Seorang anak perempuan berusia belum genap 5 tahun, sedang duduk seorang diri. Ia duduk mendekap kedua kakinya dan hanya melihat orang lalu lalang. Dengan pakaian berwarna hitam yang melambangkan kesedihan dan kehilangan, ia terdiam.
Rumah duka tersebut terdiri dari beberapa ruangan dan keluarganya menempati ruangan paling ujung. Gadis kecil itu melihat Daddynya sedang menyambut dan menyalami tamu yang datang. Dad Arthur selalu tersenyum kecil meskipun di dalam hatinya tersimpan kesedihan yang sangat besar.
Gadis kecil itu duduk di luar. Ia tak ingin masuk ke dalam karena di sana terbaring Mommynya yang tidak mau bangun. Ia sudah berteriak dengan sangat kencang, tapi Mommynya tetap tidak menjawab.
Duduk termenung seorang diri sambil melipat kaki dan menempelkannya di dada. Sesekali ia menggoyangkan tubuhnya ke depan dan ke belakang seperti bermain ayunan.
Mommy. - air mata seakan tak terbendung lagi dan mengalir begitu saja dari ujung matanya.
“Nama kamu siapa?” tanya anak laki-laki itu.
“Sora,” jawab gadis kecil itu.
“Salam kenal, namaku Sky,” Sky memberikan sebuah pin kecil berbentuk bunga tulip.
“Jangan sedih lagi,” kata Sky sambil mengelus rambut Sora.
Gadis kecil itu tersenyum sambil menerima pin bunga tulis berwarna keemasan, kemudian mengambil pita berwarna putih yang menempel di rambutnya dan memberikannya pada anak laki-laki itu.
“Sky!”
“Aku pergi dulu ya, Mommyku sudah memanggil. See you,” Sky pergi menjauh sementara Sora terus memperhatikan pin bunga tulip yang baru saja ia dapatkan.
**
10 tahun kemudian,
Tuan Arthur Thomas yang sedang duduk di balik meja kerjanya, menatap sebuah amplop coklat besar yang berada di atas meja. Ia sudah tahu apa isinya, hanya saja ia tak ingin membukanya.
Sudah 6 bulan terakhir ini mereka tinggal dan menetap di Singapore, karena Arthur bekerja sebagai konsultan untuk sebuah perusahaan advertising.
Pekerjaannya di Singapore kali ini pun karena perintah atasannya yang tidak bisa mempercayakan perusahaan-perusahaan besar kepada orang lain. Sudah menjadi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dirinya menetap di salah satu perusahaan klien dan memberikan konsultasi mengenai sistem manajemen perusahaan.
Kini, ia seperti mendapat tugas baru lagi. Amplop berwarna coklat yang berada di atas mejanya seperti sudah memberitahukan dan berteriak padanya tentang apa isi dirinya.
Sudah berkali-kai ia berpindah kota, bahkan negara untuk memenuhi tuntutan pekerjaannya. Untungnya ia memiliki Ivy, anak perempuan satu-satunya, yang sangat amat pengertian. Tak pernah ia mengeluh akan keadaan seperti ini, selalu tersenyum saat mendengarnya mengatakan bahwa mereka harus berpindah lagi.
Arthur tahu, Ivy pasti juga lelah dengan berpindah-pindah sekolah, tapi ia tak pernah mengeluh. Arthur tidak pernah melihat Ivy memiliki teman dekat, bahkan ponselnya jarang ia gunakan. Ia lebih memilih membaca buku, mendengarkan musik, ataupun menonton televisi.
Meskipun Ivy berpindah-pindah sekolah, ia dikenal sebagai anak yang cerdas. Ia bahkan pernah lompat kelas pada saat Sekolah Menengah Pertama. Ia melewati ujian untuk bisa melakukan lompat kelas itu. Kini usianya sudah hampir 15 tahun dan ua sudah berada di kelas 2 Sekolah Menengah Atas, sementara teman-teman seusianya masih berada di kelas 1.
**
Arthur mengetuk pintu rumahnya. Dengan sigap Ivy melompat dari sofa tempat ia sedang santai sambil menonton acara televisi.
“Dad!”
