NovelToon NovelToon

BENCI UNTUK MENCINTA

Pacar vs Sahabat

*POV Anisa

Nama ku Anisa, umur ku kini 22 tahun, baru saja lulus kuliah sebagai sarjana desain interior sekitar dua minggu yang lalu, cita cita ku sih, ingin punya showroom atau galeri tempat memajangkan juga menjual furniture hasil karya ku sendiri, tapi mengingat bapak ku yang hanya seorang PNS dengan golongan biasa saja yang hanya bekerja sebagai staf di dinas pariwisata, dan ibu ku yang hanya ibu rumah tangga biasa saja, sepertinya mimpi ku terlalu tinggi, meski pun banyak pepatah mengatakan bermimpilah setinggi langit, tapi ya,, aku cukup sadar diri dengan keadaan ku, kok. Bisa lulus kuliah saja aku sudah bersyukur.

"Nisa, apa rencana mu untuk selanjutnya, apa kamu sudah coba melamar ke perusahaan perusahaan?" tanya bapak saat kami sedang menikmati makan malam masakan ibu.

Oh iya, aku ini anak tunggal, sebenarnya aku punya kakak laki laki dulu, hanya saja ketika usia kakak ku 10 tahun dia harus meninggal karena sakit demam berdarah dan tak tertolong,  jadilah kini aku bak anak tunggal, bapak dan ibu ku sangat baik pada ku, meski tidak memanjakan ku dengan harta, tapi mereka melimpahkan kasih sayang dan perhatian yang sangat berlimpah pada ku, itulah yang membuat ku sangat menyayangi mereka, sangat sangat menyayangi mereka.

"Nisa belum tahu pak, Nisa bingung." jawab ku jujur.

"Maafkan bapak yang tak bisa membantu mu untuk mewujudkan cita cita mu membuka toko mebel itu, bapak gak punya uang,"  ucap bapak meski itu ucapan penyesalan dari nya, tapi di telinga ku terdengar sangat lucu, bagaimana tidak, bapak sering sekali bilang kalau cita cita ku itu membuka toko mebel, meskipun iya sih, gak salah, hanya saja kesannya kaya apa gitu.

"Sudahlah pak, Nisa kan masih bisa bekerja untuk mengumpulkan modal, nanti kalau uang Nisa sudah banyak, Nisa mau buka galeri sendiri, besok Nisa mau ke tempat Luna, katanya dia mau ngasih info lowongan pekerjaan, tenang saja pak!" kata ku agar  bapak tak merasa khawatir berlebihan dengan ku.

Luna adalah sahabat ku semenjak kami sekolah di SMU, dia bukan hanya sekedar sahabat, tapi sudah ku anggap sebagai saudara ku sendiri, semua masalah ku, percintaan ku, dia paling hafal di luar kepala, pokoknya kita itu bestie banget. Sayangnya dia malas belajar, mungkin karena dia orang kaya yang serba enak dan tak begitu memikirkan uang, dia belum lulus kuliah, atau mungkin aku yang kecepetan lulusnya ya? Pokoknya dia masih sekitar dua semester lagi baru bisa lulus, itu pun kalau tak ada nilai yang harus di ulang.

***

Pagi ini aku sudah bersiap, hendak ke rumah Luna, ku periksa lagi berkas berkas yang di perlukan, karena katanya dia punya info lowongan pekerjaan untuk ku, katanya sih, perusahaan rekanan ayahnya yang juga seorang pengusaha tambang di luar pulau jawa,

Seperti biasanya, rumah Luna yang besar dan mewah itu terlihat sepi, karena memang orang tuanya hanya datang ke rumah itu satu bulan sekali,  mereka harus tinggal di Kalimantan, tempat usaha tambang ayahnya.

Aku berjalan masuk ke rumah besar itu, aku memang sudah biasa main bahkan menginap di sana, jadi rumah itu sudah seperti rumah ke dua ku, apa lagi kalau aku harus ketemuan dengan Alan, kekasih ku yang selama 3 tahun ini ku pacari secara diam diam tanpa sepengetahuan orang tua ku, rumah ini adalah tempat paling aman buat ku dan Alan berpacaran.

