NovelToon NovelToon

TAKDIR

Ep 01

Elya Mahendi, gadis desa berparas manis, berkulit putih bersih, rambut sebahu. Dia adalah gadis periang dan punya semangat tinggi. Saat ini Elya memasuki usia ke 16, ia terpaksa berhenti sekolah di usia yang masih sangat muda.

Semua di sebabkan oleh kondisi ekonomi keluarganya. Pekerjaan Elya saat ini adalah membantu kedua orang tuanya bertanam padi di ladang.

Hingga pada suatu hari kedua orang tuanya dan adik lelakinya tengah berangkat ke kota untuk menjual hasil panen.

Dalam perjalanan ke kota, ada satu tragedi yang membuat mereka(keluarga Elya) kehilangan nyawa. Kecelakaan angkutan umum yang di tumpangi mereka tiba-tiba mengalami rem blong, sehingga menyebabkan angkutan tersebut masuk ke dalam jurang dengan ke dalaman tujuh meter.

Tentu saja semua orang yang berada di angkutan itu tewas seketika, tidak terkecuali dengan keluarga Elya.

Hampir dua bulan kepergian keluarganya, kini Elya hanya hidup sebatang kara di wonogiri.

Tiba saatnya saudara dari ayah Elya datang...

"El, saat ini kedua orang tua kamu sudah tidak ada. Tentunya semua urusan dunia menjadi tanggung jawab kamu. ada beberapa hal yang harus kamu ketahui...." Willy menekan suatu hal berat kepada gadis yang belum begitu paham dengan kehidupan keras dunia. Entah di sengaja atau tidak, Willy akan mengatakan hal yang akan membuat Elya sangat terpukul.

"Apa itu paman?."

Elya merasa sedikit takut dengan tatapan pamannya tersebut, karena selama ini ia tidak begitu dekat dengan saudara dari ayahnya.

" Ayah kamu mempunyai hutang sebesar dua puluh juta kepada ku, dan kamu harus segera mengembalikan uang itu." Cetus Willy sembari menatap tajam wajah manis keponakannya.

" Dua puluh juta?." Elya syok mendengar semua itu, bagi dirinya uang sebanyak itu adalah mustahil untuk di dapat secepat mungkin. Pendapatan keluarga Elya hanya pas-pasan, bahkan untuk makan sehari-hari saja ia sering kali berhutang pada tetangga.

" Kamu jangan terkejut. karena semua uang itu untuk biaya hidup kalian selama ini, dan masih ada banyak lagi hutang ayah kamu yang ada di sekitar sini. mereka semua melimpahkan hutang itu kepada ku, jadi aku ingin kamu segera kembalikan uang itu padaku secepat mungkin." ucap Willy.

" Tapi paman...."

" Aku tidak mau tau, kamu harus segera membayarnya." Bentak Willy, tanpa perduli dengan kondisi Elya saat ini.

" Elya tidak sanggup mengembalikan semua hutang itu paman. Elya sungguh tidak mampu..." Air mata kepedihan mulai mengalir deras di pipi Elya.

" Pokoknya kamu harus cepat bayar hutang keluarga kamu, kalau tidak aku akan menyita rumah ini lalu akan aku jual."

Ancaman Willy membuat Elya semakin ketakutan, ia tidak bisa berbuat banyak.

" Elya janji akan segera melunasi hutang ayah, tapi Elya minta waktu. Elya akan pergi ke kota lalu bekerja disana...." Lirih Elya dengan ketakutan dalam diri.

" Kamu ikut denganku. Ada satu cara cepat yang nantinya bisa membantu mu, tentunya juga bisa menebus hutang Ayah kamu....." Senyuman sinis mulai mengembang di bibir Willy.

" Besok pagi kamu berangkat ke Jakarta, dan ini alamat yang harus kamu datangi." Willy menunjukkan selembaran kertas putih dengan tertulis alamat di atasnya.

" Ini alamat siapa Paman, bukankah alamat rumah Paman bukan di alamat ini?." Elya heran mengapa Alamat itu berbeda dengan alamat rumah Paman-nya tersebut.

" Itu alamat rumah baru kami. Disana ada bibi juga anak-anak paman. kamu datang saja. nanti akan ada seseorang yang menjemput kamu." Jelas Willy dengan menghisap rokok.

" Elya bareng paman saja..."

" Enak saja kamu, memangnya paman ini supir pribadi kamu? aku tidak sudi." Willy memaki Elya.

Hik hik....

" Baiklah, Paman. Elya akan pergi naik bis saja." Lirih Elya lalu bergegas ke dalam kamar.

