NovelToon NovelToon

Kutukan Lahir Mati

Perjalanan ke Rumah

"Ibu tenang dulu, kita ke rumah sakit untuk ngecek kehamilan ibuk"ucap Dewi yang merupakan anak pertama dari ibu Sri.

"Ibuk masih khawatir ndhuk apa yang dikatakan eyang putri,"ucap ibu Sri.

"Eyang sudah tua buk, sudah pikun. Tidak usah dipikirkan apa yang eyang katakan sebelumnya,"ucap Dewi menenangkan ibunya.

Ibu Sri bersama dengan anaknya Dewi mengunjungi nenek dari ayah Dewi yang berada di kampung. Ibu Sri masih percaya pada hal-hal mistis namun tidak bagi Dewi. Ia percaya bahwa semua hal punya sebab-akibat.

"Apa yang dikatakan eyang putri ada benarnya nduk... Bapakmu sudah meninggal tidak lama setelah ibu hamil,"ucap ibu Sri yang masih khawatir akan nasib keluarganya.

Bus yang dinaiki oleh Dewi berhenti sebentar di halte menunggu penumpang lain masuk. Seorang pelajar muda berambut sebahu masuk ke dalam bus dan tersenyum ramah kepada Dewi ketika berkontak mata. Dewi membalas senyuman penumpang tersebut sebelum berbicara kepada ibunya.

"Bapak meninggal atas kehendak Tuhan buk, sudah takdir bapak,"ucap Dewi bijaksana disaat ibunya memiliki kegoyahan di hati.

Pelajar perempuan yang bernama Sandya sesuai name tag nya tengah mengeluarkan earphone dari tasnya kemudian memakainya. Ia nampak terlihat sangat menikmati musik yang tengah ia putar. Hanya Sandya dan Dewi beserta ibunya yang berada di dalam bus.

Hujan deras membuat bus berjalan lebih lambat menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan.

"Apakah kamu percaya kutukan yang lahir mati yang dibicarakan eyang putri?"tanya ibu Sri.

"Brakkk..."

Sandya yang tengah mendengarkan musik menggunakan earphone terkejut mendengar suara menabrak termasuk Dewi dan ibu Sri. Sopir bus mengecek apa yang terjadi diluar ditengah hujan yang deras.

"Sebentar, saya cek dulu,"ucap sopir.

Hujan deras membuat pandangan sopir buram samar-samar bus nya menabrak kucing hitam. Sopir pun lantas memberitahu penumpang di dalamnya bahwa ia akan menguburkan terlebih dahulu jasad kucing hitam tersebut.

Suasana di dalam bus hening hingga terdengar suara tetesan air. Dewi mendengarnya namun mengabaikan apa yang terjadi. Ia berpikir kemungkinan atap bus bocor hingga air hujan masuk ke dalam bus.

Waktu berlalu, pak sopir tidak kunjung datang. Ibu Sri merasakan hawa dingin di kakinya lantas bertanya kepada Dewi.

"Ndhuk, kamu merasa dingin?"tanya Ibu Sri.

"Iya buk, Dewi merasa dingin di kaki,"jawab Dewi.

Sandya merasakan hal yang sama seperti yang dialami Dewi dan Ibu Sri. Tetesan air hujan telah berubah menjadi genangan air di dalam bus.

Suara petir terdengar diluar membuat Ibu Sri khawatir apa yang terjadi dengan sopir bus. Dewi merasakan kakinya seperti di pegang oleh sesuatu, ia melihat ke bawah namun tidak menemukan apapun.

"Brakk!!"suara pintu tertutup.

Suara yang ditimbulkan membuat Dewi terkejut. Ternyata sopir bus telah kembali setelah menguburkan jasad kucing hitam yang tertabrak.

"Maaf, ada sedikit kendala,"ucap sopir.

"Maaf pak, apakah atap bus bocor?"tanya Sandya tiba-tiba.

"Tidak kok mbak, kemarin baru di servis,"jawab sopir.

Sandya terdiam begitupun dengan Dewi. Bus melaju melanjutkan perjalanan yang tertunda. Dewi benar-benar melihat bahwa di lantai bus terdapat genangan air.

