NovelToon NovelToon

Tertulis Dalam Imam Ku

Eps 1. Penyesalan Dalam hidup.

Wanita berambut panjang, berkulit putih menangis di depan pancuran air yang menjadi ke indahan salah satu taman di tengah kota. Dia terisak meratapi kehidupannya seperti tidak punya siapa-siapa, memiliki keluarga yang utuh, orang tua yang lengkap dan kakak juga adik perempuannya.

Tetapi baginya dia selalu merasa sendiri karena selalu di kucilkan, di salahkan dalam setiap waktu dan apa-apa memang dia yang di anggap salah. Walau tidak melakukan kesalahan.

Rania Anastasya Syah Reza. Gadis berusia 25 tahun. Adalah wanita karir yang sukses dalam karir.

Rania 3 bersaudara memiliki kakak yang 3 tahun di atasnya yang bernama, Willona Amelia yang sudah berkeluarga dan sedang dalam proses perceraian dengan suaminya Bramana.

Selain itu Rania juga memiliki adik perempuan yang bernama Della Kalisa yang masih berusia 17 tahun, yang sekarang masih melanjutkan pendidikan menengahnya.

Meski menjadi pengangkat derajat orangtuanya. Bukan berarti Rania diperlakukan seperti seorang putri di rumahnya. Justru dia selalu menjadi imbas kemarahan orangtuanya,

Dia juga menjadi imbas masala rumah tangga kakaknya yang menimbulkan perceraian kakaknya. Dianggap sebagai pelakor dalam rumah tangga kakaknya Willo.

Sarapan yang terlihat tenang berubah menjadi ricuh, mendengar suara teriakan Willo dan suara jeritan 2 anak kecil yang masih berusia 7 dan 5 Tahun.

" Rania, Rania, kurang ajar lo!" Teriak Willo dari depan rumah sampai menuju meja makan.

Suaranya yang menggelegar membuat suasana sarapan menjadi kacau.

" Ada apa ini?" Tanya sang mama, " willo kenapa kamu teriak-teriak?" Faridah kembali bertanya pada Willo dengan nada sedikit keras.

Rania, Della, mama dan papanya langsung berdiri ketika Willo yang berdiri berkacak pinggang di ujung meja makan. Suara keras keponakan pun terus menangis, tidak ada yang mau kalah dengan tangisan sang keponakan dengan suara teriakan mamanya yang memanggil Rania.

" Ma, si Rania godain suami Willo dan sekarang Willo pengen cerai sama mas Bram," Jawab Willo berteriak mengeluarkan amarahnya menunjuk tepat di wajah Rania yang kaget dirinya yang mendapat tuduhan yang sangat tidak masuk akal.

" Apa maksud kakak, jangan sembarangan menyalahkan orang." Bantah Rania yang berlalu dari meja makan mendekati kakaknya yang menuduhnya dengan seenaknya.

" Gak, usah sok munafik, lo pikir gue gak tau kelakukan lo Hah!" lo sudah ngancurin rumah tangga gue. Memang gak ada laki-laki lain hah! selain suami orang, suami kakak lo sendiri," teriak Willo dengan menggelegar tidak bisa menahan amarahnya.

" Benar itu Rania." Tanya Rudi yang dengan nada tinggi yang langsung mengambil keputusan untuk membenarkan perkataan Willona. Tanpa mencari tau dulu.

" Pa, itu gak benar, kakak jangan sembarangan menyalahkan aku." Teriak Rania membantah tuduhan kakaknya tersebut.

Dia juga semakin kesal. Papanya malah bertanya seakan-akan apa yang di katakan kakaknya adalah benar. Belum mencari kebenarannya langsung menyalahkan dirinya.

Suasana sangat kacau, tangisan Lila dan Bobo yang tak terbendung lagi, membuat Della membawa ke-2 anak tersebut pergi dari keributan.

Della berjongkok dan meraih ke-2 tangan keponakannya itu. keponakan yang menangis keras bahkan masih memakai seragam sekolah yang tidak tau apa-apa

" Sayang ikut Tante ya," sahut Della. Langsung mengajak keponakannya pergi dari kericuhan itu.