Sebenarnya, bukannya aku tak ingin jujur pada orang tua ku, aku sudah sempat memperkenalkan Alan pada orang tua ku, namun entah mengapa bapak dan ibu ku serempak tidak setuju aku berpacaran dengan nya, dan bagi ku sangat tak masuk akal mereka menentang hubungan ku tanpa memberi tahu apa alasan yang membuat mereka menentangnya.

Backstreet adalah jalan satu satunya bagi kami, apalagi kami juga saling mencintai, dan Alan tak keberatan hubungan kami di rahasiakan dari kedua orang tua ku, dia dengan sabar menunggu luluhnya perasaan orang tua ku agar bisa merestui hubungan kami, begitu pun dengan ku yang tak pernah lelah memperjuangkan restu dari kedua orang tua ku, selalu pelan pelan ku mempengaruhi dan mencuci otak kedua orang tua ku kalau Alan itu pria yang baik, dan dia juga sedang merintis kariernya sebagai pengacara, meskipun masih junior dan belum bisa punya kantor sendiri.

Aku melanjutkan langkah ku menuju lantai dua rumah itu, di mana kamar Luna berada, pintu kamarnya sedikit terbuka, pasti dia sudah bangun, batinku. Luna memang selalu ceroboh seperti itu, kalau tidur pintu kamarnya tak pernah di tutup, bagaimana kalau ada orang jahat datang, bukankah dia pasti langsung bisa masuk ke dalam kamarnya dan melakukan hal hal yang----

segala lamunan dan pikiran ku yang sedang menghawatirkan Luna sahabat ku itu tiba tiba buyar seketika, saat melihat sepasang manusia setengah telanjang tidur berpelukan di atas ranjang yang sama, dengan tempat tidur yang acak acakan, dan ups,,, apa yang aku injak ini, menjijikan sekali, ku alihkan pandangan ku ke lantai, karena sesuatu yang terasa kenyal dan basah yang berada di bawah telapak kaki ku, ku angkat kaki kanan ku dan oh,,, alat kontrasepsi bekas pakai, iyuhhh!

"Alan !" panggil ku dengan sisa tenaga yang ku punya aku memanggil kekasih ku yang sedang memeluk tubuh sahabat ku yang setengah telannjangg itu dengan volume suara yang agak meninggi.

Aku benar benar syok melihat pemandangan pagi ini, berharap ini semua hanyalah mimpi, apa iya Luna? Ah yang benar saja, masa iya kekasih ku berselingkuh dengan sahabat ku sendiri, tepis ku mencoba berhianat dari pikiran ku sendiri, sayangnya mata ku tidak bisa berhianat, semua tampak jelas dan nyata di hadapan ku.

"Ah,, Nisa ?!" kaget Alan yang langsung terlonjak dari tempat tidur itu dan spontan melepaskan pelukannya di tubuh Luna, di susul oleh Luna, sahabatku yang kini terlihat sangat kaget karena aku telah menangkap basah mereka yang sedang berbuat tidak senonoh, ah bukan sedang berbuat, tapi mungkin telah berbuat tidak senonoh, lebih tepatnya.

Luna meraih selimut yang kini teronggok di bawah, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut itu.

"Sejak kapan?" tanya ku pada mereka, aku tak peduli siapa yang akan menjadi juru bicara di antara mereka berdua, aku hanya ingin tau, meskipun penjelasan mereka tak akan berarti apa apa pada kelanjutan hubungan ku dengan Alan nantinya, tak ada kata maaf bagi perselingkukan dan penghianatan, ini terlalu sakit.

"Nisa, maafkan aku, tapi ini bukan seperti yang kamu pikirkan, aku dan Luna----" ucap Alan masih mencoba membela dirinya.

"Apa maksud mu bukan seperti yang aku pikirkan, lalu aku harus berpikiran apa tentang kalian, lihat,,,kalian setengah telanjang, seperti itu, mau  membuat pembelaan apa lagi? Belum lagi kaki ku menginjak sisa pencintaan kalian yang menjijikan ini, masih mau bilang tidak seperti yang aku pikirkan, jelas aku berpikir kalian habis bercinta lah, apa lagi ?" sewot ku menyambar ucapan Alan yang seakan tanpa dosa masih melakukan pembenaran atas kelakuan menjijikan mereka, sambil mengarah kan pandangan ku pada alat kontrasepsi bekas yang tergeletak di lantai itu.

