Pasundan, 9 - 9 - 1999
Seorang wanita hamil di temukan tewas bersimbah darah di rumah nya. Kematian wanita itu menjadi buah bibir warga setempat karena dirasa sangat tidak wajar. Rumah peninggalan nya pun menjadi sangat angker setelah peristiwa ganjil itu terjadi.
Sepuluh tahun kemudian,,,
Dua hari seusai melaksanakan pernikahan. Safira dan Danu memilih untuk tidak tinggal serumah dengan orang tua.
Beberapa bulan sebelum pernikahan di laksanakan. Mereka sudah membeli rumah dari hasil uang tabungan mereka masing-masing.
Walaupun uang yang mereka miliki hanya cukup untuk membeli sebuah rumah kosong yang sudah lama tak berpenghuni.
Rumah itu di beli dari seseorang yang mereka pun tak pernah tau siapa ia sebenar nya. Melalui Mbok Surti seorang wanita berusia setengah abad yang sudah lama mengurus serta merawat rumah kosong tersebut agar tetap bersih dan layak huni.
Menurut Mbok Surti majikan nya (pemilik rumah) sudah lama pindah dari sana sekitar sepuluh tahun lalu. Dia di perintahkan untuk merawat dan menjaga rumah tersebut. Majikan nya pun memerintahkan Mbok Surti untuk membantu menjual rumah tersebut.
Namun selama ini tak seorang pun mau membeli rumah yang di kenal angker itu. Apalagi masyarakat di sekitar rumah banyak membicarakan peristiwa gaib yang berasal dari rumah itu, hingga tak seorang pun berminat membeli nya.
Hingga akhir nya sepasang pengantin baru ( Safira dan Danu ) membeli rumah itu. Mereka tak memperdulikan cerita misteri dari mulut ke mulut penduduk setempat.
Tekad mereka untuk hidup mandiri saat berumah tangga menjadi salah satu alasan mereka membeli rumah tersebut. Di tambah lagi dana yang minim yang hanya cukup untuk bisa membeli rumah tua itu.
Yang terpenting bagi mereka ada nya tempat tinggal yang akan di jadikan sebagai hunian awal dari lembaran baru kehidupan mereka berdua.
" Kamu serius mau pindah ke sana ? " tanya Wida ibu dari Safira.
" Iya bu, aku kan harus ikut suami. " Safira pamer kemesraan di depan kedua orang tua nya dan adik laki-laki nya.
" Ya sudah kalau keputusan kalian sudah bulat. Bapak cuma bisa mendo'akan dan mendukung keinginan kalian, " ucap Bambang.
" Makasih Pak. " Tutur Danu mengelus helaian rambut Safira yang bersandar di bahu nya.
" Kalau begitu kapan rencana nya kalian mau pindah ke sana ? " tanya Wida yang masih tak rela melepas putri nya.
" Besok bu, " jawab Safira.
Wida membulatkan mata nya, dia tak menyangka akan secepat itu putri nya pindah ke tempat tinggal baru bersama suami nya.
Pasal nya setelah menikah mereka tinggal di kediaman orang tua Safira untuk sementara waktu. Wida fikir satu atau dua bulan ke depan anak nya baru akan pindah dari rumah nya.
Raut muka Wida nampak sedih. Safira anak perempuan satu-satu nya, anak pertama yang merupakan kesayangan nya sebentar lagi akan meninggal kan nya. Sedangkan anak kedua nya atau Adik Safira laki-laki bernama Ragil masih kuliah.
" Jangan sedih gitu dong Bu, harus nya Ibu senang lihat Safira senang. Nanti Safira juga akan sering main ke sini. " Ia segera memeluk Wida.
" Rumah kalian jauh loh. Pasti kamu akan jarang ketemu sama Ibu, " ucap Wida.
" Bu, Safira udah dewasa, udah jadi seorang istri yang harus patuh pada suami nya. Yang punya tanggung jawab atas Safira sekarang itu Danu. Bapak yakin Danu akan menjaga anak kita dengan baik, '' kata Bambang.
