"Bunda ada uang bulanan saya simpan di laci meja" kata mas reyhan
Aku sedang ceci piring, menoleh sambil tersenyum kemudian mengangguk
Bunda ayah berangkat sekarang yah" jawabnya sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganx
iya mas hati-hati di jalan, jangan ngebut bawa mobilnya" jawabku sambil mecium tangan kemudian mas reyhan mencium keningku setelah itu, langsung mengajak khanza berangkat
Iya bunda,,, ayo princess nanti kita terlambat" jawab mas reyhan ajak mas reyhan kebetulan hari ini dia menginap di rumah
Iya ayah" jawab khanza sambil mengulurkan tangannya untuk salim denganku
Berlahan mas reyhan melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah, lalu aku beranjak masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan pekerjaan rumah. Setelah pekerjaanku selesai bergegas masuk kekamar kemudian kuulurkan tanganku meraih laci yang di maksud mas reyhan, kemudian kuambil amplop berharap jatah bulan ini lebih ternyata masih sama. Isinya masih empat ratus ribu rupiah, untung saja halaman belakang rumah bisa saya gunakan untuk menanam sayur masyur untuk menghemat pengeluaran.
Aku sebagai istrinya tidak pernah tau berapa gaji suamiku, karena setauku dia masih memiliki cicilan sebelum meikah ditambah membiayai kuliyah adiknya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya menjual geripik yang saya titipkan ke warung-warung dan sekolah. Alhamdulillah hasilnya bisa untuk menutupi kebutuhan dapur.
Dengan nafka seadanya tetap kusyukuri, dan kujalani dengan ikhlas meski di sisi lain terasa berat untuk menjalaninya. Aku percaya pada suamiku memberikan nafka terbaik untuk kami. Setiap aku bertanya tentang gajinya suamiku selalu menjawab.
" Gaji mas cuma dua juta bunda, menabung duratus ribu rupiah, untuk bunda empat ratus ribu rupiah, bensin lima ratus ribu rupiah, cicilan lima ratus ribu rupiah dan sisanya untuk ibu. Maka dari itu bunda harus terima kalau mas sering lembur, dan mas yakin bunda pasti bisa mengatur keuangan dengan baik."
Itu yang selalu di ucapkan mas reyhan ketika aku mengeluh kepadanya, maka dari itu saya percaya kepadanya karena dia laki-laki yang taat beribadah dan penyayang.
Selama ini keluarga mas reyhan mengira bahw aku sangat beruntung dan bahagia menikah dengannya, laki-laki yang bekerja di sebuah perusahaan besar. Sekarang punya mobil dan rumah,
mereka mengira semua kecukupanku berasal dari gaji mas reyhan. Aku tidak pernah menjelaskan apapun kepada mereka karena saya pikir tidak baik bagi seorang istri menceritakan urusan rumah tangganya kepada orang lain, meskiput mereka keluarga kita.
Aku selalu memanjatkan doa dosetiap sholatku, mendoakan mas reyhan selalu diberi kesehatana, seleamatan ketika berangkat dan pulang bekerja serta melancarkan rezekinya. Berharap jika suatu saat nanti taraf kehidupan kami berubah menjadi jauh lebih baik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sepulang dari mengantar keripik jualanku, kualihkan perhatianku ke meja yang biasa dipakai mas reyhan untuk bekerja di rumah. Pada kurapikan berkas di meja itu perhatianku tertuju pada sebuah buku rekening yang terselip diantara tumpukan berkas itu, buku rekening itu bertuliskan slaah satu nama bank--------Rekening gaji. Meskipun saya hanya lulusan SMA tapi saya pernah belajar akuntansi jadi mengetahui maksud dari isi buku tabungan tersebut, terlihat nominal angka yang bejejeran di buku rekejing tersebut.
"Degh"
Seketika dada ini bergerumuh dan menhadi sesak, saat melihat transaksi yang tertera di buku rekening tersebut. Ternyata selama ini suamiku berbohong kepadaku nominal gaji yang dia terima jauh berbeda dengan yang dia bilang kepadaku.
