" tanyaku
"Keluar sebentar, ke depan rumah," jawabnya singkat.
"Oh, ya Mas, nanti Mas Aldo tidur di mana? di kamar Keisya juga nggak ada sofa," sahutku yang memberanikan diri untuk bertanya seperti itu.
"Ya tidur di sini, bolehkan?" ucapnya sambil tersenyum. bisakah kamu selalu memberikan senyuman itu Mas Aldo.
"Hmmm, maksud Mas?" jawabku yang merasa bingung, bukankah dia tadi menegaskan kalau tidak akan tidur dalam satu kamar denganku, kenapa sekarang dia berkata sebaliknya.
"Untuk sementara waktu, sebelum kita pindah ke rumahku, aku akan tidur seranjang dengan kamu. apa kamu keberatan?" ujarnya dengan tampang datar, yang kali ini tidak nampak lagi senyum di bibirnya.
"emmm, enggak kok Mas, nggak keberatan," ucapku dengan malu telah menanyakan hal tadi yang tidak seharusnya aku tanyakan,
"Tenang saja, saya tidak akan berbuat macam - macam, mungkin juga hanya pelukan, karena biasanya saya kalau tidur itu selalu peluk erat guling," ucapnya dengan senyuman yang sangat manis.
"Jadi aku cuma di jadiin guling nih," gerutu ku dalam hati.
"Iya Mas, Keisya nurut," ucapku sembari tersenyum malu.
"Saya cuma tidak ingin membuat kamu takut, karena sebenarnya saya tidak se galak yang kamu fikirkan." ujarnya sambil menatapku.
"Iya Mas. terima kasih sudah berusaha menghargaiku," ucapku dengan lembut.
"Iya sama - sama, saya suka kamu orangnya tidak mudah terpancing emosi, kamu tadi cukup membuat saya malu karena tidak bisa menahan emosi yang ada dalam diri saya." ucapnya dengan senyum yang sumringah.
"Dasar orang aneh, tadi marah - marah, sekarang tebar pesona," gerutu ku dalam hati.
"Iya Mas, karena Keisya sudah terbiasa menahan amarah, lagian untuk apa juga meluapkan emosi, kita sendiri juga yang akan merasa rugi." ucapku dengan tutur kata yang lembut. membuat Mas Aldo menatapku lekat.
"Iya Kei, maafkan perkataan saya yang kasar ke kamu tadi ya, saya juga telah salah menilai kamu," ucapnya yang kali ini ia bicara dengan lembut dan membuat hatiku tersentuh dan seakan luluh dengan semua ucapannya.
"Iya Mas nggak papa, Keisya memakluminya." sahutku dengan senyuman.
"Ya sudah saya keluar sebentar ya, kamu bisa istirahat dulu kalau memang kamu sudah mengantuk," ucapnya dengan lembut.
"Iya Mas, terima kasih ya." sahutku dengan lembut.
"Terima kasih buat apa lagi?"
"Sudah mau menjadi temanku," spontan saja aku mengucapkan kata teman, ya memang diriku merasa tidak di anggap sebagai istri, tapi tidak masalah sih kalau memang menjadi teman dulu, aku dan Mas Aldo juga baru saling mengenal.
"Iya Kei, maaf ya kalau kita hanya bisa menjadi teman," ucapnya dengan nada gelisah.
"Tuh kan bener dia menganggapku hanya sebagai teman," gumamku dalam hati.
"Iya nggak papa kok Mas, menjadi teman juga sudah cukup membuatku bahagia. terima kasih." ucapku yang kali ini dengan sangat lembut.
"Iya kita teman, teman serumah, teman tidur, teman segala aktifitas. terima kasih juga karena kamu sudah mau mengerti keadaanku Kei, kamu adalah wanita yang baik, bahkan yang paling baik yang pernah saya temui." ujarnya dengan lembut membuatku terharu mendengarnya.
"Apa tidak salah Mas Aldo bilang begitu, aku wanita paling baik yang pernah dia temui, lalu bagaimana dengan pacarnya yang bernama Aleesha itu, apa dia tidak baik ya?" gumamku dalam batin.
"Katanya mau keluar Mas?" sahutku yang mengingatkan Mas Aldo yang tadi bilang ingin keluar ke teras. tapi bukannya dia segera keluar malah duduk mendekatiku.
"Nggak jadi deh Kei, saya kok merasa nyaman bicara sama kamu, kenapa dari tadi nggak gini aja ya, malah saya yang terpancing emosi," jawabnya sembari mendekatiku.
"Iya Keisya faham kok, ngerti gimana perasaan Mas Aldo," ucapku dengan lembut.
"Suara kamu lembut banget Kei, hampir aja saya terpesona sama nada bicara kamu."
Masya Allah langsung meleleh deh mendengarnya.
Menurutku Mas Aldo ini sikapnya memang aneh, kadang ngeselin, nyebelin tapi kalau sudah berkata lembut aku bisa langsung tunduk dibuatnya
"Mas Aldo bisa saja, nah, ngobrol begini kan enak Mas, nggak bikin emosi." ujar ku sembari melempar senyum
"Iya kamu benar, nada bicara kamu itu bikin tenang, emosiku saja langsung hilang, saya jadi khawatir kamu bisa membuat saya takluk. hehe.." candaannya yang bikin dag dig dug
"Ya kalau bisa sih aku ingin membuat kamu takluk Mas." ujar ku yang kini sudah mulai terbiasa tidak merasa canggung lagi.
"Tapi kayaknya nggak akan bisa deh,"
"Kenapa begitu Mas? selagi ada usaha kan pasti bisa." ucapku dengan senyum sumringah. kali ini Mas Aldo bisa meluluhkan hatiku, emosiku pun tiba - tiba langsung hilang begitu saja.
"Saya juga nggak tau, kenapa saya bisa jadi seperti ini Kei," ucap Mas Aldo sambil menunduk berfikir.
"Kenapa Mas?" ucapku lembut, seraya menepuk pundaknya tanda kekhawatiran.
aku pun langsung menurunkan tanganku,
"Duh bener - bener, aku ini kenapa juga bisa kelepasan begini, di perhatikan sedikit saja sudah langsung bertindak aneh." fikiranku yang mulai gak karuan.
"Maaf ya Mas kelepasan," aku langsung minta maaf takut Mas Aldo marah dengan tindakanku ini yang langsung aja reflex menepuk pundaknya pelan.
"Iya nggak papa kok Kei, kamu reflex, tapi tangan kamu lembut juga ya," ucapnya dengan lembut dan tersenyum nakal.
"Mas Aldo bisa saja, sudah ah, Keisya jadi malu," ucapku sambil nunduk. spontan saja Mas Aldo menengadahkan daguku dan mengarahkannya di dekat wajahnya. dekat sekali, dadaku pun merasakan degupnya yang sangat kencang.
"Kamu cantik Kei, tapi kecantikan kamu sangat alami," ucapnya dengan lembut sambil menatapku sangat dalam. hingga diriku spontan memejamkan mata.
Tanpa kusadari bibirnya pun telah mendarat untuk mengecup bibirku yang mungil, sontak saja aku kaget dan membuka mataku.
"Tutup aja lagi mata kamu Kei, boleh kan saya ... " belum di lanjutkan ucapnya itu Mas Aldo langsung mencium bibirku. aku yang baru pertama kali melakukannya, membuat jantungku berdetak dengan kencang. hal ini membuatku nyaman, namun penuh pertanyaan.
"Maaf Kei, sepertinya saya juga telah kelepasan," ucapnya.
Aku hanya bisa diam masih menata lagi hatiku, baru saja aku merasakan sakit hati sekaligus perasaan yang sulit untuk di terjemahkan, entah ini cinta atau apa. tapi aku merasa nyaman dengan perasaan ini, aku berharap bisa terus seperti ini.
Ternyata Mas Aldo tidak se galak yang aku fikirkan, bahkan dia bisa bersikap lembut. Ayah pernah bilang kalau Mas Aldo memang tidak pernah bisa marah sama perempuan, Mas Aldo adalah pria yang selalu bisa menghormati dan menghargai wanita, sikapnya lembut dan penuh perhatian. memang benar apa yang Ayah katakan, namun rasanya belum puas kalau Mas Aldo belum bisa menjadi milikku seutuhnya. bayangan - bayangan akan Aleesha pacar Mas Aldo sering membuatku cemas, akankah rumah tangga kami bisa membaik atau malah makin buruk kedepannya."
"Kamu berhasil membuat saya takluk Kei, padahal baru pertama kali saya berinteraksi dengan kamu, apalagi kalau setiap hari saya harus bertemu kamu, dengan status kamu yang menjadi istri saya, hal ini membuat saya cemas Kei." ujarnya dengan ekspresi cemas.
"Cemas kenapa Mas, apa yang Mas Aldo sedang khawatirkan?" ucapku dengan lembut dan sesekali menatap matanya yang tertunduk.
"Tidak Kei, saya hanya mengingat Aleesha, perempuan yang saya kenal lama, saya mencintainya dan dia juga mencintai saya, tapi dia juga belum bisa membuat saya takluk seperti ini, jujur Kei, barusan itu juga ciuman pertama saya." ujar Mas Aldo yang menatapku dengan penuh kelembutan.
"Jadi Mas Aldo belum pernah ciuman, meski sudah memiliki pacar yang dia bilang dia mencintainya," gumamku dalam hati.
"Heran juga ya, kenapa dia bisa kelepasan gitu langsung cium aku, padahal aku kan baru ia kenal, apalagi dia sempat emosi tadi," gumamku lagi dalam hati seakan bingung dengan perilaku Mas Aldo barusan.
"Keisya, kok malah bengong sih. kamu dengerin saya bicara nggak sih?" tanyanya dengan nada kesal.
"Iya denger kok Mas," ucapku yang agak kaget, karena barusan aku telah memikirkan yang tidak - tidak.
"Saya itu hanya menjelaskan saja, biar kamu tidak berfikir macam - macam mengenai diri saya," ucapnya dengan kembali lembut.
"Nggak kok Mas, Keisya sama sekali tidak berfikir macam - macam kok, bukan hak Keisya juga mengurusi kehidupannya Mas Aldo dengan memikirkan yang belum tentu kebenarannya." ujar ku.