Begitulah setiap hari, Arthur selalu pulang dengan disambut oleh senyum putri kesayangannya. Berapa lelahnya seharian di kantor seperti langsung terbayarkan.
Sudah 10 tahun ia hanya hidup berdua dengan Ivy. Kesibukannya dan seringnya mereka berpindah tempat membuatnya tak berpikir untuk mencarikan ibu pengganti bagi putri cantiknya. Lagipula, rasa cinta dan sayangnya pada Keiko, istrinya yang merupakan orang asli Jepang, sangatlah besar hingga ia tidak mampu menggantinya dengan wanita lain.
“Dad, Dad kelihatan lelah sekali sepertinya hari ini?” tanya Ivy sambil membawakan segelas teh hangat untuk Dad Arthur.
Ivy duduk di lantai di hadapan meja di depan Dad Arthur. Ia tahu ada yang disembunyikan oleh Daddynya. Hubungan yang begitu dekat di antara mereka membuat Ivy bisa merasakan jika ada sedikit saja perubahan pada sikap Dad Arthur.
“Cerita sama Ivy, Dad. Jangan menyimpannya sendiri. Seperti Mommy bilang, kita harus saling menjaga dan menguatkan satu sama lain,” kata Ivy fi hadapan Dad Arthur.
Flashback on
Hari ini Ivy merayakan ulang tahunnya yang ke 14. Seperti janji Dad Arthur, ia akan mendapatkan sebuah hadiah spesial.
Pagi-pagi, ia sudah selesai membereskan rumah kontrakan mereka yang berada di Kota Penang, Malaysia. Kebetulan hari ini weekend jadi Ivy bisa merayakan ulang tahunnya seharian bersama dengan Dad Arthur.
Pintu depan terbuka. “Ivy,” panggil Dad Arthur.
“Dad!!” Ivy menyambut Daddynya dengan senyum merekah di wajahnya, menampilkan gigi putih berderetnya.
Dad Arthur pulang membawa sarapan pagi yang baru saja dibelinya. Ia mengangkatnya tinggi-tinggi dengan senyum di wajahnya untuk menggoda putri tunggalnya. Senyum tak henti-hentinya merekah di wajah gadis cantik itu.
Hakka Mee, adalah sarapan yang dibawa oleh Dad Arthur. Hakka Mee adalah kuliner berbahan dasar mie dengan topping daging cincang di atasnya. Bentuk makanan ini lebih kurang seperti mie ayan yang ada di Indonesia.
Selesai mereka menyantap Hakka Mee hingga tandas, Ivy menagih janji pada Dad Arthur.
“Dad, mana hadiah spesialnya?” tanya Ivy dengan tangan menengadah ke arah Dad Arthur.
“Oh iya. Kamu kalau masalah hadiah pasti cepat sekali!” Ivy langsung tersenyum dan kembali menampilkan gigi-giginya.
Dad Arthur berdiri dari sofa kemudian pergi ke dalam kamar tidurnya. Sambil menunggu, ivy membereskan peralatan bekas sarapan mereka dan membawanya ke dapur, lau mencucinya. Setelahnya ia langsung meluncur kembali ke sofa dan duduk dengan manisnya.
Mereka tidak pernah mengadakan acara tiup lilin karena memang mereka tidak pernah membeli kue ulang tahun sejak kepergian Mom Keiko. Biasanya, Mom Keiko-lah yang mempersiapkan segala pernak-pernik ulang tahun, mulai dari kue, hadiah, makanan, hingga hal-hal yang paling kecil.
Dad Arthur keluar dari kamar tidurnya sambil membawa sebuah kotak berwarna coklat muda, dengan hiasan pita berwarna coklat tua di atasnya. Ivy tahu itu adalah kotak kepunyaan Mom Keiko yang selalu dipandangi oleh Dad Arthur setiap malam.
Dad Arthur duduk di sofa persis di sebelah Ivy. Ia menyerahkan kotak tersebut kepada putrinya. Ivy menautkan kedua alisnya dan melihat ke arah Dad Arthur dengan tatapan bingung. Dad Arthur tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Dibukanya kotak tersebut dengan perlahan. Ada sebuah kotak kecil yang Ivy tahu adalah kotak cincin milik Mom Keiko. Selain itu, ada beberapa amplop yang di bagian depannya bertuliskan angka 14, 15, 16, 17, hingga angka 20.