Baru saja Alan membuka mulutnya dan hendak mendekati ku, namun aku segera mundur beberapa langkah,

"Jangan sentuh aku, tangan mu bekas kau gunakan untuk mencumbunya, jadi jauh jauh dari ku!" tolak ku sambil merentangkan tangan kanan ku agar Alan tak mendekat ke arah ku.

Alan menghentikan langkahnya menatap ku penuh rasa penyesalan, atau hanya akting atau apa lah aku tak tau, sementara Luna hanya diam duduk di ujung ranjang sambil tertunduk, tak mengatakan sepatah kata pun, bahkan tak ada seucap pun kata maaf yang dia ucapkan pada ku, namun kulihat ada air mata menetes dari pipinya lalu meluncur ke selimut yang kini menutpi tubuhnya, entah sedang menangisi apa.

Kalau ada yang bertanya bagaimana  perasaan ku saat ini? jawabannya adalah hancur sehancur hancurnya, saat ini aku bukan hanya di selingkuhi kekasih yang sudah 3 tahun ini ku pacari, tapi juga aku di hianati sahabat ku yang sudah ku anggap sebagai saudara ku sendiri, dunia ku seakan runtuh, begini amat Tuhan memberikan cobaan pada ku, pikir ku.

Tapi aku hanya bisa menghela nafas panjang, seraya berkata dalam hati 'Terimakasih gusti, sudah menunjukan kebusukan dua manusia yang aku sayangi  ini'

Mengingat persahabatan ku dengan Luna yang sudah sedekat itu, dan hubngan ku dengan Alan yang sudah selama itu, aku hanya bisa berkata seperti ni pada mereka,

"Alan, Luna terima kasih sudah pernah menjadi bagian terindah dan bagian terperih di hidup ku, aku tak marah pada kalian, aku hanya kecewa, dan aku hanya minta satu pada kalian, anggap kita tak pernah saling mengenal satu sama lainnya, di antara kita bertiga mulai sekarang sampai ke depannya kita orag asing!" kata ku.

Luna mengangkat wajahnya sepertinya dia terkejut dengan keputusan ku, begitu pun Alan, mereka berdua ternganga mendengar apa yang aku ucapkan, bahkan tangis Luna kini sudah pecah, aku juga tak tau apa yang sebenarnya dia tangisi, bukankah itu menguntungkan baginya, dia tak harus sembunyi sembunyi lagi berhubungan dengan kekasih ku, eh,, mantan kekasih ku sekarang ini.

Lalu aku harus apa, atau harus bagaimana? Apa aku harus menangis sambil mengamuk seperti video yang sering aku lihat di instagram?

Atau aku harus menangis pilu lalu di jadikan status facebook agar seluruh dunia tau kalau aku sedang patah hati saat ini, lalu jutaan netizen membela ku dan menghujat mereka? Ah,,, sepertinya itu bukan aku.

Seperti itu saja sudah cukup, ya,,, cukup tidak usah lagi mengenal mereka, karena kalau aku masih berhubungan dengan mereka, aku akan semakin sakit.Sesederhana itu cara ku menyelesaikan masalah dengan dua manusia itu.

Pria Galak

Sejak aku memergoki kekasih berengsek ku yang sedang bergumul dengan sahabat ku di rumahnya yang sepi, aku merasa sangat patah hati.

3 tahun aku memperjuangkan cinta kami yang tak mendapat restu dari kedua orang tua ku, namun apa balasan yang aku dapatkan?

Ah,, ini terlalu menyakitkan, mungkin ini balasan karena aku tak mengikuti ucapan orangtua ku, namun akhirnya aku sadar, mungkin ini jawaban kenapa orangtua ku tak menyetujui hubungan ku dengan Alan selama ini.

Terus terang saja penghianatan Alan dengan Luna menyisakan trauma tersendiri pada diri ku, aku jadi tak percaya lagi dengan apa yang namanya cinta, seakan kata cinta itu merupakan alergi tersendiri bagi ku.

Dua bulan berlalu sejak kejadian menyakitkan itu, aku menyibukan diri pada pekerjaan. Oh iya, sebulan yang lalu aku di terima bekerja pada pada sebuah perusahaan furniture ternama, ya,, anggap saja sebagai latihan jika besok atau lusa aku punya galeri sendiri.

