NovelToon NovelToon

Autumn In Heart

Part 1

Dewi, itu namaku.

Tinggal sendirian di kota jauh dari orangtua dan saudara membuatku bekerja lebih keras untuk menghidupi diri sendiri.

Dimana orangtuaku? Ada.

Tapi mereka hanya mengurus diri mereka sendiri. Mereka tinggal di kota sebelah.

Ngantuk sekali rasanya malam ini, dan juga dingin. Enak sekali untuk tarik selimut dan tidur mendengkur. Aku? bukan.

Ada banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan malam ini.

"Wi, ini pekerjaanmu malam ini!"

50 kg ayam utuh menggelinding sampai didekat kakiku.

"Nanti menyusul 100 kg lagi masih dijalan."

"Oke, baik."

Huufftttt

Ini mudah, hanya 150 kg malam ini. Malam kemarin aku dapat borongan 230 kg. Sedap sekali rasanya tanganku yang pegal ini. sudah satu bulan lebih aku bekerja sebagai penyayat daging ayam, memisahkan daging dari tulangnya. Aku bekerja dari pukul 12 malam hingga 6 pagi dengan gajih 1.500.000. Kemudian aku pulang ke kost untuk tidur. Pukul 9 aku bangun dan kembali bekerja sebagai MD. Pekerjaan MD terbilang mudah dan gajihnya juga besar. Namun aku tak berpangku tangan begitu saja, dimana ada uang. Disitulah aku berada, yang penting pekerjaanku halal.

Aku yang hanya lulusan SMA mana mungkin bisa bermimpi bekerja di perusahaan besar yang bersaing. Mendapat gajih besar memang enak rasanya tapi bayarannya juga kualitas tidur yang buruk. Total gajihku perbulan adalah 5 juta. 1,5 dari pemotongan ayam, dan 3,5 dari MD.

Orang lain mungkin akan bersyukur dengan gajih MD saja, tapi aku mungkin orang serakah yang ingin cepat kaya.

Untuk makan 1 bulan aku menghabiskan uang 2 juta rupiah, biaya kost 500 ribu. Jadi, aku masih bisa menabung 2,5 dalam rekeningku. Sepadan dengan kerja kerasku. Asal mau berusaha, hasilnya takkan membuat kecewa.

"Dan.. kamu gak kerja?" tanyaku pada Dani yang asyik duduk main ponsel di tengah pintu kostnya.

"Santai ajalah, buat apa kerja terus. Gak bikin kaya juga." katanya tanpa melihat kearah ku.

"Mana mau kaya kalau gak kerja?"

"Aku mau cari cewek PNS biar aku gak capek-capek kerja, kan enak tinggal nunggu uangnya tiap bulan."

"Cewek PNS mana yang mau sama kamu?"

"Ada dong... kamu ngejek banget."

Seringkali Dani meminjam uangku untuk sekedar membeli rokok atau bensin. Tapi aku selalu mengelak mengatakan kalau uang gajihku akan kukirim ke kampung, terkadang kukatakan untuk biaya adikku sekolah dan lain-lain.

Sangat kesal melihatnya setiap hari hanya bersantai-santai saja, dia bekerja di servis elektronik. Dia sering bolos dan datang terlambat.

Andai saja dia itu suamiku, sudah lama kutendang dan meminta bercerai darinya. Semoga saja jodohku bukanlah orang seperti Dani.

Itu adalah do'a yang setiap hari ku panjatkan. Terkadang aku kasihan melihatnya belum makan, jadi seringkali dia kuberi sayur atau lauk pauk yang ku beli. Untuk nasi aku memasaknya sendiri dengan Magicom.

Setiap hari aku menikmati kesendirianku dan pekerjaan baruku. Walaupun hujan dan banjir aku harus tetap bekerja, karena jika aku kesusahan, sakit dan lain sebagainya aku tak punya siapapun untuk mengadu. Terkadang aku ingin menikah, tapi siapa yang mau menikah denganku? pacar saja aku tak punya.

Fuuuhhhh.

Motor ini juga masih lama lunasnya, baru berjalan 5 angsuran dari 24 bulan. Tak sabar rasanya ingin motor ini cepat lunas, agar aku bisa menabung lebih banyak lagi.

