NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Sang Mentari

1. Cahaya Itu Bernama Mentari

DARTO POV

4 tahun kemudian....

Driiinngg

Driiinngg

Ponsel di atas meja makan milikku berdering, ku lihat nama Pak Bagas, client ku yang menelefon.

"Pagi Pak" ucapku.

"Baik, saya akan datang tepat pukul 10. Perjanjian kerja sama juga sudah saya rampungkan" ucapku lagi.

"Sama-sama Pak. Selamat pagi"

Tut.

Ku matikan sambungan telfon dari Pak Bagas.

📍

Setelah panggilan usai, ponsel kembali ke halaman depan. Foto itu, foto yang selalu menghiasi dan menemani hari-hariku. Foto yang mampu memberikan semangat di setiap langkahku.

Foto seorang wanita yang amat aku cintai dan sayangi, namun sampai detik ini hatinya belum mampu aku gapai. Semenjak aku membantu dirinya, dari semenjak itulah rasa cintaku untukku tumbuh subur.

Namun, karena luka batin dan hatinya yang begitu dalam, sampai saat ini aku belum bisa memenangkan hati dan cintanya. Berkali aku mendapat penolakan, namun itu tak sedikit pun menyurutkan rasaku padanya. Malah, rasa ini semakin tumbuh subur.

Mentari Wijaya, itulah perempuan yang sudah membuat hatiku terpatri kuat pada dirinya. Perempuan hebat dan tangguh, yang mampu menggetarkan seluruh rasa yang ada di dalam hati ini.

Sejak awal aku membantunya dalam mengawasi mantan suaminya, dari situlah aku mulai tertarik pada Tari. Namun, aku tau diri, saat itu Tari masih berstatus sebagai istri orang. Namun, setelah semua masalah yang menghampirinya selesai, aku semakin bersemangat untuk mengenalnya lebih jauh lagi.

Namun, kenyataan tak sesuai dengan harapanku. Luka dari masa lalu yang begitu dalam, membuat Tari trauma untuk kembali mengenal lelaki. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang lagi.

Sudah cukup rasa sakit yang ia rasakan dari masa lalu, ia tak ingin menambah lagi luka dengan yang baru. Namun, itu tak menyurutkan hati ini untuk terus menggapai hati Tari.

Aku yakin, suatu saat nanti Tari bisa aku luluhkan hatinya, dan aku bisa mendapatkan Cinta Tari seutuhnya. Bukankah tak ada hasil yang akan mengkhianati proses? Aku berharap, proses yang selama ini aku lakukan, kelak akan membuahkan hasil yang manis untuk hubunganku dengan Tari.

📍

Sejak kecelakaan yang menimpa kedua orang tuaku, hidupku menjadi berubah. Setelah masalah Tari selesai, sejak saat itulah pekerjaan sebagai detektif swasta resmi aku tinggalkan. Papa memintaku untuk mengurus rumah makan yang telah di dirikannya saat masih bujang dulu.

Rumah makan Papa terbilang sukses, sudah memiliki 3 cabang di sini dan di kota lain juga ada beberapa. Memang, sejak aku lulus kuliah, Papa ingin aku yang mengelola semuanya. Namun, aku sama sekali tak tertarik. Aku lebih senang dengan tantangan, senang menyelidiki sesuatu dan senang menganalisis suatu masalah. Maka dari itu, aku memutuskan untuk menjadi seorang detektif swasta.

Alhamdulillah, kedua orang tua ku sangat mendukung apa yang menjadi pilihanku. Papa dan Mama bukan termasuk orang tua yang egois, yang kemauan mereka harus selalu aku turuti. Jasaku bukan hanya dipakai oleh masyarakat saja, terkadang instansi kepolisian dan BIN juga memakai jasaku ketika mereka menghadapi sebuah kasus yang lumayan sulit dan rumit.

Namun, setelah Papa mengalami kecelakaan bersama Mama, mau tak mau aku harus mengambil alih semua rumah makan milik Papa. Selain sudah tua, akibat dari kecelakaan itu kini Papa menjadi lumpuh.