Bu Lidya atasan ku memerintahkan aku untuk mendampingi pengantaran dan pemasangan rak dan lemari di salah satu rumah customer, katanya sih, itu customer vip mereka, aku di utus ikut ke sana karena pelanggan itu akan mendesain salah satu ruangan di rumahnya, dan aku yang di utus oleh bu Lidya untuk melakukannya.

Aku membuntuti truk yang mengangkut barang barang dengan mengendarai motor matik kesayangan ku, motor yang selalau setia menemani ku dari jaman kuliah, motor yang aku beli dari hasil patungan tabungan ku dengan uang tabungan bapak, walaupun bekas, setidaknya kami tak harus mencicil kreditan di setiap bulannya, karena kami berhasil membelinya dengan cash.

Truk di depan ku kini memasuki sebuah rumah mewah yang berada di salah satu lingkungan perumahan elit, masuk ke lingkungan itu saja harus melapor pada satpam yang menjaga gapura perumahan itu, bahkan aku harus menunjukkan kartu identitas ku segala rupa, ribet banget ya, masuk kawasan rumah orang kaya, terlalu banyak prosedur.

Aku tadi agak tertinggal dari truk yang berjalan di depan ku, untunglah aku masih dapat menemukannya, truk itu berhenti di salah satu rumah yang mewah seperti yang sering di pakai syuting sinetron di tv, walaupun aku sudah biasa memasuki rumah mewah Luna dulu, tapi kali ini, rumah yang akan aku desain salah satu ruangan nya itu sepertinya berkali kali lipat lebih mewah di banding rumah milik Luna, Ah,,, ngapain juga aku jadi membahas tentang sahabat penghianat itu!

Benar saja, saat seorang asisten rumah tangga mempersilahkan kami untuk masuk, rumah itu benar benar bak istana, barang barang mewah langsung menyambut pemandangan mata ku, aku di ajak ke ruangan yang katanya akan di desain ulang.

Kini aku berada di sebuah kamar yang luasnya sepertinya seluas rumah ku yang hanya tipe 45, ranjang yang super besar, lemari dan barang barang lainnya yang terlihat kokoh dan serasi, mau di desain ulang seperti apa lagi? pikir ku, karena semua sudah terlihat sempurna.

Menurut ku semua masih oke dan tak ada yang salah, aku juga yakin semua penataan ini hasil dari seorang ahli desain interior, terlihat dari sentuhan warna, ukuran barang barang dan tata letaknya sangat bagus, aku sering melihat gaya seperti ini pada contoh contoh gambar yang sering di perlihatkan saat kuliah.

"Maaf, apa pemilik kamar ini menyampaikan pada anda kamar ini ingin di desain ulang seperti apa?" tanya ku pada perempuan paruh baya yang sejak tadi mengantar ku ke kamar ini.

"Saya kurang tau neng, tapi sebentar lagi tuan sepertinya pulang, neng bisa tanyakan langsung sama tuan," jawab wanita yang sepertinya asisten rumah tangga di rumah itu.

Aku mengangguk, lalu aku meminta ijin untuk mengukur dan menggambar juga memfoto ruangan itu agar memudahkan ku nanti dalam mendesain, setidaknya sudah ada gambaran jika si pemilik kamar tidak punya ide.

Aku memulai pekerjaan ku, mengembil gambar setiap sudut dan sisi ruangan kamar itu, termasuk toilet nya juga tak tertinggal, karena barangkali termasuk ruangan yang ingin di desain ulang juga.

Aku menarik sebuah kursi lalu menempatkannya di dekat pintu, aku biarkan pintu kamar itu terbuka karena tak ingin ada kecurigaan dan di nilai tak sopan, bagaimana pun itu adalah ranah pribadi orang lain.

Aku mulai keluarkan sketchbook yang selalu ku bawa kemana pun dan mulai menggambar ruangan itu dari ambang pintu yang terbuka tebar itu.

"Siapa kau,? Kau menghalangi jalan ku!" suara ketus seorang pria mengagetkan ku, dan menghentikan kegiatan menggambar ku.