"Apakah yang aku dan ibuk rasakan sama seperti yang kak Sandya rasakan,"batin Dewi.

"Besok saja ya buk kita ke rumah sakit,"ucap Dewi.

"Iya, malam ini hujan terlalu deras,"jawab Ibu Sri.

"Sudah bapak kuburkan jasad kucing hitamnya?"tanya Ibu Sri memecah keheningan.

"Sudah buk,"jawab sopir.

"Yasudah kalau sudah dikuburkan, saya cuma takut kalo terjadi apa-apa kepada bapak,"ucap Ibu Sri.

"Saya sedikit percaya buk apa yang ibuk maksudkan,"ucap sopir bus.

"Saya cuma menyarankan kalau bapak cepat pulang bersih-bersih baju yang bapak kenakan saat ini,"ucap ibu Sri.

"Kenapa ya buk?"tanya sopir.

"Takut mendatangkan balak,"jawab ibu Sri.

"Ibuk apa sih..."ucap Dewi.

"Ndhuk, kita tinggal di tanah jawa dan hidup dari hasil alamnya. Percaya atau tidak, makhluk selain kita selalu ada,"ucap ibu Sri.

Sandya samar-samar mendengar perkataan ibu Sri namun ia mengabaikannya. Rasa lelah yang ia alami ketika mendapatkan tugas perkuliahan membuatnya tidak memperdulikan apapun yang terjadi di sekitarnya.

"Terimakasih buk atas nasehatnya,"ucap sopir.

Halte selanjutnya terlihat di depan yang merupakan pemberhentian Sandya. Sopir bus mengatakan bahwa halte yang dituju oleh Sandya terlihat. Sandya turun ketika selesai membayar uang kepada sopir bus. Ia berlari kecil dengan tas yang berada di kepalanya sebagai payung. Jarak kost-kostan Sandya tidak jauh dari halte tempat ia turun.

Ketika Sandya ingin masuk ke dalam gerbang kost nya, ia melihat bayangan perempuan berdiri ditengah hujan deras diujung gang. Rasa dingin akibat kehujanan membuatnya mengabaikan sosok perempuan itu. Ia mengira bahwa matanya telah buram ketika air hujan memasuki matanya.

"Buk, enak ya bisa kuliah,"ucap Dewi.

"Ibuk bisa membiayainya, namun ibuk tidak bisa membiayai gengsimu,"ucap Ibu Sri.

Dewi terdiam mendengar jawaban dari ibunya. Dewi merasa iri dengan teman-temannya yang berkuliah setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas.

"Ndhuk cah ayu, anak e ibuk seng ayu dewe, mirengno omongan e ibuk Iki,"ucap ibu Sri.

"Nak, anak ibuk yang paling cantik, dengarkan ucapan ibu"ucap ibu Sri

"Apa buk?"tanya Dewi.

"Ibuk wong gak duwe, awakmu yo kudu ngerti keadaan. Nanging awakmu ojo sampek putus semangat amergo ora bisa kuliah,"ucap ibu Sri memberi nasehat kepada Dewi.

"Ibuk orang gak punya, kamu ya harus ngerti keadaan. Tapi kamu jangan sampai putus semangat karena tidak bisa kuliah,"ucap ibu Sri.

"Nggeh buk, Dewi ngerti,"ucap Dewi.

"Iya buk, Dewi ngerti,"ucap Dewi.

"Buk, apa ibuk mau lahiran di rumah eyang?"tanya Dewi.

"Iya ndhuk, ibuk lahiran disana. Kita pulang ke rumah buat kontrol rutin ke rumah sakit, biaya lahiran besar dan kamu nanti kerepotan kalau harus ngurus ibuk yang baru melahirkan,"ucap ibu Sri.

Dewi masih ingat ketika ia berada di rumah eyang putri. Rumah bergaya jawa kuno berbahan kayu jati yang mewah di sana. Keluarga ayahnya merupakan keluarga terpandang di desa, namun keluarga ayahnya tidak pernah menginjakkan kakinya di kota, hanya ayahnya yang menginjakkan kakinya di kota dan menikahi ibunya.

