NovelToon NovelToon

WANITA BERCADAR ( ISTRI DAN IBU TERBAIK )

1

Malam gelap, langit berbintang membuat malam semakin indah, jalanan dipenuhi hiruk piruk perkumpulan remaja.

Kafe-kafe anak muda juga riuh lantang.

Seorang pria muda sedang berkumpul bersama teman kampusnya di kafe anak muda yang malah lebih mirip seperti bar atau tempat keraoke, tempat ini tertutup dan dilengkapi dengan bunyi musik yang memekikkan telinga, Ia terlihat tidak suka saat temannya memesan minuman yang dilarang dalam Agama tapi Ia tidak berbicara untuk melarang temannya.

Namanya Reyhan Pratama, putra tunggal Pramana salah satu pengusaha sukses di kota tempat tinggalnya.

"Ayo kita pergi," ajak Denada pacarnya saat menghampirinya sambil merangkulnya mesra. Ia tau jika Reyhan tidak suka minuman itu sedangkan dia sendiri sangat menyukai minuman itu karena terbiasa.

Reyhan melihat ke arah Denada dengan wajah gelapnya.

"Tidak apa-apa, kita di sini saja sama yang lain, gak enak juga baru sebentar sudah mau pergi," Reyhan menolak pergi walau sebenarnya Ia tidak nyaman berada di sana tapi dia lebih mementingkan teman daripada kenyamanannya sendiri, itulah kelemahannya.

Denada tetap menarik Reyhan hingga Reyhan terpaksa bangkit dari duduknya, Ia hanya mengikuti langkah Denada hingga keluar dari kafe tersebut.

"Mau ngapain di sini?" tanya Reyhan saat melihat tempat yang agak gelap karena berada di luar kafe, di halaman yang jauh dari tempat terang, hanya ada pancaran sedikit dari kejauhan dan juga cahaya bulan yang saat ini hanyalah bulan sabit.

Denada merangkul leher Reyhan, bertindak genit, Ia menatap mata Reyhan sambil berkedip manja.

"Aku bosan di dalam, gak asik," ucap Denada manja padahal dia takut Reyhan marah dan gak akan mau berkumpul seperti ini lagi.

"Kalau bosan, kita pulang saja," usul Reyhan, Ia terbiasa dengan sikap Denada yang seperti ini, sikap genit tapi baginya biasa saja, mungkin inilah yang dinamakan cinta itu buta.

Denada masih menghadap ke arah Reyhan dan mulai berjinjit ingin mencium Reyhan, tapi Reyhan langsung memalingkan wajahnya ke kanan menolak ciuman itu.

Denada terlihat kesal lalu melepaskan rangkulannya.

"Ya sudah ayo pulang," ajak Denada sambil menampakkan wajah kesal dan kecewa, Ia sedikit ngambek.

Reyhan hanya menghela nafas, Ia tau jika pacarnya ini marah.

Reyhan dan Denada berjalan menuju motor yang diparkir tidak terlalu jauh.

Saat berada di motor pun, Denada hanya berpegangan ke jaketnya Reyhan tapi ini sudah biasa bagi Reyhan, membujuk Denada sangatlah gampang, Denada terbiasa marah tapi paling hanya sebentar, setelah dibujuk maka akan kembali baik.

Dia menarik tangan Denada supaya merangkul pinggangnya.

Denada hanya tersenyum sedikit, tapi dia tetap kesal karena Reyhan menolak ciumannya padahal dalam pergaulan mereka itu adalah hal biasa. Setiap kali dia ingin mencium pasti ditolak.

*

Beberapa waktu kemudian setelah mengantar Denada dan mengobrol sebentar, Reyhan langsung pulang ke rumah, Ia turun dari motornya lalu membuka helmnya dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucap salam.

"Reyhan...!" panggil Pramana papanya saat melihat Reyhan masuk seperti anak berandalan tanpa didikan.

"Iya Pa, ada apa?" tanya Reyhan menatap ke arah kedua orang tuanya yang sedang duduk santai di ruang tamu.