"Mbak sayur manisnya 5000 sama ayam bakar 1 potong. Jangan lupa sambal nya ya mbak!"

"Okeee!" sahut si penjual.

Waktunya sarapan, mataku yang masih lengket ini harus diberi makan dulu agar lebih semangat. Setelah membeli sayur dan lauk secepat kilat aku sarapan dipinggir jalan duduk sendirian di bangku tempat orang jualan yang belum lagi buka.

Hap hap hap dan habis tanpa sisa. Belum lagi turun nasi yang kumakan segera aku menyalakan motor dan pergi bekerja sebagai MD. begitulah keseharian ku.

Sudah sore, jam menunjukkan pukul 16.00 waktunya pulang. Aku membeli banyak sayuran,lauk dan juga camilan. Aku memasukkan motor ke dalam. Tiba-tiba terdengar suara ibu kost yang sedang menagih Dani.

"Kamu sudah telat 2 hari Dani, mau dibayar kapan??"

"Besok ya buk... maaf terlambat."

"Saya sudah bosan menagih kamu terus, masa tiap bulan kamu terus kamu terus dan lagi lagi kamu yang telat bayar?!"

"Iya Bu, saya usahakan besok."

"Besok ya, saya kesini lagi besok!"

Muka ibu kost merah padam karena tiap bulan harus mengencangkan urat lehernya memarahi Dani.

Aku masuk saja males untuk terlibat urusan mereka. Aku segera pergi mandi dan makan. Makanan ini cukup banyak untuk kumakan sendiri, apa sebaiknya kuberi Dani sebagian untuk makan malamnya? tapi.. kalau aku memberi dia makanan ini, ada kemungkinan nanti dia akan meminjam uang. Jadi ku urungkan niat untuk mengantar dia makanan.

Setelah perut terisi penuh, aku bersiap untuk tidur sambil main ponsel. Ku pasang alarm untuk membangunkan ku tengah malam nanti.

Tit Tut Tit Tut Tit Tut tit Tut Tit Tut

Alarm berbunyi dan aku bangun untuk bersiap pergi ke pasar. Dengan mengenakan pakainan tebal dan masker aku menyalakan motor dan melaju ke arah pasar. Begitulah perjuanganku setiap hari. Tidak kerja\=kelaparan. Malam itu 180 kg menggelinding di kakiku.

"Nanti 80 kg lagi menyusul" kata bosku.

Fuuuuhhhh !!

Kuaattttt demii dolaaarrrr !!

Hatiku menjerit menguatkan ku. Kapan kah pekerjaanku ini berakhir? apakah aku akan bekerja seperti ini sepanjang hidupku?

Tidak!

Aku akan mengumpulkan banyak uang, mengeredit perumahan dan membuka warung sembako. Impianku sangat besar, perlu modal yang juga besar. Kuat! kuat! kuat!

Pagi itu kulewati dengan penuh semangat. Asalkan tidur nyenyak, semua bisa kulakukan.

Pukul 06.00 waktuku untuk pulang. Di jalan aku membeli makanan untuk di kost.

Setelah makan aku langsung pergi tidur. Pukul 09.00 pergi bekerja lagi. Tak bosan rasanya aku menjalani rutinitas seperti itu setiap hari.

Perlengkapan bedak ku kini sudah sekarat, waktunya untuk belanja. Siang hari aku mampir ke Swalayan membeli keperluan pribadiku. Disana juga ada susu tinggi kalsium, kuambil 2 kotak sekaligus. Bedak, deodorant, pelembab dan sabun mandi cair botol besar. Aku membayar dan pergi ke masjid terdekat.

Setelah mengerjakan sholat Zuhur aku tidur sebentar dipinggir tembok masjid. Satu jam kemudian aku berangkat kerja lagi. Sudah hilang rasanya pedas di mataku dan aku bisa melanjutkan untuk bekerja. Pekerjaan malamku benar-benar menguras tenagaku.

Sudah sore, waktunya untuk pulang. Di jalan, aku melihat seorang ibu-ibu menggendong anaknya, dia menyetop motorku.

"Dek .. dek, tolong saya dek!"

"Iya buk, ada apa buk?"

"Anak saya sedang sakit dek, kamu bisa tolong saya antarkan ke dokter?"

"Bisa buk, ayo naik buk!"

