Di sebuah rumah mewah Megah nan luas bak istana para sultan. Seorang pria yang sudah memiliki umur yang cukup banyak memagang sebuah dokumen. Dengan wajah yang serius dan alis yang saling bertautan pria tersebut membaca lembar demi lembar isi yang ada di dokumen tersebut, pria tersebut adalah Marwan Airlangga Wijaya, dia biasa di panggil kakek Marwan, selesai membaca isi yang ada di dokumen tersebut kakek Marwan, melepaskan kacamatanya dan menghela, lega.
Akhirnya, aku menemukan mu.
Kakek Marwan pun bangkit dari duduknya dan ia berjalan menghampiri seseorang yang sudah sejak tadi berada dalam satu ruangan dengan kakek Marwan.
"Antarkan aku ketempat gadis ini, bekerja."
"Baik, tuan."
...****************...
"Lisa, ada yang ingin bertemu dengan mu."
"Siapa?"
"Aku tidak tau Lis, tapi sepertinya bukan orang sembarangan."
"Bukan orang sembarangan! bagaimana maksud mu Nur, jangan bikin aku takut."
"Lebih baik kamu temui saja Lis, eeeh tapiii... kamu tidak terlibat masalah kan, Lis?"
Lisa pun menimbang-nimbang sambil menengadah ke langit langit, memikirkan sesuatu. Apakah dia pernah terlibat masalah dengan seseorang!
dengan yakin Lisa berkata.
"Tentu saja tidak, aku gadis yang baik dan sholeha pandai memasak juga rajin menabung, idola para Mak-mak, banyak yang menginginkan aku jadi menantu nya. Mana mungkin terlibat masalah."
"Uhuk uhuk uhuk...aduh Lis, tenggorokan aku jadi gatel nih, mending kamu cepat kedepan temui orang itu siapa, dan apa maksud tujuan nya mencari mu atau mungkin, jangan-jangan orang itu ingin meminangmu, Lis."
"Baiklah, aku titip pekerjaanku, ya Nur."
"Ok."
"Selamat malam tuan, apa Anda mencari saya?"
Lisa membungkukkan badan memberi hormat pada ke dua pria yg sedang duduk di kursi rumah makan yang sederhana, tempat Lisa bekerja.
"Selamat malam, nona."
"Ada perlu apa Anda mencari saya tuan?"
"Maaf menggangu waktu bekerja Anda nona, perkenalkan nama saya Sanusi dan beliau tuan Marwan Airlangga Wijaya, Anda bisa memanggil beliau, kakek Marwan."
"I... ya... sa saya Lisa."
"Silahkan duduk nona."
"Terimakasih."
Cukup lama mereka duduk saling berhadapan membuat Lisa merasa takut dan tidak nyaman. Sementara kakek Marwan memperhatikan nya dengan intens sambil sesekali tersenyum,
melihat kakek Marwan yang tersenyum mencurigakan membuat Lisa semakin takut dan tanpa sadar, kakinya yang ada di bawah meja sudah bergetar hebat,
Astaga! ada apa ini? ya Tuhan kenapa kakek ini menatapku sambil tersenyum seperti itu, apa jangan-jangan? yang di katakan Nur benar, ahhh tidak-tidak, mana mungkin kakek ini menyukaiku, tenang Lisa tenang.
"Nona!"
"Eeh...i...ya, ada apa tuan," Lisa sebisa mungkin menutupi ketakutan nya. Dengan tersenyum ramah ia menggerakkan kepalanya kekanan dan kekiri untuk mengurangi rasa gugupnya.
Sementara kakek Marwan masih diam seribu bahasa sambil menatap Lisa, dan semakin membuat Lisa takut dan ingin segera Lari saat itu juga, melihat wajah Lisa yang semakin pucat dan tangan yang bergetar, membuat Sanusi merasa kasihan.
"Nona Lisa, Tuan Marwan ingin membicarakan sesuatu yang penting pada nona."
"Oh...ya, silakan, apa yang ingin Anda katakan, Tuan Marwan."
"Kakek, panggil saya kakek."
Seketika Lisa membulatkan matanya seusai kakek Marwan berkata.
Aah kakek ini ternyata bisa bicara juga, apa! kakek, dia ingin aku memanggil nya kakek. Itu artinya dugaan ku salah kalau kakek ini menyukai ku.
" Lisa menikahlah dengan cucu ku?"