Reyhan langsung mendekat ke arah Papa dan Mamanya yang lagi duduk berdua.

"Lain kali ucap salam sebelum masuk," kata Papanya

Reyhan mengangguk tanpa melawan.

"Duduk dulu sini, ada yang mau Papa dan Mama bicarakan sama kamu," lanjut Papanya serius

Reyhan patuh dan langsung duduk di depan kedua orang tuanya sambil menyimpan helmnya di samping Ia duduk.

"Ada apa?” tanyanya

"Kami ingin bilang sesuatu, tentang umur kamu yang sudah memasuki masa menikah," ucap Janeta Mamanya, wanita cantik berjilbab

"Terus?" tanya Reyhan santai sambil menatap ke arah Mamanya.

"Kemaren kami bertemu Pak Harun pemilik pesantren tempat kamu menimba ilmu dulu, ingat kan dia punya putri? putrinya sekarang sudah siap menikah, kami berencana ingin menjodohkan kalian, bagaimana menurut kamu?" tanya Janeta menatap harap pada Reyhan

"Ma ini bukan zamannya perjodohan, aku gak bisa," Reyhan menolak dengan tegas.

"Dalam Agama Islam menikah lewat ta'aruf itu hal biasa, yang tamat sekolah menengah atas juga banyak yang langsung taaruf dan menikah," ucap Pramana melanjutkan

"Iya, kamu bisa mengenalnya dulu, nanti kalau gak cocok kamu bisa menolak," tambah Janeta sedikit berharap Reyhan mengubah pemikirannya.

"Aku gak mau mengenalnya dan gak akan pernah mengenalnya, jadi batalkan saja rencana kalian," kata Reyhan dengan wajah tidak suka.

"Apa alasan kamu menolak?" tanya Pramana dengan wajah biasa, tidak menunjukkan emosi sedikitpun.

"Karena aku sudah punya pacar yang sangat aku cintai," jawab Reyhan langsung.

"Apa dia siap jika harus menikah sekarang?" tanya Pramana lagi.

"Pasti dia siap Pa, kami saling mencintai," kata Reyhan yakin.

"Baiklah segera bawa dia pulang ke rumah, perkenalkan pada kami secepatnya," ucap Janeta tidak sabar ingin mengenal pilihan Reyhan. Dia ingin tau seperti apa selera anaknya ini. Apa bisa lebih baik dari putri pak Harun yang sangat cantik dan lemah lembut.

"Setelah aku melamarnya, aku akan membawanya ke sini untuk bertemu kalian," ucap Reyhan mantap.

"Ya, kami tunggu," kata Pramana dengan wajah santai.

"Ya sudah, aku capek banget jadi mau ke kamar dulu," ucap Reyhan sambil berdiri dan menjangkau helmnya.

"Umm..." Papanya menghela nafas sedikit kecewa tapi mau bagaimana lagi.

Dia meminta Reyhan menikah cepat biar pergaulan bebas Reyhan tidak berlanjut.

Reyhan langsung berjalan naik ke lantai atas lalu masuk ke kamarnya. Ia langsung menelpon Denada, Denada sedang berada di Diskotik jadi suara ponselnya tidak terdengar.

Beberapa kali Reyhan mencoba menelpon tapi tetap juga tidak ada jawaban hingga membuatnya kesal dan hampir membanting ponselnya. Dia kembali mencoba menghubungi Denada.

Saat Denada melihat ponselnya, dia langsung mengangkat panggilan dari Reyhan.

"Kok suara ribut-ribut?" tanya Reyhan saat mendengar suara musik keras sebelum suara Denada.

"Tadi setelah kamu antar aku pulang, tiba-tiba teman aku nelpon minta jemput di Diskotik, makanya sekarang aku lagi di Diskotik sama teman," ucap Denada santai.

"Ya sudah pulangnya jangan terlalu larut," ucap Reyhan yang sudah terbiasa dengan kelakuan bebas pacarnya, yang terpenting baginya dia setia.

Reyhan mematikan ponselnya, tidak jadi ingin memberitahukan tentang yang dibicarakan dengan orang tuanya tadi.