"Ah, maaf,, apa anda pemilik kamar ini? perkenalkan, saya Anisa, saya yang di tugaskan bu Lidya untuk mendesain ulang kamar anda," aku mengulurkan tangan ku memperkenalkan diri.

"Siapa yang bilang aku akan mendesain ulang kamar ku?" ketus nya tanpa memperdulikan uluran tangan ku, akhirnya aku turunkan lagi tangan ku ke sisi tubuh ku.

"Maaf, tadi saat saya bertanya pada asisten rumah tangga anda, katanya ruangan ini yang akan di desain ulang," jawab ku terbata, aku sungguh takut melihat wajah pria di depan ku ini.

Ganteng sih, gagah sih, namun auranya begitu hitam di mata ku, sikapnya itu lho, judes, galak, dingin, belum apa apa sudah main marah aja, mana angkuh banget lagi, masa di ajak salaman aja gak mau, sombong!

Pria itu memanggil asisten rumah tangganya dengan suara lantangnya lalu dia memarahi ibu tua itu di hadapan ku, aku jadi merasa aku ikut di marahi di sana, aku juga jadi kikuk dengan situasi yang tak mengenakan ini.

"Maaf pak, mungkin ibunya benar benar tak tau, dan bapak juga tidak memberi tahu ruangan mana yang akan di desain ulang, jadi bapak tidak bisa menyalahkan ibu itu begitu saja," entah kekuatan dari mana aku tiba tiba saja ingin membela ibu itu, mungkin karena merasa iba, atau mungkin juga merasa tak tega karena rasanya gara gara aku ibu itu jadi kena marah pria arogan itu.

"Lalu aku harus menyalahkan siapa? Atau memang ini semua salah kau yang tak becus bekerja?" makinya pada ku yang langsung merasa kesal atas tuduhannya itu.

Bagaimana bisa dia menuduh ku tidak becus bekerja, sementara aku saja belum memulai bekerja apa apa, bukannya memang seharusnya dia menunjukan dulu ruangan mana yang akan aku kerjakan, lalu silahkan menilai ku tak becus bekerja jika pekerjaan ku tidak sesuai dengan keinginannya, tapi ini belum apa apa sudah menilai ku tidak becus bekerja, apa apaan pria ini, jangan di kira karena dia orang kaya lalu bisa seenaknya memperlakukan orang lain.

"Maaf pak, tapi saya rasa bapak tak berhak menilai saya seperti itu, dan jika bapak belum belum sudah mengklaim saya tidak becus bekerja, baiklah, saya mohon diri, saya pamit, sepertinya saya juga sudah kehilangan mood saya untuk mendesain ruangan yang bapak inginkan!" ucap ku lalu melengos dan meninggalkan pria itu, tak lupa aku meminta maaf pada asisten rumah tangga itu,karena gara gara aku dia jadi kena marah majikannya.

Kekasih Rahasia

"Apa,,, aku di pecat?! Tapi apa salah saya bu?" tanya ku pada bu Lidya.

Sesampainya aku di kantor, bu Lidya memanggilku, katanya customer vip itu komplain, dan bisa dipastikan kalau perusahan pasti akan memilih konsumen berduit itu dari pada mempertahankan pegawai seperti ku yang hanya baru bekerja dua bulan saja, bukankah sarjana desain interior seperti ku mudah di cari, sementara konsumen loyal seperti pria itu akan sudah di dapatkan, oke,,, lagi lagi uang berkuasa di sini, kalau sudah berurusan dengan uang dan kekuasaan, aku mengalah saja.

Ya sudah lah, aku juga tak ingin berdebat lebih panjang lagi, mungkin memang bukan rezeki ku bekerja di perusahaan ini, itu tandanya Tuhan sedang mempersiapkan tempat kerja yang lebih baik lagi untuk ku, pikir ku mencoba berpositif thinking.

Kalau boleh jujur sih, sebenarnya hatiku kesal, sangat kesal malahan, aku merasa tak melakukan kesalahan yang fatal seperti mencuri misalnya tapi aku langsung di pecat hanya gara gara pria sialan itu, liat aja, aku sumpahin pria ganteng itu jatuh cinta pada ku, nanti biar ku balas perbuatannya ini.

Kata ibu ku gak baik nyampahin orang, tapi kan, aku hanya nyumpahin biar dia jatuh cinta pada ku, apa itu sebuah kejahatan?