"Tapi dek ... saya cuma punya uang 100 ribu, uang itu gak akan cukup untuk berobat." katanya hampir menangis sambil menggendong anak perempuannya yang sedang sakit.

"Gak papa buk, nanti saya yang bayar."

"Beneran ya dek??"

"Iya buk..!"

"Alhamdulillah... ya Allah." suaranya bergetar memuji Tuhan.

"Ayo buk, cepat naik!"

Akupun melaju dengan cepat mengantarkan anaknya berobat ke dokter. Anaknya indikasi penyakit tifus. Demam tinggi sudah berhari-hari.

"Ibuk, Ibuk tinggal dimana?"

"Saya gak punya tempat tinggal dek."

"Kenapa bisa buk?"

"Iya dek, saya diusir sama suami saya." Katanya berderai air mata.

"Kenapa buk, koq tega sekali suami Ibuk mengusir istri dan anaknya sendiri yang sedang sakit?"

"Karena dia sudah tak sanggup membiayai anak dan istri nya dek,dia juga sering melakukan kdrt terhadap saya dan juga anak saya." Si ibu terus saja menangis.

"Ibuk gak punya kerjaan?"

"Gak ada dek, Ibuk gak punya kerjaan sejak diusir. sebelumnya Ibuk bekerja jadi tukang cuci di rumah tetangga".

"Yasudah, nanti Ibuk pulang ke kost saya aja ya. kasian anak Ibuk kan lagi sakit."

"Iya dek... makasih banyak ya dek, saya akan balas semua kebaikan kamu dek." kata si ibu yang terus saja menangis.

Part 2

Setelah membawa anak perempuan yang bertemu denganku dijalan, aku membawa mereka ke kost ku. Mereka kelaparan sehingga makan dengan sangat lahap. Setelah makan mereka beristirahat. Kubiarkan mereka beristirahat dan aku bermain ponsel. Setelah sang ibu bangun, aku lalu menanyakan nama anaknya.

"Anak saya namanya Weni, dek."

"Saya Dewi buk."

"Dek, terima kasih atas pertolongan kamu. Saya berjanji akan membalas kebaikan kamu dek."

Aku terdiam sejenak mendengar perkataannya, dan membalasnya dengan senyuman. "Buk, apa Ibuk mau bekerja jadi pemotong daging di rumah makan?"

"Dimana itu dek?"

"Dekat kok buk dari sini, cuma 300 meter aja jalan kaki juga nyampe. Bos saya kemarin cari orang khusus motong dan bersihkan ikan dan daging."

"Iya dek, saya mau dek saya kerja apa aja mau yang penting halal."

"Saya telpon bos saya dulu ya buk, mudah-mudahan belum dapat cari pekerjanya."

Aku mengambil ponsel dan menelpon bosku. Alhamdulillah... hatiku senang sekali mendengar bos langsung menyuruh ibu itu bekerja besok.

"Buk, langsung kerja besok bisa nggak buk?"

"Iya dek, saya mau.. saya mau dek." espresi wajahnya terlihat luar biasa senang. Dia terus mengucapkan terima kasih padaku.

"Tapi... anak ibu gak papa kalau ditinggal disini sendirian?"

"Nggak papa dek, dia anak yang berani. Dia bukan anak cengeng, dia pasti mau koq."

"Yasudah besok ibu pindah ke sebelah aja, nanti saya bayarin dulu uang kostnya. Dan saya juga akan pinjamkan uang buat ibu selama belum terima gajih, meskipun gak banyak saya harap bisa bermanfaat."

"Ya Allah... baik sekali kamu dek, terima kasih banyak ya dek." ibu itu menangis dan terus menerus memuji Tuhan.

Keesokan hari, aku membayarkan kost dan memberi ibu itu uang sisa gajiku 1 juta. Sebenarnya aku bisa saja menyuruh mereka tinggal di kostku, tapi aku harus tetap waspada terhadap orang yang baru saja kukenal. Jangan sampai nanti, aku membantu orang yang salah, karena aku juga sebatang kara di kota ini. Tapi kurasa bantuan ku itu cukup untuk mereka bertahan hidup sebelum menerima gaji nanti.

Dengan ini aku senang bisa membantu orang lain dan tenang karena sang ibu sudah memiliki pekerjaan. Weni anaknya pun sekarang sudah mulai pulih dari sakitnya.