Ep 02

Sebelum pergi ke kota, Elya menyempatkan diri berkunjung di makam keluarganya dengan berjalan kaki.

Jalan setapak ia lewati perlahan, terik matahari menyapu wajah manisnya, butiran keringat berjatuhan.

Langkah kaki terasa berat saat ia memasuki pekarangan makan yang terletak di ujung desa. Serasa sesak di dada ketika di lihatnya tiga batu nisan saling berdampingan.

" Ayah, ibu, adik, Elya pamit untuk pergi ke kota. doakan Elya supaya bisa kuat menjalani hidup tanpa hadirnya kalian di sisi Elya." Air mata mulai berderai.

" Andai kalian masih disini bersamaku, maka langkah kaki ini tidak terasa begitu berat. Aku ingin hidup bersama kalian lagi. Meski kita hidup dalam kekurangan tapi aku bahagia bisa hadir di tengah-tengah keluarga kita. Tapi kenapa kalian pergi tanpa menganjak aku kembali ke sisi Tuhan. Ayah, ibu, adik, semoga kalian bisa tenang di alam sana." Perlahan Elya menyeka air mata lalu bergegas pergi.

Setelah kunjungan itu Elya segera berangkat menuju kota Jakarta.

Rasa takut mulai berkecamuk dalam kepala seolah memberatkan kepergiannya.

Aku harus bisa melawan rasa takut ini, semua ini aku lakukan demi kedua orang tuaku.

sekarang aku harus berjuang keras untuk segera membebaskan mereka dari belenggu dunia, agar mereka bisa tenang di alam sana...

" Kamu mau kemana nak?." Tanya seorang wanita yang duduk di sampingnya.

" Saya mau ke alamat ini Bi..." Elya menunjukkan selembar kertas pada wanita tersebut.

" Lalu dimana keluarga kamu? tidak baik gadis sepertimu pergi ke kota besar sendirian." Tanya Wanita itu heran.

" Keluargaku sudah ada di rumah abadi mereka..." Elya menunduk sedih, tanpa sadar air mata jatuh perlahan.

" Kenapa kamu menangis?." Wanita itu berusaha mengusap air mata Elya.

" Tidak apa-apa bibi, maaf ya aku jadi cengeng."

" Nak, sebenarnya kemana orang tua kamu, lalu apa maksud rumah abadi itu..?"

" Mereka semua sudah pulang ke rumah Tuhan." Lirih Elya.

" Astaga, maaf, Nak. bukan maksud bibi untuk...."

" Tidak apa-apa bibi, mungkin ini sudah jalan hidup yang harus aku tempuh." senyuman tipis terselip dalam kelukaan mendalam.

" Sabar ya nak. Lalu kenapa kamu ingin pergi ke Jakarta? disana adalah tempat yang keras. Tidak mudah mengadu nasib disana. Banyak hal yang harus kamu pelajari sebelum kamu melangkah ke kota keras itu,nak." jelas Wanita tersebut.

" Iya bibi, tapi Elya di Jakarta ikut dengan paman."

" Syukurlah kalau kamu ada tempat untuk berlindung. Semoga kamu sukses di suatu hari nanti..." wanita itu mengusap lengan Elya perlahan.

Ada perasaan iba yang membuatnya simpati pada Elya, di usia remaja sepertinya akan rawan baginya hidup di luar tanpa di dampingi orang tua.

" Nak, ini sudah sampai mari kita turun."

Mereka pun turun dari bis....

" Kamu masih belum paham dengan jalanan disini, bagaimana jika kamu ikut denganku. Nanti aku akan mengantarkan kamu ke alamat itu." Rasa iba mendorong wanita itu untuk mengulurkan tangan pada gadis malang tersebut.

" Terima kasih Bibi. Tapi Elya akan di jemput oleh supir Paman." Jelas Elya penuh keyakinan.

Saat Elya mencari tempat untuk duduk, matanya di kejutkan oleh seorang lelaki dengan membawa kertas bertuliskan namanya.

" Itu dia orangnya, kalau begitu Elya pergi dulu bibi." Elya pun berjalan menjauh dari wanita baik tersebut.

Dari kejauhan Elya melambaikan tangan serta tak lupa senyuman manis ia berikan sebagai tanda perpisahan mereka di terminal.

Ep 03

" Tuan, Elya Mahendi adalah nama saya." Lirih Elya sembari mendekati lelaki setengah baya yang membawa sebuah kertas bertuliskan namanya.