Ivy juga melihat selembar foto keluarga mereka, saat ia berusia 3 tahun. Di belakang foto tersebut terdapat tulisan Mom Keiko,
My Love, My Sora
🌹🌹🌹
My Love, My Sora.
Seketika air mata Ivy menetes. Betapa ia merindukan panggilan Sora yang biasa ia dengar keluar dari mulut Mom Keiko.
“Dad menyerahkan semuanya padamu. Bacalah sesuai angka yang tertulis di luar amplop. Itu menandakan usiamu. Jangan membuka sebelumnya, itulah pesan Mommy,” kata Arthur sambil memperlihatkan amplop dengan angka-angka yang berbeda di bagian depannya.
Ivy mengambil sebuah amplop yang bertuliskan angka 14, kemudian meletakkan kotak berwarna coklat itu di atas meja. Ia berjalan menuju kursi yang berada di dekat jendela, membuka amplop tersebut perlahan dengan alat pembuka amplop.
Ivy membuka amplop tersebut dan terlihat gambar bunga matahari, seketika itu juga kehangatan seperti datang menghampiri dirinya.
Sora sayang,
Selamat ulang tahun ke 14. Mom yakin anakMommy sudah tumbuh menjadi putri yang sangat cantik.
Kamu pasti sudah melihat bunga mataharinya sayang? Kamu pasti sama cantik dengannya, tidak … bahkan kamu lebih cantik. Mommy selalu yakin bahwa kamu akan membawa kehangatan bagi orang-orang di sekitarmu. Pandanglah selalu ke arah terang, maka kamu akan menjadi bagian dari terang itu.
Terima kasih sayang karena kamu sudah membantu Mommy menjaga Daddy. Daddy kamu itu seperti bunga matahari yang melambangkan ketulusan dan kesetiaan. Pasti sampai saat ini Dad belum menikah lagi, itu karena Daddymu adalah orang yang sangat setia.
Hanya Mom ingin mengatakan sesuatu, jangan halangi Daddy jika nantinya Daddy bertemu dengan seseorang yang ia cintai. Daddy mungkin terlihat kuat di luar, tapi ia sangat lembut di dalam. Ketulusan hatinya membuat Mommy jatuh hati pada Daddy … Uhhh Mom jadi kangen pada Dad dan ingin memeluknya.
Sora sayang, cinta Mommy akan selalu ada bersamamu, kemana pun kamu pergi. Jadi, jangan pernah takut melangkah. Mom akan selalu ada dan menjagamu, menjaga Daddy. Kita akan selalu saling menjaga.
Titip cium dan peluk Mom untuk Dad ya sayang.
Selamat ulang tahun Sora, langit Mom yang cerah, biru, dan luas.
I love you ❤️
Ivy melipat surat itu, kemudian berdiri dan berjalan menghampiri Dad Arthur. Ivy memeluk tubuh Dad Arthur.
“Pelukan dari Mom,” kata Ivy.
Bulir mengkilap turun dari mata Dad Arthur dan membalas pelukan Ivy dengan lebih erat. Ivy bisa merasakan betapa Dad Arthur sangat merindukan Mom Keiko dari eratnya pelukan itu.
Flashback off
**
Di sinilah Ivy sekarang, Kota New York yang penuh dengan hiruk pikuknya. Keramaian lau lintas yang seperti tiada hentinya dari pagi hingga menjelang malam, udara yang penuh debu dan polusi, serta orang yang lalu lalang tanpa henti.
Kepindahannya dari Singapore ke Kota New York yang bisa dikatakan kota yang jauh lebih besar di negara yang lebih besar, membuatnya harus dengan cepat beradaptasi. Namun, ia yak mengeluhkan hal apapun di depan Dad Arthur.
Saat ini mereka berada di dalam taksi yang akan membawa mereka menuju sebuah rumah yang disewa oleh perusahaan yang menggunakan jasa Dad Arthur.
Ivy sangat bangga pada Dad Arthur. Begitu banyak perusahaan yang mengantri untuk mendapatkan jasa konsultasi dalam bidang manajemen darinya. Dad Arthur memang sangat luar biasa.