Ibu Weni menyekolahkan Weni di sekolah terdekat agar bisa dicapai dengan berjalan kaki. Untuk sepeda dan barang-barang lainnya belum bisa mereka beli. Dengan gaji 1.500.000 ibu Weni berusaha sehemat mungkin dan juga berusaha untuk menyisihkan sedikit.

Hampir setiap hari ibu Weni mengantarkan makanan untukku sisa dari rumah makan. Meskipun rumah makan tutup pukul 11 malam, namun ibu Weni boleh pulang jika pekerjaannya sudah selsai dan kembali lagi jika ada ikan atau daging yang harus dipotong dan dibersihkan.

Begitulah sekarang rutinitas ku sehari-hari bersama dengan tetangga baruku Weni dan ibunya. Weni yang sudah berumur 9 tahun juga sudah mengerti harus menjaga dirinya sendiri apabila ditinggal sendirian, dia hanya di dalam kamar dan mengunci rapat pintu kamar kostnya. Weni takkan membukakan pintu jika selain aku dan ibunya yang mengetuk atau memanggil.

Mereka bisa lebih berhemat karena Ibunya seringkali pulang Engan membawa makanan yang sudah matang dari tempat dia bekerja.

Aku yang terlalu lelah bekerja juga jarang sekali bertamu untuk menengok Weni dan ibunya. Begitupun mereka yang memahami pekerjaanku, mereka juga enggan untuk mengganggu tidurku. Hanya jika mereka mengantarkan makanan saja barulah mereka mengetuk kamar kostku. Selain itu, kami sibuk dengan rutinitas kami masing-masing.

Pukul 00.00 dini hari sangat dingin menusuk tulang. Mataku juga masih berat untuk melek malam ini. Sehingga aku mengemudi dalam keadaan ngantuk dan mata lengket. Mungkin efek bangun tiap malam sekarang mulai kurasakan. Mataku yang mengantuk berat membuat mataku terus berair dan,

Braaakkkkkkk.

Aku tidak bisa mengingat kejadian setelah itu. Yang pasti kurasakan perih di lutut dan sakit seluruh badanku. Ketika aku terbangun aku berada di dalam sebuah kamar berukuran sama dengan kamar kostku.

Ketika aku ingin bergerak sesuatu menempel di punggung tangan kiriku, infus. Aku mencoba mengingat-ingat kejadian terakhir. Akhirnya aku ingat kejadian samar-samar diingatanku.

Aaakkkkhhhh !!!

Teriakku karena seluruh tubuhku yang sangat kaku penuh dengan luka memar.

"Hei, jangan bergerak!" teriak seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di depanku.

"Siapa kamu?" tanyaku penuh hati-hati.

"Maaf aku sudah menabrak kamu tadi malam, aku akan bertanggung jawab. Aku harap kamu gak akan menuntut ku." katanya penuh khawatir dan penyesalan.

"Oke, baik. Sekarang aku ada dimana?"

"kamu di kontrakanku, di jalan Mawar."

Jalan mawar? wow, lumayan jauh dari tempat tinggalku. Sekarang untuk bergerak saja rasanya sakit sekali, bagaimana aku bisa pulang?

"Jadi, dimana motorku?" aku mulai berbaring rilex agar laki-laki didepanku juga ikut rilex. Karena dari tadi dia terlihat gugup berbicara padaku.

"Motor kamu masih diperbaiki, motor kamu rusak parah. Perlu waktu beberapa hari untuk memperbaiki secara keseluruhan."

Matilah aku!

Motor itu masih dicicil belum lagi ada setengah tahun. Aku mulai geram mendengarnya, sehingga aku duduk kembali dengan susah payah.

"kalau sampai motorku gak kembali sempurna dan kamu gak mengobatiku sampai sembuh, aku akan tuntut kamu!" ucapku tengan lantang.

Laki-laki itu terlihat gugup tapi aku tak ingin melihat wajahnya. Melihat tingkahnya sepertinya dia orang yang tidak bertanggung jawab dan tak bisa diandalkan.

Tak lama kemudian, seorang perempuan yang ternyata perawat masuk membawa obat-obatan dengan tas jinjing.

"Permisi, saya masuk."

Aku diam seribu bahasa, takkan kuberi kesempatan untuk laki-laki itu melihat senyumku karena aku tak mau nanti aku disepelekan.

