Seorang gadis sederhana bernama Emeryl Cantika akhirnya harus melepas lajang setelah Ia memutuskan bersedia menikah dengan Kevin Anggara seorang pemuda kejam yang tak punya hati akibat hutang Kakak kandungnya. Emeryl rela melakukan itu semata-mata karena Ia sangat menyayangi Kakaknya Dimas.
Ya, Dimas Antoni terlibat sindikat penjualan barang-barang terlarang dan Ia juga mengkonsumsi barang tersebut sebagai alat pemuas diri.
Emeryl dan Dimas di tinggal kedua orang tuanya meninggal sejak usia mereka masih dibawah sepuluh tahun. Oleh karena itu mereka hidup tanpa tujuan yang jelas.
Setiap hari Dimas selalu pergi mencari uang yang mudah di dapat. Tidak peduli itu haram atau halal. Hingga akhirnya perbuatannya berhasil membuat Ia terjerat hutang yang besar. Setiap hari Ia harus menghindari Kevin dan orang-orang suruhan untuk datang menagih uang yang sudah terpakai untuk bersenang-senang. Sedangkan uang tersebut tidak sedikit jumlahnya.
Hingga sampai pada akhirnya Dimas ditemukan oleh Kelompok Kevin seorang bandar narkoba di sebuah Club malam di kota Y. Disana lah Dimas berhasil di hajar oleh Kevin dan anggotanya setelah hampir dua minggu kesulitan menemukan keberadaan Dimas Antoni.
"Bang Kevin, itu dia orang nya!" Tunjuk salah seorang anak buah nya saat mereka menyelediki tempat itu.
Kevin menghisap lagi sisa barang bernikotin yang ada ditangannya lalu membuangnya. Karena mereka harus bergerak cepat sebelum Dimas mengetahui keberadaan mereka. Jika tidak demikian, maka Dimas akan melarikan diri dari kejaran mereka. Kevin tahu benar, Dimas sangat licin dan cerdas untuk berkilah.
Dimas yang masih santai meneguk sebotol wine dengan santainya sangat terkejut seketika. Akibat sebuah bogeman mentah meluncur dengan keras tepat mengenai wajahnya. Kevin juga menghancurkan botol wine yang Ia rampas dari tangan Dimas kearah lantai hingga menjadi puluhan keping.
"Bang Kevin?" Ucapnya dengan wajah memucat. Pipi itu tampak begitu merah dan panas bekas pukulan Kevin.
Ruangan yang tadinya sedang berdendang riuh berubah menjadi tegang. Mereka segera menyingkir menjauhi keberadaan komplotan Kevin.
Bahkan teriakan para wanita penghibur terdengar histeris dan ketakutan.
"Brengsek kamu, Dim. Jangan coba-coba menipuku. Dimana uang yang seharusnya kau berikan padaku?" Tanya Kevin, marah. Dicengkeramnya kerah baju Dimas dengan wajah yang begitu dekat hingga ludahnya membasahi wajah Dimas.
"Em.. a_ anu, Bang_." Dimas mati kutu, tak punya alasan yang bagus untuk menjawab pertanyaan Kevin yang sudah sangat emosi terhadapnya. Sebab Uang itu sudah hampir habis di pakaiannya.
Kevin berdecih, lekas Ia mendorong Dimas jatuh dari tempat duduknya lalu meminta ke empat komplotannya menghajar Dimas.
"Bang, jangan Bang. Saya minta maaf, saya benar-benar telah khilaf, Bang." Dimas memohon tak berdaya sebab serangan dan pukulan terus menghantam di setiap bagian tubuhnya.
Kevin tak peduli, Ia malah duduk dan menikmati kacang goreng milik Dimas tadi.
"Ampun, Bang. ampun. Saya benar-benar khilaf memakai sebagian uang tersebut!" Dimas sampai merangkak mencium kaki Kevin agar dia mau memaafkan. Tapi sayangnya Kevin malah menginjak tangan Dimas dengan sepatunya hingga Dimas memekik kesakitan.
"Ah.. Sakit, Bang!"