Dan, disinilah aku sekarang. Di dalam perjalanan menuju salah satu rumah makan milik Papa untuk bertemu client. Salah satu agen sayuran terbesar di kota ini ingin mengajukan kerja sama dengan rumah makan milik Papa.

Dan seperti biasa, sebelum menuju ke rumah makan, aku akan menuju ke rumah Tari terlebih dahulu, bukan untuk bertamu, melainkan untuk memperhatikannya dari kejauhan.

Kegiatan ini hampir setiap hari aku lakukan hanya untuk sekedar melepas rindu saja. Bukannya aku tak pernah menemui Tari secara langsung, kalau pun bertemu, kami akan mengajak orang lain atau aku berkunjung ke rumahnya.

Tapi aku merasa tak enak jika sering datang ke rumah Tari tanpa ada ikatan apapun. Apalagi, status yang di sandang Tari sekarang. Takutnya nanti malah menimbulkan masalah baru dan juga fitnah. Walaupun di rumah itu juga ada Ayah dan yang lainnya, namun tetap saja tak enak.

📍

Di rasa sudah cukup memperhatikan Tari, ku lajukan lagi mobilku ke rumah makan. Jarak dari sini ke rumah makan pusat lumayan jauh, membutuhkan waktu sekitar 35 menit untuk sampai disana.

Rumah makan ini adalah rumah makan pertama yang Papa bangun dan rintis, jadi aku lebih banyak menghabiskan waktu disini. Sedangkan di cabang lain, aku akan memantaunya Setiap satu minggu sekali, jika yang berada di luar kota, aku percayakan kepada manager masing-masing rumah makan yang sudah aku beri kepercayaan penuh.

Sampai di rumah makan, aku langsung masuk ke dalam ruanganku. Kembali, aku membaca lagi poin-poin yang ada dalam surat kerja sama nanti dengan Pak Bagas.

Tok

Tok

Pintu ruanganku di ketuk.

"Masuk" ucapku

Terlihat, Reno asistenku masuk ke dalam ruangan.

"Mas, ada Pak Bagas" ucap Reno.

"Suruh masuk aja Ren" jawabku.

Reno pun mengangguk. Tak lama, Pak Bagas pun masuk ke dalam ruanganku. Setelah bersalaman, aku pun menyuruh Pak Bagas untuk duduk di sofa.

"Silahkan duduk Pak" ucapku.

Setelah Pak Bagas duduk, ku ambil minuman yang berada di dalam kulkas mini yang sengaja aku taruh di dalam ruanganku.

"Terima kasih Pak Darto. Jadi, bagaimana kita mulai sekarang saja?" ucap Pak Bagas padaku.

"Boleh Pak, lebih cepat lebih baik. Ini, surat kerja sama kita. Silahkan Bapak baca dan pelajari terlebih dahulu, jika ada yang kurang sreg, bisa beri tahu saya"

"Baik, saya baca dahulu ya Pak" ucap Pak Bagas.

Usai membaca surat perjanjian dan memahami poin-poin yang tertera. Pak Bagas pun mengangguk mengerti.

"Baiklah Pak Darto, saya sudah membaca semuanya. Saya setuju dengan semua yang ada di dalam surat perjanjian ini. Jadi, Bapak menerima saya sebagai distributor sayur mayur untuk setiap rumah makan yang Bapak miliki, Bapak akan mencoba dulu selama satu tahun. Jika kerja sama ini baik, Bapak akan melanjutkan bekerja sama dengan saya seperti itu? Dan jika ada kecurangan, saya harus siap dibawa ke jalur hukum?" ucap Pak Bagas.

"Ya, benar sekali Pak Bagas. Sebaliknya, jika saya juga melakukan kecurangan dan merugikan Bapak, Bapak juga bisa melaporkan balik saya. Jika kerja sama ini berjalan baik, tak menutup kemungkinan Bapak bisa menjadi distributor tetap kita untuk rumah makan ini" jawabku.