Dia berjalan masuk ke kamar mandi, terlihat lelah di wajahnya, Ia membuka pakaiannya lalu berdiri di depan kaca kamar mandinya, menatap diri sendiri sambil menghela nafas. Otot tubuhnya semakin terlihat, mungkin karena sering olah raga dan ngegym.

Di ruang tamu Pak Pramana menelpon Pak Harun dan meminta maaf tentang tidak jadinya perjodohan anak-anak mereka, Pak Harun pun mengerti dan sedikitpun tidak marah karena ini baru rencana mereka dan pertemuan pun belum diadakan.

*

2

Di tempat lain, lebih tepatnya di kediaman keluarga pak Harun.

Terlihat seorang wanita muda sedang melantunkan ayat suci Al-Quran dengan sangat merdu, suara lembutnya yang membuat lantunan itu semakin indah.

Setelah selesai, wanita itu menoleh ke arah orang tuanya yang sedang duduk melihatnya dengan penuh kebanggaan. Dialah Annisa Putri yang seharusnya dijodohkan dengan Reyhan, wajah mudanya terlihat jelas, senyumnya sangat manis.

"Annisa yakin ingin belajar di Kairo?" tanya Bu Aisyah Ibunya saat mereka duduk berhadapan.

Annisa mengangguk, "Ya, Nisa yakin," jawabnya lembut.

"Walau putra Pak Pramana menolak, di luar sana masih banyak laki-laki yang baik, yang cocok sama Annisa. Annisa mau gak kalau ta'aruf sama putranya Pak Abas teman baik Ayah yang di Kalimantan?" tanya Pak Harun.

Setelah menerima telpon dari pak Pramana, mereka langsung membahas ini dan Annisa tidak mempermasalahkannya walau terlihat sedikit kecewa. Sekarang setelah selesai mengaji, mereka kembali membahas ini.

"Ayah... mungkin Allah belum berkehendak untuk Annisa menikah muda, Allah menegur Annisa dengan cara penolakan dari putranya Pak Pramana, mungkin Allah ingin agar Annisa menimba ilmu lebih banyak lagi sebelum menikah," ucap Annisa dengan nada lemah lembut sambil menatap Ayahnya. Suara dan wajahnya sangat serasi, lembut dan cantik, dan sepertinya hatinya juga secantik suara dan wajahnya.

"Jadi Annisa gak mau jika ta'aruf sama putra Pak Abas?" tanya Pak Harun memastikan lagi.

Annisa mengangguk tanda tidak ingin. Dia memang ingin menikah muda tapi dengan orang yang rasanya pas di hatinya, saat ditanya tentang Reyhan Ia langsung setuju karena dia yakin tapi saat membicarakan putra pak Abas hatinya langsung ragu jadi dia menolak.

"Baiklah terserah Nisa saja, Ayah dan Ibu hanya bisa berdoa supaya Nisa bisa dapat laki-laki baik dikemudian hari," kata Bu Aisyah

Annisa tersenyum menatap kedua orang tuanya.

"Tapi sayang, kuliah di Kairo kebanyakan memerlukan waktu lama untuk lulus, apa Nisa siap jika harus menghabiskan beberapa tahun di sana?” tanya Bu Aisyah

"Insya Allah Nisa akan mengambil jurusan yang gak terlalu sulit hingga tidak perlu menghabiskan banyak waktu di sana," ucap Annisa

Bu Aisyah takut jika anaknya lama lulusnya maka akan semakin berumur saat kembali, tapi jodoh sudah Allah yang atur, untuk apa dia merasa takut.

Bu Aisyah tetap menatap putrinya itu, padahal tadi pagi terlihat jelas saat membicarakan perjodohan dengan putra Pak Pramana, dia terlihat senang.

Annisa memasang wajah tersenyum, hanya dia yang tau kekecewaan di hatinya.

*

Pagi hari Reyhan lagi sarapan bersama kedua orang tuanya, dia menatap layar ponselnya beberapa kali, terlihat menunggu telpon atau pesan seseorang. Karena tidak ada panggilan masuk dan juga pesan masuk, Ia langsung berinisiatif menelpon lebih dulu.