Perawat itu juga masih muda, kami bertiga mungkin seumuran. Perawat itu menyuntik selang dengan obat dari botol kecil.

"Maaf, obat apa yang kamu suntikkan tadi?" tanyaku menatap perawat itu dengan tajam.

"Ini pereda nyeri, saya suntikkan saja supaya gak perlu menelan obat."

"Benarkah?"

Perawat itu telah selesai dan pulang dengan tas jinjing yang berisi obat.

"Kamu lapar? aku punya makanan."

"Ya, aku lapar." kataku tanpa melihat wajahnya.

Laki-laki itu membawakan makanan kotak yang sepertinya memang sudah dibelinya sebanyak 5 kotak. Aku heran melihatnya membeli makanan sebanyak itu.

"Jadi, ada berapa orang yang tinggal di kontrakan ini?"

"Cuma aku saja, cepat makanlah. Ngobrolnya nanti saja."

"Jangan berbohong kamu, mana mungkin kamu membeli nasi kotak sebanyak itu untuk dirimu sendiri?" kataku dengan sinis.

"Aku memang banyak makan, makanya badanku berisi begini. Aku makan 3 kotak nasi biasanya?"

Aku hampir tersedak mendengar pengakuannya sanggup memakan 3 nasi kotak sekaligus.

"Apa?! kalau satu kali makan kamu bisa menghabiskan 3 kotak nasi dikalikan 3 sudah ada 9 kotak yang kamu habiskan. Apa itu masuk akal?"

"Memangnya apa yang membuatmu berfikir kalau itu tidak masuk akal?" sekarang dia terlihat heran dengan pertanyaan ku.

"Memangnya kamu kerja apa sampai sanggup makan 9 kotak nasi sehari? kalau gajihku satu bulan 1.500.000 maka habis cuma untuk membeli nasi kotak saja." kataku masih sinis padanya.

"Memangnya kamu harus tahu aku kerja apa?"

sekarang dia terlihat lebih sensitif dengan sikapku.

"Nggak, aku nggak perduli. Aku cuma mau sepeda motorku kembali seperti semula, kamu obati semua lukaku sampai sembuh, membayar cicilan motorku, dan mengganti uang gajiku selama aku sakit karena aku gak tahu apakah nanti aku akan dipecat dari pekerjaanku karena kecelakaan yang kamu sebabkan."

"Cuma itu?"

"Ya, itu sudah cukup."

Laki-laki itu keluar kamar sebentar dan kembali dengan amplop coklat tebal.

"Ini uangmu, setelah kamu sembuh dan bisa pulang permasalahan diantara kita selesai."

"Oke."

Dia beranjak ke luar kamar dan tak lama kemudian kudengar dia mendengkur. Enak sekali dia tidur? sementara aku masih merasakan tubuhku yang kaku dan sakit luar biasa.

Kubuka amplop coklat yang dia berikan tadi, sangat tebal. Ku coba menghitung uangnya 30 juta! Kaki dan tanganku brgetar.

Part 3

Seharian ini aku tak melihat laki-laki yang menabrakku kemarin. Apakah dia melarikan diri? tidak! tidak mungkin dia melarikan diri, sedangkan dia sudah memberiku banyak uang kemarin malam.

Apa mungkin semua uang itu palsu?

Aku bergegas meraih amplop berisi uang 30 juta tadi malam dan memeriksa keasliannya. Tapi sepertinya semua uang ini memang asli.

Siang itu hanya ada perawat yang terus memberikanku obat pereda nyeri dan vitamin. Setelah itu dia langsung pulang tanpa basa basi.

Lama aku menunggu laki-laki itu pulang hingga pukul 21.00. Ku dengar seseorang membuka kamar yang memang tak dikunci.

"Bagaiman keadaan kamu? apa kamu sudah bisa berjalan?"

"Aku bisa berjalan, tapi hanya ke kamar mandi saja. Itupun dengan sekuat tenaga." Kataku tanpa melihatnya.

Dia keluar sebentar dan kembali masuk ke kamar. Kulihat dia membawa nasi kotak dan camilan. Dia membuka nasi dan bersiap menyuapiku.

"Ayo makan, buka mulutmu!" katanya sambil berusaha menyuapiku.