Disaat eyang putri berada di kamarnya, ibunya berbicara dengan eyang putri masalah kelahiran adiknya, namun balasan eyang putri setelahnya membuatnya terkejut. Eyang putri mengatakan bahwa kutukan lahir mati telah tersemat pada adiknya yang masih berada di dalam kandungan ibunya.

Dewi masih teringat ucapan eyang putri yang mengatakan bahwa kutukan lahir mati yang membawa balak kepada seluruh keluarga besarnya.

"Pak, berhenti,"ucap ibu Sri.

Dewi yang sebelumnya melamun tersadar ketika ibunya memanggil sopir bus. Ibu Sri bersama dengan Dewi turun dari bus ketika selesai melakukan pembayaran. Pada saat ibu Sri memberikan uangnya kepada sopir bus, tak lupa ia memberikan nasehat lagi kepada sopir bus.

"Pak, tidak ada salahnya percaya. Dunia ini tidak hanya dihuni oleh manusia saja,"ucap ibu Sri.

"Iya buk, terimakasih nasehatnya. Saya akan mengingatnya,"balas sopir bus.

Ibu Sri turun dari bus dan berdiri di samping Dewi. Bus melaju melanjutkan perjalanannya. Ibu Sri bersama dengan Dewi berbalik dari jalan raya berjalan memasuki gang kecil. Sosok perempuan yang tak jelas asal-usulnya menatap Ibu Sri dan Dewi dari belakang dan tersenyum lebar yang kemudian menghilang.

Rumah Sakit

"Buk, lihat!"ucap Dewi.

Ibu Sri mendengar panggilan anaknya segera menghampiri Dewi. Televisi menampilkan berita bus yang ber plat sama seperti yang dinaiki semalam mengalami kecelakaan.

"Ya Tuhan...,"ucap Ibu Sri.

Bus semalam yang dinaiki oleh Ibu Sri dan Dewi masuk ke dalam jurang. Bus meledak dengan tubuh sang sopir terlihat mengenaskan. Polisi melakukan olah TKP tempat kejadian mencari petunjuk penyebab kecelakaan terjadi.

"Ya Allah ndhuk, beruntung semalam bisa pulang selamat,"ucap ibu Sri.

"Alhamdulillah buk,"ucap Dewi merasa bersyukur musibah tidak menimpa keluarganya.

"Kucing hitam berada di dekat jenazah sopir di semak-semak,"ucap ibu Sri.

Dewi melihat kucing hitam yang menatap jenazah sopir terekam jelas oleh kamera. Kucing hitam pun pergi meninggalkan kejadian.

Sandya yang tengah berada di kampusnya terkejut melihat berita di ponselnya yang memberitakan sebuah kecelakaan tunggal bus.

"Sandya!"panggil seseorang.

Sandya menoleh melihat Risti membawa botol minuman menghampirinya.

"Beruntung kamu selamat, aku kira kamu menjadi korban kecelakaan,"ucap Risti.

"Alhamdulillah aku selamat,"ucap Sandya.

Sandya kepikiran dengan Ibu Sri dan Dewi yang berada di dalam bus yang sama dengan dirinya semalam.

"Sandya!"panggil Risti.

"Apa?"tanya Sandya.

"Jangan melamun, nanti kerasukan,"ucap Risti.

"Aku hanya kepikiran sesuatu,"ucap Sandya.

"Apa?"tanya Risti.

"Gak jadi,"jawab Sandya.

Risti terlihat kesal namun apa daya temannya tidak memberitahukannya sesuatu.

"Kita masih ada jam kuliah kan?"tanya Sandya.

"Ya benar jam 10"jawab Risti.

"Sebentar lagi jam 10, daripada terlambat lebih baik menunggu di kelas,"ucap Sandya.

Risti menyetujui perkataan Sandya. Mereka berjalan menuju kelas menunggu jam 10 dimulainya pembelajaran kuliah.

"Buk!"panggil Dewi.

"Iya sebentar,"jawab Ibu Sri menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan saat check up.