Bagai petir di siang bolong seketika Lisa terkejut dengan ucapan kakek tersebut,
Apa? menikah, dengan cucunya, astaga kakek ini sungguh membuat ku terkejut.
"Lisa."
"Eeh iya ke maaf, maaf kan saya kek."
"Jadi, kamu mau kan menikah dengan cucu saya?"
"Sebelum nya saya mohon maaf kek bukan saya bermaksud menolak, tapi...tapi saya tidak mengenal Anda dan Anda pun tidak mengenal saya."
"Tapi kakek sangat mengenal almarhum kakek mu. Rano."
" Apa? kakek mengenal kakek saya, kakek Rano?"
"Betul, beliau adalah sahabat kakek. Sahabat terbaik kakek," lalu kakek Marwan pun menceritakan masa lalu nya bersama kakeknya Lisa, yaitu Kakek Rano,
dan tentunya soal perjodohan yang dulu telah mereka janjikan, mereka ingin menjodohkan anak mereka, namun perjodohan untuk anak-anak mereka telah gagal di laksanakan di karenakan. Yuda, putra dari kakek Marwan telah memiliki kekasih dan telah terjadi sesuatu pada hubungan mereka yang mengharuskan Yuda untuk bertanggung
jawab.
"Lisa, kakek sangat berharap kamu menerima perjodohan ini. Karena kamu lah satu-satunya yang bisa menunaikan janji kakek pada almarhum Rano kakek mu, kakek memiliki dua putra dan semuanya sudah berkeluarga, sementara kakek mu hanya memiliki satu putri yaitu ibu mu, Rani."
Mendengar nama ibunya di sebut membuat hati Lisa menjadi sedih, dia teringat akan sosok ibu nya yang sudah lama meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Ibu...ibu sudah pergi kek," sambil menitihkan air mata Lisa pun mengatakan nya.
"Kakek tau Lisa, maka dari itu menikahlah dengan cucu kakek dan kakek akan memastikan kamu bahagia bersama cucu kakek."
Ya tentu saja kakek Marwan mengetahui semua tentang Lisa, karna sebelum nya kakek Marwan sudah menyelidiki semua tentang Lisa dan kakek Marwan pun tau Kalau Lisa selama ini di besarkan oleh ibu tiri, karna Rani sudah meninggal dunia ketika Lisa berumur sepuluh tahun, dan Yusuf, ayah Lisa kembali menikah dengan wanita yang berstatus sama dengan nya, yaitu Mona.
Beberapa menit Lisa hanya termenung tak bersuara sedikit pun.
"Lisa, kau baik baik saja."
Sadar kalau dirinya sedang melamun, Lisa pun kaget ketika kakek Marwan menggenggam tangan nya, dan dengan cepat Lisa menarik tangan nya dari genggaman kakek Marwan.
"Kamu takut pada kakek?"
"Tidak kek, saya hanya kaget."
"Baiklah kakek anggap kamu menerima perjodohan ini dan kakek akan segera menemui orang tua mu."
"Tapi kek, ijinkan saya untuk memikirkan nya dulu."
"Haa haa...baiklah kakek beri kamu waktu sampai besok, dan kakek yakin kamu tidak akan menolaknya Lisa, dan satu lagi, cucu kakek itu sangat tampan, ha ha."
Tanpa peduli dengan wajah Lisa yang sudah pucat bak seorang yang melihat hantu berwajah menakutkan, kakek Marwan malah tertawa renyah.
...****************...
Sesampainya di rumah, Lisa langsung masuk ke kamar ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah amat tipis, setipis harapan ku menantikan diri mu....aaaeee.
Lisa memikirkan kembali bayangan dan kata-kata yang di ucapkan kakek Marwan pada dirinya di rumah makan tadi.
"Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus menerimanya nya atau menolaknya, ah kakek kenapa kakek memiliki janji perjodohan segala sih, bagaimana ini, ya! tentu saja aku harus menolak nya bukan, ini hidup ku, lagi pula aku belum mau menikah."
...****************...
Keesokan harinya di hari minggu pukul sembilan pagi, tepat di halaman depan rumah sederhana terparkir sebuah mobil mewah yang menyita perhatian orang-orang yang berjalan-jalan di pagi hari.
Pemilik rumah tersebut jauh lebih penasaran dengan mobil tersebut milik siapa, kenapa di parkir di pekarangan rumahnya?
"Maas! mas Yusuf cepat kesini."