Untung saja Bobo dan Lila langsung menurut. Della pun berhasil memisahkan keponakannya itu dari sang mama yang terbakar emosi.

" Willo, apa yang kamu bicarakan. Kenapa kamu bisa mengatakan jika Rania merusak rumah tangga kamu," ucap Farida sang mama yang juga merasa tuduhan sang anak tidak benar sama sekali.

" Itu memang kenyataan ma," teriak Willo meyakinkan sang mama.

" Ma, itu tidak benar, Rania tidak punya waktu, untuk hal yang tidak bermutu seperti itu," sahut Rania yang terus membantah tuduhan yang murahan itu.

" Jangan munafik lo, lo pikir gue gak tau, dia selama ini suka sama lo dan lo sama dia main belakang," teriak Willo masih terus menyudutkan Rania yang tidak tau apa-apa. Mendengarnya Rania mendengus kasar.

" Jaga bicara kakak. Kalau dia suka sama Aku. Itu bukan salah gue. Salahkan suamimu jangan menyalahkan orang. Makanya kakak ngaca jadi perempuan. Kakak jadi istri gak bejus makanya lakik mu kabur." Teriak Rania tepat di wajah Wilona yang dia sudah tidak bisa mengendalikan dirinya.

" Apa lo bilang, apa lo merasa sudah paling pintar hah!" teriak Willo.

" Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kalau suami kakak kabut. Itu karena ada yang salah sama kakak," teriak Rania menyadarkan Willo.

" Kurang ajar," Willo maju satu langkah dan langsung melayangkan tangannya.

Plakkkk..

Tamparan itu harus melayang kepipi mulus Rania, sehingga membuat wajahnya miring dan pipi yang panas itu tertutup rambut panjangnya.

" Lo benar-benar sampah," tunjuk Willo, " Pantesan gak ada cowok yang mau sama Lo. Lo bilang gue ngaca Lo yang ngaca. Lo sadar nggak sampai detik ini nggak ada cowok yang mau sama lo. Semua laki-laki kabur ninggalin Lo. Makanya elo embat suami orang, dasar perempuan murahan," Willo terus berbicara dengan sinis dengan nada tingginya yang menusuk hati Rania.

" Kakak, bilang Aku sampah. Kakak sadar diri. Kakak dan suami mu yang kurang ajar yang lebih dari sampah. Aku bekerja keras hanya untuk biaya hidup kalian, dari semua yang kakak pake atas sampai bawah aku yang biayai sampai celana dalem mu semua hasil keras kundan sekarang kakak berani bilang aku sampah," Teriak Rania.

" Rania cukup." Bentak Rudi.

" Kenapa? Papa masih belain dia hah! dia datang kerumah ini menyalahkan Rania atas suaminya yang tidak bisa melakukan apa-apa, kalian semua tidak tau diri sudah dikasih hidup enak masih kurang enak." Teriak Rania kehilangan kendalinya.

Plakkkk

Tamparan ke-2 dari sang papa kembali melayang di pipi yang sama, Sang mama hanya pasrah melihat kejadian itu. Dia menutup mulutnya kembali menyaksikan kekerasan dalam rumah tangganya.

Rania menerima tamparan itu terdiam dengan memegang pipinya yang tertutup rambut panjangnya. Ini bukanlah yang pertama kali bagi Rania bahkan sering mendapatkan pukulan dari papanya dan juga kakaknya.

Memang dia tidak bisa menjaga mulutnya dan membuat tamparan itu melayang hanya dengan kata yang sama keluar dari mulut Rania.

Kata yang mengungkit kehidupan, materi, kemewahan yang susah payah diraihnya agar keluarganya terpandang dan di hormati orang-orang. Tetapi memang keluarganya tidak tau diri.

Tetes air mata itu kembali jatuh dan berarti berakhir juga pertengkaran pagi itu, tanpa di ketahui siapa yang salah dan siapa yang benar.

Rania mengambil tasnya yang diletakkan di atas meja makan dan menatap sinis sang papa dan kakaknya lalu melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari rumah itu.

