NovelToon NovelToon

Pendekar Pedang Naga Langit

01. Turun Gunung

Jauh di kaki gunung yang berada di tengah hutan, Laksminingrum dengan piawai memainkan pedangnya yang berukuran sedang itu. Tampak tak ada yang istimewa dengan pedang itu. Tapi jika dikulik lebih jauh, ada kekuatan yang dahsyat menyelimuti pedang itu. Laksminingrum bahkan saat pertama kali memegangnya , Ia tak kuat menahan energi dari pedang itu.

Untuk yang terakhir kalinya ia ingin berlama-lama berlatih pedang ditempat dimana ia berlatih selama ini.

Esok hari ia sudah harus pergi mencari jadi dirinya. Ia ingin tahu mengenai keluarga yang tak pernah ia ketahui rupanya. Ia ingin sekali, meski harus menempuh perjalanan yang berbahaya sekali.

Di kaki gunung itu ia tinggal bersama seorang pria separuh baya yang sekaligus juga gurunya. Mereka tinggal di tengah belantara yang tak jauh dari Sungai yang lumayan luas. Untuk pergi ke perkampungan terdekat yang biasa ditempuh dengan waktu tiga hari perjalanan, mereka biasa menggunakan rakit.

Mengenai gurunya itu, Ia lah orang yang membesarkannya selama ini dengan penuh kasih sayang. Dia sering berkata kalau istrinya dibunuh oleh seseorang saat sedang hamil. Karena didorong rasa sedih yang mendalam dia akhirnya menutup diri dari keramaian.

Kalau dilihat sekilas, tampak dia hanya orang biasa saja. Namun dilihat dari ilmunya yang didapatkannya selama ini, Laksminingrum menduga bahwa gurunya adalah seorang pendekar pilih tanding dimasanya. Itu hanya dugaannya, karena sang guru tak pernah menceritakan sepak terjangnya saat muda dulu. Dia hanya mengucapkan nasib istrinya yang malang dan alasan mengapa Ia menyepi, tak lebih. Itupun ia mengucapkannya tanpa sengaja.

Ia tak berani bertanya lebih jauh daripada yang diucap oleh gurunya karena didorong rasa hormatnya. Lagipula is merasa itu bukan urusannya juga. Mungkin saja ada alasan kuat mengapa Ia menutup erat masa lalunya itu.

***

Saat sedang asyik berlatih, tiba-tiba saja ia mendapat serangan dari belakang. Sedikit saja ia lengah, sudah pasti ambruk oleh serangan itu.

Sang penyerang itu ternyata adalah gurunya sendiri yang memberi isyarat untuk berduel dengannya. Diladeni juga oleh Laksmingrum untuk berduel. Karena setelah ini, belum tentu ia akan bisa duel lagi dengan gurunya.

Dengan segala kemampuan yang dimiliki, ia berhasil mengimbangi gerakan gurunya yang cukup cepat. Mereka berduel dengan pedang yang berada ditangan mereka.

Suara pedang yang beradu bergema sangat keras. Tak ada yang mau kalah satu sama lain. Walaupun mereka guru dan murid, mereka  tetap mengerahkan segala yang mereka kuasai.

Setelah kira-kira sepenanak nasi, pertarungan itu mereka hentikan. Walaupun tak ada pemenang dalam duel tersebut.

Mereka berhenti karena Laksmingrum akan bersiap untuk memasak makan malam mereka . Dia segera bergegas ke kebun kecil yang berisi berbagai sayuran yang ditanam gurunya.

Rumah mereka letaknya jauh dari perkampungan, untuk memenuhi kebutuhan dapur gurunya menanam sayuran. Sedangkan untuk kebutuhan lainnya yang tak bisa didapat dihutan, mereka menjual hasil kebun yang awet untuk berhari-hari karena tidak cukup sehari perjalanan mereka ke perkampungan.

Walau begitu, Laksmingrum tidak meminta kepada gurunya untuk pindah ke perkampungan agar lebih mudah mendapatkan kebutuhan mereka sehari-hari. Ia berpikir gurunya pasti punya alasan yang kuat untuk tinggal di tengah hutan yang terisolasi dengan manusia. Lagipula ia dari kecil sudah berada dihutan, sehingga ia tak mempersalahkan hal itu.

