Cuit...cuit..cuit...
Suara burung berkucau menandakan hari yang cerah telah di mulai. Udara pagi yang sejuk menambah keceriaan dan ketenangan di pagi hari.
Tapi tidak dengan suasana yang ada di sebuah rumah besar yang mewah. Dengan gerbang besar dan jalan yang panjang dengan tanaman yang indah dan hijau di sisi kiri dan kanan nya.
Tap..tap..tap...
Ramai langkah kaki berjalan terburu - buru terdengar di dalam rumah dan menaiki tangga.
Seorang pria berjas hitam dan tiga orang pelayan wanita memasuki sebuah kamar.
Pria berjas hitam berdiri di depan dan tiga pelayan wanita berdiri di belakang nya.
Terlihat seseorang masih tertidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh nya.
"Tuan muda, sudah waktunya anda bangun dan berangkat ke sekolah." Kata pria berjas hitam.
Seseorang dalam selimut tak bergeming sedikitpun.
"Tuan muda."
Dia tetap tak bergerak sedikitpun.
Pria berjas hitam itu lalu menoleh ke arah pelayan wanita lalu mengangguk pelan.
Seperti mengerti dengan isyarat si pria, ketiga pelayan itu masing - masing mengeluarkan sebuah benda segitiga yang terbuat dari besi dan memukul nya dengan tongkat besi kecil secara bersamaan.
Ting...ting...ting...ting...
Suara besi itu begitu nyaring dan memekakan telingan yang mendengar nya.
Si pria berjas hitam menyuruh mereka berhenti. Tapi orang yang di dalam selimut masih tak bergeming.
Si pria berjas menyuruh ketiga pelayan mendekati tempat tidur.
Mereka pun mendekat dan mulai memukul besi segitiga itu lagi.
Ting...ting...ting...ting...ting....
Suara terus berbunyi semakin kencang.
"AAAAAAAAGGGHHHHH....."
Seseorang dalam selimut terbangun sambil berteriak dengan wajah kesal dan rambut acak - acakan.
"Pak Doni apa - apaan, sih !" Teriak nya.
"Maaf tuan muda Axel, sudah waktunya anda berangkat ke sekolah" Kata pak Doni.
"Ya..ya aku tau. Lima menit lagi deh." Kata Axel sambil kembali berbaring dan menutupi tubuh nya dengan selimut.
Ting...ting...ting...ting...
"Ya ! Ya !! Aku bangun!! Sakit telingaku.!"
Dengan marah, Axel pun bangun dan langsung pergi ke kamar mandi.
Axel adalah anak satu - satu nya dari keluarga Pratama . Pratama group adalah salah satu perusahaan terbesar yang kekayaan nya tak akan habis tujuh turunan sekalipun.
Kedua orang tua Axel adalah pembisnis yang sibuk .Ayah Axel pemilik pratama Group dan Ibu nya pun seorang pembisnis juga hingga mereka tak punya waktu untuk bersama dengan Axel. Orang tuanya tinggal jauh dengan putra satu satunya, mereka berada di Amerika menjalankan bisnis.
Axel selalu di manjakan dengan materi, apapun yang dia inginkan selalu di berikan dan kedua orang tuanya tapi kurang perhatian dan kasih sayang.
Ketiga pelayan wanita langsung membereskan kamar dan menyiapkan seragam yang akan di pakai oleh Axel.
Pak Doni menunggu Axel keluar dari kamar mandi dengan sabar. Pak Doni adalah bodyguard pribadi Axel yang akan selalu menemani Axel kemanapun.
Walaupun Axel merasa tidak nyaman dan tidak ingin di kawal, tapi Ibu nya begitu mengkhawatirkan anaknya dan tak ingin anaknya dalam bahaya.
Tiga puluh menit berlalu tapi Axel tak kunjung keluar dari kamar mandi.
Pak Doni mulai curiga dengan apa yang di lakukan Axel di dalam.
Dia agak ragu untuk masuk kamar mandi. Tapi dia takut terjadi sesuatu dan akhirnya terpaksa masuk ke dalam.