Kevin menyeringai lalu mengangkat kakinya dari tangan Dimas yang terluka cukup parah.
Kevin kemudian menunduk dan mencekal kembali kerah baju Dimas. "Kalau begitu dimana sisanya?" tanya Kevin dengan rahang saling mengatup.
"A_ ada dirumah, Bang," jawab Dimas terbata-bata. Tubuhnya terasa begitu remuk.
"Bagus, kalian!" ujarnya pada keempat anak buahnya. "Cepat bawa cecunguk ini dari sini, kita pergi kerumahnya sekarang juga!" Perintah Kevin begitu garang. Ia berdiri sambil menendang tubuh Dimas yang terjungkal kebelakang lalu berjalan keluar.
Setibanya dirumah Dimas, kedua anak buah Kevin mendorong Dimas yang sudah lemas jatuh dan menabrak pintu.
Emeryl yang masih tidur mendengar suara gaduh didepan tersentak kaget. Ia yang masih memakai baju tidur memutuskan memeriksa apa yang telah terjadi.
Saat pintu terbuka, Emeryl terperanjat mendapati sang Kakak sudah babak belur dan wajahnyadi penuhi oleh darah, tengah tergeletak tak berdaya.
"Bang Dimas, apa yang terjadi denganmu, Bang?" tanya Emeryl khawatir.
Kevin tersenyum picik, tak kuasa mengamati tubuh indah Emeryl yang baru bangun tidur begitu menggodanya.
"Waw, rupanya kamu punya adik yang cantik ya, Dim?" tanya Kevin senang, sambil menepukkan kedua tangannya mendekat. Ia membelai dagu Emeryl yang memalingkan wajahnya, jijik
"Ja_ jangan sentuh adik saya, Bang. Dia tidak punya urusan dengan masalah kita," mohon Dimas. Pemuda itu terus terbatuk-batuk merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Kevin kembali tersenyum licik, Ia masih saja membelai rambut Emeryl bahkan menciumi wangi-wangian sampo di sana.
"Bang, saya mohon hentikan, Bang. Adik saya ketakutan!" ucap Dimas lagi. Meski tabiatnya begitu buruk, akan tetapi Dimas sangat menyayangi Emeryl.
Kevin menarik dagu Emeryl untuk menghadapnya agar Gadis itu mau menatap dirinya. Ia yakin gadis itu bisa membawa keuntungan yang sangat besar.
"Hem, aku punya penawaran bagus Dimas," tukas Kevin kemudian. Ia beranjak dari samping Emeryl dan membantu Dimas berdiri.
"Apa ta_ tawaran itu, Bang. Aku akan mengusahakannya," ujar Dimas, penuh harapan. Ia sangat ingin Kevin mau memaafkan kesalahannya.
"Ambil uang nya dulu!" Perintahnya. Dimas menurut dan masuk mengambil sisa uang yang dimaksud lalu menyerahkannya pada Kevin.
"Hah? Cuma segini? Aku tahu Uang yang ada padamu sekitar 10 M dan kau sudah memakainya lebih dari 5 M. Oke, tidak masalah, maka sebagai gantinya aku akan menjadikan adikmu sebagai istriku." Kevin menatap lekat Emeryl yang langsung membulatkan bola matanya.
"Bang, untuk apa uang sebanyak itu?" tanya Emeryl kaget, pantas saja tempo hari Dimas memberinya uang 5 JT secara cuma-cuma, namun saat ditanya Dimas mendapat kan uang dari mana, Ia tidak mau menjelaskannya.
"Gampang saja," ujar Kevin lagi. "Kau mau menikah denganku atau Kakakmu akan mati hari ini." Kevin mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jaketnya dan menodongkan senjata tersebut pada kening Dimas yang Ia dekap.
"Ja_ jangan, Bang. Saya mohon jangan paksa adik saya, Bang!" Dimas terus memohon belas kasihan. Ia tidak mungkin mengorbankan kebahagian adiknya demi dirinya sendiri.
"Terserah kalian mau pilih yang mana? Karena satu tarikan saja, peluru ini akan bersarang diotak mu!" Ancam Kevin lagi, sambil menyeringai penuh kemenangan.