"Alhamdulillah, Insha Allah ya Pak. Semoga kerja sama kita berjalan dengan baik terus, dan usaha kita sama-sama berkah"

"Amin" jawabku.

Setelah di capai kesepakatan bersama, aku dan Pak Bagas sama-sama membubuhi tanda tangan di kertas kerja sama itu. Satu ku simpan, dan satu lagi Pak Bagas yang menyimpan.

Selesai menandatangi, Pak Bagas kemudian pamit untuk undur diri. Mulai besok, Pak Bagas akan mulai mendistribusikan hasil sayur mayur dari kebunnya ke setiap rumah makan milik Papa ini.

📍

Menyimpan surat perjanjian itu ke dalam laci meja kerjaku. Mataku kembali tertuju pada sebuah foto yang ku bingkai dan simpan di dalam laci.

Hatiku kembali berdesir memandang foto itu, foto Tari yang ku ambil secara diam-diam di akun media sosialnya. Bukan bermaksud lancang mengambil foto orang tanpa izin, namun sekarang ini, hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk menyalurkan rindu ini pada Tari.

Biarlah, untuk saat ini aku hanya bisa memandang potret Tari. Semoga, suatu hari nanti, Tari dapat membuka hatinya untukku. Selagi rasa ini belum padam, sebisa mungkin aku akan memperjuangkan cintaku.

Karena, wanita yang selalu menyinari hariku, dan cahaya dalam hidupku itu bernama Mentari.

Bersambung...

Assalamualaikum semua.

Alhamdulillah, author bisa Up cerita baru yaaa. Ini sekuel dari cerita Kesetiaan Yang Di Sia-Siakan.

Bantu ramaikan lagi cerita ini yaaa, jangan lupa like, komen dan masukan ke dalam list favorite kalian. Terima Kasih ☺

2. Masa Lalu Darto

Usai menyimpan surat kerja sama, ku langkah kan kaki menuju ke arah dapur. Ingin mengecek bagaimana bahan baku disana. Untuk bahan-bahan di dapur, aku sudah percayakan pada kepala chef. Kebetulan, kepala chef ini adalah teman Papa semasa bujangan dulu, bisa dibilang mereka adalah teman akrab.

Namanya Om Suryo, Om Suryo ini berteman dengan Papa sejak duduk di bangku SMP. Kakek dan Nenek juga sudah menganggap Om Suryo seperti anak mereka sendiri. Karena, Om Suryo merupakan anak yatim piatu yang hanya tinggal bersama neneknya.

Sampai di dapur, ku lihat Om Suryo sedang mengecek daging sapi dan ayam yang baru saja masuk dari distributor.

"Assalamualaikum Om" ucapku.

"Waalaikumsalam, eh ada Pak Bos" jawab Om Suryo.

"Ish, panggil aja Darto sih om. Bas bos bas bos, aku ini bukan bos. Yang bos mah Papa"

"Ha ha iya-iya"

"Gimana Om aman?" tanyaku.

"Dah, aman. Kamu tenang aja. Oh ya, gimana kabar Papa mu?"

"Ya, begitulah Om. Om, mending kita ngobrolnya sambil nyantai yuk. Dah lama juga aku gak ngobrol sama Om" ajak ku pada Om Suryo.

"Boleh, kamu mau makan?"

"Gak om, nanti aja"

Om Suryo pun hanya mengangguk. Lekas aku dan Om Suryo keluar dari dapur dan duduk di salah satu meja yang kosong. Sebelumnya, sudah ku minta bagian dapur untuk membuatkan dua minuman dingin untukku dan Om.

"Papa mu apa ada perkembangan?" tanya Om padaku.