Yusuf yang sedang bermalas-malasan sambil memainkan benda pipih miliknya tersentak kaget, mendengar istri nya berteriak memanggilnya dari depan.
" Ada apa Mon? kenapa berteriak-teriak seperti itu, membuat ku terkejut saja."
"Lihat itu mas! Siapa yang datang?"
Yusuf pun menyipitkan matanya sambil berfikir untuk apa orang -orang yang berpenampilan bak sultan datang kerumahnya.
Tatapan Yusuf pun semakin intens ketika si pemilik mobil mewah itu mulai mendekat ke arahnya.
"Selamat pagi tuan, nyonya maaf mengganggu pagi, Anda."
" Se...selamat pagi, tidak! sama sekali tuan tidak menggangu saya dan suami saya."
Mona menjawab dengan terbata-bata saat berhadapan dengan si pemilik mobil yang dia perkirakan adalah orang kaya.
Tidak! lebih tepatnya orang yang sangat kaya,
"Perkenalkan nyonya, saya Sanusi dan beliau Tuan Marwan Airlangga Wijaya."
Aaapa, tuan Marwan Airlangga Wijaya? pengusahaan kaya raya itu.
Yusuf sekita terkejut mendapati orang yang ada di hadapannya ini ada lah tuan Marwan yang kaya raya itu, yang selalu di sebutkan rekan-rekan kerjanya.
Tanpa membuang-buang kesempatan Yusuf bergerak cepat.
"Selamat datang tuan Marwan! selamat datang di rumah kami yang sederhana ini, sungguh bagai mimpi yang sangat indah Anda sudi menginjakan kaki Anda di rumah kami ini, Tuan."
Yusuf membungkuk kan badan nya berulangkali memberi hormat, melihat suami nya yang begitu antusias Mona pun tak tinggal diam, dia pun memberikan hormat seperti yang di lakukan suaminya.
" Silahkan masuk tuan."
"Terimakasih."
Tiba di ruang tamu. Kakek Marwan duduk di sofa yang berhadapan dengan ruang keluarga yang di situ terdapat sebuah foto keluarga berukuran cukup besar.
Kakek Marwan heran, mengapa di foto tersebut tidak ada Lisa.
"Sanusi, apa kita tidak salah rumah?"
Sanusi yang berdiri di samping sofa yang di duduki kakek Marwan menjawab dengan cepat,
" Tidak tuan. Kita berada di rumah yang benar."
Kakek hanya menggunakan kepalanya tanda mengerti, mungkin Lisa tidak di anggap di keluarga ini,
tanpa berlama-lama kakek Marwan menyuruh Sanusi menyampaikan maksud kedatangannya,
"Tuan ,nyonya, maksud kedatangan kami kesini adalah. Tuan Marwan ingin melamar putri Anda, untuk cucu beliau"
"APA MELAMAR?" karna kaget Yusuf dan Mona menjawab secara bersamaan.
"Betul, tuan."
Yusuf dan Mona tidak bisa berkata apapun, saking refleknya dia hanya menganggukkan kepalanya,
"Sungguh suatu kehormatan bagi keluarga saya jika tuan Marwan ingin melamar anak saya, tapi kalau boleh tau siapa yang ingin tuan pinang untuk cucu Anda, Tuan?"
"Siapa lagi, tentu saja Lisa."
"LISA."
kenapa Lisa? kenapa bukan Sella.
Mona merasa keberatan jika tuan Marwan ingin melamar Lisa.
tapi apa boleh buat tentu dia tidak bisa menolak. Dari pada dia kehilangan kesempatan untuk menjadi orang kaya lebih baik dia setuju saja.
Ceklek...suara pintu terbuka, Lisa yang sedang berada di kamar keluar karna mendengar suara-suara yang menyebut namanya.
Semua mata tertuju padanya, dan Kakek Marwan tersenyum lebar setelah melihat siapa yang baru datang.
"Kakek, Marwan!"
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Ini cerita pertama ku mohon dukungan dan saran nya 🙏🙏🤗🤗
"Kakek, Marwan!"
Lisa sungguh terkejut melihat Kakek Marwan yang tengah duduk bersama kedua orang tuanya.
Di tambah lagi kakek Marwan tersenyum manis padanya.
"Lisa anak mamah sayang, sini duduk, ini tuan Marwan datang melamarmu untuk cucu beliau."
Mona yang bisanya selalu bersikap cuek kasar dan selalu mengabaikan Lisa, tiba-tiba berubah.