Rumah megah itu hasil dari keringatnya hanya seperti neraka, jauh dari kata teduh dan kenyamanan.

" Rania," teriak sang mama saat punggung putrinya lama kelamaan sudah menghilang.

Kepergian Rania membuat Rudi terduduk lemas di kursi meja makan. Ya jika putrinya mengeluarkan kata-kata itu pasti tangannya dengan mudah melayang. Dan sekarang Pria yang berusia 50 tahunan itu hanya duduk lemas dengan memijat kepalanya.

Jika di tanya penyesalan pasti ada. Karena seakan gagal menjadi seorang ayah. Yang tidak bisa mendidik putrinya.

*********

Itulah yang membuat Rania hari ini terisak menangis di taman.

Kedatangan kakaknya menyalahkan nya atas perceraian yang akan terjadi dan papanya kembali menamparnya. Dan masalah akan selesai sampai di situ tanpa ada penyelesaian mencari siapa yang salah dan yang benar. Seakan dirinya lah yang memang bersalah.

Saat seperti ini Rania justru ingin kembali ingin seperti dulu, seperti saat masa kecilnya, meski selalu di hina orang, diremehkan tetangga tetapi dia mendapat kehangatan dari keluarga kecilnya.

Memang benar dia sendiri yang mengubah keluarganya, memiliki ambisi yang tinggi untuk menjadi orang sukses agar keluarganya terhormat.

Setelah lulus SMA Rania bekerja keras agar bisa mengubah nasib keluarganya, Tidak ada yang sia-sia. Nasib baiknya terus datang dan pelan-pelan mengangkat derajat keluarganya.

Tetapi justru keluarga yang dibalutnya dengan kemewahan menjauhkan mereka dari sang pencipta, lupa akan akhirat karena dipenuhi Dunia, tidak mungkin ingin mengembalikan seperti awal, siapa yang ingin susah kembali.

Bahkan ketakutan kehilangan harta membuat kita semakin ambisi dan semakin melupakan sang pencipta. Kita lebih takut kehilangan yang kita gapai dari pada takut kepada sang pencipta yang kapanpun bisa mengambilnya.

" Hiks-hiks-hiks suara isakan tangisan itu masih terdengar meski banyak orang di sekitarnya, mereka tidak akan mendengar suara tangisan itu karena suara pancuran air dan suara anak-anak yang bermain berlari-lari dengan wajah penuh kebahagian dan tawa yang indah.

" Kenapa? Aku jadi bahan kesalahan, apa aku tidak bisa sedikit saja merasa kebahagian apa tuhan begitu membenciku sampai aku harus terus mengalami semua ini, kenapa harus aku yang mengalami semua ini," Keluhnya terisak menangis senggugukan dengan air matanya yang tidak berhenti.

Manusia memang pasti menyalahkan Tuhannya ketika ditimpa masalah bukan malah berbicara pada hati sendiri dan memperbaiki kesalahan malah seenaknya menyalahkan Tuhannya.

Bagi Rania tempat itu adalah tempat ternyaman untuknya, untuk menangis, duduk di pinggir pancuran air. Yang meratapi nasibnya.

Selalu ditimpa masalah, bahan kesalahan dalam keluarganya. Di hina sang kakak, tidak mendapat perhatian dari siapapun. Semuanya memang hilang hanya karena limpahan kekayaan.

Rania meraih tasnya dan merogoh mencari sesuatu. Ponsel, Rania melap kasar air matanya dan melihat pesan masuk. Pesan wa dari Seketarisnya Astri yang menyuruhnya untuk segera kekantor menghadiri rapat penting.

Ketika menerima pesan itu. Rania menarik napasnya panjang bercermin di ponselnya dan dengan, mengusap air matanya dan memperbaiki riasannya sebentar. Karena tidak mungkin saat dia kekantor berpenampilan seperti itu.

Setelah merasa cukup. Lalu Rania bergegas pergi dari lokasi tersebut dan memasuki mobilnya dengan buru-buru. Karena memang ada pekerjaan yang harus secepatnya di selesaikan nya.