"Meski saya dan Aleesha telah lama berpacaran, kurang lebih sekitar 5 tahun. saya mulai menyukainya dulu saat kami masih kuliah di kampus yang sama, namun beda jurusan, pada saat itu Aleesha adalah adik semester saya. meski udah pacaran lama, kami hanya sering mengobrol biasa, paling juga cuman pegangan tangan, hanya itu yang kami lakukan, saya tidak ingin menciumnya bahkan memeluknya juga belum pernah saya lakukan, meski terkadang Aleesha menginginkannya, namun saya mencoba untuk menjelaskannya baik - baik. saya sangat menghormati wanita Kei, saya tidak mau melakukan hal yang belum berhak saya lakukan, saya inginkan itu saat saya sudah menikah nanti, eh malah saya langsung lakukan itu ke kamu, nggak tau juga kenapa bisa begitu. maaf ya Kei." ucapnya dengan nada bersalah telah kelepasan mencium ku.
"Iya nggak papa kok Mas, kan memang Keisya telah menjadi istri Mas Aldo, agama saja tidak melarangnya Mas, bahkan mewajibkannya," ucapku dengan lembut sambil ku menatapnya dengan malu.
"Wajib ya Kei?"
"Iya kan memang hukumnya wajib Mas," ucapku dengan heran, masa iya Mas Aldo tidak faham akan kewajiban dalam pernikahan.
"Kalau wajib boleh dong di ulangi sekali lagi Kei," ucapnya dengan lembut sambil terus saja menatapku.
Aku terdiam, dan menundukkan pandanganku, gejolak di hatiku memang menginginkannya lagi, tapi aku sendiri masih sangat malu untuk mengakuinya.
"Kamu rilex aja Kei, saya kan tidak menyakiti kamu." ucapnya dengan lembut sambil membelai hijab ku.
Sedari tadi aku masih memakai hijab, memang aku masih enggan untuk melepasnya karena malu.
"Iya Mas, apa boleh kita seperti ini?" spontan Aku mengatakan seakan diriku ini menolak permintaannya.
"Duh apa - apaan sih kamu ini Kei, sudah seharusnya kamu bisa melayani suami kamu dengan baik, kok bisanya masih berfikir macam - macam." gumamku dalam hati.
"Loh kan kamu sendiri tadi yang bilang itu hukumnya wajib dan agama pun tidak melarangnya." ucapnya dengan nada agak kesal.
"Maaf Mas bukannya gitu, Tapi .." ucapku dengan lembut tapi khawatir Mas Aldo akan kembali marah lagi.
"Tapi kamu malu untuk mengakuinya? kamu ini sangat polos Keisya, saya suka kepolosan kamu." ucapnya dengan lembut yang semakin mendekatkan dirinya hingga tiada jarak lagi di antara kita.
Aku terdiam, Mas Aldo langsung saja mencium bibirku lagi, kali ini dia lama sekali. ciuman itu begitu lembut, aku terbuai olehnya. aku memejamkan mata menikmati setiap sentuhan bibir tebalnya di bibirku, rasanya seperti diriku dibuatnya melayang dalam kedamaian dan di turunkan nya kembali dengan kebahagiaan. Apa aku jatuh cinta?
"Keisya," ucapnya dengan nafas yang mulai tidak beraturan.
"Iya Mas, kenapa?" ucapku dengan lembut.
Tatapan mata kami berdua pun menyatu, seakan saling menginginkannya lebih dari sekedar bercumbu.
"Nggak kok, kamu cantik, Keisya aku menginginkannya lagi," bisik nya di telingaku yang membuat tubuhku bergetar, nafasku pun mulai tak beraturan, dadaku bergetar dengan kencang. aku merasakan di cintai, namun apa benar ini cinta, bukankah yang dia cintai adalah pacarnya.
"Kei kenapa di dalam rumah kamu masih memakai hijab? tanya Mas Aldo sembari memperbaiki posisi duduknya.
"Keisya terbiasa selalu memakai hijab saat di rumah maupun di luar rumah Mas. kenapa, apa Mas Aldo merasa keberatan? kalau Mas Aldo merasa keberatan Keisya akan melepasnya," jawabku dengan lembut sambil mengatur nafas yang tadi sempat tidak beraturan.
"Nggak keberatan kok Kei, cuma masa di dalam kamar kamu masih saja memakainya?" tanya Mas Aldo sambil menyentuh hijab yang sedang aku kenakan, aku mengenakan hijab instan sederhana namun cukup panjang dan lebar.
"Kalau di kamar Keisya kadang melepasnya kadang juga tidak Mas."
"Kamu tidur dengan memakai hijab?"
"Iya Mas, tapi terkadang juga melepasnya." jawabku dengan santai.
"Apa malam ini kamu juga akan tidur dengan memakai hijab Kei?" tanya Mas Aldo sembari menatapku.
"Emmm, ya kalau Mas Aldo menyuruh Keisya melepasnya, ya Keisya akan melepasnya Mas." ucapku.
"Jadi kalau aku suruh lepas, baru kamu akan melepasnya?"
"Iya Mas, kan istri tidak boleh membantah perintah suaminya," ucapku dengan senyum tipis.
"Kalau gitu, di lepas saja hijabnya," ucapnya dengan nada perintah.
"Iya Mas," ucapku sambil mencoba membuka hijab yang aku kenakan.
"Subhanallah cantiknya." ujar Mas Aldo dengan tersenyum dan menatapku tanpa berkedip.
Hal itu membuatku tertunduk malu.
Mas Aldo membuka ikatan rambutku dan membiarkan rambutku tergerai dengan indahnya. Mas Aldo membelai rambutku dari atas ke bawah. sentuhannya membuat jantungku berdegup kencang lagi.
"Rambut kamu bagus Kei, apalagi kalau tergerai begini, kamu terlihat semakin cantik," ucapnya dengan lembut sembari mengecup keningku. duh bikin dag dig dug aja sih.
"Makasih Mas atas pujiannya," ucapku dengan tertunduk malu.
"Saya akui kamu pandai merawat diri Kei, meski tanpa memolesnya dengan make up, tapi kecantikan kamu ini benar - benar alami, kamu pasti sering minum jamu ya?" ujarnya sambil terus menatapku dengan tatapan yang penuh arti.
"Iya Mas, Ibu yang sering membuatkannya, Keisya memang nggak suka dandan kok Mas, lebih suka yang alami saja," ucapku dengan masih tertunduk malu dengan pujian yang di berikan Mas Aldo kepadaku.
"Oh pantesan, ya saya juga suka sama kecantikan yang alami kok, saya juga nggak terlalu suka sama wanita yang dandanannya menor, sederhana saja namun membuat hati adem, kayak kamu gini." ujarnya sembari mengangkat daguku, aku pun menatapnya.
"Iya Mas," ucapku singkat, karena bingung mau ngomong kayak gimana lagi, hatiku saja terasa nggak karuan kayak gini.
"Kamu kenapa selalu menunduk sih, udah biasa aja sama aku, santai aja Kei, saya kan bersikap lembut sama kamu."
"Jujur saya itu sebenarnya susah sih buat marah, apalagi sama perempuan, tapi entah kenapa tadi saya sulit menenangkan diri saya dan langsung berkata kasar sama kamu, baru bisa luluh dengan tanggapan kamu yang bisa menahan emosi dan tetap bertutur kata sopan dan lembut," ucapnya dengan lembut
"Iya Mas, Keisya ngerti kok, nggak usah di bahas lagi mengenai emosi tadi Mas, lebih baik sekarang kita istirahat, pasti Mas Aldo juga sudah lelah kan dengan aktifitas yang menguras tenaga dan emosi tadi," ucapku dengan senyuman tipis.
"Kok buru - buru banget sih Kei, padahal saya masih ingin ngobrol sama kamu," ucapnya dengan lembut namun seakan tidak ingin mengakhiri obrolan malam ini.
"Iya maaf Mas, Mas Aldo mau bicara apa lagi? apa mau sambil aku buatin kopi/ teh hangat?"
"Nggak usah repot - repot, lagian sudah malam, nanti malah saya nggak bisa tidur kalau kamu bikinin kopi, apa kamu mau nemenin saya begadang?" ucapnya dengan senyum manis dan menatapku lekat.
"Nggak ah Mas, ini aja Keisya udah ngantuk," ucapku lembut yang terkesan agak manja.
"Kei, kok nada suara kamu jadi lembut manja gitu sih,"ucapnya dengan tersenyum nakal.
"Apa sih Mas, udah ah, jangan modus," ucapku dengan ekspresi malu, pasti sekarang ini pipiku mulai merah merona.
"Iya loh, kamu itu sebenernya manja, ya kan," ucapnya mulai menggodaku.
"Enggak kok," jawabku singkat juga tertunduk malu.
"Kamu boleh kok manja sama aku, kan nggak ada prosedur larangannya di kesepakatan kita tadi," ucap Mas Aldo dengan nada menggodaku.
Aku hanya terdiam dan nggak bisa berkata apa - apa lagi. bingung, merasa heran, merasa di sayangi berbaur menjadi satu. membuat hatiku bergejolak dan tidak karuan rasanya.
"Kei, kok malah diem sih, jawab dong, apa kamu lagi pengen di manja?" ucap Mas Aldo dengan lebih mendekatkan tubuh kekarnya.
Tubuh Mas Aldo memang seperti Atletis, tubuhnya sixpack, mungkin dia sering olahraga, hasilnya pun tubuhnya menjadi bagus begitu. aku memang menyukainya.
"Terus Keisya harus ngomong apa Mas?" ucapku dengan masih menahan malu.
"Ya sudah kamu nggak perlu bicara, biar saya yang manjain kamu ya." ujarnya
"Maksudnya Mas?" ucapku bingung, apa yang akan Mas Aldo lakukan, mengingat dia tadi bilang kalau dia nggak akan berbuat apa - apa terhadapku. tapi kok jadi begini ya.
"Sudah, nggak perlu ingin tahu maksudnya, nanti kamu juga akan tahu sendiri," ucapnya lembut sembari mencium pipiku dengan lembut.
"Iya Mas," Jawabku singkat.