Seketika runtuh sudah kepercaanku terhadap mas reyhan selama ini saya begitu percaya kepadanya. Ternyata sembilan tahun menikah dengannya, aku telah dibohongi mentah-mentah oleh suamiku. Dipaksa berjuang sendiri untuk kebutuhan kami bertiga. Dan dengan begitu aku pun tau bahwa hanya separuh dari gajinya yang diberikan kepadaku sebagai nafka dan tabungan kami.
"Kenapa kamu tega membohongiku mas? Kemana sisa gajimu? Kenapa tidak berkata jujur padaku mengenai pendapatanmu mas? Apa jangan-jangan kamu memiliki perempuan idaman lain di luar sana mas?" dan amasih banyak pertanyaan lain yang berputar-putar didalam kepalaku.
Selama ini aku sangat percaya pada mas reyhan, Kalau memang sisa gaji mas ypreyhan yang sembunyikan di berikan ke ibunya aku tidak keberatan. Karena saya sadr itu merupakan kewajiban mas reyhan, tapi harusnya mas reyhan memenuhi kebutuhan kami dulu agar tidak kekurangan seperti selama ini. Ibu mertuaku masih memiliki tunjangan jandanya dan pensiunannya, sedangkan mas reyhan meberikan memberikan nafka ke ibunya jauh lebih besar dibandikan yang di berikan kepadaku. Jika suamiku berlaku adil dalam pemberian nafka munkin aku tidak akan sesakit ini.
Dari tadi air mata ini jatuh membasahi pipiku, sudah berkali-kali menghapusnya berharap dapat menghentikannya ternyata tidak. Dipikiranku saat ini saya harus menjadi wanita yang kuat demi buah hatiku Khanza Zoya Aresha, saya harus menjaga mental dan pisikis jika terjadi sesuatu yang buruk dengan rumah tanggaku. Sebab tidak menuntut kemunkinan masih ada kebohongan mas reyhan yang lain.
Sungguh aku merasa sangat lelah dengan ini semua, jika mengingat mas reyhan sosok suami dan ayah yang sangat di idam-idamkan. Memiliki wajah ganteng, tinggi dan putih , serta kepribadian yang bagus, mas reyhan tipe laki-laki perhatian dan sosok ayah yang penyayang bagi anaknya. Aku tak menyaka dibalik semua sikap baik mas reyhan tersimpan kebohongan besar yang seperti bom waktu yang siap meledak.
Aku mengalah dengan adik mas reyhan yang bernama reyna, ibu mas reyhan dan adik iparku ingin kuliyah. Meskipun pada awalnya aku menolak karena saya pikir reyna memiliki kecerdasan bisa dikata standar di tambah lagi tukang bolos pada saat sekolah, jadi menurutku mendingan tidak usah kuliyah karena itu memakan biasa yang banyak.
"Mas pokoknya aku mau kuliyah yaaa, aku tidak mau seperti istrimu itu yang hanya tamat SMA." jawab adik iparku waktu itu kami semua sedang berdiskusi.
"Iya reyhan, apa kata orang kalau adik kamu cuma tamat SMA sedangkan kamu pegawai tetap di perusahaan besar. Lagian anggap saja ini tanggung jawab kamu loh sebagai penganti bapak kamu, seandainya bapak kamu masih hidup saya tidak akan meminta kamu membiayai kuliyah reyna." ucap mertuaku denga wajah sedih
"Baiklah ibu saya akan membiayai kuliyah reyna, asalkan reyna mendapat nilai yang bagus. Jika reyna mendapat nilai yang jelek awas saja, mas tidak akan membiayai kuliyahnya lagi." kata mas reyhan denga tegas.
Aku hanya terdiam mendengar penuturan sumaiku, jika mas reyhan sudah berkata seperti itu maka kita semua harus mengikutinya. Kutarik nafas dalam-dalam kenudian menghebuskannya secara berlahan. Aku berdoa agar dalam hati agar reyna bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan, agar biaya yang dikeluarkan suamiku tidak sia-sia sedangkan kebutuhan kami saja masih kurang.
