Pernikahan yang ditunggu-tunggu kini menjadi air mata. Selama tiga bulan menjalin hubungan. Suaminya, sangat baik padanya. Bersikap lembut dan penuh cinta. Namun siapa sangka, setelah menikah sikap suaminya berubah.
Baru tiga hari yang lalu, pernikahannya di laksanakan. Namun suaminya telah membawa wanita lain untuk di jadikan istri kedua.
Siapa yang tidak terlena dengan pesona suaminya. Dia tampan, banyak kaum hawa yang berlomba-lomba mendekatinya. Namun hanya ia yang merasa beruntung, tetapi setelah semuanya di lewati dengan senyuman yang indah. Kini menjadi air mata, hati menangis darah.
prang
Pecahan kaca itu berserakah di lantai. Sepasang insan yang tersenyum melihat ke arah kamera seperti pasangan yang sangat serasi dan bahagia. Namun kenyataannya, hanya dalam tiga hari pernikahannya di porak-porandakan.
Air mata tak bisa di bendungi, hatinya sesak, hancur berkeping-keping. Tubuhnya perlahan merosot ke lantai, dia duduk di sisi ranjang sambil meremas rambutnya.
"Argh!!!"
Wanita itu berteriak, dia memukul dadanya. Nafasnya seakan berhenti saat itu juga. Dunia yang indah, kini berubah menjadi gelap. Pria yang ia cintai, kini telah mengkhianatinya, menusuk bertubi-tubi.
"Argh!!!"
Dia kembali berteriak, rasa sesak di dadanya belum keluar. Dia tidak mampu menahannya, ingin sekali ia membuang hatinya itu.
Selama tiga bulan, hatinya selalu di penuhi cinta pertamanya. Selama ini dia tidak pernah tertarik pada laki-laki. Namun laki-laki itu selalu mengikutinya, meyakinkan dirinya. Hingga cinta tumbuh di hatinya.
"Kau tega Jonathan! Kau tega....."
Dia memukul lantai itu, lalu melihat foto pernikahannya. Di ambil fotonya, kemudian merobeknya menjadi beberapa bagian dan membuangnya ke udara. Hingga kepingan foto itu berada di mana-mana, menghiasi lantai putih itu.
"Apa hubungan kita tak berarti Jo?"
Bella meringkuk di lantai, dia menumpahkan air matanya. Rasanya, tulangnya tidak kuat untuk menopang tubuhnya.
"Kau tega Jho..."
Bella Nafa Thalia, seorang gadis berumur 24 tahun. Dia hanyalah gadis biasa, ayahnya hanya penjual bakso keliling. Di umurnya yang 24 dia merelakan pendidikannya untuk membantu sang ayah.
Namun ayahnya telah pergi ke yanga Maha Kuasa karena kecelakaan satu tahun yang lalu.
Dia yang sendiri, meneruskan usaha sang ayah. Menjual bakso keliling, ingin meneruskan kuliah. Namun tidak memiliki banyak uang.
*
*
*
Dor
Dor
Dor
Pria itu mengeluarkan kekesalannya dengan menancapkan peluru itu ke papan bundar yang hanya beberapa jarak darinya.
"Kau puas!" tanya seorang laki-laki. Dia menatap sahabatnya itu. Bermaksud hanya balas dendam pada seseorang yang telah membuat istrinya terbaring koma.
Dor
"Jhonatan,"
Pria itu menoleh, dia membuka kaca mata yang bertengger di atas hidung mancungnya.
"Belum! karena ayahnya yang membuat istri ku tidak bangun. Maka aku akan membalas kesakitan istri ku yang telah mereka lakukan. Aku akan membalasnya berkali-kali lipat."
"Jho, dia putrinya tidak terlibat dengan kecelakaan itu." Laki-laki yang di panggil Jack itu tahu, seberapa besar cinta Jhonatan untuk istrinya, Gladies.
"Yang membuat istri ku terbaring koma adalah ayahnya, jadi dia sebagai putrinya terlibat. Tetap,i aku belum puas sebelum membuatnya ingin mati."
"Jho...."
"Kasihan, dia gadis polos dan lugu."
"Aku tidak memandang dia polos dan lugu, yang aku pandang dia menyakiti istri ku," ucap Jhonatan dengan tegas. Dia tidak akan tinggal diam siapa pun yang menyakiti istri tercintanya.
Jarum jam kecil itu terus berputar, silih berganti waktu. Tak terasa tepat jam 12 malam suara langkah kaki dari arah pintu itu mendekati seorang wanita yang tengah tertidur duduk di sofa berwarna putih.
Pria berahang tegas itu menatap benci ke arah wanita yang ia klaim sebagai budaknya. Balas dendamnya baru saja di mulai, tidak sia-sia dia berpura-pura untuk menjadi laki-laki baik dan mencintainya. Padahal selama tiga bulan dua muak melakukan sandiwara itu.
"Apa dengan cara begini aku bisa melihat mu?"
Pria itu melanjutkan langkahnya, dia melangkahi anak tangga itu satu per satu. Langkahnya pun berhenti pada salah satu pintu.