"Keisya,"
"Iya Mas,"
"Mas Aldo ingin mengobati luka hati kamu karena ucapan kasar Mas tadi," ucapnya dengan lembut sembari memelukku. aku pun menyandarkan kepalaku di pundaknya. rasanya sangat nyaman.
"Iya Mas. makasih ya," ucapku sembari menatap wajahnya, Mas Aldo memang sangat tampan, kulitnya putih, hidungnya juga mancung, malah lebih mancung dari hidungku, sungguh sempurna.
"Iya sama - sama sayang," ucapnya lembut sambil mengecup keningku.
Deg hatiku tersentak mendengar panggilan sayang itu terlontarkan. rasanya aku tidak percaya ini bisa terjadi, ku fikir malam ini aku akan hanyut dalam kesedihan, tapi malah sebaliknya, aku merasa bahagia karena ternyata diriku masih ada kesempatan untuk memiliki hati suamiku.
Mas Aldo pun kembali mencium bibirku, kali ini lebih mesra, aku hanyut dalam kemesraan ini, meski hanya ciuman dan pelukan, namun hatiku merasa sangat lega, ternyata suamiku bisa bersikap manis juga. kami langsung terlelap tidur, Mas Aldo selalu memelukku bahkan sampai pagi.
...----------------...
...----------------...
Pagi yang cerah menampakkan keceriaan.
sungguh pagi yang indah untuk pengantin baru, namun tidak menurutku, pagi ini terasa biasa, semua dalam titik jenuh, dalam kebingungan akankah akan baik - baik saja, bagaimana mungin, sedangkan hari ini aku akan pindah ke rumah Mas Aldo, rumah yang pasti terasa asing bagiku, aku pasti sangat merindukan kamar ini, tempat di mana aku biasa meluapkan kesedihanku, di rumah Mas Aldo akankah aku disana merasa nyaman, seperti halnya di tempat ini, aku juga pasti akan merindukan Ayah dan Ibuku yang telah membesarkan ku, walaupun aku ini hanyalah anak angkat, tapi mereka tak pernah sedikit pun membedakan kasih sayang mereka terhadap anak - anaknya.
Aku mempunyai 3 saudara, aku anak sulung bagi mereka, mereka mengambilku di sebuah Panti Asuhan Bina Pertiwi, tempat dimana aku merasa beda tidak seperti yang lain, yang bisa punya Ayah dan Ibu yang menyayangi mereka. hingga akhirnya Pak Rahardi dan Ibu Kurnia lah yang memberikanku kasih sayang utuh sebagai orang tua angkatku. dari situlah aku merasakan keutuhan dalam keluarga, aku punya Ayah dan Ibu dan juga kini aku memiliki 3 adik yang sangat menyayangiku dan menghormati ku sebagai Kakaknya.
Pak Rahardi dan Ibu Kurnia menjadikan aku anak angkat mereka sejak usiaku masih menginjak umur 7 tahun. pada saat itu aku sangat bahagia, karena aku bisa memiliki keluarga yang sejak lama aku impikan. aku memiliki Ayah Kandung, ya aku tau itu, Ayah kandungku adalah seorang Dosen di salah satu Perguruan Negeri yang cukup ternama di Jakarta. di Universitas Negeri Jakarta lah tempat beliau mengajar, Ayahku adalah Ayah yang baik, beliau selalu mengunjungi ku di Panti asuhan, pasti kalian bertanya, kenapa Ayahku tidak mengajakku pulang kerumah? pasti hal itu terlintas di fikiran kalian.
Ayahku punya alasan tersendiri kenapa dirinya membiarkan puterinya tinggal di Panti asuhan, aku hanyalah anak yang tidak di inginkan, aku harus kehilangan ibuku di saat ibu melahirkan ku, sejak saat itulah Ayah menitipkan ku di Panti Asuhan Bina Pertiwi, karena Ayah tidak bisa membawaku ke keluarganya. keluarga Ayah adalah keluarga pejabat yang selalu menjaga nama baiknya, memang Ayah dan Ibuku sudah menikah, namun istri pertama Ayah tidak suka hal itu, meski awalnya sempat menyetujui rencana Ayah yang ingin menikahi ibuku dulu, dan keluarga Ayahku yang seorang pejabat tidak mengetahui bahwa Ayahku telah menikah lagi, bagi Ayah ini adalah aib yang harus di tutupi, maka dari itu Ayah sengaja menitipkanku di Panti asuhan.
Tapi hal itu sama sekali tak membuatku membenci Ayah, aku bisa mengerti perasaan Ayah saat itu, yang belum siap dengan kehadiranku yang akan membuat keluarganya malu, karena perilaku Ayah yang sama sekali tidak mencerminkan seorang anak pejabat pemerintahan yang selalu di segani oleh masyarakat. Ayah sengaja menutupi itu, namun Ayah sering sekali datang ke Panti asuhan untuk mengunjungiku, ingin tau perkembanganku, Ayah juga selalu menuruti apapun permintaanku, kecuali 1 yaitu berkumpul dengan keluarga Ayah. hal itu lah yang membuatku sedih, tidak bisa mempunyai keluarga yang utuh, tidak seperti yang lain. bisa di sayangi oleh Ayah dan Ibunya dan bisa bertemu mereka setiap saat.
Saat usiaku menginjak 5 tahun, Ayah sudah tidak pernah lagi datang ke Panti, aku sangat merindukannya. hatiku selalu bertanya - tanya. kenapa Ayah tidak ke sini lagi. aku mencoba untuk menghubungi Ayah lewat ponsel Ibu Panti, Bu Khusnul namanya, aku sudah menganggap Bu Khusnul itu seperti Ibu kandungku sendiri, sudah kuhubungi berkali - kali namun Ayah tidak pernah berusaha mengangkatnya.
Dari situlah aku merasa kehilangan sosok Ayah, Ibuku meninggalkanku, Ayah juga kenapa Ayah tidak mengunjungiku lagi, aku tumbuh menjadi anak yang pendiam dan suka menyendiri, Bu Khusnul pun sangat mengkhawatirkanku, hingga beliau memutuskan untuk mencarikan orang tua asuh untukku, kebetulan Pak Rahardi dan Bu Kurnia sangat menginginkan seorang anak, namun Bu Kurnia tak kunjung hamil, padahal pernikahan mereka sudah cukup lama, sudah hampir 7 tahun mereka menginginkan seorang anak namun tak kunjung mereka peroleh, mungkin Allah telah mentakdirkan mereka untuk menjadi orang tua angkatku, sehingga mereka masih sulit untuk memiliki momongan.
Aku pun merasa sangat senang bisa mempunyai keluarga yang selama ini aku impikan, mereka sangat menyayangiku, sebisa mungkin aku harus bisa membuat mereka selalu bangga padaku, aku tidak ingin mengecewakan mereka, aku selalu berusaha menjadi anak yang penurut, sebagai bukti aku juga sangat menyayangi Ayah dan Ibu angkatku, aku tak pernah di anggap sebagai anak angkat, mereka menganggapku sebagai anak kandung mereka sendiri, bahkan ke 3 Adikku pun menyangka aku ini Kakak kandung mereka, mereka baru mengetahui bahwa aku adalah anak angkat di pernikahanku dengan anak dari sahabat baik Ayah, Mas Aldo. karena nama Ayah kandungku lah yang di sebutkan oleh penghulu saat kami (Aku dan Mas Aldo) melangsungkan Akad Nikah.
Meski mereka telah mengetahui sebuah rahasia yang memang selalu Ayah dan Ibu sembunyikan dari mereka, hal itu tak membuat mereka kecewa dan membenciku. mereka justru lebih menyayangiku, bagi mereka aku tetaplah Kakak kandung mereka yang selalu mereka sayangi dan hormati. aku juga sangat menyayangi Adik - Adikku. anak yang Pak Rahardi dan Ibu Kurnia nantikan sejak dulu.
Ibu Kurnia hamil anak pertamanya, saat aku berusia 9 Tahun, aku yang tengah tinggal selama 2 tahun dengan keluarga baruku itu.
Aku bahagia sekali memiliki seorang Adik, akhirnya keluarga kami pun terlihat sangat lengkap. anak pertama mereka adalah Puteri Intan Pramesti. Adik yang selalu membuatku bangga karena prestasi yang sering ia raih. kini Puteri telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, bahkan menurutku dia lebih cantik dariku. usia Puteri saat ini menginjak usia 18 Tahun, yang saat ini tengah melanjutkan pendidikannya Di SMAN 29 Jakarta. dia tumbuh menjadi remaja yang sangat pandai dan mulai suka dandan, ya memang karena dia itu cantik. namun kecantikan itu tak membuatnya menjadi gadis yang sombong.
Saat Puteri berusia 3 tahun, Ibu Kurnia Hamil lagi anak ke duanya, yang di beri nama Faizal Nauval Rahardi, Faizal yang memang hanya terpaut 3 tahun dengan Puteri kini seperti mereka ini sepantaran. Faizal menginjak pendidikan SMP, dia memilih SMP Negeri 30 Jakarta untuk menjadikan tempatnya dalam menuntut ilmu. itu semua karena Faizal terlihat lebih tinggi juga lebih dewasa, bahkan saat mereka jalan berdua pun banyak orang yang mengira kalau mereka itu pacaran, padahal mereka adalah Kakak beradik, hal itulah yang sering membuat Faizal malu untuk jalan bareng Kakaknya.
Dan anak ragil mereka adalah si mungil Ayu Nania Nanda Pramesti. dia juga cantik, dan anggun. yang kini masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Jakarta Selatan, yang juga Mondok Di Pondok Pesantren Islam Al - Azhar yang terletak Di Jakarta Selatan juga. dialah yang mengikuti jejak ku untuk memperdalam ilmu agama dan juga anak Ayah yang paling dekat denganku.
Mereka semua memang sangat dekat denganku, tapi yang lebih ingin selalu aku manja adalah Ayu, terlebih karakternya juga mirip denganku, jadi kami selalu merasa cocok.