Ibu Sri menghampiri Dewi yang berada di ruang tengah menanyakan kendaraan apa yang akan dipakai untuk pergi ke rumah sakit.

"Pesen taxi online buk,"jawab Dewi.

"Kenapa gak angkot saja ndhuk, kan biasanya angkot,"ucap ibu Sri bertanya.

"Kehamilan ibuk sudah memasuki 8 bulan, tidak lama lagi akan lahiran. Tidak baik kalau berdesak-desakan di angkot,"jawab Dewi.

"Yasudah kalau begitu,"ucap Ibu Sri.

Terdengar suara klakson di luar rumah Dewi. Taxi online yang dia pesan telah datang.

"Ayo buk,"ucap Dewi menuntun ibunya ke depan rumah.

"Maaf pak kalau lama,"ucap Dewi.

"Tidak apa-apa mbak,"jawab sopir taxi.

Dewi bersama dengan ibu Sri duduk di dalam taxi online. Sopir taxi melakukan mobilnya ke arah rumah sakit sesuai tujuan Dewi.

"Hamil tua ya buk?"tanya sopir taxi.

"Iya pak,"jawab ibu Sri.

"Suaminya kerja ya buk?"tanya sopir taxi.

"Sudah meninggal pak,"jawab ibu Sri.

"Maaf, saya gak tahu"ucap sopir taxi.

"Tidak apa-apa pak,"ucap ibu Sri.

"Bapak asli sini atau dari daerah lain?"tanya ibu Sri.

"Dari daerah lain buk, saya asli kampung merantau ke kota mengadu nasib,"jawab sopir taxi menceritakan asal usulnya.

"Tinggal di kota susah pak, harus pintar-pintar cari uang,"ucap ibu Sri.

"Iya buk, kerja seadanya yang penting halal,"jawab sopir taxi.

Ibu Sri melihat Dewi yang tengah melamun menatap jendela mobil.

"Ndak apik ndhuk lek ngelamun wae,"ucap Ibu Sri.

"Tidak bagus nak kalau melamun terus,"ucap ibu Sri.

"Dewi hanya berpikir lamaran kerja yang Dewi kirimkan,"ucap Dewi.

"Tidak usah terlalu dipikirkan, nanti sakit malah repot semuanya,"ucap ibu Sri.

"Ibuk asal mana, logat jawanya kental,"ucap sopir taxi.

"Saya sebenarnya asli sini, tapi suami saya dari kampung dan kebetulan logat jawanya kental,"jawab ibu Sri.

"Kebetulan, saya juga sama dari kampung yang kebetulan logat jawanya kental,"ucap sopir taxi.

"Njenengan sampun 'nyambung tuwuh' nopo dereng buk?"tanya sopir taxi.

"Anda sudah tujuh bulanan apa belum buk?"tanya sopir taxi.

"Sudah pak, sudah 8 bulan usia kandungannya,"jawab ibu Sri.

"Semoga lancar persalinannya,"ucap sopir taxi.

Rumah sakit yang menjadi tempat check up Ibu Sri terlihat dan taxi sampai di pelataran rumah sakit. Ibu Sri keluar terlebih dahulu sedangkan Dewi membayar terlebih dahulu.

"Ndhuk, jaganen ibukmu sing tenanan,"ucap sopir taxi.

"Iya pak, terimakasih,"ucap Dewi.

Sopir taxi melajukan mobilnya setelah menerima pesanan dari aplikasinya. Sopir taxi melihat ibu Sri dan Dewi dari kaca spion mobil.

"Mesakne, bocah seng durung lahir ws nrimo kutukan,"ucap sopir taxi.

"Kasihan, anak yang belum lahir sudah menerima kutukan,"ucap sopir taxi.

Dewi berada di lobi rumah sakit bersama dengan Ibu Sri. Mengurus berkas-berkas sebelum menuju poliklinik spesialis. Dewi mengajak ibunya untuk antri terlebih dahulu di depan poliklinik spesialis.

"Dewi sudah daftarkan ibuk, sepertinya dokter yang biasanya tidak hadir digantikan oleh dokter baru,"ucap Dewi.