"Ya, begitulah Om. Belum ada perubahan yang signifikan. Papa jadi malas untuk terapi lagi dan terkesan pasrah. Padahal, sudah beberapa kali dokter bilang, jika kemungkinan Papa masih bisa berjalan lagi"

"Teruslah beri semangat untuk Papamu. Maaf jika Om belum bisa menengok lagi Papamu, kau tau sendirikan sekarang resto sedang ramai-ramainya"

"Ya Om tak apa, apalagi semenjak kepergian Mama. Semangat hidup Papa seperti tak ada lagi, Papa masih sering menyalahkan dirinya sendiri, katanya jika bukan karena Papa, pasti mama masih ada" ucapku lesu.

"Kamu yang sabar ya, Om tau, pasti ini pukulan terberat untuk Papamu. Om tau betul, betapa besar cinta dan sayangnya Papamu pada Mbak Sekar. Mungkin, Mbak Sekar adalah cinta pertama dan terakhir Papamu" jawab Om Suryo sambil menatap lurus ke arah luar jendela seperti sedang bernostalgia.

"Mbak Sekar beruntung sekali memiliki Papamu, begitu pun Papamu, sangat beruntung sekali memiliki Mama mu. Mereka adalah pasangan yang sangat harmonis, Om pun banyak belajar dari Papa mu bagaimana cara membina rumah tangga yang harmonis. Maka, sampai sekarang pun, alhamdulillah rumah tangga Om bisa mengikuti jejak rumah tangga Papamu" lanjut Om Suryo.

"Ya, Om benar sekali. Aku juga iri dengan keharmonisan rumah tangga mereka, kadang aku malu. Kenapa, aku sebagai anak tak bisa mencontoh rumah tangga mereka yang harmonis. Malah, rumah tanggaku sendiri, ah sudahlah. Om pasti juga tau seperti apa" ucapku.

Mendengar ucapanku, Om Suryo hanya terkekeh saja.

"Masalah dalam rumah tangga itu biasa To. Mungkin, memang kamu sama Sinta tak berjodoh. Jodoh kalian ya mungkin hanya sebatas itu. Jika Allah memang sudah menjodohkan mu dengan Sinta, pasti badai sehebat apapun yang menghampiri rumah tangga kalian, kalian akan sanggup menjalaninya. Tapi, jika tidak jodoh, walau pun tak ada ujian pun pasti akan teta pisah juga" ucap Om Suryo.

"Ya, Om benar sekali. Mungkin, jodohku bukanlah dia"

"Sekarang, apakah kau masih menutup diri dari perempuan? Om harap tidak. Karena, kau tak bisa menyamaratakan semua perempuan seperti Sinta"

"Tidak Om, aku tak menutup hatiku lagi. Sudah ada perempuan yang bisa menggetarkan hatiku kembali. Namun, untuk mendapatkan dia tak semudah membalikkan telapak tangan. Karena, dia pun sama, mempunyai luka dari masa lalu"

"Apa dia tau juga masa lalumu? Sepertinya kau banyak tau tentang dia"

"Dulu, dia adalah clientku. Aku di minta untuk mengawasi mantan suaminya. Namun, dia tak tahu bagaimana masa laluku om" jawabku.

Memang, tak banyak yang tau jika aku sudah menikah. Bahkan, teman terbaikku sendiri yaitu Radit. Bukan, bukan aku ingin menyembunyikan statusku sebagai suami orang, namun, ini semua adalah permintaan mantan istriku yaitu Sinta.

Dia mengajukan persyaratan padaku sebelum menikah, jika pernikahan kami tak boleh ada yang tau kecuali keluarga saja. Alasannya adalah karena karir. Sinta berprofesi sebagai model, saat itu karirnya sedang Bagus, namun Ibunya jatuh sakit dan meminta agar aku segera menikahi Sinta.

Awalnya Sinta kekeuh tak mau menikah dahulu, karena ia ingin fokus pada karir katanya. Namun, karena kondisi Ibunya yang semakin hari semakin memburuk, akhirnya Sinta memenuhi keinginan Ibunya. Tapi, dengan syarat pernikahan ini hanya boleh diketahui oleh keluarga saja.

Aku pun menyanggupinya. Aku dan Sinta memang sudah lumayan lama berpacaran, kami menjalin hubungan sudah hampir 3 tahun, dan menurutku, itu waktu yang cukup untuk mengenal satu sama lain. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk melamar Sinta.