Ku hentikan laju motor ku di tepi sebuah taman, aku ingin beristirahat sejenak, menenangkan pikiran ku, sambil mencari alasan untuk ku berikan pada orang tua ku kenapa aku berhenti bekerja.

Aku duduk di sebuah kursi taman di bawah pohon yang rindang, rasanya tenang sekali di sini.

Ku buka tas ku, kalau sedang kesal begini biasanya aku harus menumpahkannya di sketchbook ku, menuangkan ide desain furniture yang ada di kepala ku, siapa tau besok lusa kalau aku punya uang bisa aku wujudkan dalam karya nyata tak hanya sebatas gambar saja.

Tapi ups,,, ku obrak abrik isi tas ku, namun nihil, buku yang aku cari tak ada di sana, ku putar otak dan mengingat ingat kapan terakhir kali mengeluarkan buku itu.

Aku langsung lemas seketika saat aku ingat kalau buku itu sepertinya tertinggal di rumah si pria galak itu, terakhir kali tadi aku menggambar ruangan kamarnya, lalu terjadi huru hara dan berakhir aku meninggalkan tempat itu dengan terburu buru sampai aku lupa dengan sketchbook ku, padahal di sana banyak ide ku tertuang, namun jika aku harus kembali ke rumah itu dan bertemu dengan pria yang sudah menyebabkan aku kehilangan pekerjaan ku, rasanya berat kaki ku untuk menginjakan kaki di sana lagi, gengsi!

Biarlah ku ikhlaskan, daripada harus kembali ke rumah itu.

###

POV Author

Seorang pria tampan terlihat uring uringan, dia adalah Bimo Mahesa cucu satu satunya dari Surya Mahesa pemilik puluhan hotel bintang lima yang tersebar di dalam maupun di luar negeri, nama besar Mahesa Hotel memang tak dapat di ragukan lagi ketenarannya di negeri ini, hampir di setiap kota Mahesa hotel ada.

Bimo pria berusia 30 tahun yang sejak usia 9 tahun di besarkan oleh kakeknya karena kedua orang tuanya meninggal kecelakan pesawat itu tumbuh dengan tempramen yang sangat buruk, mungkin itu akibat terlalu di manjakan oleh Surya, sang kakek, sehingga dia tumbuh menjadi pria yang bersifat egois dan selalu ingin menjadi dominan dan hal itu selalu membuat pusing kakeknya, mungkin ini salah Surya juga, sejak kecil semua keinginannya selalu di turuti Surya, sehingga Bimo terbentuk menjadi pribadi yang arogan, egois, dan dingin.

Bimo adalah satu satunya keluarga yang Surya miliki, pun demikian dengan Bimo, kakeknya satu satunya keluarga yang dia miliki, putra tunggal Surya yang merupakan ayah dari Bimo harus pergi dengan sangat tragis, membuat Bimo kecil harus menjadi yatim piatu, sehingga Surya berjanji akan membesarkan Bimo dengan sepenuh hatinya, hidup Surya dia dedikasikan hanya untuk Bimo.

"Bim, kakek mu ini sudah tua, sudah saatnya kamu menikah dan berumah tangga, mau sampai kapan kamu hidup sendirian seperti ini?" tanya Surya pagi itu.

Bimo menyempatkan mampir ke rumah sakit, melihat keadaan kakeknya yang sudah dua hari ini di rawat di rumah sakit akibat penyakit komplikasinya, ya maklum lah, namanya juga sudah tua, biasanya banyak penyakit tiba tiba muncul.

"Kakek jangan banyak pikiran, yang terpenting saat ini adalah kesembuhan kakek," elak Bimo mengalihkan pembicaraan.

Bimo memang selalu mengelak jika kakeknya sudah membahas masalah pernikahan, rumah tangga, sungguh membuat kepalanya seperti mau pecah saja rasanya.

Bukannya tak ingin menikah dan berumah tangga, namun sayang nya Viona sang kekasih yang sudah 2 tahun lebih di pacarinya itu belum bersedia berumah tangga dengan dirinya.