"Tidak apa-apa sama saja,"jawab ibu Sri.

Panggilan demi panggilan terdengar hingga waktunya naman ibu Sri dipanggil untuk masuk ke dalam ruang konsultasi.

"Selamat siang ibuk,"ucap dokter muda tersebut.

"Siang,"jawab ibu Sri.

Dokter mengecek tekanan darah dan segala pengecekan dilakukan sesuai prosedur.

"Semuanya bagus, sebentar lagi akan proses melahirkan. Apakah ibu akan melahirkan disini?"tanya dokter muda yang bernama Keyla sesuai name tag nya.

"Tidak dok, saya mau lahiran dikampung saja,"jawab ibu Sri.

"Kalau boleh tahu dimana buk kampungnya?"tanya dokter Keyla.

Ibu Sri menyebutkan kampung halaman suaminya membuat perubahan ekspresi terlihat di wajah dokter Keyla.

"Ibuk yakin? Disana hanya ada puskesmas yang dulu masih belum memadai fasilitasnya,"ucap dokter Keyla.

"Sekarang sudah lengkap dok fasilitasnya,"jawab ibu Sri.

Dewi tahu bahwa di kampung halaman ayahnya memang ada puskesmas namun dulu, sekarang sudah tidak terpakai dan terbengkalai. Demi menenangkan dokter Keyla, ibu Sri harus berbohong.

"Yasudah kalau begitu, semoga proses kelahirannya lancar,"ucap dokter Keyla.

"Terimakasih dok,"jawab ibu Sri.

Ibu Sri dan Dewi keluar dari ruangan konsultan dokter Keyla. Dewi mengurus berkas-berkas sedangkan ibu Sri duduk mengelus-elus perutnya.

Dokter Keyla berpikir mengingat sesuatu ketika mendengar nama kampung yang disebutkan oleh ibu Sri.

"Bukankah kampung yang ibu Sri sebutkan adalah kampung yang pernah masuk berita koran tentang pembakaran puskesmas beberapa tahun lalu? Apakah sekarang sudah dibangun kembali?"ucap dokter Keyla.

Seorang pasien datang membuat dokter Keyla mengabaikan pikirannya untuk saat ini. Pekerjaan sebagai dokter harus ia laksanakan dengan profesional.

Tidak salah apa yang dikatakan oleh dokter Keyla. Tempat kampung halaman yang dimaksud oleh ibu Sri pernah terjadi pembakaran pada puskesmas yang dibangun. Semua orang yang berada di dalam puskesmas meninggal tanpa satupun yang selamat.

Semua orang yang tahu akan berita tersebut berpikir akan kejadian sebenarnya. Apakah terbakar atau benar dibakar. Semua orang memiliki persepsi masing-masing.

Namun dalam berita koran dijelaskan bahwa korban yang meninggal mengeluarkan darah dari mulutnya yang menggenang dilantai mengalir ke tempat kosong di belakang puskesmas.

Semua orang yang tahu akan cerita tersebut berspekulasi bahwa ada campur tangan ghaib dalam kebakaran tersebut. Namun sebagian orang percaya bahwa bangunan puskesmas yang tidak rata menyebabkan genangan darah yang mengalir.

Rencana Pergi

"Kamu percaya gak kalau kutukan kuno itu ada?"tanya Risti.

"Bisa gak? Jangan cerita horror dulu, aku pusing mikirin kuliah,"ucap Sandya jengah mendengar cerita horror.

"Iya..."jawab Risti memaklumi Sandya.

Setelah membayar UKT, Sandya lebih sering diam. Pikirannya kemana-mana dan selalu tidak fokus sering melamun.

"Sandya!"panggil Risti.

"Apa?"tanya Sandya.

"Enggak apa-apa, cuma mau bilang gak usah terlalu dipikirin nanti kamu sakit kita yang repot,"ucap Risti.

Sandya mendengar teman sekaligus sahabatnya memberinya nasehat tersenyum kecil.

"Maaf kalau aku terlalu sensitif, ditambah tamu bulanan,"ucap Sandya.