Dari yang biasanya selalu keluar tanduk hitam di atas kepala dan wajah merah seperti tokoh jahat yang ada di film-film ketika berhadapan dengan Lisa,
kini berubah menjadi ibu peri yang berhati baik, lengkap dengan sayap di punggung sambil memegang tongkat bintang ajaibnya.
"Bagaimana kabarmu, Lisa?" sapa Kakek Marwan.
"Aku, baik kek. Ada apa kakek datang kesini, apa benar yang Mama katakan?"
"Lisa kenapa kamu bicara seperti itu pada kakek Marwan, maaf kan Lisa tuan Marwan."
"Tidak apa-apa."
"Lisa kamu tidak lupakan dengan obrolan kita kemaren kan? kakek datang kesini untuk menjemput mu."
Menjemput,! bahkan aku belum mengatakan kalau aku setuju dengan perjodohan ini.
"Jadi tuan Marwan sebenarnya sudah bertemu dengan Lisa, kenapa kamu tidak bilang pada Mamah dan Ayah Lisa, jadi mamah bisa menyiapkan penyambutan untuk tuan Marwan."
Lisa hanya bisa membuang kasar nafasnya, melihat kelakuan Mona, yang begitu berantusias.
"Baik, kalau begitu tidak perlu membuang waktu lama-lama. Saya akan membawa Lisa untuk bertemu cucu saya."
"Baik tuan, silahkan."
Lisa tidak bisa berbuat atau berkata apapun saat ini. Menolak pun rasanya tidak mungkin apa lagi melihat ekspresi Mona yang begitu antusias membuatnya jengah,
dengan terpaksa, Lisa mengikuti langkah kakek Marwan dan Sanusi menuju mobil.
Lisa hanya berharap semoga cucu kakek Marwan tidak menyukai nya, hingga perjodohan ini akhirnya batal.
Lisa masuk dalam mobil ketika pintu di buka oleh Sanusi di susul Kakek Marwan yang duduk di sebelah nya. Lisa tak menoleh sedikit pun ke arah orang tua itu.
Sangat berbeda dengan Mona dan Yusuf yang tersenyum ceria, sambil melambaikan tangan.
"Astaga Mas, mimpi apa anak itu semalam sampai mau di pinang orang kaya."
"Sudahlah Mon, Lisa memang pantas, tapi kenapa Lisa bisa kenal dengan tuan Marwan, dan sejak kapan Lisa berhubungan dengan keluarga Airlangga Wijaya, kenapa dia tidak pernah bercerita padaku."
Begitu banyak pertanyaan di benak Yusuf. Yang dia tau anaknya selama ini hanyalah bekerja di rumah makan yang sangat sederhana.
Dan teman-teman nya pun dari kalangan biasa seperti dirinya mana mungkin Lisa bisa mengenal keluarga sultan tersebut.
"Sudahlah Mas, tidak penting itu semua yang terpenting sekarang kita harus siap-siap untuk menjadi orang kaya haa haaa. Oya! jangan lupa ya masih, kamu harus meminta mahar yang besar pada keluarga kaya itu."
...****************...
Sesampai nya di rumah mewah kakek Marwan.
Lisa terkagum-kagum ketika memasuki rumah besar tersebut, rumah yang di hiasi lampu-lampu indah, pilar-pilar besar yang menjulang dan ornamen lainnya.
Lisa merasa seolah sedang masuk dalam istana yang hanya ada di dongeng-dongeng Barbie.
"Masuk lah nak, anggap saja seperti rumahmu sendiri."
Bagaimana bisa aku menganggap rumah ini seperti rumah ku sendiri, aku malah takut masuk ke sini. Bahkan lebih menakutkan dari kemarahan mama, Mona.
" Bi Lilis, antarkan Lisa ke ruang keluarga."
"Baik tuan, mari saya antar, Nona Lisa."
"Terimakasih bi."
...****************...
"Tuan, kakek meminta Anda untuk segera pulang ke kediaman beliau"
"Untuk apa? aku masih sangat sibuk."
"Kakek Marwan ingin membicarakan soal perjodohan untuk Anda, Tuan."
"Jadi kakek serius dengan perjodohan itu?"
" Benar tuan, dan tentu Anda tidak bisa menolaknya, karna selain ini keinginan Kakek ini juga adalah perintah dari beliau yang harus Anda laksanakan."