Sungguh terkejut nya pak Doni saat masuk ke dalam kamar mandi.
Air keran menyala seperti ada yang mandi, tapi tak ada siapapun di sana.
Pak Doni melihat ke arah bathtub dan dia menemukan Axel yang meringkuk di dalam bathtub tanpa air .
Dia kembali tertidur di dalam bathtub.
"Hmm.."
Pak Doni menggelengkan kepala pelan. Berjalan perlahan lalu membangunkan Axel.
"Tuan muda, Nyonya pulang." Bisiknya di telinga Axel.
Sontak Axel membuka matanya lalu berdiri dan berlari keluar kamar mandi. Pak Doni menepuk keningnya sendiri melihat tingkah aneh Axel dan bergegas menyusulny. Memberitahu Axel bahwa ia bercanda dan memintanya untuk segera membersihkan diri.
Satu jam berlalu, Axel sudah rapi dan duduk di kursi dengan raut wajah masam.
Para pelayan berdiri berjajar rapi di sudut ruangan. Doni duduk di kursi lain berhadapan dengan Exel.
"Tuan mu-?" Pak Doni tidak melanjutkan ucapannya, ia menoleh ke arah asisten pribadi Axel yang selama ini membantunya dalam mengurus perusahaan Pratama Group.
"Maaf, pagi pagi saya mengganggu," ucap Revan.
Doni mempersilahkan Revan untuk bicara. Sementara Axel hanya melirik sekilas ke arah Revan. Ia sudah tahu kedatangan Revan pasti urusan pekerjaan.
"Pagi ini, tuan muda harus datang ke kantor. Ada hal penting yang harus di bicarakan bersama pak Hans.
"Tapi hari ini tuan muda ada tugas penting di sekolahnya," jawab Pak Doni.
"Di perusahaan tuan muda lebih di butuhkan." Timpal Revan.
Saat mereka berdua sedang berdebat antara harus ke kantor atau ke sekolah. Axel pergi diam diam meninggalkan mereka.
"Bagaimana tuan muda?" Tanya mereka berdua menoleh ke arah Axel yang sudah tidak berada di tempatnya.
Sementara Axel berlari keluar rumahnya sambil tertawa.
Axel masih tertawa terbahak bahak di dalam mobil milik Bryan sahabat sekaligus teman geng nya. Sementara Celvin sibuk menatap layar ponselnya.
"Lu tau nggak, Gema?" Tanya Celvin serius menatap layar ponselnya.
Axel menurunkan volume suara tawanya, menepuk bahu Celvin.
"Kenapa lagi, tu anak?" Tanya Axel.
"Gema, si anak super baik bak angel. Sudah balik ke Indonesia, dan hari ini Gema bakal masuk lagi di sekolah kita" Jelas Celvin.
Axel dan Bryan saling pandang sesaat, lalu tersenyum lebar.
"Bodo amat!" Sahut mereka berdua serempak.
Celvin menoleh ke belakang, menatap kedua sahabatnya.
"Bakal seru nih!"
Axel dan Bryan saling pandang sesaat, keduanya kembali asik melihat ponsel. Celvin berhenti bercerita tentang Gema, karena kedua sahabatnya tidak tertarik.
Tak lama kemudian mereka telah sampai di depan sekolah, Lalu mereka bertiga keluar dari dalam mobil.
Sekolah menengah umum Mitra Pratama sekolah elit di kota Jakarta. Rata rata, yang menjadi siswa dan siswi di sekolah tersebut dari kalangan elit saja.
Puk! Puk!
Celvin menepuk dada Axel pelan.
"Lo liat deh!" Kata Celvin menunjuk ke arah seorang gadis memakai seragam agak lusuh turun dari sepeda.
Axel dan Bryan menoleh ke arah petunjuk Celvin. Keduanya saling pandang sesaat lalu tertawa mencemooh.
"Sepertinya anak baru." Kata Celvin.