Risti menganggukkan kepalanya, terkadang tamu bulanan merepotkan sebab mood yang selalu berubah-ubah dapat menganggu aktivitas apalagi disertai nyeri.

"Ngomong-ngomong kutukan apa yang kamu maksud? Daripada diam gak jelas lebih baik kamu cerita,"ucap Sandya.

"Aku dengar dari kakek kalau ada satu kutukan kuno yang mengerikan dan hanya segelintir orang yang tahu, kutukan lahir mati namanya,"ucap Risti.

"Hoi!!"ucap seseorang yang membuat Risti dan Sandya terkejut.

"Aldi!"ucap Risti dan Sandya.

"Ngomongin orang?"tanya Aldi.

"Enggak, dia lagi cerita horror,"jawab Sandya.

"Horror? Hari kamis diisi oleh narasumber terpercaya kita yaitu Risti, dipersilahkan untuk bercerita,"ucap Aldi duduk meminum minuman yang ia beli sebelumnya.

"Kutukan lahir mati, seseorang yang mendapatkan kutukan tersebut memiliki ciri-ciri ayahnya adalah anak ke tujuh dari tujuh bersaudara dan ayah dari anak itu akan mati dan jika beruntung akan melihat anaknya tumbuh namun kata kakekku jarang sekali ayah dari anak yang menerima kutukan lahir mati dapat hidup lama,"ucap Risti.

"Apa gak aneh kutukan lahir mati disangkutpautkan dengan ayahnya yang merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara, kalaupun ayahnya mati bukankah kematian adalah takdir setiap orang?"ucap Aldi.

"Aku setuju denganmu,"jawab Sandya menimpali ucapan Aldi.

"Aku tahu, tapi anak yang menerima kutukan lahir mati tidak hidup ataupun mati. Dia akan meresa kesepian dalam hidupnya meskipun memiliki banyak teman,"ucap Risti.

"Jika kau mengatakan seperti itu bukankah membutuhkan seorang dokter psikolog?"ucap Aldi.

Risti mendengar ceritanya yang dibantah oleh Aldi merasa jengkel.

"Sudahlah cerita sendiri,"ucap Risti.

"Ngambek nih ceritanya,"ucap Sandya.

"Eh, jangan gitu dong... Aku kan cuma bercanda,"ucap Aldi.

"Lanjutin gih, nanggung kalau setengah-setengah,"ucap Sandya membujuk Risti.

Risti menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya yang tertunda.

"Ciri-ciri yang dialami oleh anak yang menerima kutukan lahir mati terlihat sejak dalam kandungan ibunya. Jika seseorang mengerti hal-hal mistis pasti tahu ada yang janggal dengan sang ibu,"ucap Risti.

Sandya mendengarkan dengan seksama cerita Risti, namun perhatiannya teralihkan ketika melihat seorang perempuan dibalik batu ditengah kolam taman.

Sandya mengedipkan matanya beberapa kali yang membuat sosok perempuan itu mengilang.

"Jadi maksudnya anak yang menerima kutukan lahir mati tidak tahu bahwa ia memiliki kutukan tersebut?"tanya Aldi.

"Benar, anak tersebut tidak tahu namun orang tuanya seharusnya tahu. Pasti akan dilakukan acara ritual-ritual mencegah balak menimpa keluarga dari si anak tersebut,"ucap Risti.

"Apakah ada pusaka penangkalnya?"tanya Aldi.

"Ada,"jawab Risti.

Sandya kembali mendengarkan cerita Risti dengan seksama bahkan hanyut tanpa sadar melamun.

"Sandya!!"panggil seseorang dengan menepuk pundaknya.

Sandya terhenyak mendengar panggilan seseorang.

"Laptopmu ketinggalan di kelas,"ucap Anita.

"Terimakasih, untung gak hilang,"ucap Sandya.

Anita pergi setelah menyerahkan laptop Sandya yang ketinggalan di kelas. Risti menepuk-nepuk pundak Sandya ketika Anita pergi.

"Eh, itu Anita kan?"ucap Risti.