Emeryl masih bingung, Ia diam sambil mempertimbangkan segalanya.
Tak juga ada jawaban, Kevin mulai menarik pelatup nya.
"Tunggu Bang!" cegah Emeryl. Ia tidak mungkin tega membiarkan sang Kakak mati sia-sia didepannya.
"Tolong jangan sakiti lagi, Bang. Saya mohon lepaskan Bang Dimas, kalau begitu bawa saja saya bersama mu."
Emeryl tak punya pilihan lain selain Ia harus rela berkorban agar Dimas tetap hidup.
"Tidak, Dek. Biarkan saja Kakak mati, tapi jangan korbankan hidupmu." Dimas tau betul perangai Kevin, Ia yakin Kevin akan memperlakukan Emeryl dengan sadis dirumahnya.
"Aku tau, Bang. Tapi ini semua demi kamu. Aku gak mau kamu mati sia-sia, Bang. Meski kamu juga sudah melakukan kesalahan untuk kepentinganmu sendiri," ucap Emeryl sambil menangis, Ia tak kuasa menahan air mata akibat kecewanya pada sang Kakak.
"Bagus, itu pilihan yang tepat, Sayang," ujar Kevin puas. Ia melepaskan Dimas dengan kasar lalu menarik lengan Emeryl masuk kedalam mobil diikuti keempat anak buahnya.
Dimas sangat marah, Ia mengepalkan tangan dan meninju pintu rumahnya hingga jebol.
"Kevin... bangsat kau. Beraninya kau mengambil keuntungan dari semua ini. Bukankah kau tidak pernah membayarku dengan wajar!" Pekik Dimas dengan nafas naik turun. Sesekali mengusap sudut bibirnya yang masih mengeluarkan darah segar.
...💥💥💥💥💥💥💥...
Pulang dari rumah Dimas, Kevin langsung menikahi Emeryl secara sirih di KUA terdekat. Ia tidak mau menunda waktu sebab dengan menikahi Emeryl, Kevin mampu menghancurkan kehidupan Dimas yang sepertinya sangat menyayangi Emeryl.
Selama ini Ia telah menyembunyikan problematika rumit yang tengah terjadi diantara keduanya dua tahun lalu.
Selama ini juga Kevin hanya pura-pura baik didepan Dimas karena hanya dengan begitu Kevin akan membuatnya lebih mudah untuk membalaskan sakit hatinya pada pria itu.
Dimas yang sengaja di jerat uang banyak oleh Kevin akhirnya tergiur juga memakai uang tersebut untuk foya-foya dan kejadian itu rupanya menguntungkan Kevin karena telah di pertemukan dengan Emeryl adiknya.
Maka otaknya yang licik mencuri kesempatan menukar uang yang tak mungkin mampu di bayar oleh Dimas dengan memberikan Emeryl.
Setibanya dirumah, Kevin segera menarik lengan Emeryl masuk kedalam rumahnya.
"Bang, tolong lepas, Bang. Tanganku sakit!" pekik Emeryl. Ia merintih karena tangan Kevin sangat kuat mencekal lengannya.
Kevin tidak menggubris, Ia terus menyeret Emeryl dengan kasar. Tidak peduli jika kaki Emeryl tersangkut undak-undakan rumahnya hingga tergores.
Seorang perempuan cantik yang masih menyiapkan makan malam terperanjat. Tak kala mendengar suara perempuan memohon untuk dilepaskan semakin mendekat kearahnya.
"Sayang, siapa dia? Apa kau belum juga bosan membawa perempuan murahan kerumah kita?" Tanya Lana dengan sorot mata kebencian pada Emeryl. Dia adalah istri pertama Kevin Anggara. Di sakiti dan diduakan oleh Kevin setiap hari sudah menjadi makanan sehari-hari.
Alasan Kevin melakukan itu adalah karena pernikahan mereka sudah terjalin sekitar satu tahun lebih. Tapi Lana belum juga menunjukkan tanda-tanda jika Ia akan hamil.
"Dia adalah madu mu sekarang," jawab Kevin, tegas. Tak ada sedikit pun wajah perasaan bersalah disana.