"Bodo amat!" Ucap Bryan dan Axel serempak lalu mereka berdua berjalan mendahului Celvin.
Namun langkah keduanya berhenti mendadak tepat di depan tiga anak perempuan geng sultan. Celvin yang berjalan di belakang, fokus ke ponselnya menabrak punggung Bryan dan Axel.
"Ugh!" Keluhnya lalu memiringkan wajahnya menatap ketiga gadis di depannya.
"Berani sekali, kalian menghalangi langkah kami," ucap Axel.
Gadis berambut panjang, memegang permen lolipop bernama friska maju ke depan dan tersenyum sinis pada Axel.
"Ada mangsa baru, kau siap bertaruh?" Tanyanya pada Axel.
"Siapa, Fris?" Sela Celvin, berdiri sejajar dengan Bryan dan Axel.
"Tuh, lihat." Friska menunjuk menggunakan dagunya ke arah gadis yang berjalan santai menuju ruang guru.
Axel dan dua sahabatnya menoleh ke arah gadis itu. Mereka saling pandang sesaat, terlihat raut wajah tak minat dari Axel, untuk ikut bertaruh dengan Friska.
"Cabut yuk!" Ajak Bryan pad Axel dan Celvin, kemudian mereka melangkahkan kakinya bersama.
"Axel!" Panggil Friska.
Namun Axel tak perduli dengan panggilan Friska.
"Gimana nih, Fris?" Tanya Melodi.
"Lo tenang aja, gue bisa sendiri."
"Caranya?" Tanya Nala.
"Lo tau kan? Axel paling gak suka di ganggu. Apalagi dia berkuasa di kampus ini. Mudah buat gue, bikin onar tanpa harus mengotori tangan gue sendiri." Jelas Friska tersenyum sinis.
Melodi dan Nala mengangguk anggukkan kepala tanda mereka mengerti apa yang di katakan Friska.
Di dalam ruang belajar.
Semua mahasiswa dan mahasiswi duduk di kursi masing masing. Tak lama Dosen masuk dengan seorang gadis lalu memperkenalkan diri.
Namanya Bintang, gadis itu masuk ke universitas tersebut karena beasiswa. Dia anak yang rajin dan pintar, tapi sepertinya teman temannya tidak menyukai Bintang. Selain pakaiannya lusuh, Bintang berasal dari kalangan bawah.
Di belakang, mereka bisik bisik mencibir Bintang. Ada juga yang diam diam mentertawakannya.
Axel yang berada di kursi belakang bersama dua sahabatnya tidak perduli pada Bintang. Bahkan melihatnya pun tidak, berbeda dengan Friska. Gadis itu menatap penuh kebencian pada Bintang, entah apa yang ada di pikiran Friska.
Axel, Bryan dan Celvin baru saja keluar dari pintu gerbang sekolah. Mereka berjalan bersama menuju mobil milik Bryan yang terparkir di tepi jalan.
"Hari ini pertandingan basket, jangan sampai kita melewatinya." Kata Axel berjalan terburu buru.
Namun langkah Axel dan dua sahabatnya terhenti saat melihat pak Doni sudah berdiri tegap di hadapan mereka.
"Noh di jemput." Bisik Bryan di telinga Axel.
Pak Doni berjalan mendekati Axel dan memegang tangan Axel. Dengan bibir manyun, Axel menurut ketika pak Doni menuntunnya.
"Tuan muda, kita ke kantor sekarang." Kata pak Doni.
Axel menarik tangannya, menatap horor ke arah pak Doni.
"Bisa gak, jangan panggil aku seperti itu di depan umum. Apalagi di depan teman temanku, kecuali mereka,' ucap Axel pelan.
"Maaf tuan muda, kalau tidak seperti ini. Tuan muda pasti kabur lagi." Jawab pak Doni.
"Aku nyusul ke kantor, pak Doni duluan."
Axel balik badan hendak menghampiri Bryan dan Celvin yang tengah mengulum senyumnya. Namun pak Doni mencegah dan menarik tangan Axel.