Pak Rahardi (Ayah Angkatku) beliau bekerja di perkebunan milik pribadi warisan dari Kedua orang tuanya yang beliau kelola dengan adik beliau, aku memanggilnya Paman Sam. namanya adalah Sampurnawan Adji Wijaya, panggilan akrabnya adalah Paman Sam. Paman Sam juga sangat menyayangiku, beliau menganggapku juga seperti anaknya sendiri, setiap pagi Paman Sam selalu membawakan ku bubur ayam buatan Bibi Murni, bubur itu sangatlah lezat, yang nantinya bubur itu pasti akan sangat ku rindukan.
Sedangkan Ibu Kurnia (Ibu Angkatku) beliau seorang Ibu rumah tangga yang pandai memasak, masakannya selalu enak, rasanya itu seperti masakan di restoran terkenal yang ada di Jakarta, yang harganya bahkan bisa menguras isi dompetku sampai habis. tapi tidak demikian, karena aku lebih suka masak sendiri. lebih hemat dan pastinya sangatlah menggugah selera.
Diriku sendiri aku adalah Alumni Mahasiswi S2 Di Universitas Paramadina Jurusan Magister Ilmu Agama Islam yang terletak di Jakarta selatan juga, aku memutuskan untuk kuliah di situ karena ingin memantau pergaulan Ayu, aku merasa kasihan jika Ayu tinggal di luar kota seorang diri, meski tinggal di Pondok Pesantren yang sudah terjamin keamanannya, namun aku masih saja khawatir, ya karena tempat tinggal keluarga kami di tangerang selatan, jadi kami dulu pun memutuskan untuk pulang ke rumah dalam sebulan sekali, itu pun sudah sangat menahan rindu.
Itulah sedikit cerita tentang keluargaku. keluarga yang selalu ingin aku junjung martabatnya dan aku sama sekali tidak ingin mengecewakan mereka yang telah menyayangi dan berusaha menerimaku di keluarga mereka. karena mencoba untuk menerimaku itu tidak mudah bukan.
...----------------...
...----------------...
Pagi ini aku ingin sekali memakan bubur ayam buatan Bibi, aku pun melihat sekeliling jalan barangkali Paman Sam kesini untuk membawakan bubur ayam kesukaanku itu, ternyata benar, Paman Sam yang mengendarai mobil sedan berwarna abu itu pun mulai menyusuri halaman rumah. aku pun segera menghampirinya.
"Assalamu'alaikum Paman Sam,"ucapku sembari mendekati Paman yang masih memarkirkan mobil sedannya itu di halaman rumah.
"Wa'alaikumsalam wr.wb,
Masya Allah pengantin baru, hari ini terlihat sangat ceria, pasti tadi malam kamu di perlakukan dengan sangat lembut ya oleh suamimu Nak Aldo?"ucap Paman Sam yang mulai menggodaku.
"Bicara apa sih Paman ini, Keisya itu ceria dan bahagia seperti ini, karena tengah merindukan bubur ayam buatan Bibi. bukan karena hal semalam, Paman bisa aja menggoda Kei, " ucapku dengan senyuman agak kesal karena Paman Sam berusaha menggodaku.
"Ya nggak masalah dong, kalau Paman menggoda pengantin baru, Paman juga kan pernah merasakan menjadi pengantin baru, betapa bahagianya Paman dulu bisa menggoda dan memperlakukan dengan lembut Bibi," ucap Paman Sam sembari tersenyum sumringah.
Mungkin Paman Sam fikir aku bahagia dengan pernikahan ini, ya disisi lain memang aku bahagia, karena Mas Aldo telah memperhatikan aku semalam, tapi disisi lain juga aku harus kuat jika melihat Mas Aldo bersama pacarnya Aleesha.
"Loh kok malah murung sih, kenapa kei?" tanya Paman Sam, yang melihatku murung, mendengar candaannya tadi.
"Enggak papa kok, Paman Sam pasti kesini membawakanku bubur ayam yang super lezat itu kan?" ucapku dengan senyum sumringah, seperti anak kecil yang senang di beri ice cream.
"Iya, ini tadi Paman bawa bubur ayamnya agak banyak, ya sekarang kan ada orang baru di rumah, biar bisa ikut menikmati bubur buatan Bibi ini juga, Nak Aldo juga suka Bubur Ayam kan?" ujar Paman Sam sembari memberikan 2 rantang Bubur Ayam.
Aku yang tidak tahu apa - apa tentang makanan yang di sukai oleh Mas Aldo pun hanya bisa tersenyum. aku sebagai seorang istri harus mencoba mencari tahu apapun yang berhubungan dengan suamiku, termasuk makanan favoritnya. meski sepertinya Mas Aldo tidak akan menyetujui hal itu, karena sebentar lagi kami akan terlihat seperti orang asing yang tidak saling kenal.
"Kok malah bengong, ya sudah ayo kita masuk ke dalam rumah, pasti kamu juga sudah tidak sabar kan untuk segera memakan bubur ayam kesukaanmu ini." ujar Paman sembari mengajakku masuk ke dalam rumah. aku pun mempersiapkan sarapan untuk suami dan keluargaku
"Ini apa?" tanya Mas Aldo saat melihat makanan yang tersuguh di meja makan.
"Oh ini, bubur ayam buatan Bibi Murni, istrinya Paman Sam. Mas Aldo cobain ya, enak loh buburnya, ini adalah makanan favoritku di pagi hari, Paman Sam selalu membawakannya untukku," jawabku dengan lembut dan senyum yang manis.
"Oh begitu, kelihatannya memang enak ya, bolehlah di coba, tapi sedikit saja, karena saya tidak terbiasa makan makanan yang mengandung banyak karbo di pagi hari," ucapnya dengan senyumnya yang sangat manis menurutku.
Ya aku faham itu, pasti Mas Aldo ingin menjaga agar tubuhnya tetap terbentuk sempurna, jadi sebisa mungkin ia hindari makanan yang mengandung banyak karbo di pagi hari, sangat beda denganku yang minus dalam menjaga penampilan. aku lebih suka diriku terlihat apa adanya, dengan penuh kesederhanaan ini, aku sadar aku pasti sangat jauh di bawah Aleesha pacar Mas Aldo.
"Apakah mungkin suamiku bisa mencintai kesederhanaan ku ini?" kata - kata itulah yang saat ini terlintas di fikiranku.
"Baiklah,"ucapku dengan singkat sembari menaruh sedikit bubur di dalam mangkuk kecil dan langsung aku berikan ke tangan Mas Aldo.
"Terima kasih," ucapnya dengan lembut sembari melempar senyum ke arahku, ku perhatikan senyuman itu semakin manis.
"Nak Aldo, kok makan buburnya hanya sedikit?" tanya Paman Sam yang mendekati kami berdua.
"Keisya, tambah lagi gih buburnya, masa cuma sedikit begitu, buburnya juga masih banyak, kalau kurang nanti Paman ambilkan lagi, tenang saja Bibi hari ini masak buburnya lebih banyak." ujar Paman yang menyuruhku menambahkan bubur ayam lagi ke mangkuk yang sedang di pegang Mas Aldo.
"Nggak usah Paman, nanti kalau saya menginginkannya lagi saya bisa ambil sendiri kok, khawatir kekenyangan, mangkanya saya hanya meminta buburnya sedikit," sahut Mas Aldo sembari melempar senyum ke arah Paman Sam yang berdiri di dekatnya.
"Ya sudah kalau begitu, Nak Aldo jangan merasa sungkan ya, anggap saja rumah ini seperti rumah Nak Aldo sendiri, Karena Nak Aldo sudah menjadi bagian dari keluarga kami, jadi jangan merasa sungkan, kalau ada masalah bisa langsung minta tolong ke Paman, Paman siap membantu." ujar Paman sembari menepuk pundak Mas Aldo.
"Iya Paman, terima kasih banyak," ucap Mas Aldo sambil memulai menyendok bubur Ayamnya.
"Iya sama - sama. makan yang banyak Nak Aldo, kalau perlu nambah lagi nggak papa, tidak perlu sungkan, itu buburnya juga masih banyak," ucap Paman sembari melangkah kebelakang rumah untuk menemui Ayah yang sedang asyik mengurus tanaman yang ada di belakang rumah.
"Baik Paman, nanti kalau masih lapar bisa nambah lagi," ucap Mas Aldo sembari tersenyum tipis.
"Gimana Mas, enak buburnya?" tanyaku sembari melepaskan rasa canggung ini.
"Iya lumayan enak kok, jadi kamu setiap pagi makan bubur ini?"
"Iya Mas," jawabku dengan singkat.
"Kamu nggak takut gemuk?" tanya Mas Aldo menatapku heran. mungkin dia fikir aku yang setiap pagi selalu makan banyak Karbo, tapi badanku tetap saja terlihat langsing.
"Kenapa harus takut Mas, asalkan rajin olahraga juga tidak akan gemuk kok," ucapku sembari menatapnya lembut.
"Iya juga sih, tapi biasanya kan wanita itu selalu ribet soal urusan berat badan, dan cenderung ingin diet, seperti halnya Aleesha, padahal menurut saya tubuhnya itu bagus, dia kan tinggi dengan tubuh yang cukup langsing namun sedikit berisi, menurut saya tubuhnya itu pas banget dengan tinggi badan yang dia miliki, tapi entah kenapa selalu saja dia ribet dengan postur tubuhnya dan seperti nggak percaya diri gitu, nggak seperti kamu gini yang selalu terlihat percaya diri, padahal menurut saya makanan yang kamu makan cukup banyak juga, tapi kok malah kamu sendiri nggak ribet dengan berat badan." ujar Mas Aldo yang kata - katanya itu tiba - tiba membuat nafsu makanku hilang.
Padahal bubur ayam buatan Bibi lah yang sedari tadi ingin aku makan, namun kini nafsu makanku terasa hilang begitu saja, karena Mas Aldo menyebut nama Aleesha, wanita yang membuatku penasaran seperti apakah wanita yang di cintai oleh Mas Aldo.
"Ya beda lah Mas, mungkin Mbak Aleesha ingin selalu terlihat cantik dan menawan di hadapan semua orang, terutama kamu Mas, nah, sedangkan aku kan memang orangnya sederhana, aku hanya mencoba untuk selalu bersyukur dengan anugerah yang Allah berikan kepadaku, fisik yang bagus itu kan juga anugerah Mas," ucapku dengan mencoba tetap terlihat tenang, meski perkataan Mas Aldo barusan cukup membuat hatiku merasa sedikit nyeri.