Ia menunggu telponnya diangkat tapi tidak juga ada jawaban.

Janeta dan Pramana hanya saling menatap melihat tingkah Reyhan yang terlihat sangat kesal.

Reyhan langsung pamit berangkat ke kampus kepada kedua orang tuanya sambil menyimpan ponsel dengan kesal.

"Ma, Pa, aku berangkat dulu," kata Reyhan

"Iya," ucap Mamanya

Reyhan langsung memakai jaket dan tasnya lalu menjangkau helm dan kunci motor.

Ia berjalan keluar dan langsung menaiki motornya yang sudah dipanaskan.

*

Saat sampai di kampus Reyhan mencari Denada ke kelasnya, teman-teman Denada tidak ada yang tahu saat Ia bertanya.

Reyhan mencoba menelpon kembali tapi tidak juga diangkat.

Ia mencoba lagi dan menunggu sebentar tapi tetap tidak diangkat.

Di tempat lain ternyata Denada baru bangun tidur di samping teman laki-lakinya, Denada mengangkat ponselnya saat melihat layar ponselnya menampilkan penelpon, ponselnya disetel ke nada diam jadi saat ada panggilan masuk tidak terdengar.

"Iya sayang, kenapa?" tanya Denada masih sedikit mengantuk dan menggosok matanya.

"Kenapa dari tadi kamu ditelpon gak angkat-angkat?" tanya Reyhan

Teman laki-laki Denada terbangun juga dan hanya mendengarkan pembicaraan mereka, seperti sudah terbiasa.

"Aku baru bangun tidur, maaf ya sayang," ucap Denada dengan nada manja sambil menatap teman laki-lakinya yang hanya tersenyum. Dia ikut tersenyum sambil berkedip sedikit menggoda hingga akhirnya tangan teman laki-lakinya itu menjelajahi seluruh tubuhnya membuat Denada hampir mengeluarkan suara genit.

"Ya baiklah, sekarang cepat berangkat ke kampus, aku tunggu di kampus sekarang juga," ucap Reyhan yang tidak curiga sedikitpun kalau suara Denada sedikit mengerang

"Ok," kata Denada

Reyhan menutup panggilan dan langsung berjalan menuju kelasnya.

Dua temannya baru datang dan langsung merangkulnya, dia melihat ke kiri dan ke kanan menatap dua sobatnya itu.

Mereka bertiga langsung masuk bersama ke ruang kelas.

*

Denada yang sudah berdandan cantik buru-buru berangkat ke kampus dan sesampainya di kampus Ia langsung berlari menuju kelas Reyhan, Ia melihat ke arah ruangan kelas Reyhan, Dosen sudah ada jadi Ia langsung pergi menuju kelasnya.

Reyhan melihat kepergian Denada dan seperti tidak sabar ingin keluar tapi dia tidak bisa meninggalkan kelas yang baru dimulai beberapa waktu lalu.

*

Setelah selesai mata kuliah, Reyhan langsung mencari Denada, Denada sedang duduk di kantin sendirian sambil minum jusnya, dia berjalan mendekat menghampirinya.

Saat melihat Reyhan, Denada langsung merangkul lengan Reyhan yang baru duduk di sampingnya.

"Ada apa?" tanya Denada.

"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan sama kamu," ucap Reyhan serius.

"Apa?" tanya Denada sambil menatap wajah serius Reyhan.

"Mama dan Papa ingin aku segera menikah, dia ingin aku menikah dengan putri pemilik pesantren tempat dulu aku pernah belajar," ucap Reyhan.

"Ini bukan zaman Siti Nurbaya lo, masih juga jodoh-jodohin," ucap Denada sambil tertawa ngakak.

"Aku serius lo," ucap Reyhan saat menatap Denada.

"Terus kamu jawab apa saat mereka bilang itu?" tanya Denada mulai serius.

"Aku bilang aku sudah punya orang yang aku cintai yaitu kamu, lalu mereka ingin bertemu kamu, apa kamu siap?" tanya Reyhan penuh harap.