"Maaf tuan muda, permintaanmu kali ini saya tolak." Pak Doni menuntun kembali Axel menuju mobil.
Tiba tiba Axel berteriak membuat pak Doni terkejut.
"Aaaaaaaagghhh aku bukan anak kecil!"
"Nanti saya bawakan ice cream." Ucap pak Doni merayu.
"Ice Cream?" Mata Axel berbinar lalu menganggukkan kepalanya. Buru buru ia masuk ke dalam mobil. Namun setelah ia duduk dengan tenang, ia teringat dengan pertandingan basket.
Axel berniat keluar lagi dari dalam mobil. Namun pintu sudah tertutup, dan Axel mengurungkan niatnya karena melihat beberapa temannya sekolahnya ada di sekitar Bryan dan Celvin.
Selama ini Axel selalu menyembunyikan identitasnya karena ia ingin hidup bebas tanpa membawa bawa nama orang tuanya. Setiap kali ia di jemput atau diantar oleh pak Doni. Axel selalu mengatakan kalau pak Doni adalah majikannya.
Ice cream adalah makanan favorit Axel. Namun baginya ice cream sangat langka, karena kedua orang tuanya melarang Axel untuk makan ice cream dalam jangka waktu yang panjang. Di iming iming ice cream tentu saja Axel tidak keberatan untuk ikut bersama pak Doni.
Pak Doni berdiri di depan pintu mobil, menoleh ke arah Bryan dan Celvin dan menunjukkan jempolnya ke arah mereka.
Bryan dan Celvin menganggukkan kepalanya memperhatikan mobil milik Axel melaju meninggalkan sekolah.
Tung tung
Suara ponsel milik Celvin berbunyi, ternyata isi pesan dari Axel supaya mereka berdua mengikutinya.
"Ayo cepat!" Celvin dan Bryan bergegas masuk ke dalam mobil dan menyusul Axel.
***
Axel dan Pak Doni telah sampai di halaman perusahaan, di susul mobil milik Bryan berada di belakang, menunggu aba aba dari Axel dan memperhatikan mereka dari dalam mobil.
Sementara pak Doni sudah lebih dulu keluar dari dalam mobil, menunggu Axel membereskan seragam sekolahnya ke dalam tas.
Tak lama kemudian Axel keluar dari dalam mobil, berdiri tegap memperhatikan gedung perusahaan miliknya. Untuk pertama kali, ia menginjakkan kaki di perusahaan itu setelah kedua orang tuanya melimpahkan tanggung jawab kepadanya.
Pak Doni berdehem, ia curiga dengan gerak gerik Axel.
"Silahkan..." ucap pak Doni mempersilahkan Axel untuk berjalan lebih dulu.
Namun Axel menolak, dengan alasan canggung. Lalu meminta pak Doni untuk berjalan bersama.
Pak Doni mengangguk, kemudian berjalan bersama dengan Axel dengan tergesa gesa karena mereka sudah telat 10 menit.
Semakin cepat langkah pak Doni, semakin lambat langkah Axel dan berjalan mundur ke belakang sambil mengulum senyumnya.
"Hari ini, tuan harus-?" Pak Doni menoleh ke arah Axel namun anak itu sudah tidak ada. Pak Doni balik badan, melihat Axel berlari lalu masuk ke dalam mobil milik Bryan.
"Astaga," ucap pak Doni, menepuk keningnya sendiri.
Dari dalam mobil yang menutar arah, Axel melambaikan tangan ke arah pak Doni dari balik kaca jendela yang terbuka.
Pak Doni menggelengkan kepalanya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Gumam Pak Doni.
"Pak Doni, dimana pak Axel?" Tanya Revan dari arah belakang.
"Aku kecolongan lagi," jawab pak Doni sedikit kesal.
Revan tertawa kecil dan menepuk bahu pak Doni.
"Tenang saja, aku bisa urus semuanya dengan baik."
Pak Doni mengangguk, kemudian ia kembali masuk ke dalam mobil dan memutuskan untuk menyusul Axel.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!