"Ya juga sih, kamu benar," ucap Mas Aldo singkat sambil memperhatikanku.
Aku pun tertunduk malu
Setelah sarapan pagi, kami pun bergegas untuk segera berangkat ke rumah Mas Aldo yang ada di Jakarta, takut di jalan terjebak macet, jadi kami memutuskan untuk berangkat pagi.
Aku pun pamit dan menyalami Ayah dan Ibu angkatku serta Paman Sam,
"Ayah, Ibu, Keisya pamit tinggal di rumah Mas Aldo ya," ucapku sembari menyalami mereka.
Mas Aldo pun melakukan hal yang sama denganku
"Iya Kei, hati - hati Nak, Ibu akan selalu berdoa semoga keberkahan selalu tercurahkan di kehidupan rumah tangga kalian," ucap Ibu sembari memelukku erat.
"Iya Ibu, terima kasih banyak, Ibu telah menyayangiku, Keisya pasti akan sangat merindukan Ibu," ucapku sembari menangis haru.
"Iya Nak, Ibu juga pasti akan selalu merindukan kamu, seringlah datang kesini untuk sekedar mengunjungi kami ya Nak, ajaklah suamimu untuk ikut serta," ucap Ibu sembari membelai hijab yang ku kenakan.
"Iya Bu itu pasti, saya pasti mengizinkan Keisya untuk sering kemari, bahkan saya yang akan mengantarnya saat Keisya merindukan kalian." sahut Mas Aldo yang menjawab ucapan Ibu. benarkah begitu atau ini hanya sandiwaranya. entahlah aku tidak ingin larut memikirkan hal itu
"Paman Sam, Keisya pamit ya, Keisya pasti juga akan merindukan Paman," ucapku sembari mengulurkan tanganku bersalaman dengan Paman Sam.
"Iya Kei, kamu jadi istri yang nurut ya, jangan membantah apapun perintah suamimu, asalkan itu perintah yang sesuai dengan syari'at. ujar Paman Sam menasehati ku.
"Iya Paman, terima kasih ya. Keisya pasti juga akan rindu dengan bubur ayam buatan Bibi," ucapku dengan lembut sembari tersenyum mengingat pasti aku akan rindu masakan Ibu dan bubur ayam buatan Bibi.
"Kamu ini, kalau rindu ya kamu bisa datang ke rumah Paman, pasti Bibi kamu akan siap membuatkan bubur ayam kesukaanmu itu." ujar Paman sembari tersenyum lebar.
"Iya Paman Sam, insya Allah Keisya akan sering mengunjungi Paman dirumah," ucapku dengan tersenyum sumringah.
"Nak Aldo, jaga puteri Ayah baik - baik ya, jangan sakiti puteri Ayah." ujar Ayah yang berharap Mas Aldo bisa memperlakukanku dengan baik.
"Iya Ayah, pasti Aldo jagain Keisya dengan sebaik mungkin, Aldo juga tidak akan melakukan sesuatu yang bisa menyakiti hati Keisya, Aldo pamit membawa Keisya tinggal di rumah Aldo ya Ayah," ucap Mas Aldo. entah apa perkataannya itu dari hati ataukah hanya pelengkap sandiwaranya saja.
"Iya Ayah nitip Keisya ya Nak Aldo." ujar Ayah sembari mengusap air matanya. aku tau Ayah pasti berat melepas ku untuk tinggal bersama Mas Aldo.
"Baik Ayah. ya sudah Aldo sama Keisya berangkat dulu ya Ayah, Ibu, Paman Sam. Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam wr.wb..."
Kami pun memasuki mobil milik Mas Aldo yang sudah terparkir di depan rumah. sembari melambaikan tangan ke arah keluargaku, aku pun terdiam, begitu juga dengan Mas Aldo yang tidak mengucapkan sepatah katapun, selama perjalanan menuju rumah Mas Aldo pun kami hanyut dalam diam, hanya terdengar suara musik yang sedang Mas Aldo putar.
Sesampai di Rumah Mas Aldo pun aku langsung merebahkan diriku di atas sofa, Bi Inah pun menyodorkan minuman untukku.
"Terima kasih banyak ya Bi," ucapku lembut.
"Iya sama - sama Non," jawab Bi Inah singkat sembari kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Sementara itu Mas Aldo yang duduk di sebelahku namun agak menjauh, memandang ke langit - langit rumah sembari mendesah, apa yang sedang dia fikirkan.
"Oh ya Kei, nanti kamu minta bantuan Bi Inah saja ya, untuk membawa semua barang bawaan kamu ini ke dalam, tadi aku sudah bilang Bi Inah untuk memasukkan barang - barang bawaan kamu ini ke kamar yang akan kamu tempati." ujar Mas Aldo sembari beranjak berdiri.
"Iya Mas, memangnya Mas Aldo mau pergi kemana?" tanyaku penasaran.
"Masa baru saja sampai rumah sudah mau pergi lagi," gerutu ku dalam hati.
"Ada urusan sebentar di luar, saya akan segera kembali, kamu nanti langsung istirahat saja dan jangan lupa makan, kamu bisa minta tolong Bi Inah untuk membuatkan makanan kesukaan kamu, anggap saja rumah ini seperti rumah kamu sendiri ya. saya pergi dulu. Assalamu'alaikum." ujar Mas Aldo yang langsung melangkahkan kakinya keluar rumah.
"Iya Mas hati - hati", Wa'alaikumsalam wr.wb..."
"Kemana Mas Aldo akan pergi, apa jangan - jangan menemui Aleesha?" gumamku dalam hati.
Aku pun menanyakan letak kamarku ke Bi Inah dan Bi Inah pun dengan sigap langsung menunjukkan letak kamarku dan membantuku membawa barangku yang cukup banyak ini.
"Terima kasih banyak ya Bi sudah bersedia membantu saya memasukkan barang - barang saya ini ke kamar," ucapku dengan lembut.
"Iya sama - sama Non," ucap Bi Inah.
"Bi, tunggu sebentar," ucapku mencegah Bi Inah yang telah melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar.
"Iya ada yang bisa Bibi bantu lagi Non?" tanya Bi Inah.
"Jangan panggil saya dengan sebutan Non, ya Bi, panggil saja saya Keisya atau bisa juga Mbak Keisya," ucapku dengan lembut, enggan diriku di panggil dengan sebutan yang asing ku dengar. aku tidak terbiasa dengan panggilan itu.
"Baik Mbak Keisya, kalau butuh apa - apa jangan sungkan untuk memanggil Bi Inah ya. selamat istirahat ya Mbak Keisya,"
"Iya Bi, terima kasih ya sudah membantu," ucapku dengan lembut.
"Iya sama - sama Mbak, Bi Inah lanjutin pekerjaaan Bi Inah dulu ya Mbak, nanti kalau Mbak Keisya merasa lapar tinggal panggil saja Bi Inah ya," ucap Bi Inah seraya pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Iya bi, sekali lagi terima kasih banyak atas bantuannya."
"Iya sama - sama Mba Keisya," ucap Bi Inah sembari meninggalkanku sendirian di kamar yang cukup besar ini.
Aku pun mengemasi semua barang barangku dan menatanya rapi, memasukkan semua pakaianku kedalam almari yang cukup besar.
Setelah itu aku bergegas mandi, sholat dhuhur baru istirahat.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 16.00 sore. aku pun bergegas bangun untuk mandi dan sholat ashar, setelah itu aku keluar kamar untuk ke dapur, karena perutku sudah mulai lapar.
Aku pun berjalan menuju dapur, ku mencari letak dapur, ku coba perhatikan sekeliling, dan kulihat suatu pemandangan yang membuat hatiku terasa nyeri sekali. ku dapati Mas Aldo duduk berdekatan sembari berpelukan dan sesekali kulihat Mas Aldo mencium pipi wanita itu, hatiku terasa sakit sekali. itu pasti Aleesha, kenapa Mas Aldo mengajak Aleesha kerumah, hatiku seketika itu hancur lebur berubah menjadi kepingan - kepingan yang tak ternilai harganya. hatiku sakit melihat mereka bersama. padahal hari ini pertama kali memasuki tempat tinggal Mas Aldo, namun Mas Aldo tidak memperlakukanku dengan baik, bahkan dia sekarang malah tengah asyik bermesraan dengan wanita lain di depanku. Mas Aldo sungguh sangat keterlaluan, aku merasa tidak terima di perlakukan seperti ini.
Bi Inah yang melihatku termenung pun mencoba mendekatiku.
"Mba Keisya," ucap Bi Inah dengan lembut mengagetkan lamunanku.
"Iya Bi," jawabku dengan nada bicara yang penuh dengan kesedihan.
"Mbak Keisya mau makan, pasti sudah lapar kan?" tanya Bi Inah sembari menawarkan diriku untuk makan.
"Tidak Bi, rasanya sudah tidak lapar lagi," ucapku dengan lembut sembari menahan air mata yang seakan ingin segera keluar.
Tadi memang aku lapar, tapi melihat Mas Aldo bersama Aleesha membuat perutku sudah tidak merasakan rasa lapar lagi, hanya kesedihan yang mendalam lah yang kini tengah aku rasakan. hatiku bagai di hujam tombak yang tepat mengenai sanubari ku.
Nafsu makan ku pun jadi hilang. aku pun memutuskan untuk kembali ke kamar, untuk apa aku masih berada disini melihat mereka pamer kemesraan.
"Aku ke kamar dulu ya Bi," ucapku sembari beranjak kembali ke kamar.
"Loh Mba Keisya nggak jadi makan?" tanya Bi Inah yang mengerti akan kesedihan yang melanda hatiku.
"Tidak Bi, nanti saja," jawabku singkat sembari mempercepat langkahku kembali ke Kamar.
Di dalam kamar air mata ini pun terasa tumpah, hatiku benar - benar hancur, mungkin tidak akan seperti ini rasanya, jika aku tidak mencintai Mas Aldo, tapi aku mencintai suamiku, entah kapan cinta ini mulai tumbuh dan bersemi di hatiku aku pun tidak tau hal itu. mungkin saja saat ijab qobul terucap, ataukah karena semalam di perlakukan dengan baik oleh Mas Aldo. atau bisa jadi karena senyumannya. entahlah apa yg membuatku bisa mencintai suamiku.