Pernikahanku dan Sinta hanya seumur jagung. Pernikahan kami hanya bertahan 2 tahun saja. Sinta kepergok selingkuh dengan lelaki lain. Alasannya karena laki-laki itu lebih kaya dariku dan bisa memenuhi semua keinginannya. Memang, selama menikah dengannya, aku menyembunyikan jati diriku. Aku tak bilang jika kedua orang tua mempunyai rumah makan yang terbilang sukses.

Yang Sinta tau hanyalah, kedua orang tua itu hanya petani biasa dan aku hanya berprofesi sebagai detektif swasta yang bayarannya tak seberapa. Sejak berpacaran, Sinta memang terkenal matre dan super duper boros, lingkungan dan temannya memang dari kalangan atas. Orang sekarang bilangnya kelas sosialita.

Sehingga, gaya hidup Sinta pun terkenal hedon. Namun, karena rasa sayang dan cintaku dulu, membuat aku menutup mata akan hal itu. Uang yang ku hasilkan tak pernah bersisa, Sinta terlalu hobi foya-foya.

Hingga puncaknya, Sinta aku pergoki tengah berselingkuh dengan lelaki lain di dalam hotel. Sakit, tentu saja sakit. Pengorbananku selama ini hanya sia-sia saja, demi memenuhi kebutuhan Sinta, aku rela bekerja sampingan. Sebenarnya Papa sudah memintaku untuk mengurus resto saja agar penghasilanku besar, namun entah mengapa selama dengan Sinta, aku tak mau berterus terang padanya.

Dan alhamdulillah, mungkin ini memang yang terbaik untukku. Allah menjagaku dari orang tamak seperti Sinta, karena aku yakin, jika Sinta tau yang sebenarnya siapa diriku, dia akan semakin menjadi saja dan hanya memanfaatkan diriku.

🌺🌺🌺🌺

"Pantas saja kamu banyak tau tentang dia To. Tapi, Om ikut senang jika kamu sekarang sudah bisa membuka hati untuk wanita lain. Ngomong-ngomong, siapa sih wanita yang sudah bisa meluluhkan ponakan Om ini. Jadi penasaran deh" ucap Om Suryo.

"Adalah Om, sekarang belum waktunya aku mengenalkan. Nanti, jika sudah waktunya tiba pasti aku kenalkan sama Om" jawabku.

"Baiklah, Om cuman bisa ngasih doa yang terbaik buat kamu. Semoga, kamu bisa meluluhkan hati wanita pujaanmu. Minta pada sang pencipta di sepertiga malam, agar usahamu di permudah untuk mendapatkan hatinya. Tapi ingat cintamu pada wanita itu jangan melebihi cintamu pada sang pencipta. Dan jangan kecewa dan putus aja, jika kenyataan tak sesuai dengan harapanmu" Om Suryo menasehatiku.

"Insha Allah Om, aku akan mencintai dia sewajarnya saja. Dan aku, pasrahkan semua pada Allah. Jika memang aku berjodoh dengannya, pasti Allah beri jalan. Tapi, jika dia tak berjodoh denganku, aku akan berlapang dada dan ikhlas" jawabku.

"Alhamdulillah, bagus itu. Pasrahkan saja semuanya pada Allah. Karena, Allah tau apa yang terbaik untuk kita"

"Iya Om. Terima kasih ya Om, Om memang selalu bisa diajak curhat. Untuk sekarang, maaf jika aku banyak bercerita pada Om, karena jika pada Papa aku tak mau menambah beban fikirannya"

"Tak apa, Om sudah menganggap kamu seperti anak Om sendiri. Bicaralah pada Om jika kamu sedang ada masalah. Oh ya, sampaikan pada Papamu, insha allah akhir pekan ini Om mau ke rumah"

"Siap Om, nanti aku sampaikan pada Papa" ucapku.