Bersambung...

Para readers mohon dukungan di novel aku yang berikutnya ini. Aku tunggu jejak-jejak kalian ya.

Teri makasih.

Eps 2 kronologis pertemuan.

Kelajuan mobil yang Rania kendarai cukup kencang. Bahkan Rania tidak fokus melihat kedepan. Sambil menyetir Rania membalas pesan dari Astri yang mungkin lebih penting dari pada keselamatan menyetir.

Brakkkk.

Rania merem mendadak saat ada sesuatu yang menghambat mobilnya. Hampir saja tubuh wanita itu kejedot kekaca mobil karena merem mendadak yang membahayakan dirinya.

" Apa yang terjadi?" Tanya Rania dengan jantung berdebar hebat.

Secepat kilat banyak orang di depan mobilnya. Rania tidak tau apa yang terjadi. Rania pun keluar dari mobilnya dan melihat apa yang terjadi.

Hasil dari keteledoran Rania dalam menyetir. Rania menabrak anak laki-laki yang berpakaian seragam SD dengan sepeda yang sudah hancur.

Rania kaget setengah mati menutup mulutnya dengan ke-2 tangannya saat melihat bocah laki-laki itu, sudah penuh dengan darah yang keluar dari kepalanya.

" ini dia nih, yang menabrak," sahut salah seorang warga yang duduk di samping anak tersebut menunjuk Rania yang mungkin pria paruh baya itu menjadi saksi atas kecelakaan yang terjadi.

" Wah mbak, tanggung jawab, gimana sih nyetir nggak hati-hati. Cantik-cantik tapi hilangin nyawa orang," sahut salah satu warga lagi yang membuat Rania semakin panik.

" Benar, gimana nih mbak, anak orang nih mbak," sahut suara ibu-ibu yang nyolot yang langsung menghakimi Rania.

Rania pun berjongkok, dan melihat sang bocah sudah tidak sadarkan diri. Bahkan keluar darah dari kepalanya yang semakin banyak. Membuat tangannya bergetar. Saat ingin menyentuh anak itu.

Wajah Rania bahkan memucat. Karena tidak pernah hal seperti itu terjadi dalam hidupnya. Apa lagi melihat anak itu yang sudah memucat seperti itu.

" Tolong pak, tolong bantu telpon ambulan." Teriak Rania Panik yang meminta bantuan.

Warga bukannya bergerak malah tetap berkerumun melihat sang anak. Yang seperti ayam yang sudah di potong. Warga sibuk saling melihat dan hanya berbicara kecil, kasihan, kasihan, tetapi tidak ada yang mempedulikan ucapan Rania yang meminta tolong untuk memanggil Ambulan. Karena dia juga panik seakan lupa cara menggunakan hanphonnya.

Akibat kecelakaan jalanan mulai macet, bunyi klakson yang tidak sabaran saling bertautan ingin cepat-cepat mengendari mobilnya tanpa tau apa yang terjadi di depan.

" Ada apa ini pak." Tanya Rendy pada sang supir yang melihat keantrian di jalan besar.

" Tidak tau, pak, saya akan coba periksa." Sahut pak Yatno, menurunkan kaca mobilnya.

" Mas apa yang terjadi di depan." Tanya buru-buru pak Yatno kepada salah satu supir mobil yang memang ingin kembali ke mobilnya setelah mengecek pokok dari kemacetan.

" Ada tabrakan, anaknya hampir mati." Jawab Cepat sang supir dengan nada sedikit keras.

" Tabrakan." Gumam Rendy. tanpa berpikir lama Rendy langsung keluar dari mobil.

" Pak Rendy ." Teriak supir.

Rendy berlari mendekati kerumunan menyepi-nyepi di tengah kerumunan agar mendapatkan titik dari kerumunan. Rendy kaget melihat anak yang terkapar dan seorang wanita yang panik memangku anak tersebut. Rendy langsung berjongkok.

" Saya dokter, tolong kasih ruang sedikit." ucap Rendy cemas langsung memeriksa sang anak.

" Kondisinya kritis kenapa tidak ada yang memanggil ambulan?" Tanya Rendy dengan nada menekan.