Aku masih Mengis pilu dengan segala kesedihan dan kepedihan yang saya alami, di dalam memoriku masih tergian-gian ingatan tentang betapa berat perjuangan yang saya alami. Meskipun keluarga mas reyhan selalu bilang saya adalah permpuan yang beruntung menikah dengannya yang sudah menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan. Akan tetapi mereka tidak pernah tau bagaimana perjuangan saya agar roda ekonomi dalam rumah tanggaku tetap berjalan , itu karena hadil jerih payahku membating tulang.
" Mba pasti seneng yaa, punya suami seperti mas reyhan. Gajinya sebulan lima jutaan belum lagi bonus jika lembur, wawaahhhhh kalu akusih mba sdah gaonta ganti perihasan mbak."
Aku teringat dengan kata-kata mbak diana adik sepupu mas reyhan kala itu.
Tak pernah sekalipun kubantah atau kuiyakan pernyataan mbak diana itu, karena menjaga nama baik suamiku. Meskipun saya menceritakan yang sebenarnya bahwa saya kerja banting tulang untuk menjalankan roda ekonomi dalam rumah tangga kami, saya yakin mereka pasti todak akan percaya kepadaku. Mengingat bagaimana sosok mas reyhan yang di sanjung akan sikap peduli dan kebaikan yang dia lakukan.
Perasaan ini makin tidak tenang, dada ini semakin sesak tapi saya cepat menguasai diri agar bisa mencari tau kemana uang mas reyhan selama ini. Kepada siapa uang itu dia berikan? dan aku tidak bisa menghadapi ini semua dengan emisi karena akan berakibat fatal. Lagi-lagi omongan keluarganya yang aku takutkan.
Jujur selama ini mertua dan adik perempuan mas reyhan sering mengeluarkan kata-kata yang sangat kasar kepadaku, sehingga menggores luka yang teramat dalam di hati ini. Meskipun begitu aku tidak pernah berniat sekalipun untuk melawan atau membalas ucapan mereka, karena takut. Baimanapun beliau adalah perempuan yang melahirkan serta membesarkan mas reyhan, jadi sepatutnya jika aku menghormati dan menyayanginya.
"Kamu sebagai istri jangan manja, biarkan reyhan menginap di rumah ibu jika dia lembur. Jarak antara kantornya reyhan dengan rumah ibu jauh lebih dekat dibandingkan ke sini. Cukup beberapa hari dia menginap disini jika dia tidak lembur."
Ucapan mertuaku kala itu selalu kuingat. Saat itu aku dalam keadaan hamil 5 bulan, entahlah perasaanku yang sensitif karena hamil atau ucapan mertuaku yang memang sangat menusuk.
"Tapi buk akukan lagi hamil"
"Lho apa hungannya kamu hamil dengan reyhan yang menginap di rumah ibu karena lembur? Aku aja ditinggal suamiku berlayar, tidak masalah tuh. Dalam waktu satu bulan saja suami ibu belum tentu pulang."
Salahkah diriku jika ingin selalu berada didekat mas reyhan pada saat hamil?
" Ibu itu baik dek, sayang sekali dengan mas. Makanya ibu bicara kaya gitu, udah yaa dek jagan dipikirkan kasian dedek bayi didalam sini, meskipun mas lembur akan mas usahain pulang kesini kaluau tidak terlalu mengantuk. Jangan sedih yaahh sayang ibu hamil tidak boleh sedih dan tertekan."
Ucap mas reyhan kala itu saat aku mengadu tentang perkataan mertuaku.
" Mas kenapa tidak cari pekerjaan di perusahaan dekat sini saja, kan perjalanan dari kantor ke rumah ibu hampir satu jam loh mas."
" Mas sudah nyaman dengan teman-teman di kantor itu dek, lagian cari kerjaan itu susah dek."
"Kalau begitu aku saja yang ikut kesana ya mas? aku ingin selalu di dekat mas setiap hari, kan aku lagi hamil.
"Lebih baik jangan dek kan sayang rumah ini kosong, kata orang tua dulu tidak bagus rumah dibiarkan kosong."
Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan bersabar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kepulangan Khanza dari sekolah membuatku tersadar dari lamunanku, dia sangat kaget ketika melihat mataku sembab.