Setelah lumayan lama mengobrol dengan Om Suryo, beliau pun pamit kembali ke dapur. Katanya masih harus mengecek stok sayur dan yang lainnya. Sedangkan aku, memutuskan untuk pulang saja.

📍📍

Setelah pamit pada Reno, asistenku. Ku lakukan mobil ke arah rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 siang, cuaca hari ini cukup panas.

Jika mengingat masa laluku, rasanya aku seperti menjadi orang bodoh. Sudah banyak yang mengingatkan ku tentang kelakuan buruk Sinta, namun semua aku tepis karena rasa sayang dan cintaku yang besar untuknya.

Dulu, saat usia pernikahanku dan Sinta sudah memasuki usia satu tahun, aku berniat untuk memberitahukan pernikahanku pada yang lainnya. Namun, Sinta tak setuju dan malah marah berhari-hari padaku.

Akhirnya, aku mengalah lagi. Ku urungkan niat itu, hingga kami berpisah, rahasia pernikahan ku tak pernah diketahui oleh orang lain termasuk teman-teman terdekatku. Karena, aku berfikir untuk apalagi aku memberitahukan, toh hubunganku dan Sinta sudah berakhir.

Bukannya aku tak mau terbuka soal masa laluku, tapi biarlah itu kenangan untuk aku kubur dalam-dalam. Tapi, aku bernazar. Jika suatu saat nanti Tari menerima perasaanku, aku akan menceritakan semua kisah masa laluku padanya.

Aku ingin, dia tau dari diriku sendiri dan apa alasan sebernarnya. Karena, aku berkomitmen. Jika aku sudah terikat dan menjalin hubungan dengan wanita, pantang bagiku untuk menutupi semua apa yang pernah terjadi. Keterbukaan pada suatu hubungan sangatlah penting.

Karena, kuatnya pondasi suatu hubungan adalah kejujuran, komunikasi dan keterbukaan antar satu sama lain.

Bersambung...

3. Tak Ada Tari, Adam Pun Jadi

Mobil ku lakukan menuju rumah, hari ini sebenarnya jadwal terapi Papa. Namun, Papa bersi keras tak ingin melakukan terapi lagi, katanya biarkan saja seperti ini. Namun, aku sebagai anak tetap berusaha untuk membujuk Papa agar mau di terapi kembali.

Memasuki kawasan sekolah, kecepatan mobil aku turunkan. Karena disini banyak anak-anak sekolah yang berlalu lalang. Mataku masih memandang ke sekeliling, disini terdapat dua sekolah. Yaitu Taman Kanak-Kanak dan sekolah dasar. Kedua sekolah ini yang kutahu masih satu yayasan.

Saat melintasi bangunan Taman Kanak-Kanak, mataku melihat sosok anak kecil yang sangat aku kenal. Ku tajamkan penglihatanku, ternyata benar, itu adalah Adam. Anak dari perempuan yang aku cintai.

Terlihat, Adam sedang celingukan seperti mencari seseorang. Gegas, ku parkirkan mobil dan berjalan menghampiri Adam.

"Assalamualaikum anak ganteng" ucapku.

"Waalaikumsalam, Om baik" jawab Adam sumringah.

"Adam lagi ngapain disini? Terus, sama siapa?" tanyaku pada Adam.

"Aku sekolah disini Om, nunggu jemput" jawab Adam.

"Oh, emang Adam di jemput sama siapa? Mama?"

"Gak, ama Abah Ujang"

"Oh, ya udah sambil nunggu Abah Ujang. Om temenin Adam ya. Kita beli es krim mau?" tanyaku lagi.

"Mau Om mau" jawab Adam dengan berjingkrak.

Ya Allah, senang sekali rasanya melihat anak dari orang yang kita cintai bahagia. Andai saja, aku bisa menjadi ayah sambung untuk Adam, aku akan merasa bahagia sekali. Rasa sayangku pada Adam sudah seperti anak sendiri, Adam juga bisa dibilang dekat denganku. Apalagi, Adam ssdari kecil tak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahnya sendiri.