" Iya..maafin ibu. Ibu hanya perlu membiasakan diri tanpa kamu nanti nya. Ibu do'a kan kalian baik-baik di sana, " ucap Wida berat hati.
" Aamiin, " ucap semua nya serempak.
Ragil yang juga berada di antara mereka hanya menjadi pendengar setia. Bagi nya kepergian Safira adalah kebebasan untuk nya.
Selama ini Ragil dan Safira memang sering bertengkar. Tapi hanya pertengkaran biasa antara adik dan kakak bukan hal serius.
Ragil hanya lega saja jika Safira pergi itu berarti tidak akan ada lagi teman berantem setiap hari.
Safira dan Danu segera ke kamar untuk berkemas pakaian. Untuk perabotan mereka akan membeli nya nanti secara bertahap. Lagi pula si pemilik rumah kosong itu juga menjual rumah beserta beberapa barang kuno yang masih tertinggal dan tak terpakai lagi.
Lumayan untuk meminimalisir pengeluaran membeli perabotan. Beberapa lemari hias serta lemari pakaian juga sudah ada di sana. Walau sedikit usang, mereka tinggal mengecat ulang lemari-lemari tersebut nanti nya.
Malam semakin larut, semua penghuni rumah sudah terlelap tidur. Safira dan Danu sudah tak sabar menunggu pagi , tak sabar segera pindah ke rumah baru mereka. Sampai-sampai terbawa mimpi.
Begitupun Wida. Malam itu ia mimpi buruk tentang Safira. Dalam mimpi nya ada satu sosok wanita berwajah mengerikan tengah menunggu kedatangan Safira di rumah tua yang akan di tinggali anak nya.
Sosok berpakaian putih kusam bahkan penuh bercak darah, berambut panjang dan kaku, memiliki jari kuku runcing . Sorot mata nya penuh kebencian, manik mata berwarna hitam berukuran kecil hampir tak terlihat, kulit nya pucat pasi, di sudut bibir nya ada bekas darah yang hampir mengering.
Wida sendiri belum pernah tau rumah yang Safira dan Danu beli. Namun dalam mimpi itu seolah-olah diri nya tau persis bentuk rumah yang nanti nya akan di huni oleh anak dan menantu nya. Ada firasat buruk di dalam nurani Wida.
Pandangan Wida mengedar ke seluruh sisi rumah di hadapan nya. Dia tak percaya akan apa yang terjadi. Mimpi semalam seolah begitu nyata.
Rumah itu sama persis dengan mimpi nya. Sedari tadi ia coba menepis perasaan tak tenang karena mimpi buruk tentang Safira. Dia berusaha bersikap baik-baik saja dan tidak menceritakan perihal mimpi buruk yang ia alami semalam.
Tak pula mengungkapkan firasat nya pada siapa pun. Namun kini dia terpaku menatap apa yang ada di depan nya. Rumah itu nyata ada nya, dia hanya berharap agara sosok wanita menyeramkan itu tidak pula menjadi kenyataan. Dia harap ini hanya kebetulan semata.
" Bu kok malah bengong ada apa ? " tanya Safira menyentuh bahu Wida.
" Ah- tidak ada apa-apa. " Jawab Wida masih dengan hati di liputi kecemasan.
Safira tersenyum sembari mendekap bahu ibu nya. Ia tahu saat ini Wida sedang mengkhawatir kan diri nya.
" Bagaimana menurut ibu rumah ini cukup bagus atau.." Safira tak menyelesaikam kalimat nya, dari dalam rumah muncul Mbok Surti menyambut kedatangan mereka.
Mbok Surti baru selesai membersihkan rumah sesuai perintah Danu.
" Selamat datang tuan, nona ." Sapa Mbok Surti tergopoh-gopoh berjalan mendekati mereka.
" Gimana Mbok, udah bersih semua nya ? " tanya Danu.
" Sudah tuan, tapi mbok belum mengecat ruangan sama perabot seperti yang tuan perintah kan. " Mbok Surti menundukan kepala nya.
" Loh kenapa Mbok ? Bukan nya saya sudah minta dari jauh-jauh hari buat mengecat ulang rumah sama perabotan yang ada di sini. " kata Danu.