"bunda kenapa mengis?"
"Iya sayang tadi bunda habis nonton filem, jalan cerita di dalam filem tersebut sedih sekali sehingga bunda ikut menangis." jawabku bohong kepada anakku.
Hari mas reyhan pulang kermahku, kenapa rumahku. yaa karena ini rumah pemberian orang tua angkatku, mereka memberikan rumah ini pada saat usia khanza 2 tahun. Jarak antara rumahku dan orang tua angkatku tidaklah jauh hanya tujuh ratus meter.
Pada saat mas reyhan pulang aku tidak langsung menanyakan perihal buku rekening yang aku temukan tadi siang, aku akan menunggu khana tidur terlebih dahulu. Dan malam hari setelah menidurkan khanza adalah waktu yang tepat.
"Mas, saat bersih-bersih tadi siang aku menemukan ini." sembari meberikan bukurekening yang aku temuka tadi siang.
"Bu-bunda menemikan ini di mana? Aapa bunda sudah buka buku dan liat isinya?" tanyanya dengan wajah pucat dan terbata-bata
"Di tumpukan berkas yang ada di meja kerja mas reyhan" jawabku dengan santai. "Mas kenapa wajahmu pucat begini? apa karena isi buku ini berbeda dengan yang kamu ceritakan padaku mas? tanyaku lagi dengan tatapan tajam. " Tega kamu mas! Aku seperti kamu paksa berjuang sendiri demi menghidupi keluarga kita, sekarang aku tanya kemana sisa uang kamu mas?"
mas reyhan hanya diam, menunduk sambil tangannya saling meremas.
"Aku berikan pada ibu bun." sahutnya dengan lirih setelah diam sekian lama.
"Kuhembuskan nafas dengan kasar kemudian kucoba menetralisir gemuru yang ada dalam dadaku, uang juga mas?
Ia hanya mengangguk sebagai jawaban" Begini bund Aku jadi pegawai tetap di perusahaan kan jasa ibu, kan kamu juga dapat kesenanganx bund. Ibu telah berjuang untuk menyekolahkan aku hingga sarjana, meniti karir hingga kini. Terima saja lah bund, kamu itu jangan egois dan kamu harusnya bersyukur bersuamikan laki-laki sepertiku. Laki-laki tampan mapan sepertiku, hidup kamu akan terjamin."
Apa dia bilang beruntung? hidupku terjamin?
"Kalau aku beruntung dan hidupku terjamin aku tidak akan keliling berjualan menitipkan barang daganku dari warung ke warung."
"Lahh itukan nasib kamu aja, coba kamu sarjana dan jadi pegawai tetap di perusahaan. Pasti kamu tidak akan kayak pengemis nafka seperti ini padaku, kalaupun kamu harus keliling jualan dengan susah payah itu karena kamu bukan pegawai di perusahaan. Bahkan aku tidak tau berpa keuuntunga yang kamu dapat dari jualanmu."
Kedua bola mata ini tiba-memanas, suami yang akukenal dengan baik tiba-tiba kata-katanya sungguh tajam bagai belati yang menusuk di dada ini.
" Mas seorang istri wajib kamu nafkahi, uang suami berarti uang istri juga. Sedangkan uang istri buka uang suami, aku tidak melarangmu memberika uang pada ibu. Tapi tolong mas, lihat dulu keadaanku. Sementara ibu hidup berkecukupan bahkan berlebihan. Memangnya mas tidak bisa menukar nominal yang mas berikan ke ibu kepadaku? karena aku lebih membutuhkan itu mas dari pada ibu."
"Terserah aku dong itukan uang aku, kenapa kamu yang sewot? itu kalo kau masih mau jadi istriku, kamunya yaaa harus nurut sama aku.
Setelah itu kulihat mas reyhan begegas masuk ke kamar mengzmbil jaket, lalu keluar mengendarai mobilnya. kemudian pandangaku terarah ke meja kerjanya disana tidak ada tas kerjanya itu artinya mas reyhan pulang ke rumah orang tuanya.