Beruntung, Tari dan Adam dikelilingi oleh orang-orang yang sayang pada mereka. Termasuk diriku, meskipun Cinta dan sayangku masih bertepuk sebelah tangan.

📍

Adam meminta es krim rasa coklat, memang anak ini senang sekali dengan makanan yang berbahan coklat, sama seperti Tari. Ah, Tari lagi. Memang, otakku ini sudah tak bisa lepas dari yang namanya Mentari Wijaya.

Andaikan aku punya kantong ajaib doraemon, pasti sudah aku minta alat agar orang yang aku cintai juga sama mencintaiku. Tapi, itu sangatlah mustahil.

"Om baik, ayo kita duduk disana"

Ucapan Adam membuyarkan lamunanku. Saking asiknya melamun tentang Tari, aku tak menyadari jika es krim milikku sudah sedikit mencair.

"Eh, iya. Boleh, ayo kita duduk disana sambil makan es krim, sekalian nunggu Abah Ujang jemput" jawabku sambil menggandeng tangan Adam.

Aku dan Adam pun duduk di bangku depan gerbang sekolah. Ku perhatikan Adam dengan seksama, wajah Adam menurun sekali pada Tari. Adam seperti Tari dalam versi laki-laki. Hanya saja alis dan matanya menurun pada Dimas. Ah, apa kabar laki-laki itu? Belakangan, yang aku tau laki-laki yang menyakiti Tari masih tidak ada perubahan sama sekali.

📍

"Adam suka es krimnya?" tanyaku pada Adam

"Suka Om, apa lagi ini rasa coklat" jawab Adam antusias.

Melihat Adam lahap sekali memakan es krim, hatiku ikut bahagia.

"Emm, Adam mau gak nanti jalan-jalan sama Om?"

"Waaah, mau banget Om. Pasti seru, apa lagi temen-temen Adam suka cerita kalau mereka suka jalan-jalan sama Papa mereka" jawab Adam.

Aku merasakan, ada rasa iri dalam hati Adam. Tapi, ntahlah. Wajah Adam seketika berubah sendu.

"Adam kenapa?" tanyaku lagi.

"Adam sedih Om. Adam juga ingin seperti yang teman-teman Adam yang bisa jalan-jalan sama Papa nya. Adam, Adam ingin seperti mereka Om" akhirnya, tangis Adam pecah juga.

Mendengar penuturan Adam, hatiku merasa sakit. Bagaimana tidak, aku tahu betul perjalanan hidup Adam. Sedari bayi, ia tak pernah merasakan kasih sayang ayahnya sendiri. Ayahnya, dulu sibuk dengan selingkuhannya sampai-sampai durhaka kepada orang tua.

Berbagai cobaan menghampiri Tari, untungnya, Tari termasuk wanita kuat. Dia mampu bertahan dengan cobaan dan ujian yang datang bertubi-tubi. Ini lah yang semakin membuatku menyukainya. Selain pemaaf, Tari juga wanita yang mandiri dan kuat.

Ku pelut tubuh Adam dengan erat, ku elus pucuk kepalanya. Ku berikan ciuman singkat di keningnya.

"Udah, jagoan Om gak boleh sedih ya. Disini kan ada Om. Om janji deh, setiap akhir pekan gimana kalau kita pergi jalan-jalan. Adam mau gak?"

Adam mulai menghapus air matanya.

"Mau Om mau, janji ya Om? Biar nanti Adam bisa cerita sama temen-temen Adam, kalau Adam juga bisa jalan-jalan" jawab Adam

"Janji dong, udah jangan nagis lagi. Tuh liat, es krimnya jadi mencair" ucapku sambil menunjuk es krim yang ada dalam wadah.

Adam pun kembali tersenyum, Alhamdulillah.

📍

Aku kembali memakan es krim bersama Adam sambil bercerita apa saja. Adam termasuk anak yang pandai dan ceria.