"Huuf...jadi untuk apa masih di bahas, kalau keputusan akhirnya aku harus tetap menerimanya. Sudah, katakan pada kakek atur saja waktu pernikahannya kapan aku akan datang di hari pernikahan nya saja."
Kedua lelaki yang sedang berdebat ini adalah. Sekretaris Jhon, dan Kaisar, cucu pertama dari kakek Marwan yang akan di jodohkan kan dengan Lisa.
"Tapi kakek menginginkan tuan untuk datang dan saling mengenal dulu sebelum acara pernikahan. Karena kakek ingin wanita yang akan di jodohkan dengan Anda mengenal terlebih dahulu, apakah wanita itu menerima Anda atau menolak."
"Kurang ajar! jaga ucapan mu Jhon, mana ada wanita yang menolak menikah denganku, tentu dia akan merimanya. Dia akan merasa terhormat dan bahagia bisa menikah dengan lelaki sempurna seperti ku," Kaisar bicara dengan penuh percaya diri.
Astaga. Anda sombong sekali tuan, apa Anda lupa kalau nona Anggel pergi meninggalkan Anda dan menolak menikah dengan Anda
Ya, Jhon hanya bisa menjawab nya lewat gumaman batin saja.
karena kalau dia bicara langsung tentu tidak akan berani, Jhon masih memiliki banyak cicilan yang harus di bayar.
"Untuk apa kau masih di sini Jhon! cepat pergi," usir Kaisar.
"Saya hanya akan pergi bersama Anda, tuan."
"Perkataanmu membuat ku merinding, Jhon."
Lama mereka saling terdiam tanpa sepatah katapun, Kaisar yang sedari tadi fokus pada laptopnya berpura-pura sibuk padahal dia hanya asal ngetik-ngetik saja supaya terlihat sibuk.
Jhon yang tau, tuan nya hanya berpura-pura sibuk tak bergeming sedikitpun pun, dia tetep setia menunggu tuannya tanpa menggeser posisi sedikit pun.
"Jhon apa kau hanya akan berdiri mematung di situ! pergilah, aku sedang sibuk."
"Saya akan menunggu Anda sampai Anda tidak sibuk lagi, tuan."
Jengah dengan kelakuan Sekretarisnya.
Akhirnya Kaisar menyerah. Dia menutup laptop dan berjalan menghampiri Jhon.
"Baiklah, ayo kita pergi menemui, calon istri ku."
"Terima kasih, tuan."
...****************...
Sesampai di rumah kakek Marwan. Kaisar langsung menuju ruang keluarga bersama dengan Jhon yang selalu setia berada di sisinya.
Kaisar melihat pemandangan yang membuat hati nya panas, selain dia melihat wanita asing yang di perkirakan adalah calon istrinya, dia juga melihat wanita yang selama ini dia benci berada di situ.
Wanita itu adalah Larasati, Istri kedua Yuda papanya, Kaisar.
Entah apa yang membuat Kaisar menjadi membenci wanita itu, yang dia tau wanita itu adalah perusak rumah tangga orang tuanya.
"Apakah orang asing diijinkan ikut berkumpul di ruang keluarga ini," cemooh, Kaisar yang ia tujukan pada Larasati.
Deg! perkataan Kaisar sontak membuat hati Kedua wanita yang sedang duduk berdampingan itu seakan lepas dari tempatnya.
"Kaisar jaga ucapan mu, dia ibumu, Kai."
Apa maksudnya? jadi tuan ini menyingung nyonya Larasati ibu nya, huf aku kira tadi dia marah pada ku, tp kenapa dia bicara seperti itu pada ibu nya. Batin Lisa.
"Duduklah, Kai," titah Kakek.
Kaisar pun dengan enggan duduk tepat di hadapan dua wanita yang sedang menahan diri itu.
Melihat suasananya semakin canggung Larasati pun ijin untu naik ke atas dengan alasan kepalanya sedikit pusing.
Lisa hanya bisa terdiam menyaksikan pemandangan yang menurutnya menegangkan.
" Lisa, perkenalkan, ini Kaisar," ucap Marwan.
Untuk mengurangi ketegangan, kakek membuka suara terlebih dahulu.
"Iya Kek." Lisa menatap wajah Kaisar dengan tatapan intens dan penuh takjub.
Ya tuhan! mimpi apa aku semalam, apa benar aku akan menikah dengan lelaki yang ada di hadapan ku ini, hidungnya, rambutnya, bibirnya , kulit nya, bentuk tubuhnya, aaaahhh dia tampan sekali, dia seperti aktor-aktor drama yang sering aku tonton sampai begadang, aku menyesal sempat menolaknya.