Setelah mas reyhan pergi, aku masih diam terpaku. Aku tidak percaya suamiku tega mengatakan hal-hal yang menyakitkan bagiku, apakah ini sisi lain dari suamiku yang tidak saya ketahui. Yaaa allah ini sangat menyakitkan, selama ini saya tidak tau bagaimana sifat dan tingkah laku suamiku diluaran sana.
Sembilan tahun bukanlah waktu yang sebntar mengaruhi bahtera rumah tangga bersama mas reyhan, aku sudah banyak mengalah dan bersabar menghadapi sikap buruk ibu mertua dan adik iparku. Selama itu pula aku tidak pernah mengeluh dengan sikap mereka berdua kepada mas reyhan agar kami dapat hidup dengan rukun dan damai, aku selalu memendam sendiri caci dan makian ibu mertuaku serta hinaan adik iparku.
Berharap dengan sikap diamku mereka akan berubah akan tetapi itu semua hanya tnggal anganku saja, mereka tidak pernah berubah. Aku teringat ketika tidak sengaja menyenggol lengan adik iparku, dihina mati-matian oleh mertuaku.
"Kamu itu kalau jalan liat-liat dong, bagaimana kalu reyna kenapa-kenapa? memang kamu punya uang untuk mengganti piring keramik saya tidak kan."ucap mertuaku
"Maaf bu aku tidak sengaja, lagian tadi waktu berbalik tiba-tiba reyna sudah ada di sampingku." jawabku dengan pelan
"Ohhh jadi kamu nyalahin aku, begitu hahh," bentak reyna dengan suara meninggi. "Lahian yaa aku mau dimana kek bukan urusan kamu, inikan rumah orang tuaku. Kamu itu harusnya hati-hati dong dan tau diri sedang berada di mana, aku sengaja masuk kedapur dengan pelan-pelan kali aja kamu itu mau nyolong barang-barang mewah ibuku." fitnah reyna
"Apa kamu mau mengambil barang-barangku? dasar menantu tidak tau diuntung." marah mertuaku sambil mengankat tanganya dan mendaratkannya di pipiku
"Plak" suara tamparan mertuaku
"Ini fitnah ibu, saya di dapur cuma mau ambil minum itu saja." ucapku mencoba menjelaskan kepada mertuaku
"Bohong bu." Ucap reyna. "Kalau ibu tidak percaya periksa aja tas bawaan mbak kinar." sambung reyna
Kami menuju kamar yang kutempati, dan ibu mertuaku langsung mengmbil tas dan membukanya dengan kasar, setelah itu menghamburkan isinya
"Degh" Kenapa bisa baju mertuaku ada didalam tasku, tanyaku dalam hati.
"Benar kan bu apa yang aku bilang kalau mbak kinar itu mau nyolong di rumah kita, jangan-jangan mbak kinar masih marah gara-gara mas reyhan membiayai kuliyahku. Makanya mbak kinar nyolong baju ibu kemudian di jual." ucap reyna kembali memfitnahku, sambil tersenyum licik
"Ini semua fitnah bu, aku tidak mengambil baju ibu." ucapku
"Plak" ibu mertuaku kembali menamparku
"Kamu itu biar ngeles bagaimana pun tidak akan bisa mengelak, ini buktinya." ucap mertuaku sambil mengambil bajunya. Lalu menarik rambutku kebelakang.
"Ampun ibu sakit," ucapku memohon
"Dengan mudahnya kamu minta ampun setelah mencuri bajuku, jadi ini ternyata niat kamu yaa ke sini. Atau jangan-jagan selama ini kamu mecuri barang-barangku, pantas selama ini barang-barangku berkurang ternya kamu yang nyuri." Tuduh mertuaku semakin menjadi-jadi.
"Itu tidak benar bu, saya tidak mencuri. Saya juga tidak tau kenapa bisa baju ibu ada di dalam tas aku."ucapku
"Udah ketahuan masih saja ngeles kayak bajai." ucap reyna
"Udah deh mending kamu keluar dari rumahku." ucap mertuaku
Aku tersadar dari lamuanku ketika tiba-tiba hendpone di tanganku berdering. Bergegas langsung kuangkat.