"Aku bisa makan sendiri. Kamu letakkan saja nasinya." kataku dengan cuek, sebenarnya aku sangat malu.

"Semua perempuan sama saja, dapat yang cuek begini. Cuek-cuek butuh! dapat yang cantik cuma mau harta saja!" katanya agak geram.

"Apa? kalau kamu nggak niat, letakkan saja. Aku kan sudah bilang bisa makan sendiri." Ucapku masih dengan keras kepala.

"Sudahlah buka saja mulutmu cepat. Aku nggak mau kamu mati di dalam kamar kostku! kamu lihat aku capek pulang bekerja, mengurus banyak hal. Dan harus merawatmu juga. Kuharap kamu nggak mempersulit aku, sekarang buka mulutmu dan makanlah!" Ucapnya dengan emosi.

Kali ini kubuka mulutku dan membiarkannya menyuapiku. Melihat dia yang tulus merawatku, terlebih lagi dia juga memberiku uang yang banyak. Sekarang aku yakin dia memang laki-laki yang bertanggung jawab.

Kulihat dia memakai kemeja yang rapi, tapi rambutnya acak-acakan. Sepertinya benar yang dia katakan, sepertinya banyak masalah di tempat kerjanya. Harum parfumnya juga sudah berubah bercampur dengan keringat.

Laki-laki itu telah selesai menyuapiku. Kini dia terbaring di samping ranjang ku tak lama kemudian dia mendengkur. Nasi kotak yang dibawakannya masih tersisa dua buah. Dia pasti belum makan malam ini.

Ingin kubangunkan dia untuk makan, tapi aku takut kalau dia nanti akan emosi kembali. Jadi kubiarkan saja dia tertidur pulas mendengkur.

Tengah malam aku terbangun, kulihat laki-laki itu sudah tak ada. Nasi kotaknya hanya tersisa kotaknya saja. Rupanya tadi dia bangun untuk makan. Kudengar lagi dengkurannya diluar kamar. Aku lega, dia masih ada. Karena sebenarnya aku juga takut kalau aku harus terus ditinggal tanpa bisa melakukan apa-apa.

Keesokan pagi, dia bangun dan mandi pagi-pagi sekali. Aku berusaha untuk bangkit dan mencoba berjalan untuk melemaskan kakiku.

Aku berjalan hampir keseluruh ruangan kostnya. Ternyata kostnya lumayan besar. Ada dua kamar, satu kamar mandi dan juga ruang tamu. Kamarnya terasa nyaman dengan AC yang disetel 19 derajat. Pastilah mahal harga kost ini. Aku takkan sanggup membayarnya, fikirku.

Tak berapa lama laki-laki itu keluar kamar mandi. Hanya setengah badannya yang tertutupi handuk. Aku terkejut dan dia juga tak kalah terkejut.

"Kamu ngapain disni? memangnya kamu sudah bisa jalan?" tanyanya yang sudah terlihat sangat segar dibandingkan tadi malam yang kelihatan sangat kusut.

"A-aku, mau melemaskan kaki. Berbaring terus rasanya semakin kaku." kataku sambil menuju kamarku kembali.

Dia juga masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti bajunya. Setelah beberapa saat, dia menghampiriku.

"Sebentar lagi makanan catering datang, kamu makan saja. Aku akan pulang laulrut malam lagi."

"Kamu kerja apa sampai larut malam?" tanyaku dengan wajah cuek.

"Kerjaanku banyak, ceritanya nanti saja. Aku buru-buru," ucapnya dengan cepat. Sepertinya dia memang buru-buru. "Ini pakaian untuk kamu, sudah dua hari dua malam kamu pakai baju itu. Sekarang gantilah!" ucapnya sambil memberikanku paperbag berisi penuh pakaian wanita.

Dia langsung pergi meninggalkanku, seperti biasa dia tidak mengunci pintunya sama sekali.

Berhari-hari hanya berbaring di kamar membuatku suntuk. Badanku yang sudah penuh luka lecet dan memar bukannya sembuh malah semakin kaku.