Yang pasti saat ini aku benar - benar kecewa dengan perilaku Mas Aldo. dia tidak menghargaiku sama sekali. bahkan pertama kali aku masuk rumah ini pun harga diriku terasa di injak - injak dengan ulahnya yang membawa perempuan itu kerumahnya, padahal disini ada aku. dia anggap apa aku ini😢😭
Mas Aldo sama sekali tidak bisa menjaga perasaanku, untuk apa aku tinggal disini, untuk melihat mereka yang pamer kemesraan. aku harus pergi dari sini, tapi aku akan pergi kemana? kembali ke rumah Ayah, itu tidak mungkin. masalah ini akan menjadi semakin parah saat Ayah tau aku kembali pulang dengan keadaan tersakiti seperti ini, sebisa mungkin aku harus tetap menyembunyikan aib suamiku dengan tidak menceritakan masalah ini ke siapapun, termasuk orang tua angkatku. mereka tidak boleh mengetahui hal ini, bisa hancur semuanya kalau mereka tau laki - laki pilihan Ayah adalah bukan yang terbaik untukku.
Aku hanya bisa menangis, tidak bisa berfikir jernih lagi. yang terlintas di fikiranku hanyalah adegan - adegan mesra mereka tadi, yang saat ini mengotori fikiranku, aku tidak bisa berbuat apa - apa untuk menyelamatkan rumah tanggaku ini, apa yang harus hamba lakukan Ya Allah. aku memohon pertolongan kepada Allah, aku pun mencoba untuk menenangkan diriku, meredam semua emosiku. tidak seharusnya aku seperti ini. aku harus kuat, aku harus bisa merebut hati suamiku. pokoknya harus bisa. aku nggak boleh kalah begitu saja sebelum berperang. aku tidak boleh kalah dari Aleesha.
Allah berfirman : "Dan Pergauli lah Istri-istrimu dengan baik, lalu jika kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin engkau tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa: 19)
...----------------...
Tidak ada satu pun di dunia ini wanita yang ingin di sakiti dan di khianati, semua wanita ingin mendapatkan kebahagiaan, kasih sayang juga rasa kedamaian di dalam dirinya, begitu juga denganku, aku ingin bisa di cintai oleh suamiku, apa aku salah meminta hak, meski suamiku telah membuat kesepakatan itu dan aku pun terpaksa menyetujuinya, namun paling tidak selama pernikahan ini masih berlangsung aku ingin menjalaninya dengan penuh kebahagiaan, aku ingin dianggap sebagai istri, aku ingin suamiku bisa memperlakukanku dengan baik, untuk apa dia menikahi ku kalau kami pun harus terlihat asing.
Semua hanya karena ambisinya, kegilaannya dengan harta dan kekayaan. aku tidak habis fikir, kenapa suamiku sangat menginginkan kekayaan dari keluarganya itu, padahal pekerjaannya juga sudah cukup bagus, sudah memiliki rumah yang cukup besar, dia sudah memiliki segalanya, yang ia butuhkan hanyalah seorang istri yang bisa mengarahkannya ke jalan yang benar, aku ingin menjadi istri yang seperti itu, bisa merubah Mas Aldo menjadi lebih baik dan bisa menyadari semua kesalahannya itu.
Suamiku telah menodai kepercayaan ku, bagaimana mungkin aku bisa melupakan semuanya dan memaklumi segala perlakuannya terhadapku, aku bukan wanita bodoh yang bersedia harga diriku di injak - injak oleh suamiku, tapi aku bisa apa, dalam agama aku mempunyai tanggung jawab untuk menasehati dan mengarahkan suamiku ke jalan yang benar. namun kesepakatan yang di buat suamiku, bagaimana aku bisa menentang semua kesepakatan itu.
Aku pun masih dalam keadaan yang sama, keadaan yang sangat memilukan, bahkan tidak ada yang bisa mengerti perasaanku, segalanya tentang semua kesedihanku dulu pun ikut teringat di fikiranku, mungkin ini memang takdir yang harus ku jalani.
Diriku yang semenjak kecil tidak pernah di anggap sebagai anak oleh orang tuaku, bahkan saat aku telah menjadi seorang istri, aku pun tidak di anggap sebagai istri, tidak di perlakukan selayaknya seorang suami memperlakukan istrinya. semua hal itu menjadikanku wanita kuat, tapi di sisi lain hatiku sangat rapuh, harus merasakan lagi diri ini tidak di anggap.
Sampai sekarang aku belum pernah lagi bertemu dengan Ayah kandungku, bagaimana kabar Ayah saat ini, apakah Ayah masih mengingatku, atau aku telah dilupakan olehnya. membuang semua jauh - jauh tentangku, anak yang tak pernah di anggap.
Bahkan aku tidak mengetahui bagaimana wajah Ibu kandungku, Ayah kandungku tidak pernah memberitahuku akan hal itu. meski dulu aku terus mencoba bertanya, namun Ayah selalu memberikan alasan - alasan yang aku pun harus mengerti.
Pikiran tentang masa laluku pun terlihat jelas lagi di fikiranku, aku yang saat ini tengah lelah sedari tadi terus menangis kini hanya mencoba mengingat semua kejadian menyedihkan yang telah aku lalui, aku mencoba mengambil hikmah di balik kejadian-kejadian yang menimpaku.
Mungkin ini adalah rencana Allah, agar aku bisa menjadi wanita yang kuat dan tegar dalam menghadapi masalah seberat apapun itu, Allah ingin membimbingku menjadi lebih baik, lebih dewasa dalam berfikir dan bersikap. aku terus mencoba menata hatiku kembali, menghapus semua luka yang menyayat bahkan merobek dinding hati. aku mencoba untuk menyembuhkan luka hati ini, selalu ku ucapkan istighfar agar aku tidak larut dalam kesedihan.
Hingga dering di ponselku berhasil mengagetkanku,
Aku mengambil ponsel yang ada di atas meja rias, kulihat seorang sahabat terbaikku. Annisa, Yaa,, Annisa menghubungiku, aku pun segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum Keisya," terdengar ucapan salam dari Annisa lewat telefon genggamnya.
"Wa'alaikumsalam wr.wb.. ada apa Nis, tumben malem - malem gini nelpon?" tanyaku pada Annisa.
"Aku hanya ingin tau kabarmu saja, bagaimana apa kamu betah tinggal dirumah suamimu itu?" ujar Annisa yg menanyakan kabarku, mungkin dia sudah merasa kangen denganku.
"Baru juga sehari di sini, ya belum bisa bilang betah sih," ucapku ragu, memang sudah merasa tidak betah walaupun masih sehari tinggal di rumah Mas Aldo.
"Tapi kamu baik - baik saja kan Kei?" tanyanya penasaran.
"Iya baik kok Nis," ucapku dengan lembut dan mencoba menghapus peluh di pipiku.
"Syukurlah kalau kamu baik, tapi kok suara kamu agak serak gitu, seperti orang yang habis nangis, kamu beneran nggak kenapa - kenapa kan Kei?" tanya Annisa yang sepertinya merasa khawatir denganku.
Duh, ketahuan deh kalau aku memang habis nangis.
"Nggak papa kok Nis, aku baik - baik saja disini. suaraku agak serak mungkin karena kecapekan aja." ujar ku dengan ragu. karena Annisa pasti sudah mulai curiga.
"Jangan bohongin aku Kei, aku tau kamu, kalau kamu lagi nangis pasti kayak gini deh, suara kamu serak," kata Annisa yang tidak mempercayai perkataanku.
"Sudahlah Nis, kamu jangan mengkhawatirkan aku, aku baik - baik saja, beneran," ucapku meyakinkan Annisa, dan mencoba untuk menyembunyikan kesedihanku.
"Kei, menurut feelingku kamu itu lagi nggak dalam keadaan yang baik." ujar Annisa yang enggan percaya semua perkataanku.
"Nis, kalau sudah waktunya nanti aku akan cerita, itu pasti, kamu nggak perlu khawatirkan aku, di sini aku bisa jaga diri baik - baik," ucapku dengan lembut, saat ini aku masih enggan untuk menceritakan semuanya pada Annisa.
"Tuh kan bener kamu pasti lagi ada masalah. ya sudah, aku yakin kamu bisa menyelesaikan masalah itu sendiri, tapi jangan di pendem terus Kei, karena nggak biasanya kamu kayak gini, aku selalu siap untuk kamu ajak berbagi suka dan dukamu Keisya, kalau kamu sudah siap buat cerita, kita ketemu, aku bisa jaga rahasia kok Kei, kamu kan tau aku gimana, aku nggak mau kalau kamu sampai berfikir keras lagi seperti dulu Kei, ku mohon kamu fikirkan baik - baik saran dariku." ujar Annisa yang memang ingin tau masalahku. Annisa bukan sekedar sahabatku, dia adalah sahabatku dari kecil, kami yang sama - sama hidup di Panti asuhan, yang juga sama - sama menjadi anak angkat. kami sudah seperti saudara, dia sahabat dalam suka dan duka, yang selalu bisa memberiku nasehat yang baik, aku pun juga selalu menuruti semua nasehatnya, semua nasehatnya itu pun sungguh menghasilan kebaikan dalam hidupku.
"Iya, aku kangen sama kamu Nis."
"Iya sama Kei, aku juga udah ngerasa kangen aja nih sama kamu. bisa nggak kalau kita besok ketemu." ujar Annisa mengajakku ketemuan. ya mungkin dengan bertemu Annisa bisa membuatku kembali bersemangat.
"Ketemu dimana Nis?" tanyaku.
"Ya di tempat biasa aja, kamu bisa kan. Mas Aldo tidak mengekang kamu kan Kei?" ucap Annisa yang khawatir Mas Aldo melarangku pergi bertemu Annisa.
"Tidak kok Nis, Mas Aldo tidak akan melarangku untuk bertemu dengan siapapun, apalagi kan dia tau kalau kamu sahabat terbaikku, ya pasti di izinin." ujarku yang mencoba menjelaskan, agar Annisa tidak curiga dengan Mas Aldo.