"Apa?" Lana melongo dibuatnya, tak sampai beberapa dia Ia tersenyum getir. "Biasanya kau akan memadu cinta saja dengan beberapa perempuan. Tapi kenapa hari ini kau malah menikahi wanita yang masih sangat belia," ucapnya setenang mungkin. Ia memperhatikan Emeryl yang masih begitu lugu di matanya.
"Bukan urusanmu, aku tidak akan berhenti sampai kamu bisa hamil anak kita," jawab Kevin lagi, datar.
"He..." Lana tertawa seolah mengejek. "Bagaimana aku bisa hamil jika kau hanya menyentuhku satu kali dalam seminggu dan selebihnya dengan orang lain?" ucap Lana, dengan nada menyedihkan.
"Diam, Lana. Sudah setahun lebih kita bersama, seharusnya kau bisa dengan cepat mengandung tapi mana? Sampai sekarang kau belum juga bisa hamil?" Balasan Kevin membuat Lana mengulum bibir. Ia kalah ucapan dengan Kevin.
Emeryl yang masih di pegang oleh Kevin, jengah. Ia berusaha melepaskan tangan Kevin darinya tapi bukanya di longgarkan Kevin semakin mempererat cengkraman tangannya.
"Bang, tolong lepasin, Bang. Tanganku sakit, Bang," ujar Emeryl lagi penuh permohonan. Ia sampai hampir menangis melihat tangannya memerah.
Lana hanya menggeleng, Ia benci sekaligus tidak tega melihat Emeryl di perlakukan kejam oleh suaminya sendiri.
Kevin tetap tidak menghiraukan keluhan Emeryl karena Ia sengaja akan membuat Emeryl tersiksa di rumahnya. Pria itu kembali menarik Emeryl masuk ke dalam kamar utama. Setelah itu Kevin menghempaskan tubuh Gadis itu di atas King Size hingga ranjang itu bergetar.
Tangis Emeryl pecah, Ia ketakutan melihat Kevin menatapnya dengan mata menyala-nyala seolah detik itu juga Ia hendak menghabisi dirinya.
Pria berusia tiga puluh itu melonggarkan dasinya dan melepas kancing bagian atasnya tanpa melepas pandangan pada Emeryl yang gemeteran. Emeryl takut pria itu akan menjamahnya sekarang juga sedang Ia belum punya keberanian untuk itu.
Kevin mulai bergerak mendekat dan naik keatas ranjang. Dengan seketika Emeryl menggeser tubuhnya mundur.
Emeryl menggeleng kan kepala berulang-ulang, Ia belum mau melayani Kevin. Ia butuh nyali untuk itu.
"Bang, Abang mau apa?" tanyanya dengan nada ragu-ragu.
Kevin tidak menjawab, Ia terus mendekati Emeryl hingga wanita itu tidak menyadari jika Ia sudah berada diujung ranjang dan sebentar lagi pasti akan terjatuh.
"Bang, tolong jangan sentuh aku, Bang. Aku belum siap," ucapnya memelas sambil menyilang kan tangannya ke atas dada.
Kevin yang melihat reaksi Emeryl tiba-tiba tertawa lepas, Ia sangat suka melihat Emeryl tertekan didepannya. Tak ubahnya seperti semut yang bersiap untuk di tekan dengan ujung jarinya lalu mati tanpa perlawanan.
"Hahaha... dasar bodoh. Kau pikir aku nafsu dengan dirimu, ha? Kau masih terlalu ingusan untuk melayani birahiku. Bisa jadi intimu itu akan koyak oleh adik kecilku."
Perkataan Kevin begitu menusuk hati Emeryl, Ia seperti perempuan yang tidak punya harga diri lagi.
Selang beberapa lama sebuah klakson terdengar dari lantai bawah, karena jendela terbuka. Kevin bisa mendengarnya dengan keras.
"Bang Petir, Kak Kevin ada?" teriak Damar di bawah sana.
"Ada, Bos. Dia sedang berada didalam," jawab Petir kaki tangan Kevin.