Viona yang seorang model terkenal itu masih ingin mengejar karirnya di dunia model karena karirnya yang kini sedang menanjak, bahkan Bimo rela merahasiakan hubungannya sedari awal, karena permintaan Viona yang tak ingin kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik dan menjadi buruan para pewarta.

"Bim, mungkin ini permintaan terakhir kakek, tolonglah,mumpung kakek masih hidup,kakek ingin melihat kamu menikah,kakek mohon," lirih Surya memelas.

Surya merasa tugasnya belum selesai, dan dia tak akan pernah bisa meninggalkan dunia dengan tenang jika belum melihat cucu kesayangannya itu menikah.

"Kek, Bimo harus segera ke hotel, ada rapat penting yang harus Bimo hadiri, nanti siang Bimo ke sini lagi," hanya dengan cara menghindar Bimo bisa terbebas dari pembahasan yang tak akan pernah ada ujungnya itu.

Bimo berpura pura akan menghadiri rapat, padahal dia hendak bertemu Viona sang kekasih

yang pagi itu katanya hendak berangkat ke Singapura.

"Gak bisa sayang, kamu itu harus ngertiin aku dong, aku baru saja menanda tangani kontrak dengan salah satu merek tas ternama, setidaknya selama satu tahun ini aku harus tinggal di Singapura," sewot Viona saat Bimo mengutarakan keinginanya untuk menikah dengan nya.

Bimo saat ini sedang di apartemen Viona, tepatnya apartemen yang di belikan Bimo untuk kekasihnya itu, Bimo menyampaikan keinginannya untuk ke sekian puluh kalinya mengajak kekasihnya menikah, namun kesekian puluh kalinya juga, yang di dapatkan Bimo adalah penolakan dengan berbagai alasan.

Entahlah, Bimo seperti sangat tergila gila dengan Viona, kalau itu alasannya karena kecantikan Viona, dengan wajah tampan dan kekayaan yang berlimpah, Bimo bisa mendapatkan puluhan wanita yang lebih cantik dari viona, hanya saja sepertinya Bimo sangat cinta mati pada model itu, terbukti dari kerelaannya menjadi kekasih rahasia yang ak di ketahui publik selama bertahun tahun.

"Apa, setahun? Tapi kamu tak pernah meminta ijin padaku, bahkan tak pernah membicarakan ini pada ku sebelumnya!" protes Bimo yang tak tau menahu tentang rencana kekasihnya yang ternyat akan meninggalkannya selama 1 tahun lamanya.

"Kalau aku meminta ijin pada mu, pasti kamu tak akan mengijinkan bukan? Sudahlah, kamu harusnya mendukung karir ku, sayang. Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali." dalihnya.

"Aku bisa memberi semua yang kamu inginkan, kamu tak perlu bekerja lagi sayang!" bujuk Bimo.

"Bimo stop! Aku tak suka di larang larang, ini bukan soal uang, ini tentang mimpi ku, ini tentang obsesi ku, kalau kamu tak bisa sejalan dengan ku, lebih baik kita selesai saja sampai di sini!" ancam Viona seperti biasaya jika ada ucapan Bimo yang tak sejalan dengan nya, dia yakin jika Bimo itu tak bisa hidup tanpa dirinya.

Namun sepertinya dugaan Viona meleset, apa yang di dengarnya kali ini tak seperti yang biasanya Bimo ucapkan jika dia mengncamnya dengan kata kata perpisahan.

Kalau biasanya Bimo pasti mengalah tapi kali ini pria itu benar-benar tidak sedang seperti biasanya,

"Oke, jika itu memang mau mu, good luck!" ucap Bimo sambil berlalu meninggalkan Viona yang terpaku sambil mencerna ucapan Bimo yang terasa ambigu.

Kata 'oke' yang di ucapkan Bimo itu oke dia mendukung karir nya atau oke pertanda mengiyakan kalimat Viona yang terakhir tentang perpisahan mereka?

Belum sempat Viona menanyakan tentang itu, Bimo sudah menghilang dari pandangannya, sementara dia pun harus segera ke bandara karena harus segera terbang, lagi pula Singapura itu dekat, besok lusa kalau dirinya sedang tak sibuk, dia akan datang ke Indonesia untuk membujuk Bimo aga tak marah lagi padanya, untuk saat ini biarkan lah saja dulu seperti ini adanya, pikir Viona.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!