Seolah tersihir dengan pesona Kaisar, Lisa menganga melihat keindahan makhluk ciptaan Tuhan ini.
Dia lupa kalau tadi, dia merasa sangat takut dan tegang.
"Lisa! Lisa ... LISA!"
"Eeeh...ada apa? astaga ada apa, kakek?"
Lisa terlonjak ketika kakek menepuk pundaknya.
"Kamu melamun? apa yang kamu pikirkan Lisa?"
"Tidak kek, aku hanya ingat dengan pekerjaan ku yang aku tinggalkan pekerjaan ku hari ini kek."
" Ha ha ha Lisa! kau memang anak yang rajin dan bertanggung jawab."
Sementara Kaisar menatap dengan penuh ke arah Lisa, dipandanginya gadis yang ada di hadapannya itu.
Lisa yang tau kalau Kaisar Memperhatikannya menjadi gugup dan pipinya mulai merona.
Eeemm tidak buruk, lumayan. Kaisar
"Ayo kalian bisa segera berkenalan lebih dekat dari pada saling pandang dan senyum-senyum."
Mendengar ucapan kakek Lisa menjadi semakin gugup.
Berbeda dengan Kaisar yang terlihat santai dan tenang.
"Jadi ini Kaisar, bagaimana dia tampan kan?" celetuk kakek.
Lisa hanya bisa mengangguk menahan malu
"Kaisar!"
"Baik, aku menerima nya."
Mendengar Kaisar mengatakan, menerimanya, membuat hati Lisa penuh dengan taman bunga berbagai jenis, ukuran dan warna.
"Kakek sangat bahagia akhirnya kalian menerima perjodohan ini," kakek tersenyum bangga dan bahagia.
Semua menerima nya Rano, aku sangat bahagia dan kau pun pasti bahagia di sana. walaupun dulu anak kita tidak bisa berjodoh , tapi cucu kitalah yang berjodoh.
Pertemuan pertama mereka membawa kesan tersendiri.
Lisa mungkin dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Kaisar, tapi melihat ekspresi Kaisar yang datar dan biasa saja apa kah dia juga jatuh cinta pada pandangan pertamanya.
"Kalau semua nya sudah cocok, pernikahan akan kita lakukan. Lusa!"
"APA! LUSA?"
Terima kasih 🙏🙏🙏
Bersambung
"APA! LUSA?"
"Kakek tidak sedang bercanda kan?" Kaisar yang terkejut langsung menatap kakek nya.
"Tentu saja tidak Kai," kekek menjawab dengan penuh keyakinan.
"Bukankah niat baik itu harus segera di laksanakan, lebih cepat lebih baik, kan?"
"Terserah kakek saja."
Kaisar menjawab dengan nada malas. Sambil bangkit dari duduknya, bernegosiasi pun percuma, karna semua keputusan ada di tangan kakek Marwan.
"Kau mau kemana Kai?" kakek menahan Kai.
"Aku mau ke kantor kek, urusan ku masih banyak di sana."
"Antarkan, Lisa pulang."
"Suruh Sanusi saja mengantarnya, aku sibuk," karena kesal
Kaisar berlalu begitu saja meninggalkan kakek dan Lisa.
Lisa yang mendengar penolakan Kaisar untuk mengantarnya pulang merasa sedikit sedih, padahal hatinya tadi sempat berbunga-bunga karna Kaisar menatapnya cukup lama.
kenapa dia seperti itu, aku rasa dia tidak menyukaiku, lalu untuk apa dia menerima perjodohan ini harusnya dia menolak saja kan. Batin Lisa
"Lisa, kalau begitu biar Sanusi yang mengantar mu pulang. Jangan khawatir, Kai itu pria yang sangat baik. Cuma terkadang memang sikapnya sedikit menjengkelkan."
Seolah tau apa yang ada di benak Lisa, Kakek Marwan pun kembali meyakinkan Lisa.
"Tidak apa-apa kek, aku mengerti. Mungkin Kaisar benar-benar sedang sibuk, justru aku yang bersalah karena sudah menggangu waktu berharganya." Lisa bicara sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak nak, kelak kaulah yang akan menjadi paling berharga untuk, Kai," Kakek mengusap pucuk kepala Lisa dengan lembut.
...****************...