Perkenalkan dia adalah Damar Arya, adik angkat Kevin Anggara. Pria ini baru berusia dua puluh dua tahun tapi sangat iseng mengganggu Kakaknya yang terkenal sangat arogan tersebut.
"Hai, Kakak ipar dimana suamimu?" tanyanya sambil cengengesan. Menjimpit satu iris kue di depan Lana Sasmita lalu melahapnya tanpa beban.
"Ada didalam, biasalah. Dia sedang menikmati barang barunya," Jawab Lana setengah malas. Ia sibuk mengelap piring dan menatanya diatas meja.
Lekas Damar mengerutkan dahi.
"Barang baru?" gumamnya seorang diri.
"Eh, Kakak ipar. Dia ada di kamar yang mana?" tanya Damar lagi. Ia sangat penasaran dengan perempuan yang menjadi salah satu korban Kakaknya malam itu. Biasanya Lana hanya bercerita saja tapi sampai saat ini Damar tidak pernah membuktikannya secara langsung aksi bejat Kakaknya tersebut. Maka untuk membuktikan perkataan Lana, Damar ingin membuktikan nya sendiri.
"Kemana lagi, kalau bukan kekamar utama. Bukankah dia mengusirku dari tempat itu," jawab Lana. Lagi-lagi tatapan marah tertangkap oleh Damar.
Tanpa pikir panjang, Damar menuju Kamar yang dimaksud Lana lalu menggedor sesuka hatinya.
Dor! Dor!
"Abang, aku ada perlu cepatlah keluarlah!" teriak Damar sekencang-kencangnya.
Rupanya pintu tidak terkunci hingga memperlihatkan Emeryl yang menangis seorang diri di kamar tidur.
Damar merasa miris melihat Emeryl, ada perasaan kasihan pada gadis itu sebab Emeryl memang masih sangat muda.
"Ka_ Kau lihat Kakakku?" tanya Damar, ragu.
Emeryl menggeleng, Ia juga tidak mau tau kemana Kevin meninggalkannya tadi.
"Oh.. Maaf. Ta_ tapi kenapa Kau menangis?" tanya nya lagi basa-basi. Padahal Ia sudah tahu jawaban sebenarnya meskipun Emeryl tidak menjawab pertanyaannya. Damar menatap Emeryl dengan lekat. Gadis itu terlihat sederhana namun tidak dipungkiri jika Ia adalah gadis yang sangat cantik.
Brengsek kamu, Kak. Tega sekali mempermainkan gadis se lugu ini?...
Damar melangkah mendekat, akan tetapi Emeryl masih sangat ketakutan pada semua pria. Sesaat saling menatap keduanya terkejut mendengar suara Kevin di luar.
"Apa? Besok? Kamu yakin barang itu di tahan polisi?" teriak Kevin dari teras kamarnya.
Kevin terlihat gusar, dan Damar dapat melihatnya dari bayangan Kevin yang terus bergerak tak tentu arah.
"Ahk... gimana bisa sampai ketahuan, ha?" Kevin menjerit. Suaranya sangat nyaring. Ia begitu marah. "Bunuh saja, pastikan kita aman dari kejaran Polisi," ujarnya lagi, entah apa yang dikatakan lawan bicaranya tapi pernyataan Kevin yang terakhir sangat mengejutkan.
Damar dan Emeryl saling berpandangan, mereka baru sadar jika yang dibicarakan Kevin bukanlah hal main-main.
Selang beberapa waktu pintu jendela terbuka, Kevin datang. Ia menatap Damar dan Emeryl yang masih mematung diranjangnya tanpa berkedip.
"Ada apa, Mar?" tanya Kevin. Pemilik suara besar dan tegas itu hanya melewati Damar. Pemuda itu tidak menjawab, Damar hanya memperhatikan Kevin meletakkan ponselnya dan meraih laptop di atas nakas.
"Bang...!" Ucapnya setelah beberapa menit. "Apa setiap malam kau sibuk seperti ini? Bukankah ini malam pertamamu dengannya?" Damar menoleh kearah Emeryl yang masih memeluk kakinya. Ia kasihan mendapati Emeryl yang seakan tertekan karenanya.