" Anu tuan,orang sini gak ada yang mau di suruh bantu ngecat. Mereka kata nya sibuk. " Mbok Surti berbohong karena pada nyata nya mereka tidak mau masuk ke dalam rumah angker itu.
" Ya sudah nanti biar saya saja yang mengerjakan nya. Lagian masih ada waktu cuti beberapa hari lagi. " ucap Danu.
" Makasih ya mbok ." Lanjut Danu.
" Iya sama-sama. " Kata Mbok Surti.
" Oh iya mbok ini mertua saya, dan yang ini adik nya Safira. " Danu memperkenalkan mereka pada Mbok Surti.
Mbok Surti menyalami mereka satu persatu dengan ramah. Perempuan bernama Mbok Surti itu bertubuh gemuk dengan mengenakan kebaya putih bercorak bunga berwarna ungu dengan di padukan bawahan kain batik.
Dia berpamitan pulang karena tugas nya sudah selesai. Sekarang dia tak harus lagi mengurus rumah itu karena sudah ada pemilik baru yang membeli nya.
" Rumah mbok jauh ? " tanya Wida sebelum Mbok Surti pergi.
" Gak terlalu jauh, tinggal berjalan sebentar ke arah sana . " Mbok Surti menunjuk jalan menuju rumah nya.
" Oh iya. Nanti saya titip Safira ya mbok, kalau mbok berkenan sesekali mampir temani putri saya jika suami nya kembali kerja. " pinta Wida.
" Baik nyonya !! " ucap Mbok Surti.
Rasa nya dada Wida sedikit lega mengetahui Safira akan ada teman nya jika Danu tak ada di rumah. Setidak nya Safira tidak kesepian.
" Mbok pamit dulu tuan, nona. Kalau ada apa-apa tinggal ke rumah saja. " lalu perempuan itu pun segera berlalu dari hadapan mereka.
Danu dan yang lain nya pun masuk ke dalam rumah. Wida semakin was-was saat memasuki setiap ruangan .
Rumah berlantai dua itu cukup besar. Di depan terdapat dua buah pintu kaca berukuran tinggi namun tak begitu lebar. Sentuhan kayu di setiap dinding membuat rumah itu tampak antik.
Sebuah jam berukuran besar terpajang di pojok ruang utama. Kursi rotan usang pun berada di sana.
Dari ruang tamu menuju ruang tengah yang bersatu dengan ruang makan serta dapur. Ada dua pintu kamar berjejer dan tangga dari kayu untuk menuju lantai atas.
Ruang tengah itu masih kosong belum ada sofa hanya ada satu lemari hias berukuran besar dengan motif ukiran.
Mereka pun melanjutkan ke lantai dua. Ada satu kamar dan satu ruang kosong di lantai tersebut rencana nya akan di gunakan sebagai kamar pengantin baru itu nanti nya.
Di kamar atas terdapat satu tempat tidur baru yang sudah di beli oleh Danu sebelum resmi menikah dengan Safira. Ada satu lemari pakaian tua dan sebuah cermin antik menempel di salah satu dinding.
Wida terus mengedarkan pandangan nya ke setiap penjuru. Tiba-tiba ia melihat sekelebat bayangan putih dari arah kamar menuju kamar mandi.
Sontak ia mengernyitkan dahi. Wida maju beberapa langkah untuk menghampiri kamar mandi yang pintu nya di biarkan terbuka lebar itu.
Wida sedikit heran saat diri nya berada tepat di mulut pintu kamar kecil. Tak seorang pun ada di sana. Hanya suara gemercik air dari kran yang mengucur lambat di kamar mandi.
" Bu.." Bambang menepuk pundak istri nya yang tengah melamun, membuat Wida terkejut bukan main.
" Bapak ngagetin saja. " kata Wida.
" Ngapain Ibu berdiri di sini, melamun lagi . " ucap Bambang.
" Tadi ibu mau buang air tapi seperti nya gak jadi deh. " Wida berlalu dari hadapan Bambang.