"Baiklah, aku akan menemui mereka, tapi kapan?" ucap Denada.

"Malam ini, bagaimana?" tanya Reyhan.

Denada mengangguk.

*

Malam hari Reyhan menjemput Denada di kontrakannya.

Mereka langsung pergi menuju rumah Reyhan, Denada terlihat tidak tenang saat di mobil.

Reyhan melihat kekhawatirannya, lalu menggenggam erat tangan Denada untuk menenangkannya.

"Tenang saja, Mama dan Papa orangnya baik kok," ucap Reyhan sambil sedikit tersenyum.

"Ya, aku hanya sedikit gugup, kita pacaran sudah beberapa bulan tapi ini pertama kalinya akan ketemu orang tua kamu," ucap Denada masih tidak tenang.

"Tenang saja, jangan gugup," ucap Reyhan sambil menggenggam tangan Denada.

Mereka sampai di depan rumah Reyhan, Reyhan dan Denada turun dari mobil lalu perlahan melangkah masuk.

Denada berbalik lagi, Reyhan menariknya.

"Rasanya aku belum siap," ucap Denada dengan wajah enggan.

"Selangkah lagi lo, ayo masuk," tarik Reyhan

Reyhan membuka pintu dan berjalan masuk, tangannya masih memegang tangan Denada.

Kedua orang tuanya melihat ke arah mereka.

Janeta menatap Denada dari atas hingga bawah.

"Ma...pa...kenalkan ini Denada," ucap Reyhan saat memperkenalkan Denada.

Denada menunduk tanpa memberi salam.

Ada apa dengan Reyhan, putus dari Riana kenapa dapatnya yang seperti ini, bajunya minim lagi batin Janeta

*

3

Keesokan harinya

Janeta sedang menyiapkan sarapan di meja makan sedangkan suaminya sedang menikmati kopinya.

Janeta melihat ke arah Reyhan yang baru turun.

"Rey duduk dulu sini," ajak Mamanya

"Ada apa Ma?" tanya Reyhan langsung duduk di hadapan Mama dan Papanya.

Pramana juga melihat ke arah Reyhan dengan keraguan.

"Apa kamu sudah yakin dengan pilihan kamu?" tanya Mamanya memastikan lagi.

"Yakin Ma," ucap Reyhan yang langsung paham arah pembicaraan Mamanya.

"Wanita yang baik itu adalah wanita yang bertutur kata lembut, berpakaian tertutup, dan juga yang utamanya adalah wanita yang ahlaknya baik," ucap Janeta mengingat penampilan Denada kemarin malam, sosok calon menantu yang ingin sekali dihindarinya.

"Ma, saat ini Denada memang bukan wanita seperti itu, tapi dia sangat baik, masalah ahlak dan yang lainnya Insya Allah setelah menikah aku akan mengajarinya pelan-pelan," ucap Reyhan santai tapi serius

"Baiklah kalau itu sudah keputusan kamu, kami hanya bisa mendoakan yang terbaik," ucap Mamanya masih sedikit tidak yakin.

"Apa dia mau menikah secepatnya?" tanya Pramana

"Pasti mau Pa," jawab Reyhan pasti.

"Bagaimana jika tidak usah terburu-buru untuk menikah, kamu belum terlalu mengenalnya, dan juga kamu juga masih kuliah dan belum bekerja," ucap Janeta yang benar-benar tidak siap dengan pilihan putranya

"Bukankah ini yang mama dan inginkan, kenapa sekarang malah merasa ini terburu-buru, aku sudah merasa yakin ingin menikah sekarang," kata Reyhan

"Ma, kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Pramana yang merasa istrinya aneh.

Dahi Janeta sedikit berkerut, lalu dia mulai berpikir kembali jika anaknya tidak menikah sekarang mungkin akan semakin banyak dosa yang diperbuatnya, karena pacaran tidaklah boleh.

"Bukan seperti itu, ya sudah lanjut rencana awal saja," ucap Janeta

Setelah pembicaraan selesai, mereka langsung sarapan, sesekali Janeta menatap ke arah Reyhan dengan khawatir. Dia masih khawatir dan tidak yakin dengan pilihan Reyhan.