"Bagus deh kalau gitu, berarti kita bisa ketemu kapan aja dong ya," ucap Annisa yang kelihatan sangat gembira, aku dan Annisa akan segera bertemu lagi.
"Iya Nis, itu pasti," ucapku dengan lembut.
"Oke deh Kei, besok aku tunggu kamu di tempat biasa ya." ujar Annisa yang mengajakku bertemu di Resto seefood tempat makan favorite kami dulu waktu masih kuliah, kami sering bertemu di Resto itu untuk sekedar melepas rindu atau sekedar ingin mencoba menu terbaru di Restoran yang cukup terkenal itu.
"Iya Nis, besok juga sekalian aku mau kerumah Ayah angkatku."
"Ciyeee udah rindu nih sama Bokap dan Nyokap?" ujar Annisa yang kedengaran kalau dia lagi seneng banget.
"Iya Nis, kamu tau sendiri kalau aku nggak bisa lama - lama jauh dari keluarga angkatku, apalagi kemarin aku belum sempat berpamitan sama Adik - adikku, pasti mereka sekarang ini ngerasa kesel banget sama aku." ujarku.
"Iya Kei, pasti mereka semua juga sudah mulai kangen sama kamu, ya meski kamu berada di rumah suamimu baru sehari sih, tapi bagi mereka mungkin serasa berhari - hari nggak ketemu kamu," ucap Annisa, yg membuatku ingin sekali segera bertemu dengannya, ingin sekali aku menangis di bahunya. ya terkadang dulu memang aku sering melakukan itu, menangis tersedu sedu di bahu Annisa.
"Iya Nis, kamu benar," ucapku dengan lembut, namun terganggu oleh suara ketukanan pintu di kamarku.
"Nis, nanti kita lanjut lagi ya, sepertinya Mas Aldo memanggilku." ujarku pada Annisa.
"Iya Kei, jadi istri yang baik dan nurut ya," ucap Annisa menasehatiku.
"Iya Nis, makasih ya nasehatnya. udah dulu ya, Wassalamu'alaikum." ujarku sembari menoleh ke arah pintu kamar yang sedang di ketuk oleh Mas Aldo.
"Iya Kei, Wa'alaikumsalam wr.wb," setelah Annisa menjawab salam penutup obrolan kami, aku pun segera mematikan telfonnya.
"Keisya, kamu buka dong pintu kamarnya." ujar Mas Aldo sembari terus saja mengetuk pintu kamarku.
"Iya Mas, sebentar," aku pun mengambil hijab dan mengenakannya."
"Kei, kamu nggak papa kan?" tanya Mas Aldo yang melihat mataku agak sembap.
"Eemm, nggak papa kok Mas," ucapku dengan agak terbata - bata dan dengan suara yang agak serak.
"Beneran nggak papa, apa kamu lagi batuk, kok suara kamu agak serak gitu?" tanya Mas Aldo penasaran dengan keadaanku, sepertinya dia tidak merasa bersalah sedikitpun, jadi tidak perlu aku menjelaskannya.
"Iya Mas, Keisya baik - baik saja kok, ada apa ya Mas?"
"Kamu sudah makan, pasti belum kan? makan dulu yuk." tanya Mas Aldo yg berusaha mengajakku makan.
"Belum Mas, tapi Keisya lagi nggak pengen makan," ucapku menolak ajakannya dengan lembut.
"Loh bukannya tadi kamu ingin makan, barusan Bi Inah yang bilang, kalau tadi sore kamu mau ambil makanan tapi nggak jadi, malah balik lagi ke kamar, jangan gitu Kei, kamu harus makan, kan sedari siang kamu belum makan sama sekali, saya tidak ingin kamu sakit, nanti orang tua kamu bisa berfikir negatif terhadap saya. apa kamu ingin hal itu terjadi?" ujar Mas Aldo memaksa.
"Ya bukan begitu Mas," ucapku dengan pandangan yg menunduk.
"Kamu makan ya, apa kamu mau makan di luar, saya bersedia anterin kamu, asalkan kamu mau makan." ujar Mas Aldo. orang aneh tadi bersikap cuek dan pamer kemesraan dengan perempuan lain, sekarang bersikap sok manis. aktingnya sungguh bagus dan profesional.
"Nggak perlu Mas, Keisya nggak pernah makan di luar rumah," ucapku dengan nada penolakan. yang semakin membuat Mas Aldo kesal saat harus terus membujukku untuk makan.
"Kei, kamu ini hanya di suruh makan saja kok susah banget sih, kamu ingin keluarga kamu itu berfikiran buruk tentang saya, atau inikah balasan kamu terhadap saya atas apa yang saya lakukan ke kamu?" Mas Aldo pun mulai berkata kasar lagi terhadapku.
Aku hanya terdiam, dan langsung menutup pintu kamar tanpa menghiraukannya lagi. sudah cukup sakit hatiku, aku tidak ingin lagi mendengarkan perkataannya yang kasar itu terhadapku, tadi saja hatiku sudah mulai agak tenang karena Annisa menelfonku, sekarang malah di buatnya sakit lagi.
"Keisya, kamu jangan keras kepala seperti ini, kita perlu bicara," kata Mas Aldo yang masih saja ingin mengajakku bicara.
"Mau bicara apa lagi Mas, apa Mas Aldo ingin memberitahuku kalau Mas Aldo bahagia bersama perempuan itu?" ucapku dengan kesal, aku tidak peduli lagi entah dia akan marah atau bahkan bisa saja dia mendobrak pintu kamar ini, namun hatiku sudah sangat sakit. aku sudah tidak memperdulikan perasaanya lagi, toh dia juga tidak bisa menghargai perasaanku, untuk apa aku harus terus mengerti, itu hanya akan membuatku semakin terlihat bodoh.
"Keisya, apa kamu tadi melihatku bersama Aleesha?" tanya Mas aldo memastikan.
"Iya Mas, Keisya lihat apa saja yang Mas Aldo lakukan dengan perempuan itu, apa Mas Aldo belum puas menyakiti hati Keisya, sampai - sampai harus berkata kasar lagi, apa salah Keisya Mas? apa Keisya ini salah jika Keisya ingin membalas semua kebaikan orang tua angkat Keisya dengan menyetujui pernikahan ini, kalau tindakan Keisya ini salah, Mas Aldo bilang. jelaskan, dilihat dari segi mana kesalahan Keisya itu," ucapku dengan kesal, air mata ini pun terjatuh lagi, tak bisa kutahan lagi.
Mas Aldo pun terdiam, aku juga masih sangat kesal, aku tidak ingin bertengkar dengannya lagi, aku pun duduk di tepi kasur, sembari mengusap air mataku. hingga terdengar Mas Aldo mulai berbicara lagi.
"Kei, maafin saya, tidak seharusnya saya tadi mengajak Aleesha kesini, saya harusnya faham perasaan kamu, tapi saya telah menyakiti kamu, maafkan saya Kei, kamu buka dulu pintunya kita bicara." ujar Mas Aldo yang ingin agar aku membukakan pintu kamar yang tengah aku kunci.
"Sudahlah Mas, lebih baik kita sama - sama intropeksi diri dulu, Keisya malas kalau harus berdebat lagi dengan Mas Aldo, Keisya tidak bisa terus mendengar perkataan Mas Aldo yang kasar itu, perkataan Mas Aldo sangat menyakiti hati Keisya," ucapku dengan nada lembut namun masih merasa sangat kesal.
"Saya tidak akan berkata kasar lagi, saya akan berusaha untuk bersikap lembut ke kamu, malah saya nggak bisa kalau lihat kamu tersakiti oleh perilaku saya tadi Kei, buka pintunya." ujarnya yang sedari tadi terus saja mengetuk pintu kamar dengan keras. berharap aku akan membukanya, tapi salah aku tidak segampang itu lagi untuk luluh dengan rayuannya yang semakin membuatku kesal.
"Keisya, buka pintunya. maafin saya, kamu harus makan Kei, saya tidak ingin kamu sakit karena tidak mau makan." ujarnya sambari terus mengetuk pintu kamarku.
Aku pun beranjak naik ke atas kasur, kubenamkan kepalaku di atas bantal, aku tidak sanggup jika terus melihat mereka bersama. namun aku juga tidak tega melihat sikap Mas Aldo yang mengkhawatirkanku. hati nurani dan egoku seakan mengajak perang. aku bingung apa yang harus aku lakukan. perutku juga terasa lapar, aku ingin makan, tapi untuk saat ini aku tidak ingin bertemu dengan Mas Aldo.
Malam ini aku harus menahan lapar, itu juga sebagai bukti bahwa aku sangat tidak menyukai perilaku Mas Aldo. ingin rasanya diriku ini memberinya pelajaran berharga yang akan selalu ia ingat. biar tidak seenaknya saja bertindak semaunya. tanpa peduli perasaan orang lain yang merasa sakit hati karena ulahnya. bukan hanya aku, mungkin jika keluarga Mas Aldo tau hal ini, pasti mereka juga pasti sangat kecewa.
Aku pun tertidur lelap, sembari menahan lapar, aku cukup mampu menahan lapar seharian dan kali ini aku lakukan itu, demi mengembalikan harga diriku. aku tidak ingin Mas Aldo nantinya bisa bertindak sesuka hatinya melebihi apa yang dilakukannya hari ini. aku harus bisa membuatnya menyesal atas apa yang dia perbuat tadi.
...----------------...
Sampai pada suatu pagi, dimana langit cerah, matahari pun menampakkan senyumnya.
Aku yang duduk di tepi ranjang masih terasa enggan untuk keluar kamar. malas sekali rasanya kalau aku harus bertemu dengan Mas Aldo pagi ini, membuat moodku yang tadinya sudah terkondisikan, bisa - bisa membuat hancur mood itu kembali.
Terdengar suara Bi Inah yang mengetuk pintu dan memanggilku untuk sarapan pagi, aku pun masih enggan membuka pintu itu, pasti di bawah sana ada Mas Aldo yang tengah menungguku, kekesalanku saja belum hilang. aku harus tenangin dulu hatiku. baru siap menemuinya.