Membuat Bambang menggelengkan kepala keheranan karena kelakuan Wida. Beberapa saat pria itu menatap ke dalam kamar kecil di depan nya. Seolah mencari sesuatu yang membuat istri nya terpatung di sana tadi. Lalu ia pun segera berlalu mengikuti langkah sang istri.
Bambang tak mampu menangkap keberadaan Ningrum di sana. Mata batin nya tertutup sehingga tak bisa merasakan apalagi melihat arwah Ningrum yang tengah menempel di atas dinding dan langit-langit kamar mandi.
Safira melambaikan tangan ke arah Ragil dan orang tua nya yang akan kembali pulang.
Terlihat jelas raut kesedihan dari wajah Wida. Membuat hati Safira tiba-tiba saja di hinggapi keraguan dengan keputusan nya.
Safira menatap nanar kepergian keluarga nya, hingga mobil itu tak lagi terlihat oleh pandangan. Safira menatap jauh ke depan dengan tatapan kosong.
Danu memperhatikan istri nya. Dia merangkul pundak Safira hingga buyarlah lamunan nya menoleh ke arah Danu dan mencoba melebarkan senyum walau sedikit memaksa.
Ada hal yang mengganjal dalam hati Safira yang sulit di artikan. Entah karena kecemasan Wida hingga membuat nya kepikiran atau hal lain , Safira tak mengerti kegelisahan itu.
Ia hanya mencoba menepis perasaan itu, dan bersikap biasa saja di hadapan Danu. Safira tak ingin mengutarakan apa yang ia rasa kan pada Danu. Safira tak ingin Danu kecewa.
Kedua pasangan muda itu menaiki anak tangga saling bergandengan mesra.
Mereka harus istirahat setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari rumah orang tua sampai hunian baru nya kini.
Mereka tertidur lelap hingga tak sadar hari berangsur malam. Bahkan saat seruan adzan maghrib pun mereka masih terlelap. Padahal saat itu adalah waktu yang tidak di anjurkan untuk tidur.
Tok..tok..tok..
Suara ketukan pintu di bawah sana membuat Safira menggeliat dan terbangun.
Ruangan gelap dan pengap yang di dapati saat membuka mata. Safira menggoncangkan tubuh Danu membangunkan suami nya yang masih terjaga.
Udara dingin menusuk di kulit putih Safira. Tengkuk nya meremang membuat nya bergidik.
Safira kembali mengoncangkan tubuh Danu. Namun mata nya terus berkeliaran menyapu sekitar ruangan yang gelap.
" Mas..bangun. " Seru Safira.
Tak lama Danu pun mengucek mata dan mulai terbangun.
" Ya ampun kita ketiduran sampai lupa menyalakan lampu. " Danu bergegas bangkit dari ranjang.
Dia berjalan meraba-raba mencari stop kontak yang berada di dekat pintu kamar.
Safira menutup mulut dengan telapak tangan saat mendapati sosok berpakaian putih yang berdiri di dekat pintu sebelum Danu berhasil menyalakan lampu.
Namun sosok itu menghilang seketika saat Danu berhasil memijit stop kontak.
Deru nafas memburu memacu jantung, masih di posisi terbelalak dan menutup bibir nya yang sedikit terbuka.
Danu keheranan melihat Safira tengah ketakutan. Dia segera mendekat , wanita itu pun menghambur dalam pelukan.
" Hei kamu kenapa ? " Tanya Danu.
Tak ada jawaban dari Safira yang semakin dalam membenam kan wajah di leher nya. Tangan wanita itu pun mencengkram kuat tubuh Danu.
" Safira, ada apa ? " Kembali Danu bertanya.
Dia melepaskan pelukan menatap wajah Safira dengan tatapan penuh tanya.
Safira menatap ke arah pintu di mana ia melihat sosok tadi lalu melihat keseluruh penjuru ruangan. Tatapan wanita itu kembali pada Danu.
" A-aku lihat sesuatu di sana. " Safira menunjukan jari ke satu titik.
Danu mengikuti arah telunjuk Safira, dan kembali menatap wanita di hadapan nya.
" Maksud kamu, apa yang kamu lihat? " Danu penasaran.