"Iya emangnya kenapa,"tanya Sandya.

"Mulai lagi deh ghibahnya,"ucap Aldi yang sudah hapal pembukaan per ghibahan Risti.

"Apasih, kalau mau ikut bilang gak usah nyindir,"ucap Risti.

"Anita aneh gak sih, auranya kayak beda sama orang lain. Lebih dingin gitu,"ucap Risti.

"Mungkin dia cewek cool,"jawab asal Sandya.

"Ngarang,"celetuk Aldi.

"Sudahlah teruskan ceritamu saja,"pinta Aldi.

"Oke-oke keknya aku cocok jadi host podcast horror,"ucap Risti bercanda.

"Pusaka yang dapat mengkal balak dari kutukan lahir mati seharusnya adalah sebuah keris yang melegenda aku lupa namanya,"ucap Risti.

"Yahhh gak seru,"ucap Aldi.

"Yang namanya lupa ya gak ingat, kalau ingat ya aku ucapkan lah,"ucap Risti jengkel.

"Tapi aku ingat ada sebuah pusaka pembalik dari keris yang aku maksudkan. Tapi aku tidak tahu bentuk dan namanya, konon dimiliki oleh orang yang mengutuk,"ucap Risti .

"Jadi kayak semacam pertarungan gitu? Kayak si anak punya pusaka penangkal kutukan lahir mati sedangkan yang mengutuk punya pusaka penangkal dari pusaka penangkal kutukan yang ia buat. Gitu gak sih, atau aku salah tangkap?"ucap Aldi kebingungan akan simpulannya sendiri.

"Ya pokoknya gitu deh,"ucap Risti.

"Jika seperti yang kau bilang berarti orang yang mengutuk dan dikutuk seperti telah turun temurun dari generasi ke generasi? Aku menjadi penasaran siapa keturunan dari pengutuk lahir mati,"ucap Aldi.

Risti bersamaan dengan Aldi menatap Sandya. Ekspresi rumit tergambar jelas di wajah mereka yang membuat Sandya risih.

"Kok natap aku?"tanya Sandya.

"Enggak, cuma keknya kamu deh yang cocok jadi keturunan sang pengutuk,"celetuk Risti.

"Loh kok aku,"ucap Sandya.

"Sebentar-sebentar,"ucap Risti menggeledah tas nya mencari sesuatu.

Risti mengeluarkan buku kecil miliknya yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.

"Nah, ketemu,"ucap Risti.

Risti membuka buku lembar demi lembar hingga sampai pada tengah halaman.

"Dengarkan, ini aku salin dari buku kakekku secara diam-diam,"ucap Risti.

Aldi dan Sandya mendengarkan penjelasan Risti dengan seksama bahkan Sandya yang awalnya tidak tertarik semakin serius mendengarkan.

"Kalau dipikir-pikir benar juga apa katamu,"ucap Aldi.

"Coba kamu telusuri deh asal usul keluargamu, bukannya aku nyinggung perasaan mu tapi coba tanya saudara-saudara orang tua mu. Soalnya ini nanti berkaitan gituloh sama anak yang dikutuk,"ucap Risti memberi saran kepada Sandya.

"Nanti aku pikirkan lagi deh, aku sebenarnya juga penasaran. Nanti aku ambil cuti kuliah buat ke kampung nelusuri silsiah keluargaku,"ucap Sandya.

"Aku temenin,"sahut Risti.

"Aku gak tega kalian berdua pergi ke tempat yang asing bagi kalian,"ucap Aldi.

"Yakin?"tanya Sandya.

"Kamu cowok sendiri loh...."timpal Risti.

Aldi mantap akan ucapannya menemani Risti dan Sandya pergi ke kampung halaman Sandya.

"Kita berangkat satu bulan lagi kalian planning apa yang kalian rencanakan disana,"ucap Sandya.

"Oke,"jawab Aldi dan Risti.

Sandya bersyukur mempunyai kedua sahabat yang menemaninya dan memberi nasehat dikala ia sedih.

"Aku akan menelusuri asal usul nama belakangku,"batin Sandya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!