Ivy melihat ke arah Dad Arthur yang duduk di sampingnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh pepatah bahwa cinta pertama seorang anak perempuan adalah Daddynya.
Arthur melihat ke arah Ivy, “kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” tanya Dad Arthur.
Ivy langsung merangkul tangan Dad Arthur, “Ivy sayang Dad,” dan sebuah kecupan mendarat di pipi Dad Arthur.
Dad Arthur langsung mengusap kepala Ivy dengan sebelah tangannya. Betapa bahagianya ia memiliki seorang anak perempuan yang sangat mengerti dirinya. Ivy merupakan hadiah terindah yang diberikan oleh Keiko padanya.
“Dad juga menyayangimu,” Arthur mengecup kening Ivy.
**
“Sky!!” teriak Elena dari kejauhan dengan wajah yang penuh dengan kemarahan.
Sky yang saat ini sedang santai sambil bersandar pada balkon berupa dinding bata yang berada persis di depan kelasnya, tidak menggubrisnya sama sekali. Sky sedang bersama dengan ketiga sahabatnya, yakni Daniel, Gil, dan Sean.
Elena adalah seorang gadis berambut hitam ikal sebahu. Ia merupakan gadis yang merupakan impian para pria di sekolah mereka. Banyak sekali yang ingin menjadi kekasih Elena, tapi ia hanya tertarik kepada Sky, salah satu pria tampan yang juga menjadi pujaan para gadis di sekolah mereka.
“Are you crazy? Berani-beraninya lo pasang foto itu di papan pengumuman,” teriak Elena dan …
Plakkk
Sebuah tamparan dengan mulusnya mendarat di pipi Sky. Sky yang awalnya biasa saja dan ingin mengacuhkannya, tiba-tiba langsung mencengkeram pergelangan tangan Elena dengan kasar, sementara sebelah tangannya sudah berada di dagu Elena.
“Berani banget lo tampar gue. Lo kira lo siapa? Selama ini nggak ada yang berani nampar gue, bahkan orang tua gue juga nggak,” kata Sky dengan ketus dan kasar.
Elena melihat tatapan Sky yang menampakkan kemarahan dan seperti ingin menghancurkannya dalam sekali kedipan saja.
“Yang nyamperin gue kan lo. Yang mau jalan sama gue juga lo. Dan yang udah bikin lo terlihat murahan juga lo sendiri,” Sky semakin keras mencengkeram dagu Elena, terlihat dari wajah Elena yang meringis kesakitan.
Daniel, Gil, dan Seal langsung menarik Sky ke belakang, menjauhi Elena.
“Sky sudah. Jangan diterusin lagi,” bisik Daniel di telinga Sky.
“Lo tahu kan yang mau jadi kekasih Sky tuh banyak, bahkan sampai antri. Mestinya lo bangga bisa dapat giliran, bahkan semua orang bisa tahu,” goda Gil sambil tertawa.
“Bajiingan lo semua, brengssek!” teriak Elena kasar di depan keempat pria itu.
“Eh cantik-cantik ngomongnya kasar banget. Pantas aja nggak ada yang betah,” kata Sean sambil tertawa.
“F*ck!! nggak usah ikut campur,” balas Elena.
Sean langsung maju ingin memukul Elena, tapi Daniel langsung menarik Sean dan menyuruh Elena untuk segera pergi dari sana. Daniel langsung menepuk bahu Sean.
“Sabar, sabar. Orang sabar disayang Tuhan,” kata Daniel yang malah dihadiahi tempelengan oleh sahabat-sahabatnya.
Mereka berempat saling menatap satu sama lain.
“Target selanjutnya?” tanya Gil pada Sky sambil menaik-turunkan sebelah alisnya.
Pletakkk
Daniel langsung menempeleng kepala Gil, sahabatnya yang pikirannya hanya diisi dengan proyek mempermainkan gadis-gadis.
“Ah nggak seru lo, nil!” teriak Gil. Mereka berempat masuk ke dalam kelas karena bel sudah berbunyi tanda pelajaran akan segera dimulai.