" Ada sosok berpakaian putih di sana sebelum kamu menyalakan lampu, sosok itu menghilang saat lampu menyala. " Bisik Safira.
Danu menggelengkan kepala lalu tersenyum.
" Kamu salah lihat kali. Udah jangan mikir yang enggak-enggak. Aku turun dulu mau nyalain lampu ruangan lain. " Danu beranjak dari ranjang.
Safira tak mau ketinggalan. Ia pun bangkit mengekori Danu. Dia coba menetralkan rasa takut nya menepis semua seolah tadi hanyalah ilusi.
Dengan penerangan senter ponsel mereka berjalan menuruni anak tangga. Semua lampu ruangan pun menyala setelah Danu memijat setiap stop kontak di semua sisi ruangan.
" Tadi ada yang mengetuk pintu. Maka nya aku terbangun. " Ucap Safira.
" Tapi sekarang seperti nya sudah tidak ada orang nya. Kira-kira siapa ya yang datang. " Suara ketukan itu tak terdengar lagi saat Safira terbangun.
" Mungkin Mbok Surti . " Danu mencoba menerka.
" Mungkin. " Safira berfikir beberapa saat mencerna semua nya.
Bisa saja Mbok Surti datang karena melihat lampu rumah masih gelap padahal sudah malam. Mungkin beliau kebetulan lewat tadi. Begitulah yang Safira fikirkan untuk menenangkan perasaan nya yang kacau.
Teng teng teng
Suara ketukan piring nyaring terdengar dari luar. Danu melongok lewat jendela, rupanya tukang bakso lewat di depan rumah.
" Kamu lapar ? Kita beli bakso, tuh ada penjual bakso di luar. " Ucap Danu.
" Mas panggil tukang bakso nya, biar aku ambil mangkuk dulu di belakang. " Safira segera beranjak ke dapur.
Danu membuka pintu dan berjalan sedikit ke teras depan memanggil si penjuak bakso.
" Mang..beli. " Teriak Danu mengehntikan langkah Darman penjual bakso keliling.
Darman menoleh pelan ke arah rumah itu dengan keraguan. Dia teringat cerita-cerita angker yang berasal dari rumah tersebut.
Darman bengong saat mendapati Danu berada di teras rumah.
" Mang saya mau beli. " Danu segera membuka gerbang yang jarak nya sekitar tiga meter dari teras.
" Eh..iya Den. " Darman menyimpan batu di depan roda bakso nya.
Tak lama Safira muncul dari dalam dengan mangkuk di tangan.
" Kalian ini baru ya di sini ? " Tanya Darman sembari meraih mangkuk yang di sodorkan Safira. Lalu mengisi nya dengan bumbu.
" Iya ini hari pertama kami pindah. " Jawab Danu yang di ikuti anggukan Darman.
" Mang punya saya jangan pakai tauge. " Tahan Safira saat Darman hendak memasukan tauge ke mangkuk.
" Oh..iya neng. " Darman kembali mengisi mangkuk tersebut dengan mie juga sayuran yang sudah di rebus sejenak.
" Mamang tiap hari ya lewat sini ? " Tanya Safira meraih mangkuk yang sudah terisi.
" Iya Neng. " Jawab Darman.
" Baguslah kalau begitu aku bisa beli kalau lapar malam-malam. " Ucap Safira senang.
" Ini uang nya, makasih ya mang. " Danu memberikan satu lembar uang lima puluh ribu.
" Ini kembalian nya . " Ucap Danu.
" Udah ambil saja. " Kata Danu membuat Darman tersenyum senang.
" Makasih Den, mudah-mudahan betah di sini ya. Biar mamang gak takut lagi lewat sini. " Darman keceplosan.
" Takut kenapa mang ? " Danu terkekeh.
" A-anu nggak apa-apa Den. Saya lanjut keliling lagi. Permisi. " Darman enggan menjawab ucapan Danu, ia lekas mengambil batu pengganjal roda dan melajukan nya kembali.
Danu da Safira pun masuk. Safira masih bertanya-tanya mendengar ucapan Darman barusan. Sementara Danu segera melahap bakso milik nya tanpa memikirkan perkataan Darman yang menurut nya aneh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!