Salah satu yang membuat kerasan adalah Ia bisa berlama-lama mandi di sungai  tanpa takut diintip oleh siapapun juga. Sungai yang biasa dia pakai untuk mandi adalah sungai kecil dangkal dan mengalir tidak terlalu deras sehingga aman untuk mandi. Sungai itu terletak berada di dekat rumah. Sedang sungai satu lagi yang lumayan besar letaknya agak jauh dari rumah. Butuh setengah untuk sampai Sana. Airnya tenang tetapi dalam.

Lagipula udaranya sangat sejuk. Ditambah lagi pemandangan yang begitu indah. Ia merasa seperti tinggal di Swargaloka.

***

"Caramu memainkan pedang itu sungguh sempurna. Kamu memang sudah layak untuk menjajaki dunia yang sesungguhnya, " Saat sedang bersantap malam gurunya berkata.

"Tapi guru, saya belum siap untuk pergi meninggalkan tanah ini. Saya ingin lebih lama lagi berada disini dengan guru. "

"Tidak bisa. Apapun alasannya, kamu harus pergi dari sini. Kamu harus mencari tahu siapa gerangan dirimu ini."

"Tapi guru.... "

"Tak ada kata tapi. Kamu harus mencari jati dirimu yang sesungguhnya. Ini perintah. Kamu harus melaksanakannya! "

Perempuan itu tak bisa berkata-kata lagi. Baginya, gurunya adalah segalanya. Tetapi ada rasa berat hati meninggalkan  gurunya seorang diri ia . Rasa untuk tinggal lebih lama lagi  masih terus menggebu.

Malam seusai bersantap, Laksminingrum memandang bintang yang bertaburan. Ia ingin malam bertambah panjang agar ia bisa memandang bintang ditempat yang sama lebih lama lagi.

Ia tak habis pikir dengan  gurunya. Ini malam ketiga gurunya berkata begitu. Walaupun pada kemarin malam disepakati untuk pergi besok, tapi rasanya masih sangat berat. Ia tak ingin meninggalkan tempat yang penuh kedamaian ini. Ia juga sebenarnya tak terlalu memperdulikan tentang siapa keluarganya, karena dari kecil Ia  hanya mengenal gurunya sebagai sosok keluarganya, hanya saja mungkin gurunya berpikiran lain.

Tanpa sadar, dari balik jendela gurunya memperhatikan Laksminingrum yang tengah melamun sambil melihat bintang. Rasanya Ia ingin terus memandang muridnya yang sudah dianggap anak itu. Hanya saja Ia tak ingin egois . Ia ingin Laksminingrum mendapatkan kebahagiaan yang lebih.

Lagipula, sebelum bertemu dengan Laksminingrum yang saat itu ia temukan disungai ia sudah bertekad untuk menyepi setelah kehilangan istri yang sedang mengandung anaknya.

Setelah bayi itu telah menjadi dewasa dan semua ilmunya sudah sempurna, ini lah saat yang tepat untuk melaksanakan tekadnya itu.

***

Embun masih lumayan tebal saat mentari perlahan terbit. Dua omanusia sudah berada ditepian sungai. Orang itu adalah Laksminingrum dan gurunya.

Dengan rambut yang diikat seadanya dah juga perbekalan yang lumayan cukup, seorang wanita dengan selendang yang terikat di pinggang kirinya dan juga sebilah pedang ditangan kanan itu tampaknya menahan tangis karena tak ingin berpisah, sedangkan Satu lagi, seorang lelaki paruh baya menunjukkan ekspresi kurang lebih sama, hanya saja ia tampak lebih berusaha tegar.

Mereka menyebrang sungai menggunakan rakit. Perlahan namun pasti, mereka sampai diseberang sungai.

"Guru, terima kasih atas segalanya. Aku akan selalu mengingatmu. Tanpamu mungkin aku sudah tiada di dunia ini, " Saat berada diseberang sungai, sambil berusaha menahan air mata, Laksminingrum berkata begitu.

"Tidak perlu berterima kasih, Dewata yang Agung sudah menakdirkannya. Pergilah, kamu harus mencari jati dirimu sendiri. Buatlah legenda baru, " Jawab gurunya.

"Jaga baik-baik dirimu. Jangan sampai kamu terjatuh ke dalam jurang kegelapan. Kamu pasti bisa, " Gurunya memberi wejangan terakhir.

Setelah mereka saling mengucapkan kata-kata untuk yang terakhir kali, Laksminingrum dengan berat meninggalkan gurunya yang  mengantarnya itu dengan berat untuk memulai perjalanan mencari jadi diri yang masih abu-abu.