Warganya hanya ricuh dengan omongan sendiri, saling melihat tanpa melakukan tindakan apa-apa. Rendy langsung menggendong sang anak.

Rania yang masih panik pun berdiri, tangannya pun sudah di penuhi darah, dia juga tidak tau apa yang harus di lakukannya.

" Kamu, kenapa masih diam? ayo cepat," ucap Rendy yang merasa jika Rania adalah keluarga sang anak dia tidak mengetahui jika Rania yang menabrak sang anak.

" Aku." Tunjuk Rania pada dirinya sendiri bengong.

Tanpa memperjelas pada siapa. Rendy langsung pergi menuju mobilnya, dengan buru-buru. Karena tidak ada waktu untuk bicara. Rania pun mengikutinya karena tadi di suruh.

" Ya ampun mas Rendy, ada apa." tanya supir panik saat Rendy memasuki mobil yang di susul Rania.

" Ayo pak, jalan kita kerumah sakit." Ucap Rendy.

Supir baru ingin menjalankan. Tetapi untung saja Rania sudah masuk dan duduk di belakang bersama Rendy dan juga anak kecil tersebut.

Pak Yatno langsung menyetir mobil dengan buru-buru menuju rumah sakit. Anak tersebut masih di dekap Rendy. Bahkan baju Rendy sudah kotor dengan darah.

Rania hanya panik dan tidak tau harus berbuat apa. Dia malah bengong, mungkin karena panik dalam ketakutan.

" Tolong pangku kepalanya!" Perintah Rendy. Rania pun menurut.

Rania yang memakai dress pendek mengekspos paha mulusnya. Rendy tampak risih dengan hal itu dan membuat Rendy membuka jasnya dan menutupkannya ke paha Rania. Setelah tertutup Rendy meletakkan kepala bocah tersebut di paha Rania.

Dan dengan cepat Rendy membuka tasnya sepertinya Rendy ingin melakukan pertolongan pertama kepada sang anak.

Rania hanya diam. Tetapi wajahnya sangat panik dia hanya memegang kepala sang anak yang di pangku di pahanya. Sementara Rendy memberi suntikan. Dan melakukan yang lain yang tidak mungkin Rania tau apa yang di kerjakan Rendy.

Rania bukan hanya melihat sang anak yang tidak sadarkan diri itu. Tetapi Rania juga melihat pria yang di depannya dengan serius mengobati anak tersebut.

Keseriusan Rendy membuat ketampanannya semakin terlihat berkarismatik. Sangat teliti dalan melakukan pekerjaannya. Bahkan seakan melupakan ada wanita cantik di depannya.

" Tolong guntingkan! ucap Rendy tiba-tiba melihat Rania. Rania yang kaget jadi salah tingkah.

" Hah, Iya," sahut Rania.

" Guntingkan," ucap Rendi sekali lagi mengarahkan matanya pada gunting yang terletak di samping anak tersebut dan mengarahkan ke perban. Rania pun langsung melakukan apa yang di suruh Rendy.

Tiba-tiba Rania begitu gugup dengan Dokter tampan yang di hadapinya. Gugup plus panik karena takut terjadi sesuatu pada anak yang tadi celaka.

*************

Bocah laki-laki yang di tabrak Rania sudah memasuki rumah sakit dan sudah mendapatkan perawatan intensif dan memang langsung di tangani oleh Rendy.

Sementara Rania masih, menunggu di luar. Dia duduk bersandar melipat tangannya di dadanya dengan jas Dokter milik Randy yang masih sama tetap menutup pahanya.

Rania cemas, dengan sang anak. Jika anak itu tidak selamat maka dia akan menjadi pembunuh. Nasibnya memang sial hari ini.

Tidak berapa lama Rendy pun keluar dari ruangan UGD, Rania langsung berdiri dan menghadap pada Rendy.

" Bagaimana keadaannya?" Tanya Rania panik.

" Alhamdulillah dia baik-baik saja, kamu jangan khawatir anak kamu tidak apa-apa," jawab Rendy.