Seperti biasa setelah sarapan Reyhan langsung pamit pergi. Dia sudah di luar rumah dan langsung melajukan motornya ingin menjemput Denada seperti biasa.

Saat sampai di depan kontrakan Denada, Reyhan membuka helmnya dan langsung berjalan mendekat ke pintu kontrakan, dia mengetuk pintu beberapa kali.

Denada membuka pintu dan tersenyum saat melihatnya datang.

"Kita gak masuk pagi, jadi ayo kita ke suatu tempat dulu," ajak Reyhan

"Baiklah," ucap Denada sambil menutup pintu, sejak tadi dia sudah siap-siap jadi bisa langsung berangkat.

Reyhan kembali naik ke motornya sambil memakai helmnya, Denada juga langsung naik dan memegang erat pinggangnya.

Reyhan melajukan motornya membawa Denada ke sebuah taman, sesampainya di taman mereka langsung turun, dia melepaskan helmnya dan menyimpannya di motor.

Mereka langsung berjalan berpegangan tangan melihat seluruh taman, mereka berhenti sebentar di kawasan yang cukup indah. Reyhan mengambil sesuatu dari sakunya. Dia memperlihatkan cincin di depan Denada, yang sontak langsung membuat Denada tersenyum haru melihat cincin itu.

"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Reyhan dengan senyum tipis.

Tanpa pikir panjang, Denada langsung mengangguk, dia menerima langsung tanpa menunggu lama.

Reyhan bahagia lamarannya diterima, dia memakaikan cincinnya di jari manis Denada dengan penuh senyuman, lalu memeluknya erat, "Terima kasih sayang," ucapnya bahagia

Denada mengangguk beberapa kali masih tersenyum haru hingga rasanya air matanya akan menetes karena kebahagiaan itu, bagaimana tidak, untuk mendapatkan pacar seperti Reyhan sangatlah sulit, perlu usaha berbulan-bulan baru hati laki-laki keren dan kaya ini menjadi miliknya dan sekarang dengan gampangnya akan menjadi suaminya.

Dia tidak peduli dengan masa mudanya, baginya yang terpenting bisa hidup enak, dia akan jadi wanita paling bahagia di dunia ini.

 

*

Beberapa bulan berlalu

Tiba hari pernikahan Denada dan Reyhan,

Keduanya sudah sah menikah, Reyhan dan Denada terlihat sangat bahagia, berbeda dari kedua orang tua Reyhan yang sedikit menyesal meminta Reyhan segera menikah muda.

Menantu yang seperti ini bukanlah harapan mereka.

Janeta lah orang yang paling terlihat sedih saat menatap mereka dari tempat sedikit jauh tanpa mereka sadari, dia langsung duduk menunduk lalu sesekali melihat lagi ke arah Denada dan Reyhan yang masih sibuk mengobrol bersama teman-temannya dengan wajah bahagia.

Kebanyakan orang tua akan ikut bahagia jika melihat anaknya bahagia jadi dia berusaha bahagia dengan pernikahan ini, daripada membiarkan Reyhan berpacaran terus lebih baik menikahkannya.

*

Mereka sudah tinggal bersama setelah menikah, malam hari saat mereka makan malam bersama, Janeta terlihat tidak suka saat Denada memakai pakaian tidur minim.

"Ma...Pa...nanti setelah wisuda dan dapat pekerjaan kami akan pindah dari sini," ucap Reyhan setelah menyelesaikan makan malamnya.

"Kamu kan bisa bekerja di perusahaan Papa, kenapa harus cari kerja?" tanya Pramana sambil menatap ke arah Reyhan dengan wajah bingung.

"Aku tidak ingin bergantung pada kalian, kami akan mulai dari awal, cuma untuk saat ini kami tetap tinggal di sini sampai lulus," kata Reyhan

Denada terlihat khawatir mendengar ucapan Reyhan yang ingin mencari pekerjaan dan berpisah dari keluarga kaya ini. Janeta melihat ke arahnya Denada yang terlihat tidak tenang. Hatinya mulai bertanya-tanya apa yang ada dipikiran menantunya ini.