"Terima kasih, pak Sanusi sudah mau mengantar kan saya pulang." Lisa menundukkan kepalanya, saat lelaki paruh baya usai membuka pintu mobil.
"Tidak perlu sungkan Nona, ini sudah menjadi tugas saya." Sanusi pun melakukan hal yang sama.
"Kalau begitu saya permisi, Nona."
...
Lisa berjalan dengan lunglai. Rasanya enggan untuk masuk ke dalam rumah, pasti orang tuanya akan memberondong ia dengan berbagai pertanyaan yang berisi pujian -pujian palsu atau mungkin akan memakinya.
"Aku, pulang."
Lisa mendorong pintu dan tepat ketika pintu terbuka dengan sempurna Lisa melihat ke dua orangtuanya sedang duduk di sofa sambil tersenyum ria, Mona yang menyandarkan kepalanya di dada Yusuf, melambaikan tangan padanya.
huuuf...mesra sekali mereka. Batin Lisa
"Lisa kamu sudah pulang nak! bagaimana tadi? apa cucu kakek Marwan menyukai mu? kamu tidak berbuat kesalahan kan, Lis?"
Mona langsung menarik tangan Lisa dan mendudukkannya di sofa, tepat di tengah-tengah antara dirinya dan Yusuf.
Dia langsung memberondong Lisa dengan pertanyaan-pertanyaan persis seperti dugaan Lisa.
Bahkan mereka tidak menanyakan keadaan ku.
Lisa menahan rasa kesal dihati dengan kuat sambil meremas jari-jarinya, dia hanya bisa menahan semua kekesalan dan kemarahannya. Lisa selalu takut untuk mengungkapkan semua emosi dan isi hatinya selama ini, takut dengan Mona, jika dia melawan pasti Mona akan menghukum nya, mengurungnya di dalam gudang yang gelap tanpa makanan dan minuman.
Itulah dulu yang sering di lakukan Mona ketika Lisa kecil. Tapi sekarang Lisa sudah dewasa tapi entah kenapa dia masih saja merasa takut jika Mona marah, padahal bisa kan dia melawan,
mungkin itu sudah menjadi kebiasaan Lisa dari dulu yang selalu takut kalau Mona marah hingga mendarah daging sampai dia dewasa.
"Pernikahan akan di laksanakan Lusa."
Hanya kata itulah yang keluar dari bibir Lisa, dia tau kata-kata itulah yang menjadi harapan orang tuanya.
Sontak saja ucapan singkat Lisa membuat Mona dan Yusuf membulatkan mata dengan sempurna. Mereka kaget, lebih tepatnya mereka terkejut karna Lisa benar-benar membawa kabar yang menjadi angan-angan mereka beberapa jam yang lalu.
"Kamu pintar Lisa, ayah bangga pada mu." Yusuf menghamburkan diri memeluk Lisa.
Lisa dengan cepat mengurai pelukan ayah nya, bukan dia tidak sudi, tapi dia merasa sedih dan kecewa,
karena Ayahnya hanya bangga padanya, akan hal seperti ini, padahal dulu ketika dia sekolah pulang dengan membawa nilai-nilai ulangan yang sempurna bahkan selalu menjadi juara di kelas, di sekolah, ayahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa bangganya jangan kan memeluk, melirik saja enggan.
"Aku mau ke kamar dulu, aku lelah." Lisa bangkit dari duduknya lalu berjalan begitu saja meninggal kan orang tuanya yang sedang bahagia.
"Iya...iya...istirahat lah, Lusa adalah hari pernikahanmu kau harus cukup istirahat."
Sambil tersenyum lebar, Yusuf membiarkan Lisa pergi tanpa dia sadari kalau sebenarnya Lisa sedang dilema dan sedih.
Lisa merebahkan dirinya di kasur tipis kesayangan nya, pikirannya bercampur aduk. Hatinya tidak karuan.
Apakah keputusannya untuk menikah dengan Kaisar sudah benar, ingin menolak tapi tentu tidak bisa, lagi-lagi Lisa hanya bisa merutuki dirinya yang selalu merasa takut dan tidak bisa mengutarakan apa yang ada di hati nya.
Tidak dipungkiri sebenarnya Lisa menyukai Kaisar pada pertemuan pertama mereka. Tapi Lisa takut kalau Kaisar tidak menyukainya,
dia takut patah hati kalau rasa sukanya tidak terbalas, dia takut lama-lama jatuh cinta pada Kaisar, tapi Kaisar tidak membalas nya, begitu banyak ketakutan yang ada di hati Lisa.