Dia menatap sekilas pintu kamarnya yang di jadikan tempat kamar Bella dan dirinya. Sama sekali ia tidak ingin menginjakkan kakinya di kamar itu.
Dia melanjutkan langkahnya, tepat lima langkah. Dia memasuki sebuah kamar. Aroma Lavender menyeruak masuk ke hidungnya. Dia melangkah gontai, menyapu semua ruangan itu.
Dia menatap sebuah foto yang terpajang, menghadap ke arah ranjang. Dimana fotonya dengan istri pertamanya, Gladies.
"Aku merindukan mu."
Dia berjalan ke arah ranjang, lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang berukuran king size itu. Memejamkan matanya, mengingat setiap detik kebersamaan istrinya.
"Aku merindukan celoteh mu, Gla."
Dia mengingat setiap bayangan istrinya, kemanjaannya, tawa riangnya. Namun sekarang, dia hanya melihat istrinya terbaring lemah tak berdaya, segala usaha ia sudah lakukan. Namun, tidak ada perkembangan sama sekali. Istrinya tetap tertidur pulas.
###
"Nyonya.." Sapa seorang wanita. Dia menepuk bahu Bella dengan pelan.
Wanita itu terlonjak kaget. "Apa tuan sudah pulang?"
Wanita itu mengangguk, ia merasa kasihan pada nyonya mudanya. Bertahun-tahun dia bekerja, jadi dia tahu semuanya. Sebelum nyonya mudanya datang. Sang tuan mengatakan bahwa istrinya sudah meninggal dan tidak membocorkan rahasianya.
"Tuan sudah pulang,"
"Oh iya, aku harus melihatnya," ucap Bella dengan setengah berlari. Dia membuka pintu kamarnya, namun nihil tidak ada siapa pun. "Mungkin dia ada di ruang kerjanya." Bella memutar tubuhnya, melewati sebuah kamar yang pernah di jelaskan oleh Jhonatan bahwa dia tidak boleh memasukinya.
"Jhoo...."
Ruangan itu sepi, dia melangkah ke arah meja kerjanya suaminya. Dokumen tertata rapi, tidak ada jejak bahwa Jhonatan bekerja di meja itu.
"Kemana dia?"
Bella ingin berbalik, namun ada sesuatu yang menarik pandangannya. Sebuah laci terbuka. Dia mendekat, kedua matanya melihat sebuah figura yang terbalik.
"Foto siapa?" tangannya terulur. Dia hendak mengambil foto itu. Namun suara tegas dan dingin mengagetkannya.
"Jangan menyentuhnya!"
Bella menoleh, dia melihat Jhonatan di ambang pintu.
"Jho..." Bella berhambur memeluk Jhonatan. Dia begitu merindukan suaminya itu.
Jhonatan memandang jijik, dia langsung mendorong Bella dengan keras. Hingga wanita itu jatuh ke lantai.
"Jho..."
"Hentikan panggilan Jho itu! Aku jijik mendengarkannya dan aku muak melihat mu."
Bella berdiri, dia meraih tangan Jhonatan dan menggenggamnya. "Jho, ada apa dengan mu? kalau aku salah katakan? kamu bisa mengatakannya, aku akan berubah dan melakukan apa yang kamu mau? tapi aku mohon jangan meninggalkan aku Jho, jangan menikah. Apa kamu lupa dengan kenangan kita."
Jhonatan menghempaskan tangan Bella dengan keras. Hingga tubuh itu membentur sudut meja. Rasa sakit dan nyilu itu terasa di dahinya.
Jhonatan melangkah, dia mencengkram dagu Bella dengan kasar.
"Dengar! aku tidak butuh ceramah mu. Aku sudah muak bermain-main dengan mu. Kau tentu tahu, sudah berapa banyak wanita yang aku tiduri. Jangankan menyentuh mu, tubuh kotor mu itu najis bagi tubuh ku. Perlu aku ingatkan, kau hanya Gundik bagi ku."
"Perlu kamu ingat! aku Jhonatan tidak pernah mencintai mu."
Nafasnya terasa berat, dadanya teras panas. Jadi selama ini dia telah di bohongi. Selama ini hanya dirinya yang mencintainya. Cintanya bertepuk sebelah tangan.
Jhonatan menarik lengan Bella dengan kasar, lalu mendorongnya ke? pagar pembatas.
Bella tak mampu melawan, seluruh tubuhnya terasa lemas. Untuk menopang tubuhnya saja, ia harus berpegang kuat di pagar pembatas lantai dua itu.
Dia yang mencintainya, melebihi dirinya sendiri.
Tak hanya puas menyakiti Bella, Jhonatan memanggil beberapa pelayannya untuk memindahkan Bella ke kamar pelayan yang di berada di belakang rumah utama.
Sedangkan para pelayan hanya menatap iba, dia kasihan pada sang Nyonya. Entah masalah apa yang membuat sang tuan menyakiti sang nyonya. Namun mereka juga tahu, bahwa sang nyonya bukanlah satu-satunya.
Disinilah dirinya saat ini.