02. Kisah Sepasang Pendekar

"Bagaimana kalau kita beristirahat di desa ini untuk sehari dua hari? " Saat tiba digerbang desa, Erlangga bertanya pada seorang wanita disampingnya.

"Boleh juga. Aku setuju kakang, " Jawab perempuan berkain merah muda dengan sebilah pedang itu kepada seseorang disampingnya.

"Bagaimana kalau kita makan dulu? Kita dari kemarin hanya memakan buah-buahan saja, aku ingin sesuatu yang berbeda untuk dimakan sekarang." Usul wanita itu.

"Kamu bisa saja. Mari kita cari tempat makan terdekat, " Jawab lelaki disampingnya.

Setelah itu mereka segera mencari tempat makan terdekat dari mereka. Setelah memesan dan tersaji, dengan lahap wanita itu memakan pesanannya.

"Pelan-pelan, nanti kamu tersedak, lagi pula malu dilihat orang banyak. " Dengan heran lelaki itu berkata.

"Ah, tidak apa. Mumpung masih bisa. Kalau kita di hutan lagi, tak ada makanan seperti ini lagi, " Wanita itu menyanggah ucapan pria didekatnya itu.

Saat sedang asyik-asyiknya makan, segerombolan brandal tiba-tiba menyerang dan mengobrak-abrik rumah makan itu. Tak ada yang perlawanan atas tindakan itu dari sang pemilik karena takut.

Wanita itu segera melesat menyerang para berandal itu hingga Menyebabkan beberapa dari mereka luka-luka.

***

"Lancang sekali kamu menyerangku cah manis. Kamu tidak mengenal siapa kami?" Salah seorang yang tampaknya pimpinan mereka nenghardik.

"Aku tidak tahu kalian siapa dan tujuan kalian siapa. Lagi pula aku hanya tak ingin kalian merusak suasana. Itu saja, " Sambil memasang kuda-kuda dan dengan suara menantang dia berkata.

"Sombong sekali engkau wahai anak muda, " Selesai berkata, pimpinan perampok itu langsung menyerang wanita itu tanpa ampun. Tetapi rupanya perlawanannya bisa diimbangi dengan baik. Sementara lelaki yang bersama wanita itu menyerang anak buah brandal itu.

Pertarungan itu berlanjut hingga ke halaman rumah makan. Perlahan namun pasti, para berandal itu akhirnya kalah dan lebih memilih untuk melarikan diri.

***

"Kisanak, nisanak, terima kasih atas bantuannya. Saya tidak tahu harus membalas dengan apa kebaikan yang telah diperbuat than berdua, " Setelah berandal itu pergi, pemilik rumah makan itu segera menemui mereka.

"Tidak apa bu. Lagi pula Saya merasa terganggu atas perlakuan mereka, mereka telah mengacaukan suasana makanku. Memang sudah sepantasnya mereka mendapatkan perlakuan seperti itu, " Dengan nada masih kesal oleh para berandal itu, wanita itu berkata.

"Kalau boleh tahu, tuan berdua ini siapa? "

"Nama saya Dewi Ratih. Dan ini kakak seperguruan saya, namanya Erlangga, " Wanita itu berkata.

" Apa berandal itu sering berlaku sedemikian rupa? " Lelaki yang disebut bernama Erlangga itu bertanya.

"Mereka terkadang berlaku demikian. Mungkin mereka berbuat demikian ditempat lain. "

"Apa tidak ada prajurit patroli dari kerajaan yang menindak? "

"Saya tidak tahu. Tapi mungkin para berandal itu, menghindari mereka. Karena mereka hanya beraksi saat tak ada prajurit kerajaan yang berpatroli."

***

"Hari ini benar-benar sial. Semua karena pendekar itu. Sungguh keberadaan mereka tak kusangka. Lain kali akan kuhabisi mereka semua, " Saat berada ditempat persembunyian, kepala berandal itu berkata dengan penuh amarah.

"Jangan gegabah. Mereka seperti ya punya ilmunya di atas kita kalau kita nekad, kita bisa tewas."

"Besok aku akan menuntut balas, " Dengan Sombongnya ia berkata serta mengacuhkan perkataan seorang tangan kanannya.

"Bukankah sudah kubilang jangan. Apa kakang tidak mendengar? " Orang yang berkata tadi berkata dengan nada gusar.

"Kita berandal. Mengapa kita takut untuk mati? "

"Terserahmu saja. Jika kakang ingin mati lakukan saja."

***

Malam saat bulan bersinar begitu cerah, para berandal itu kembali membuat keributan sambil menanyakan keberadaan wanita bernama Dewi Ratih itu. Yang dicari tiba juga ditempat mereka berbuat keributan.