...***************...
"Siapa nama gadis itu?" Kaisar bertanya tanpa menatap seseorang yang sedang di tanya olehnya.
"Lisa, tuan, nama panjangnya Yunalisa Andini," Jhon menjawab pertanyaan, Kai.
"Apa kau sudah menyelidiki tentang gadis itu?"
"Tentu saja tuan," jawab Jhon bangga,
"Jelaskan."
Dan Jhon pun menjelaskan tentang Lisa dengan Rinci pada Kaisar, mulai dari tempatnya bekerja di sebuah rumah makan sederhana di pinggir jalan, setelah Lulus SMA Lisa tidak melanjutkan kan pendidikan di jenjang kuliah, karna Mona melarangnya.
Padahal Rani orang tua kandung Lisa meninggalkan tabungan begitu besar untuk biaya pendidikan Lisa dan Lisa pun memiliki beberapa aset peninggalan mendiang kakeknya, tapi semuanya habis oleh Yusuf dan Mona.
Yusuf menikahi Mona tepat 1 tahun setelah Rani meninggal karena penyakit yang di deritanya dan pada saat itu usia Lisa sebelas tahun, Mona memiliki anak dari suami sebelumnya yaitu itu Sella, yang umurnya dua tahun lebih muda dari Lisa.
Dan dengan Yusuf mereka memiliki anak laki-laki bernama Raka, saat ini usia Lisa sudah menginjak, dua puluh tiga tahun.
"Jadi dia di besarkan oleh ibu tiri?" tanya Kaisar.
"Benar tuan, nona Lisa mendapat perlakuan berbeda dari kedua adik nya, dan selama ini Nona Lisa lah yang menjadi tulang punggung keluarga mereka, setelah semua harta peninggalan mendiang kakek Rano yang di wariskan pada Rani, habis. "
Jhon mengatakan semua fakta yang dia dapat tentang calon istri, Kaisar.
"Pantas saja kakek menyuruh ku menjaganya, ternyata dia gadis yang malang." Gumam Kaisar.
...***************...
Dreeet...dreeet....
Getaran Handphone membangunkan Lisa dari lamunan panjangnya, dengan cepat Lisa menekan tombol jawab sebelum Lisa mengucapkan Halo,
suara di seberang sana sudah secepat kereta ekspres langsung memberondong Lisa dengan beberapa pertanyaan yang membuat Lisa menjauhkan benda pipih itu dari telinga nya.
("Lisa kau di mana? kenapa tadi tidak masuk kerja? kau sakit? kamu tau tadi pak Yono mencari mu, dia marah-marah seperti orang kesurupan dan kamu tau kan kalau sekarang hari Minggu, kita harus membuat orderan beratus-ratus nasi kotak untuk ibu-ibu senam.")
Yang menghubungi Lisa adalah Nur, teman kerja Lisa, sepertinya Nur sangat kesal sampai-sampai dia bicara dengan ekspres tanpa jeda.
("Lisa, LISAAAA...!")Nur berteriak kesal karena Lisa tidak menjawab semua pertanyaannya, padahal, gimana mau jawab! Lisa sama sekali tidak diberi ruang untuk menjawab.
"Iya, Nur."
("Kau mendengar ku, kan?")
Kamu bicara sudah seperti di dalam hutan, bagaimana mana mungkin aku tidak mendengar nya. Gumam, Lisa
"Maafkan aku Nur, tadi pagi aku harus pergi karena ada urusan penting."
( "Waaah...apa temanku sekarang ini sudah menjadi golongan orang-orang penting! haa haaa,") Nur tertawa dengan renyah.
"Nur! lusa aku akan menikah."
("Haaa haaa...apa MENIKAH?" yang tadinya Nur tertawa mendadak terkejut mendengar kata menikah.
("Kau serius, Lis? kenapa mendadak, kau menikah dengan siapa? kau bahkan tidak mempunyai kekasih, apa kau di jodohkan?")
"Ceritanya panjang Nur, datanglah ke pernikahanku lusa." Lisa bicara dengan nada melemah
("Baiklah, tentu aku akan datang.")
Lisa pun langsung menutup sambungan, teleponnya, Lisa kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur, baru saja badannya menyentuh kasur. Tiba-tiba!
"TIDAAAAAK... MAS... MAS YUSUF CEPAT LIHAT INI."
Terima kasih 🙏🙏😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!