Reyhan ingin membangun keluarga mereka sendiri dari awal.

*

Keesokan harinya saat Janeta dan Pramana ingin shalat subuh, Reyhan dan Denada tidak ada yang bangun, Janeta terlihat kecewa dengan keadaan ini.

Padahal Reyhan pernah masuk pesantren jadi pasti tau mana baik mana tidak. Benar kata orang, ternyata pergaulan luar bisa mengubah seseorang yang baik jadi buruk dan buruk jadi baik, tergantung kita bergaulnya dengan kelompok yang seperti apa, baik maka baik juga kita, buruk maka buruk juga kita.

Tapi ini juga kesalahan mereka sebagai oramg tua, didikan mereka masih kurang tegas pada Reyhan.

Janeta menyesal kenapa saat sekolah menengah atas gak memasukkan Reyhan ke pesantren lagi biar dia bergaulnya dengan orang-orang sholeh juga.

Dulu Reyhan gak pernah seperti ini, shalatnya rajin gak perlu disuruh batin Janeta

Dahinya berkerut, pikirannya tidak tenang, mungkin jika terus seperti ini dia akan cepat tua karena sering mengerutkan kening.

Saat matahari mulai bersinar, mereka duduk untuk sarapan, Janeta melihat ke arah Denada yang baru bangun tidur tapi sudah mandi dan berdandan.

Reyhan terlihat tidak enak pada kedua orang tuanya karena mereka bangun terlambat.

"Berangkat dulu," ucap Pramana tanpa melihat kearah menantunya yang jauh dari kata sholeha.

Janeta mengantar suaminya sampai depan, lalu mencium tangan suaminya.

Denada dan Reyhan juga berangkat ke kampus setelah papanya.

Janeta melihat semuanya sudah pergi, Ia langsung masuk ke dalam rumah dan masuk ke kamar dan berkemas juga, ingin pergi keluar menghibur hati yang kusut.

Janeta keluar dari kamar dan langsung keluar rumah memakai mobil sendiri.

Setelah beberapa waktu mengemudi, ternyata tujuannya adalah ke pesantren Pak Harun, mobilnya berhenti di depan lalu salah satu santri membawanya menemui Bu Aisyah.

"Assalamu'alaikum," ucapnya saat melihat Bu Aisyah

"Wa'alaikumussalam," jawab Bu Aisyah sambil menoleh kearah Bu Janeta, mereka sama-sama tersenyum, keduanya wanita berjilbab, berbedanya bu Aisyah adalah wanita sederhana karena memang berasal dari keluarga sederhana, sedangkan bu Janeta adalah wanita berkelas, apa yang dipakainya terlihat mewah.

Bu Aisyah mempersilakan Bu Janeta duduk dan mereka langsung mengobrol akrab padahal mereka hanya kenalan biasa.

"Sampai saat kemaren, saya masih berharap anak kita berjodoh, tapi setelah melihat pernikahan anak saya, saya baru sadar hal itu tidak mungkin lagi," ucap Janeta sedih memulai pembicaraan, Ia sangat perlu teman bicara.

"Jodoh cuma Allah yang menentukan, sekuat apapun kita memaksa mereka, kalau mereka gak berjodoh gak mungkin akan bersatu, begitupun sebaliknya, sekuat apapun memisahkan mereka jika mereka berjodoh walau dipisahkan lautan pun tetap akan bertemu," ucap Bu Aisyah menghibur Bu Janeta yang sudah Ia anggap teman dan saudara walau mereka bukanlah kenalan lama, hanya beberapa kali bertemu.

"Iya benar. Siapapun nanti yang menikah dengan putri kalian pasti adalah laki-laki paling beruntung," ucap Bu Janeta sedikit tidak rela tapi dia tetap menampilkan senyum elegan.

 

Bu Aisyah tersenyum, ya benar siapapun yang menikahi putrinya adalah laki-laki beruntung, jodohnya wanita baik maka pastilah lelaki yang baik juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!