"Kalian lagi rupanya. Mau babak belur lagi kalian? " Dengan santai wanita itu berkata.

"Jangan jumawa cah manis, " Selesai berkata, berandal itu langsung menyerangnya. Dan akhirnya terulang lagi pertarungan yang berakhir dengan kekalahan berandal itu. Ia pingsan. Ia kemudian dibawa pulang dengan cara dibopong oleh anak buahnya yang tersisa.

***

Tangan kanan berandal itu tadinya enggan ikut. Tapi karena khawatir akhirnya ia menyusul juga. Saat di tengah perjalanan, ia dikejutkan oleh anak buah yang membopong sang kepala berandal itu. Setelah diperiksa, ternyata nafasnya masih ada. Dia menyuruh yang lain membawanya ke tempat persembunyian mereka.

Setelah kepala berandal dibaringkan ditempat persembunyian, sang tangan kanan itu menyesalkan apa yang telah diperbuat oleh kepala berandal itu.

***

"Nisanak ini apakah seorang pendekar? ", saat hendak memesan makanan, Laksminingrum ditanya oleh seorang pelayan yang melihat ia membawa pedang.

"Ada apa rupanya kisanak? " Dengan heran Laksminingrum balik bertanya .

"Tadi siang disini juga ada pendekar wanita dan lelaki. Kalau saya tidak salah mendengar, namanya Dewi Ratih dan Erlangga. Apa tuan mengenalnya?"

"Tidak. Mungkin hanya sebuah kebetulan saja. "

"Mereka tadi siang bertarung melawan berandal yang suka merusuh disini. Setelah kalah, tadi mereka melakukan serangan balik, hanya saja mereka tetap kalah. Pertarungan mereka belum lama usai. "

"Apakah pendekar yang disebut kisanak itu masih berada disini?"

"Saya rasa mereka menginap di rumah pemilik rumah makan ini. Dia menawarkan kepada mereka untuk bermalam disini sebagai ungkapan terima kasih, " Jawab pelayan itu.

"Maaf, terlalu asyik mengobrol membuat Saya lupa kalau tuan lapar. Saya mohon diri untuk membuatkan pesanan nisanak, " Pelayan itu berkata kemudian ia pergi keep belakang.

Setelah beberapa hari berjalan, Laksminingrum tak merasa pernah bertemu dengan orang yang disebutkan oleh pelayan itu. Sambil menunggu pesanan dating, ia menebak-nebak siapa gerangan mereka. Sambil membayangkan seberapa kuat orang itu. Tetapi ia tak ingin berharap lebih. Lagipula mereka juga belum tentu mau bertemu dengannya.

Karena hari Sudah malam, rasanya ia lebih baik bermalam saja disini. Lagipula tak ada batas waktu yang ditentukan gurunya untuk ia kembali kerumah ditengah hutan yang begitu nyaman baginya. Ia bahkan sebenarnya merasa pesimis akan menemukan siapa dirinya sesungguhnya tanpa ada sedikitpun petunjuk. Ia merasa initiative tugas gila yang takkan pernah terselesaikan olehnya.

Disaat- saat seperti inilah ia mulai mengeluhkan garis takdir yang ditetapkan oleh sang Dewata yang Agung. Andai dulu ia tidak terpisah, ia tak mungkin terlunta-lunta seperti saat ini. Ia belum pernah berpisah dengan gurunya sejauh dan selama ini. Tapi tak ada jalan pulang untuknya sekarang.

Ia sedikit terkejut saat sang pelayan itu menaruh makanan yang dipesannya tadi, tapi dia berusaha menyembunyikan rasa itu.

"Kisanak tahu penginapan disekitar sini? Rasanya terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan, " Saat pelayan itu selesai menaruh pesanannya, Laksminingrum bertanya.

"Nisanak ini hendak kemana memangnya? "

"Saya tidak tahu hendak kemana. Yang saya tahu saya harus menemukan keluarga saya yang terpisah. Saya hanya mengikuti kemana kaki saya melangkah. Itu saja, " Sambil mengeluarkan isi hatinya, Ia berkata kepada pelayan itu.

Pelayan itu merasa iba melihat Laksminingrum yang berkata dengan mata sayu. Bagaimanapun, ia juga tahu rasanya kehilangan anggota salah satu anggota keluarga.

"Kalau nisanak butuh penginapan, nanti biar saya tunjukkan. Silahkan dimakan dulu. "

***

.