Kevin menghela nafas panjang. Persoalannya nampaknya sangat pelik.
"Aku mengalami masalah, Mar. Barang dagangan ku di sita polisi dan itu akan membuatku kesulitan," jawab Kevin. Sesekali memijit kening nya, kemudian fokus lagi pada layar di depannya.
Damar mendekati Kevin, malam itu Ia pastikan mereka bertiga tidak akan ada yang tertidur sampai pagi.
"Berapa kerugiannya?" Damar sangat penasaran, apa keuntungan Damar sesuai dengan kerugiannya hari ini.
"Sekitar 1 Triliun," jawab Kevin, datar.
"Waw, sebanyak itu." Damar sampai menganga tak ayal membayangkan begitu banyak koper untuk menyimpan uang-uang itu.
"Tapi apa gunanya, Mar?" tandas Kevin, kesal. Ia harus membayar modalnya pada Seseorang, dan Orang itu sangat berpengaruh untuk membantu setiap pekerjaannya.
"Em... mungkin anak buahmu itu kurang pintar, Bang. Apa kau tidak menguji kemampuan mereka sebelumnya?" Seloroh Damar lagi sambil tersenyum meledek. Damar tidak pernah marah pada Kevin karena pada dasarnya Damar sudah tahu segala pekerjaannya. "Ikut aku!" Tanpa sopan sedikit pun Damar menarik Kevin keluar kamar tersebut dan masuk keruangan lainnya.
"Bang, aku punya solusi," ujarnya lagi, setengah berbisik.
Kevin tidak memperdulikan Damar, tapi jelas Ia mendengar ucapan pemuda yang dianggapnya masih ingusan itu.
Damar meraih ponselnya lalu menunjukkan beberapa foto wanita yang bekerja di pusat prostitusi, dengan itu Kevin bisa mendapatkan uang dengan cepat.
"Kau tau maksudku?" Damar ingin Kevin menebak sendiri tujuan dari sarannya.
Setelah Kevin mengerti, Pemuda itu langsung tertawa dan merangkul Damar dengan penuh bangga.
"Kau memang cerdas, Mar. Aku selalu mendapat solusi jitu, darimu."
"Tentu saja, Bang. Aku tidak ingin terjadi apa pun denganmu, tapi_." Damar menjeda kalimatnya. Ia terus membayangkan akan kondisi Emeryl di ranjang tadi.
Kevin cukup cerdas untuk membaca isi kepala Damar.
"Dia...," desisnya ditelinga Kevin.
"Kau keberatan?" tanya Damar balik. Ia tersenyum lagi melihat reaksi Kevin.
"Oh, No. Tapi_." Kali ini Kevin yang menahan kalimatnya karena Ia sedikit merasa keberatan. Sebab Kevin sendiri belum pernah menikmati tubuh Emeryl.
Plok!
Damar menepuk pundak Kevin.
"Justru karena dia masih tersegel, maka kau akan mampu mendapatkan uang yang banyak dalam waktu semalam," tandas Damar lagi. Siapa yang mengira diusinya yang jauh delapan tahun dibawa Kevin, Ia punya pikiran sampai kesana.
Setahunya, pekerjaan seperti itu bisa dibayar mencapai ratusan bahkan milyaran jika sang wanita bisa membuat pelanggan yang memesannya terpuaskan.
"Baiklah, kau atur saja semuanya, Mar. Kapan kita mulai?"
Kevin rupanya memutuskan mengikuti petunjuk dari Damar yang dirasa tidak ada salahnya untuk di coba.
"Besok," jawab Damar. "Kita harus membuat dia menjadi memukai lalu kita pajang fotonya di sosial media, tapi pastikan yang pesan adalah laki-laki berdarah biru," jawab Damar lagi, lebih rinci.
Obrolan panjang tercipta, hingga tak terasa Matahari mulai naik.
Pagi-pagi sekali Lana selalu sibuk membantu dua orang pembantunya memasak di dapur. Tapi tak membuat Kevin merasa bersyukur memilikinya.
"Lana, sini kamu!" Panggil Kevin dari pintu.