Beberapa kali, kami tertawa bersama, hingga mobil yang aku kenali berhenti tepat dihadapan kami. Kulihat, Tari tergopoh keluar dari dalam mobil, Masha Allah, calon makmum ku kenapa semakin cantik saja. Ingin rasanya aku menghampiri dan memeluknya. Astagfirullah, aku segera beristighfar. Dasar otak!

"Assalamualaikum anak Mama" ucap Tari.

"Waalaikumsalam" jawab kami serempak.

"Aduh, sayang maaf ya kamu nunggu lama ya? Maaf ya, Abah Ujang gak bisa jemput kamu soalnya lagi nganter kakek ke rumah sakit. Nah, Mama baru beres meeting" ucap Tari sambil mengusap kepala Adam.

"Assalamualaikum" ucapku di dekat telinga Tari.

"Eh, astagfirullah" ucap Tari kaget.

"Ish, masa jawab salamnya astagfirullah. Kek liat hantu aja" jawabku sedikit cemberut.

"Ha ha ha, waalaikumsalam Mas Darto. Maaf maaf, habisnya Mas ngagetin saya aja" ucap Tari.

"Ya lagian, saya dari tadi di kacangin aja. Martabak enak dikacangin, lah aku di kacangin? Rasanya seperti ingin mati saja"

"Ya Allah Mas, lebay nya mulai deh" jawab Tari.

"Tapi suka kan?" tanyaku, PD dikit boleh lah ya.

"Ish, apaan sih. Oh ya, Mas disini lagi ngapain?" tanya Tari.

Saat aku akan menjawab, Adam keburu berbicara menjawab pertanyaan Ibunya.

"Ma, Om baik tadi nemenin Adam disini. Adam dibeliin es krim coklat juga loh" jawab adam

"Masha allah, baik sekali ya Om ini. Udah bilang makasih belum sama Om nya?" tanya Tari pada adam.

"Makasih ya Om" ucap Adam padaku.

"Sama-sama anak ganteng. Apa sih yang nggak buat anak ganteng ini" jawabku sambil mengucek rambut Adam.

"Ya sudah Mas, makasih banyak ya udah nemenim Adam. Kami pamit ya Mas" ucap Tari.

Aku pun mengangguk.

"Anak ganteng, jangan lupa ya. Nanti akhir pekan" ucapku.

"Siap Om baik. Oh iya Ma, nanti akhir pekan Om baik ajak aku jalan-jalan. Boleh kan Ma?"

"Emmm, boleh si Dam. Tapi, maaf ya Mama gak bisa nemenin. Mama soalnya ada kerjaan" ucap Tari.

"Gak papa Ri, kamu udah izinin Adam pergi sama aku juga, aku udah makasih banget loh. Insha Allah, aku bakalan jagain Adam" jawabku.

"Iya Mas sama-sama. Ya sudah, kalau begitu kami permisi ya. Adam, ayo Salim dulu sama Om" ucap Tari.

Adam pun mencium tanganku takzim. Setelah pamit dan mengucap salam, Tari dan Adam pun pergi meninggalkan ku.

Baiklah, untuk sekarang. Tak dapat Tari, Adam pun jadi. Tapi, aku yakin suatu saat nanti, aku bisa jalan-jalan bertiga dengan Tari. Dan semoga saja, ketika itu terjadi, kami bertiga sudah menjadi sebuah keluarga yang bahagia.

Amiiinnnn (yok aminin sama-sama readerssss)

Bersambung...

Assalamualaikum semuanyaaa.

Alhamdulillah, Darto bisa up lagi ya. Maaf ya beberapa hari ini author gak Up. Soalnya lagi gak enak badan, badan meriang dan kepala cenat cenut.

Tapi, alhamdulillah akhirnya bisa up lagi. Walaupun kepala masih sedikit pusing. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan untuk kita semua yaaa. Apalagi di cuaca seperti ini. Di daerah author hampir setiap hari hujan. Kalau di daerah kalian gimana?

Dukung terus cerbung ini yaa, author berharap semoga kalian suka.

Terima kasih ♡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!