Bella berada di ruangan yang sempit, satu lemari dan satu kasur yang berada di lantai.
"Nyonya.."
Bella menghapus air matanya. Dia tersenyum pada wanita di sampingnya. "Aku tidak apa, kalian keluarlah. Aku ingin sendiri."
Kedua pelayan yang menuntun tubuh Bella mengangguk. Mereka tahu, nyonya mudanya butuh waktu.
Bella menutup pintu di belakangnya, perlahan tubuhnya merosot. Dia menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya.
"Ayah, Bella merindukan Ayah."
Bella menangisi nasibnya, kenapa nasibnya berbanding balik? dia yang dulunya di sayang, kini di buang bagaikan sampah. Semua yang ia rasakan hanyalah kepalsuan.
"Jhoo..." Bella terus menggumamkan nama Jhonatan. Ia tidak bisa melupakan Jhonatan, pria itu telah menguasai seluruh hatinya. Ia hanya bisa menangis dalam kesedihan yang mendalam.
Waktu terus berputar, kini dua hari telah berlalu. Dulu dia bekerja keras di jalanan, berjualan membantu sang ayah, ternyata saat ini ia di jadikan pembantu oleh suaminya sendiri. Selama dua hari dia terus memikirkan Jhonatan, laki-laki itu tidak minta maaf atau menjemputnya kembali ke rumah utama.
Apa yang di katakan suaminya ternyata benar. Dia hanya dia jadikan mainannya saja. Selama dua hari ini dia bertekad, dia akan menjadi wanita yang menurut saja. Mungkin Jhonatan akan mencintainya.
Pagi ini dia akan membuatkan sarapan untuk Jhonatan, kesukaan Jhonatan adalah nasi goreng. Dia teringat Jhonatan yang memakan nasi gorengnya, katanya enak. Jhonatan sangat menyukai masakannya.
"Biar saya saja Nyonya."
"Tidak! Jhonatan sangat menyukai masakan ku. Jadi tidak perlu, kalian bantu aku hidangkan saja."
Setelah nasi goreng itu matang, Bella di bantu kedua pelayan menghidangkan di meja makan itu.
"O iya, aku membuatkan yang lebih. Jadi kalian bisa memakannya."
"Terima kasih Nyonya," ucap kedua pelayan bersamaan.
Kedua pelayan itu begitu dekat dengan sang Nyonya, mereka sangat kasihan. Mereka tahu, bahwa Bella wanita yang baik, lugu dan polos.
"Seperti itu suara mobilnya."
Bella melangkah lebar, dia membukakan pintu untuk suaminya. Selama dua hari itu, dia bertanya suaminya. Karena tidak menjenguknya, dan ternyata suaminya tidak pulang selama dua hari.
"Mas kamu."
Kedua mata Bella terasa panas, tidak ad seorang istri yang ingin melihat suaminya bersama orang lain.
"Honey, ayo masuk."
Jhonatan melewati Bella begitu saja dengan seorang wanita yang di klaim sebagai kekasihnya.
Wanita itu pun tersenyum sinis pada Bella, dia tahu, wanita di depannya adalah istri dari kekasihnya.
Bella memegang dadanya yang terasa berdenyut nyeri, panas, sakit. Hingga ia tidak bisa mengungkapkan kesakitan hatinya saat ini.
"Honey, kita sarapan. Nasi goreng,"
Wanita itu bergelanyut manja di tangan Jhonatan. Dia duduk dengan santai layaknya sebagai seorang nyonya.
Jhonatan tampak ragu, dia tahu nasi goreng itu adalah buatan Bella, gundiknya.
"Bi, bawakan aku roti." Titahnya dengan tegas. Apa pun yang di buatkan oleh Bella, dia tidak akan pernah memakannya atau menyentuhnya.
"Honey, kamu makan saja nasi goreng itu, kalau kamu suka, kalau kamu tidak suka kamu bisa membuangnya." Jhonatan mengelus pucuk kepala wanita itu.
"Iya Honey, sepertinya rasanya enak."
Wanita itu pun membuka piringnya, dia menyendok nasi goreng yang berada di baskom kaca itu.
"Ini enak sayang,"
"Siapa yang memasak ini?" tanya Jhonatan pura-pura tidak tahu.
"Nyonya Bella yang memasaknya tuan,"
Jhonatan mengangguk. "Mulai saat ini hilangkan panggilan nyonya, panggil saja dia Bella, statusnya sama dengan kalian."
Bella mengepalkan tangannya, ucapan Jhonatan bagaikan pisau yang mengiris-ngiris hatinya.
"Oh, dia datang. Mulai saat ini, buatkan nasi goreng atau apa pun yang di minta Selin. Karena Selin, tidak lama lagi akan menjadi nyonya di rumah ini."
"Jhoo, sampai kapan kamu akan seperti ini? aku istri mu,"
"Tapi aku tidak menganggap, kamu istri ku."
Kedua mata Jhonatan bagaikan iblis, setiap dia melihat wajah Bella. Dia selalu ingat istrinya yang terbaring lemah. Jhonatan bangkit, dia menyeret Bella menuju kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!