🌹🌹🌹
Ivy berada di ruang administrasi sekolah barunya. Setelah proses yang cukup berbelit, akhirnya ia bisa melanjutkan sekolahnya di sana. Salah satu hal yang membuat Ivy diterima di sana adalah nilai akademisnya yang luar biasa. Ia memang memiliki otak yang cerdas, meskipun usianya lebih muda dibanding teman-teman seangkatannya.
“Kamu bisa masuk di kelas 2-1. Nanti langsung bertemu dengan Mr Harry, wali kelasmu,” jelas Mr. Rocky, sang kepala sekolah.
Pindah sekolah di pertengahan tahun ajaran memang sangat menyusahkan. Ia harus menyesuaikan kembali apa yang telah ia pelajari di Singapore dan membandingkannya dengan pelajaran di New York.
Ivy menghampiri kepas 2-1. Ia sudah berdiri di depan pintu kelas setelah bertanya pada salah satu staf administrasi mengenai letak kelas yang akan ia tempati. Mr Harry yang melihat Ivy pun akhirnya memanggilnya dan memperkenalkannya pada seluruh anak-anak murid di dalam kelas itu.
Suasana kelas tiba-tiba menjadi riuh karena kedatangan Ivy. Mr Harry seketika memijat pelipisnya kemudian menggebrak meja.
“Bisa diam tidak?!!” teriak Mr Harry.
Suasana langsung berubah hening. Kini tak ada satupun yang berani berbicara karena Mr Harry adalah guru pelajaran Matematika, salah satu guru yang paling disegani di sekolah. Sekali tebas, habis nilai matematika satu kelas.
“Ini adalah teman baru kalian. Ia adalah siswa pindahan dari Singapore. Silakan perkenalkan dirimu,” kata Mr Harry pada Ivy.
“Perkenalkan, nama saya Ivy. Salam kenal,” ujar Ivy singkat.
“Kamu bisa duduk di …,” Mr Harry memandang ke sekeliling kelas, mencari tempat kosong.
“Di sini aja Mister,” kata Rey sambil menunjuk kursi kosong yang berada persis di depannya.
“Gila lo Rey! Itu kan tempatnya Juli,” kata Flora, teman sebelah Rey.
“Ahh suruh dia besok cari tempat duduk lain. Lagian sering banget dia nggak masuk. Sayang banget kan kalau kursinya kosong. Daripada nanti ada sosok nggak kelihatan yang nempatin, mendingan diisi sama yang bening-bening, ya nggak?” kata Rey sambil menarik sudut bibirnya.
“Nah Ivy, kamu biaa duduk di sana,” kata Mr Harry sambil menunjuk kursi kosong yang tadi diberitahu oleh Rey.
“Baik, Mister,” Ivy sedikit membungkukkan tubuhnya kemudian berjalan menuju kursi tersebut.
Ia menarik kursi tersebut, duduk, dan meletakkan tas persis di belakang tubuhnya. Ia mengeluarkan 1 buku tulis kosong dan mulai memperhatikan pelajaran.
Rey yang duduk persis di belakang Ivy pun menepuk bahu Ivy, kemudian menyodorkan tangannya.
“Kenalin, Rey,” kata Rey dengan mantap.
“Ivy,” menyambut tangan Rey kemudian kembali berkonsentrasi dengan buku tulisnya.
Ahhh, baru juga ngeliat senyumnya sama pegang tangannya. Hati gue udah langsung meleleh gini. - batin Rey.
Pletakkk
Rey yang kesakitan langsung memegang kepalanya dan mengusapnya berkali-kai. Ternyata Flora-lah yang sudah memukulnya dengan sebuah buku matematika yang cukup tebal.
“Dipanggil tuh sama Mr Harry! Pagi-pagi pikirannya udah ke mana-mana. Jangan sampai mesuk aja! lihat tuh iler mau netes,” bisik Flora.
Hadehhh, emang dasar matematika ye. Udah otak cuka seiprit begini, masih aja mau dihancurin sama tuh buku yang setebel gaban. Bentar lagi bakalan hilang nggak bersisa diremes-remes sama Mr Haha. - batin Rey sambil mengusap wajahnya yang mulai terlihat berantakan.