Terpaksa aku hiraukan panggilan dari Bi Inah, namun aku tetap berbicara dengannya.
"Iya Bi, Keisya lagi nggak pengen keluar, nanti saja, bilang aja ke Mas Aldo kalau Keisya masih males makan." ujarku yang masih di dalam kamar tanpa membukakan pintu kamarku.
"Jangan begitu, Mbak Keisya harus makan walaupun sedikit, kan Mbak Keisya sejak kemarin siang belum makan, nanti bisa sakit perutnya, itu sudah di tunggu sama Mas Aldo, kasian dari semalam Mas Aldo tidur di depan kamar Mbak Keisya." ujar Bi Inah mencoba membujukku untuk keluar kamar, tapi yang membuat hatiku luluh saat Bi Inah mengatakan kalau Mas Aldo tadi malam tidur di depan kamar ini. benarkah begitu, aku pun langsung bergegas membukakan pintu kamar, agar Bi Inah bisa masuk. aku ingin tau informasi mengenai Mas Aldo tadi malam.
"Alhamdulillah akhirnya Mbak Keisya mau keluar juga," ucap Bi Inah sembari melempar senyum di hadapanku.
"Bi Inah masuk dulu deh ya," aku menyuruh Bi Inah untuk masuk ke kamarku dan bergegas ku tutup lagi pintu kamar, jangan sampai Mas Aldo tau hal ini, bisa marah lagi nanti dia.
"Ada apa ya Mba, kok Bibi di suruh masuk?" tanya Bi Inah penasaran.
"Apa benar yang Bi Inah katakan barusan, kalau Mas Aldo tadi malam tidur di depan kamar ini?" tanyaku penasaran, apa benar Mas Aldo lakukan itu, kalau memang benar, sungguh tega aku membiarkan suamiku tidur di lantai.
"Iya Mbak Kei, bener kok, Bi Inah melihat sendiri, tadi pagi kan Bi Inah mau nyapu dan ngepel lantai depan kamar Mbak Keisya ini, Bi Inah kaget melihat Mas Aldo tidur di dekat tembok beralaskan selimut dan bantalnya pun Mas Aldo bawa kesitu, Mas Aldo masih terlelap tidur, jadi Bi Inah tidak berani membangunkannya, lalu Bi Inah mengambil kesimpulan kalau Mas Aldo semalam tidur di lantai depan situ Mba." ujar Bi Inah sembari menunjuk ke arah luar kamarku di sebelah tembok, tempat dimana Mas Aldo menghabiskan malamnya kemarin.
Terasa deg di hati mendengar informasi dari Bi Inah, Mas Aldo itu sebenarnya lelaki yang seperti apa? kadang dia baik, kadang ngeselin bikin sakit hati, tapi kalau dia telah berbuat seperti itu hatiku pun menjadi luluh, aku merasa kasihan dengan suamiku, pasti Mas Aldo tadi malam kedinginan, dia pasti tidak terbiasa tidur di lantai. bagaimana kalau dia sampai masuk angin, ini semua salahku. kenapa aku tadi malam sangat egois tidak membukakan pintu kamar hanya karena ingin agar Mas Aldo memahami rasa sakit di hatiku. kalau jadinya begini itu sama saja aku seperti Mas Aldo, kesalahan memang tidak bisa di balas dengan kesalahan. aku pun menyesal telah menuruti egoku hanya karena merasa cemburu terhadap kedekatan suamiku dengan perempuan lain. api cemburu pun telah mempengaruhiku, seharusnya aku tidak seperti ini.
"Mas Aldo," aku pun bergegas keluar kamar dan lari menuju ruang makan, ku dapati Mas Aldo sedang menikmati makanannya. dia mendengar suaraku memanggil namanya pun langsung menatapku dengan pandangan yang serius. kini aku sudah ada di depan matanya.
"Keisya, akhirnya kamu mau keluar kamar juga, pengantin baru itu nggak baik berada di kamar terus, sampai lupa makan begitu." ujar Mas Aldo sembari langsung memasukkan roti ke mulutnya.
"Mas Aldo," ucapku dengan nada sedih.
"Iya, kamu keluar kamar untuk makan kan? duduk disini!" jawab Mas Aldo dan menyuruhku untuk duduk.
"Ini cuman ada roti tawar sama selai aja, nanti kalau kamu masih lapar, kamu bilang aja ke Bi Inah, biar Bi Inah masakin makanan buat kamu." ujar Mas Aldo sembari melirik ke arahku.
"Mas, maafin Keisya ya," ucapku dengan lembut.
"Kei, seharusnya saya lah yang meminta maaf, kamu nggak salah, yang salah itu saya, karena tidak bisa menghargai perasaan kamu," ucap Mas Aldo dengan lembut dengan sesekali tersenyum.
"Tapi Keisya juga salah Mas, tidak seharusnya Keisya cemburu dan menuruti ego Keisya untuk mengurung diri di kamar," ucapku dengan lembut, ku tatap lekat suamiku.
"Sudah hal ini tidak perlu di bahas lagi, nanti malah bikin mood kamu hilang lagi, kamu makan dulu, apa mau saya suapin?" ujar Mas Aldo yang menawarkan diri untuk menyuapiku.
Aku pun tertunduk malu. ternyata sungguhan, Mas Aldo pun mencoba menyuapi aku. sudah seperti anak kecil saja aku ini, betapa malunya aku di hadapan suamiku. perlakuan Mas Aldo pagi ini sangat manis.
"Terima kasih Mas," ucapku dengan lembut sembari melempar senyum sumringah kearahnya.
"Nah gitu dong senyum, kamu itu kalau lagi senyum terlihat sangat manis," ucap Mas Aldo berusah menggodaku.
"Apa sih Mas Aldo ini, masih pagi udah ngegombal." ujarku dengan tertunduk malu.
"Siapa yang gombalin kamu, saya itu berkata jujur dan juga tidak sedang berakting, ini sungguhan sayang," ucap Mas Aldo yang mencoba meyakinkanku bahwa perlakuan manisnya kepadaku pagi ini ada sungguhan bukan sekedar aktingnya.
Aku tersentak kaget mendengar pengakuan itu, tapi mencoba untuk tetap terlihat tenang, aku tidak ingin besar kepala lagi seperti kemarin, karena sikap dan perilaku Mas Aldo terhadapku bisa berubah - ubah, ya mungkin di sesuaikan dengan kondisi hatinya.
"Mas Terima kasih ya, maafin Keisya yang tadi malam membiarkan Mas Aldo tidur di depan kamar yang Keisya tempati, karena memang Keisya tidak tahu kalau Mas Aldo masih di depan pintu. Keisya fikir Mas Aldo sudah beranjak ke kamarnya Mas Aldo sendiri," ucapku meminta maaf
"Iya tidak apa - apa. sudah jangan kamu fikirkan hal itu, saya juga tidak masalah kok kalau harus tidur di lantai, saya cuma memastikan kamu baik - baik saja di dalam kamar. saya khawatir sekali sama kamu, hingga kekhawatiran itu membuat saya tidak bisa tidur, menyesali semua perbuatan saya kemarin, saya senang kamu telah memaafkan saya dan mau makan lagi, saya khawatir kamu sakit Kei, maafkan kesalahan saya ya, saya tidak akan mengulanginya lagi." ujar Mas Aldo menjelaskan.
"Mas Aldo kenapa harus tidur di lantai? Keisya baik - baik saja kok, cuman hati Keisya saja yang lagi tidak baik," ucapku sembari menatap suamiku, merasa terharu dengan semua perlakuannya, dia tidak harus melakukan itu.
"Sudah jangan membahas hal itu lagi, nanti malah pagi kita ini jadi termehek-mehek," ucap Mas Aldo sembari tersenyum dengan sangat manis.
"Oh ya, Kei, hari ini saya sudah mulai masuk kerja. saya pulang kerjanya malam, kalau kamu perlu apa - apa kamu jangan sungkan untuk bilang ke Bi Inah ya, kamu jaga diri baik - baik. hari ini saya tidak lembur, kira - kira selesei sholat isya' nanti saya sudah pulang." ujar Mas Aldo pamit akan bekerja.
"Iya Mas, Keisya juga minta izin, nanti Keisya akan pergi menemui sahabat Keisya." ucapku.
"Annisa ya?" tanya Mas Aldo yang memang dia mengenal Annisa, kebetulan Ayah angkat Annisa adalah Arsitektur di Perusahan milik keluarga Mas Aldo.
"Iya Mas," jawabku singkat namun dengan senyuman yang sangat manis.
"Iya kamu hati - hati, apa mau di antar?" tanya Mas Aldo menawarkan diri untuk mengantarku, namun aku tidak ingin mengganggu jam kerjanya.
"Tidak perlu Mas, nanti Keisya naik Grab saja, Mas Aldo kan sebentar lagi harus berangkat kerja, lagian Keisya nanti keluar agak siangan kok," ucapku yang menolak untuk di antar, aku tidak ingin merepotkan suamiku.
"Ya sudah, kamu hati - hati ya Keisya, aku pamit berangkat kerja dulu, jaga diri kamu baik - baik, jangan sedih lagi," ucap Mas Aldo sembari beranjak dari tempat duduknya dan segera melangkahkan kakinya untuk keluar rumah. aku pun menghentikan langkahnya.
"Mas Aldo,"
"Iya ada apa lagi Kei?" tanya Mas Aldo penasaran.
"Aku Salim." ucapku dengan lembut sembari mendekati suamiku.
"Oh iya lupa, maaf ya belum terbiasa," sahut Mas Aldo sembari menyodorkan tangannya.
aku pun langsung menerima tangannya dan mencium punggung tangan suamiku, Mas Aldo dengan sigapnya langsung mencium keningku.
Deg.. hatiku terasa berdebar - debar. ya begitulah yang kurasakan di kehidupan rumah tangga yang baru saja kujalani ini, terkadang aku merasa senang, merasakan hatiku bergejolak akan cinta yang aku rasakan, terkadang juga hati ini sangat terasa sakit. entahlah kenapa sikap suamiku sering berubah begini. aku mencoba mengambil hikmahnya saja. aku tidak akan menuruti egoku yang bisa membuat Mas Aldo menjauhiku. aku menginginkan suamiku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!