" Oh iya, kalau begitu mari ikut dengan saya." Ucap Lelaki tersebut.

Elya hanya tersenyum lalu mengikuti langkah kaki lelaki itu, tanpa ada satu keraguan sedikit pun di hati. Karena dia yakin bahwa lelaki itu adalah suruhan pamannya.

Tak berapa lama ia sampai di parkiran mobil.

" Saya ambil mobil dulu, Nana harap menunggu sebentar..."

Sementara itu, Elya duduk di sebuah kursi panjang di dekatnya.

Elya menatap luasnya parkiran mobil, ada banyak mobil mewah terparkir disana.

Pemandangan yang jarang di temukan di desanya.

Bip bip....

Terdengar suara klakson mobil dari kejauhan, Saat Elya melihat ke arah mobil itu, ternyata sang pengemudi adalah lelaki yang menjemputnya.

" Baik pak...." Elya berlari kecil dengan menenteng sebuah tas ransel yang berisikan baju dan peralatan lainnya.

tok tok..

Elya mengetuk kaca mobil, ia kesulitan membuka pintu.

Maklum, karena selama ini Elya tidak pernah naik mobil mewah. Bahkan untuk sekedar membayangkan saja tidak pernah.

" Dasar bodoh." Cetus seorang lelaki yang juga berada di dalam mobil tersebut.

Clik...

Pintu mobil terbuka, lalu Elya masuk dengan membawa semua barang bawaannya.

" Jangan letakkan barang kamu disini..."

Mendengar suara itu, Elya terkejut.

" Siapa kamu?." Elya panik saat melihat lelaki tampan berkacamata duduk di sampingnya.

" Tentunya aku pemilik mobil ini."

" Tidak mungkin. Ini adalah mobil pamanku." Elya berusaha menyangkal semua kebenaran.

" Cih...mana bisa paman kamu itu membeli mobil seperti ini? bahkan untuk seumur hidupnya dia tidak akan mampu." Raditya menyombongkan diri dengan apa yang dia punya saat ini.

" Jangan sembarangan bicara kamu, jika pamanku tau kamu menghina dia, maka kamu akan di hukum." Ucap Elya penuh percaya diri.

" Maaf nona, mohon berlaku sopan terhadap Tuan muda. Beliau benar, mobil ini adalah miliknya." Sambung lelaki yang tengah mengendalikan stir kemudi.

" Maksud bapak apa? bukankah bapak menjemput saya atas permintaan dari paman Willy?."

" Bukan..." Sambung Raditya, ia menatap wajah kusam dari Elya. " Kamu diam atau turun di sini?." Merasa kesal Raditya pun melontarkan kalimat menakutkan bagi Elya.

" Kembalikan aku pada paman Willy..." Rengek Elya sembari menggenggam erat tas yang berada di pangkuannya. Dia takut terjadi sesuatu padanya, karena baru kali ini bertemu orang asing.

" Hahaha, lucu sekali kamu ini. Apakah kamu belum tau kebenarannya, jika kamu sudah di jual oleh paman kamu kepadaku."

Bagaikan panah menusuk hati.

Elya terdiam dalam sakit.

Semua ucapan Raditya seolah membunuhnya tanpa ada satu penyebab.

"Kamu bohong, dasar penipu." Elya memukul lengan Raditya dengan brutal.

" Dasar gadis kampung. Singkirkan tangan kamu dari tubuh saya." Bentak Raditya, selama hidup Raditya paling tidak suka jika ada seorang yang lancang terhadap dirinya.

Hik hik....

" Aku ingin pulang..." Rengek Elya.

" Diam...!" Teriak Raditya.

Karena kesal, Raditya pun meraih lengan Elya lalu menggenggamnya dengan sangat erat..

" Patuh padaku, maka kamu akan baik-baik saja." Cetus Raditya.

Elya semakin ketakutan. Tidak pernah terbayang jika pamannya sendiri mampu berbuat kejam terhadap dirinya.

Diam adalah satu-satunya jalan bagi Elya saat ini, tidak mudah baginya untuk melepaskan diri di kota besar itu.

Rasa takut membuat sekujur tubuhnya menggigil....

Beberapa jam kemudian, mobil berhenti di sebuah hotel berbintang.

" Sekarang kamu bawa dia untuk berganti pakaian. Jangan biarkan dia masuk ke kamarku dengan baju lusuh seperti itu." Ucap Raditya pada salah satu pegawai di hotel tersebut.

" Baik tuan."

Ada dua wanita yang membantu Elya berganti pakaian, bahkan ia di rias secantik dan semenarik mungkin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!