"Halo assalamualaikum bu"
"Halo wa'alaikummusalam nak, maaf yaa nak ibu menelfon malam-malam"
"iya bu tidak apa-apa, ada buk?"
"begini nak tadi waktu ibu pulang dari hajatan ibu sarina, ibu ketemu dengan teman ibu ibu retno namanya dan firman nama anaknya. Katanya anaknya itu punya toko yang lumayan besar dia meminta ibu memasukkan geripik buatanmu ke tokonya dalam jumlah yang lumayan banyak"
"Alhamdulillah yaa bu, jadi kapan kita bisa mulai memarkan kripik kita bu ke toko ibu retno?"
"Kata ibu retno kalau bisa bisa seceoatnya nak."
"Baiklah ibu besok kita mulai produksinya, tapi kita butuh bantuan tenaga bu. Bagaimana kalau kita panggil ibu indah dan ibu mala bu?"
"Itu ide bagus nak, karena dapat membantu perekonomian orang yang kurang mampu. Apalagi mereka berdua seorang janda."
"Iya ibu, jadi fiks bsok kita mulai produksinya ya bu."
"Iya nak, untuk tambahan modal kamu tidak usah khawatir ibu sudah siapkan. Jadi besok pagi tinggal belanja bahan-bahan yang kita perlukan."
"Alhamdulillah, besok pagi-pagi saya kerumah ibu bersama khanza."
"Iya nak sekarang istrahatlah, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah berbicara dengan ibu, aku bersiap-siap segera kuberanjak ke kamar mandi membersihkan diri kemudian tidur. Tapi sebelum tidur handpone di atas nakas kembali berdering, bebgas kuambil handponeku kutatap layarnya ternyata ibu yuyun pemilik toko tempat menitip geripikku yang ada di pasar. Bergesa kugeser tombol hijau karena penasaran adapa gerangan ibu yuyun menefon malam-malam seperti ini.
"Assalamualaikum ibu yuyun." sapaku
"Wa'alaikumussalam bu kinara, maaf ibu saya menelfon malam-malam begini."
"Iya tidak apa-apa bu yuyun."
"Begini bu kinar, tadi waktu pas saya mau tutup toko ada pengusaha kafe pak hermawan namanya mau menjalin kerja sama dengan ibu."
"Alhamdulillah ibu yuyun, bagaimana ceritanya bu kok bisa langsung mau mengajukan kerja sama?"
"Begini ibu kinar, beliau itu kebetulan berteduh di toko ibu pas hujan na mencicipi kripik pisang buatanmu. Awalnya dia tertarik mencicipinya karena bentukx yang unik lama-lama ketagihan karena rasanya, jadi di borong deh semua keripik yang kamu bawa tadi pagi ke toko ibu. Dan barusan katanya keripiknya laku semua, makax dia mau ajukan kerja sama buat stok banyak."ucap ibu yuyun dengan girangnya
"Sekali lagi terima kasih banyak ibu yuyun berkat ibu yuyun pintu rezeki saya terbuka, insya allah saya akan menemuinya. Kapan ibu yuyun beliau akan bertemu?"ucapku saya sangat bagahia mendengar ucapan ibu yuyun
"Kata pak hermawan terserah ibu kinar saja nanti langsung saja katanya ke kafenya, nanti ibu kirimkan alamat kafenya di Whatsapp ya."
"Iya bu sekali lagi terima kasih banyak"
"Sama-sama ibu kinar, ya sudah kalau begitu assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam ibu."
Setelah kumatikan sambungan teleponku dengan ibu yuyun, tak henti-hentinya aku memenjatkan rasa syukur kepada allah. Alhamdulillah ya allah, terima kasih banyak engkau telah membukakan pintu rezekiku setelah mas reyhan mencampakkanku.
"Aku yakin setelah badai hujan berlalu pasti akan ada pelagi yang indah, munkin ini adalah awal yang baik untuk diriku. Tuhan maha adil, tuhan tidak pernah tidur melihat penderitaanku yang tiada hentinya munkin ini saatnya aku bangkit dan berbahagia. Munkin dengan ini pintu rezekiku semakin terbuka lemabar." aminnn aku berguman dalam hati kemudian tertidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!