03. Perjalanan

"Ratih, maafkan Aku tak bisa membantumu tadi, " Begitu melihat Dewi Ratih yang baru saja usai bertarung melawan para brandalan yang menantangnya tadi , Erlangga langsung meminta maaf.

"Tak apa. Lagi pula aku bisa sendiri. Kakang lebih baik istirahat saja, " Dewi Ratih memakluminya.

Saat pertempuran melawan seorang pendekar bertopeng perak beberapa hari yang lalu disebuah hutan, Erlangga kalah saat melindungi Dewi Ratih yang terpojok , akibatnya ia harus menanggung luka dalam yang lumayan parah. Walaupun sudah lumayan pulih, tapi ia masih belum seutuhnya. Untung saja ia berhasil kabur , kalau tidak ia mungkin sudah tewas.

Sebenarnya ia tak tahu menahu mengenai orang itu. Begitu pula tujuannya menyerang. Besar kemudian pendekar itu hanya ingin menguji ilmu baru yang dimilikinya. Ini diperkuat lagi karena pendekar itu take mengejar saat mereka kabur.

Apapun itu, yang jelas ilmunya berada ditingkat yang lebih tinggi dari mereka. Karena ia tak mengalami kesulitan yang berarti untuk membuat mereka berdua menyerah dalam beberapa jurus saja.

Erlangga memulihkan dirinya di Bantu Dewi Ratih didalam sebuah gua yang disekitarnya tumbuh pohon-pohon yang buahnya telah ranum. Jadi lah mereka selama be berapa hari memakan buah-buahan hutan.

***

Walaupun rasanya sudah lapar sekali dan badan juga terasa lemah, Laksmingingrum berusaha untuk tidak makan dengan terburu-buru. Hal ini adalah ajaran dari gurunya. Pernah suatu ketika ia makan dengan cepat sekali, omelan dari gurunya rasanya tak habis-habis terlontar dari mulutnya.

Menurut gurunya, tidak berburu-buru saat memakan sesuatu adalah cara terbaik untuk menikmati anugrah sang dewata agung. Lagipula, tak baik bagi seorang wanita apalagi masih gadis berbuat sedemikian rupa.

***

Pagi, Erlangga dan Dewi Ratih memutuskan untuk segera pergi dari desa itu. Walaupun belum pulih benar, perjalanan harus tetap berlanjut. Mereka harus pergi ke bukit Kinasih untuk menyempurnakan ilmu mereka secepatnya.

Ini adalah wasiat guru mereka sebelum dia meninggal karena sakit. Masing-masing mereka diberi gelang yang berfungsi sebagai tanda agar lebih mudah diterima . Karena menurut gurunya, orang yang mengajari mereka adalah saudara seperguruannya. Namun saat mereka merasa telah puas dengan petualangan mereka, sebuah perpisahan tidak dapat terelakkan lagi. Gurunya Erlangga dan Dewi Ratih bermukim di Gunung yang terletak di utara pulau, sedangkan yang akan ditemui mereka berdua bermukim di Bukit Kinasih .

Perjalanan yang cukup sulit ini, telah dilewati beberapa bulan yang lalu, karena jaraknya yang begitu jauh ditempuh dengan berjalan kaki. Sesekali saat berada di hutan mereka menggunakan ilmu meringankan diri untuk mempercepat langkah mereka.

***

"Kakang, kekalahan kemarin membuktikan bahwa kita belum siap untuk menghadapi pendekar yang cukup hebat. Yang kita lawan selama ini hanyalah hama pengganggu yang tidak ada apa-apanya dibandingkan kita," saat sedang memberi minum, tangan kanan berandal yang dikalahkan Dewi Ratih itu berkata.

"Kamu benar juga, sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Setelah kakang pulih , bagaimana kalau kita berguru pada orang sakti? Aku dengar di Gunung Selonogo ada orang sakti yang ilmunya sangat tinggi. Kalau tidak salah namanya Empu Wijaya," Jawab tangan kanan berandal itu.

"Aku pernah mendengar namanya . Dia adalah sosok yang selalu membuat onar di Negeri Glagah . Tapi katanya dia tidak sembarangan menerima murid," Katanya lagi.

"Apapun akan kulakukan demi membalas kekalahan semalam. Aku akan menjadi pendekar yang tak ada bandingannya," Brandal itu membulatkan tekad. Suatu saat, ia berjanji akan membalas kekalahan semalam walaupun harus dibayar dengan nyawanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!