**
“Gimana perkembangan lo sama Bella?” tanya Gil pada Sky.
“Ya biasalah. Baru juga sehari gue sapa, udah langsung nempel melulu,” kata Sky dengan narsisnya.
“Target kali ini nggak bakalan gagal donk ya?” Gil tertawa dengan renyahnya, membuat para sahabatnya serasa ingin memakannya sampai habis.
“Wuihhh, ada anak baru,” kata Sean yang sedari tadi bersandar di balkon menatap siswa-siswi lain di jam istirahat mereka.
Sekolah mereka terdiri dari 4 lantai. Lantai paling bawah diperuntukkan untuk administrasi, ruang kepala sekolah, ruang guru, laboratorium, dan ruang serbaguna. Lantai 2 diperuntukkan untuk siswa kelas 2, lantai 3 untuk siswa kelas 3, dan lantai 4 untuk siswa kelas 1.
Gil yang mendengar kata anak baru, langsung mendekati Sean.
“Mana, mana? Bening nggak?” tanya Gil.
“Pikiran lo tuh ya, selalu aja nyati yang bening-bening melulu,” kata Sean sambil memukul kepala Gil. Dengan menggunakan kedua tangannya, Sean memegang kepala Gil dan mengarahkan pandangan sahabatnya itu ke aha Ivy yang sedang menyusuri selasar di lantai 1, menuju ke ruang guru.
“Wuihhh bening!” Sky yang mendengar Gil langsung memutar tubuhnya, begitu juga dengan Daniel.
Pandangan mereka langsung terpaku pada seirang gadis berambut panjang lurus sedikit ikal di bagian bawah. Berkulit putih yang memang diwarisi oleh Mom Keiko yang berdarah Jepang. Memiliki wajah campuran oriental, dengan mata biru seperti Dad Arthur, membuatnya terlihat semakin menarik.
“Wahhh, kalau ada yang seperti ini, Bella mah lewat lha ya. Kita hempaskan aja secepatnya,” kata Gil sambil menepuk bahu Sky yang sedang tersenyum simpul.
**
Waktu menunjukkan pukul 2 siang, sebentar lagi sekolah akan segera usai. Ivy harus segera kembali ke rumah karena masih ada beberapa kiriman barang dari Singapore yang akan datang. Sebelum ke Kota New York, Dad Arthur telah menitipkan beberapa barang kepada temannya yang memiliki usaha ekspedisi agar membantunya untuk membawakan barang ke Kota New York.
Tringggggg!!!!!!
Bel berbunyi, tanda sekolah untuk hari ini telah selesai. Ivy segera memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Ada beberapa buku yang harus ia beli karena berbeda dengan apa yang ia gunakan saat bersekolah di Singapore.
“Balik Vy, rumah kamu di mana?” tanya Rey sambil berdiri di sebelah meja Ivy.
“Duluan aja, rumahku dekat dari sini,” jawab Ivy.
“Aku anterin yuk,” ajak Rey sambil memperlihatkan kunci motor di jari jemari tangannya.
“Nggak usah, terima kasih. Aku tinggal jalan kaki aja kok,” tolak Ivy dengan halus.
“Rey! Lo anterin gue aja. Lo jangan gangguin anak baru,” kata Flora sambil memiting leher Rey hingga Rey sedikit membungkuk. Flora melambaikan tangan pada Ivy kemudian membawa Rey pergi dari sana.
Ivy tersenyum melihat bagaimana kedekatan antara Rey dengan Flora. Ia yang tidak pernah memiliki sahabat, merasa sedikit iri dan ingin seperti itu.
Tak lama setelah kedua teman sekelasnya keluar, Ivy merapikan semua buku-bukunya. Setelah selesai, ia beranjak dari tempat duduknya menuju ke arah pintu.
“Anak baru ya?” tanya Gil yang kini sudah berdiri dan bersandar di pintu, menghalangi akses Ivy untuk keluar dari sana. Di belakangnya ada Daniel yang menampilkan senyum cool tapi tetap terlihat sangat ramah.
Wajah Ivy langsung memerah ketika melihat senyum Daniel, membuatnya langsung menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Ia tidak menjawab pertanyaan Gil dan hanya memegang erat tali tas miliknya.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!