Lana yang masih memotong sayuran membuka rompi masaknya dan mendekat kearah Kevin.
"Ada apa, Sayang?" Panggilan itu mulai terasa geli dibibir Lana, sebab Ia merasa Kevin tidak bisa Ia miliki seutuhnya. Yang ada dalam benaknya adalah semalaman Kevin telah menghabiskan waktu dengan madunya di kamar utama yang pernah menjadi kamar terindah di hidup Lana.
"Aku mau kau bantu Emeryl berdandan, sebab dia akan menjadi pohon uang ku," jawab Kevin, dingin.
Lana tercengang, benar saja Kevin tidak pernah memperdulikan dirinya. Ia bahkan menjadikan Emeryl sebagai teman mencari kesenangan.
"Ck, kenapa harus aku?" Decih Lana. Ia merasa hatinya sedang ditusuk-tusuk.
"Karena hanya kamu yang mampu melakukannya, aku sedang mengirit uang sebab kita dalam keadaan sulit," ucap Kevin, memberi tahu.
"O ya? Bukankah hasil kerjamu cukup besar?" Perempuan tersebut melewati Kevin menuju kekamar Emeryl. Ia membawakan satu gaun seksi terbaiknya dan juga alat-alat make-up.
Masuk kekamar itu rasanya sangat menjijikan, Kevin pasti melakukan hubungan panas di beberapa tempat dikamar itu dengan para wanitanya dan artinya ruangan tersebut di penuhi oleh noda yang berserakan.
"Hem... haruskah aku masuk kesini lagi? Baunya saja sangat menjijikkan, perutku menjadi mual dibuatnya," ucap Lana seorang diri. Ia menoleh kearah Emeryl yang belum juga mandi dan berantakan merenung diatas ranjang.
Emeryl sendiri tidak mengira, jika Ia harus rela menerima keputusan untuk ikut dengan Kevin demi Kakaknya Dimas.
"Hey, adik maduku!" panggil Lana. Ia paling benci saat bicara, Ia diabaikan begitu saja. "Apa semalam kau mabuk dibuatnya? Bagaimana menurutmu? Dia sangat pandai ya membuatmu sampai lemas seperti ini?" Lana sedikit menjimpit rambut Emeryl yang terasa lengket lalu menatapnya. Pikiran Lana seakan membara, Ia kembali membayangkan apa saja yang baru terjadi diantara suami dan madunya tersebut.
"Ck, sebenarnya aku tidak menyukai kamu, tapi karena terpaksa. Aku harus melakukan ini. Ayo mandi!" Lana menarik lengan Emeryl kekamar mandi lalu memandikan gadis itu layaknya baby sitter. Emeryl hanya pasrah dan menerima saja apa pun perlakuan Lana terhadapnya. Karena baginya Ia hanya seutas Kapas yang bisa saja terbang dengan bebas kemudian hancur tak bersisa.
Usai membantu Emeryl mandi, Lana mulai membersihkan wajahnya dan berlanjut memolesnya dengan barang-barang yang sudah Ia sediakan.
Melihat Emeryl sangat cantik. Lana berdecih lagi. Ia merasa kalah dengan wajah anak bauk kencur tersebut.
"Astaga, mengapa aku mau melakukannya? Kevin pasti akan melupakanku," ujarnya lagi kesal, namun tak punya pilihan selain tetap menyelesaikan pekerjaannya.
"Em...!" Lama-lama Lana kesuh, sebab Emeryl tidak mau menimpali kata-kata yang dilontarkannya.
"Apa Kevin akan mengajakmu pergi?" ujarnya sambil berkaca pinggang mengamati setiap garis wajah Emeryl.
Gadis sembilan belas tahun itu menggeleng. Ia sama sekali tidak tahu rencana Kevin untuknya. Bahkan Ia tidak perduli dengan nasibnya setelah itu.
Lana kembali tersenyum getir, lalu meminta Emeryl memakai baju pilihannya.
"Waw, ini luar biasa Lana. Kau membuatnya sangat cantik hari ini," ujar Kevin yang tiba-tiba muncul dari pintu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!