Aku berfikir harus keluar dari kost-kostan ini untuk mencari udara segar. Kucoba berjalan meskipun menahan sakit dan rasa kaku. Kulewati kamarku dan kamar laki-laki itu. Kulihat sekilas dikamarnya ada springbed kecil dan 2 lemari yang sangat cantik berukuran besa Lemari itu berharga lumayan mahal, aku saja hampir membeli lemari pakaian dari stainless itu namun batal karena uangku kurang. Akhirnya aku membeli lemari berukuran kecil sesuai dengan uang yang kupunya.

Setelah melewati kamarnya, di ruang tamu kulihat lagi ada televisi berukuran 42 in. Di depannya ada 2 buah ambal berwarna biru gambar bola. Kemudian ada kasur khusus menonton televisi. Sepertinya dia memperhatikan perabotan rumah dengan baik.

Aku sudah didepan pintu dan memegang gagangnya hendak membuka, tiba-tiba seseorang membuka pintu dengan kasar dan membuatku terdorong ke dinding.

Aaakkkhhh!

Aku terpental ke dinding oleh kuatnya dorongan dari luar.

"Asataga, kamu disana?!" laki-laki itu terkejut melihatku yang terduduk meringis kesakitan.

Dia menolongku bangkit dan membopongku kembali ke kamarku.

"Ngapain kamu di belakang pintu? kamu mau keluar?" tanyanya dengan heran.

Aku hanya mengangguk saja.

"Lebih baik kamu disini saja, mana ada orang sakit terus jalan-jalan kesana kemari?" katanya mengomeliku.

"Memangnya aku ini peliharaanmu apa?" kataku ketus.

"Kamu itu, sudah sakit masih saja ketus! sekarang katakan nama kamu siapa?"

Aku terdiam sejenak mendengar perkataannya, "Dewi, nama ku Dewi. Jadi, siapa namamu?"

"Namaku Briyan. Dewi, saya mau kamu tetap di dalam kost saja sampai kamu sembuh. Kalau butuh sesuatu telpon saja saya." katanya mengeluarkan bungkusan plastik berisi hand phone baru yang masih tersegel dalam kotak.

Aku tertegun melihat ponsel baru di hadapanku, "Ini punya kamu?" tanyaku heran.

"Bukan, ponsel ini sekarang milikmu. Ponselmu sudah rusak parah, masukkanlah sim cardnya kedalam ponsel baru ini," katanya sambil beranjak meninggalkanku.

Tak berapa lama kudengar air keran kamar mandi mengalir dan suara pintunya tertutup.

Aku heran, bukankah dia bilang akan pulang larut malam, sementara sekarang baru pukul 3 sore.

Aku juga masih terheran dengan ponsel baru yang diberikannya. Selama ini aku belum pernah menerima hadiah dari siapapun. Semua benda yang kumiliki adalah hasil kerja kerasku. Aku bahkan belum sempat mengatakan terima kasih padanya.

Kuambil ponsel lamaku yang sudah hancur tak bisa digunakan, dan mengambil sim cardnya. Setelah itu ku masukkan ke dalam ponsel baruku.

Tak lam kemudian ada banyak pesan dari teman-teman kerjaku dan juga dari manejer di tempatku bekerja. Aku mencoba menghubungi manejerku dan menjelaskan apa yang sudah terjadi padaku. Tapi manejer tak memberikanku toleransi dan memecatku karena tak ada kabar selama satu Minggu lebih.

Hanya air mata yang mengalir dipipiku. Beginikah rasanya dipecat dari pekerjaan. Andai saja Briyan tak memberiku uang dan ponsel baru, hari ini dia pasti akan jadi sasaran amarahku.

Setelah mengenakan pakaian, Briyan menghampiriku sambil membawa kotak makanan. Dia heran melihat mataku yang sembab akibat menangis.

"Kamu kenapa?" tanyanya heran sambil meletakkan kotak makanan yang dibawanya.

"Aku dipecat," jawabku masih dengan hati yang sakit.

"Yasudah, cari saja pekerjaan yang lain," ujarnya santai.

"Mencari pekerjaan itu tidak mudah."

"Setelah kamu sembuh nanti bekerjalah di perusaan tempatku bekerja, disana masih membutuhkan karyawan." katanya sambil membuka kotak nasi dan mulai makan.

"Benarkah?"

"Ya, makanlah dulu cepat. Kita bahas pekerjaan kalau kamu sudah sembuh." katanya sambil memberikan kotak nasi ke pangkuanku. Sore itu kami makan bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!