Rania mendengar kata anak langsung tercengang kaget. Bagaiman Dokter itu mengatakan jika itu anaknya. Apa dia setua itu sudah memiliki anak sebesar itu.

" Bukan. Dia bukan anakku," sahut Rania dengan cepat.

" Lalu, kamu kakaknya?" Tebak Rendy lagi Rania melambaikan kedua tangannya mengatakan tidak juga. Dia bahkan bukan keluarga anak itu dan bahkan tidak mengenal anak itu.

" Bukan. Aku bukan keluarganya," sahut Rania lagi

" Lalu,"

" Aku yang menabrak anak itu," ucap Rania jujur. Rendy cukup kaget mendengarnya. Jika Wanita yang di hadapannya adalah wanita yang menabrak anak itu.

" Lalu mana keluarganya, bagaimana mungkin kamu menabrak orang," ucap rendy.

" Aku tidak tau keluarganya di mana dan Aku minta maaf, tadi aku tidak fokus menyetir dan tidak sengaja menabraknya," jelas Rania dengan bibir bergetar.

" Kamu bilang tidak fokus. Lain kali berhati-hati lah menyetir. Jangan sampai kamu menghilangkan nyawa orang karena kecerobohanmu, karena nyawa bukan untuk bahan kecerobohan," ucap Rendy mengingatkan dengan sedikit menusuk. Makanya langsung sampai kehati Rania dan membuat Rania terdiam.

" Kamu cari keluarganya!" perintah Rendy dan langsung pergi meninggalkan Rania.

" Iya," jawab Rania, walau Rendy sudah pergi.

Rania tertekun tertunduk. Dia memang bersalah. Rania mendekati ruang UGD dan melihat anak tersebut dengan dari jendela. Kepala bocah laki-laki itu sudah di perban dan punggung tangannya sudah di lilit infus.

" Untung saja, anak itu tidak apa-apa," batin Rania merasa lega dengan kondisi anak tersebut.

" Astaga aku harus kembali ke Perusahaan," ucap Rania menepuk jidatnya yang teringat sesuatu.

Tanpa berpikir panjang Rania pergi meninggalkan rumah sakit dan kembali ke Perusahaan untuk meeting penting yang sudah sempat tertunda tadi.

**********

Mobil Rania berhenti di Perusahaan Erlangga. Rania memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan itu sebagai Direktur utama. Saat mobilnya berhenti sekretaris yaitu astri langsung menghampiri Rania dengan buru-buru Astri membukakan pintu mobil Rania.

Rania pun keluar dengan terlambat. Astri kaget melihat Rania yang keluar mobil sangat berantakan, bahkan dress biru yang di pakai wanita itu sudah bercampur dengan darah.

" Apa kita sudah terlambat?" Tanya Rania.

" Benar Bu, klien kita sudah menunggu sejak tadi," sahut Astri yang panik di campur penuh pertanyaan melihat bosnya seperti itu.

" Kalau begitu ayo di mana dia," ucap Rania terus berjalan memasuki perusahaan.

Astri pun membawa Rania menemui klien yang sangat penting itu. Saat berjalan Rania yang berpapasan dengan beberapa karyawan menyapanya dengan menunduk.

Rania tidak bisa membalas sapaan itu. Karena dia sangat terburu-buru menemui Kliennya. Astri terus saja mengikutinya dari belakang. Langkah kaki Astri tidak kalah cepat dengan Rania.

*********

" Terima kasih Bu sudah mau bekerja sama dengan Perusahaan kami," ucap manis Rania menjabat tangan wanita yang sekitar 35 tahunan itu karena wanita itu telah bekerja sama dengan keluarganya.

" Sama- sama Bu Rania, saya senang bisa bekerja sama dengan Perusahaan Erlangga. Apa lagi Bu Rania sendiri adalah orang yang menanganinya. Jadi jelas tidak ada keraguan di dalam diri saya," sahut sang wanita tersenyum ramah yang juga merasa puas jika bekerja sama dengan Rania.

Wanita yang memakai pakaian merah itu, dengan celana panjangnya dan blazer senada dengan warna celananya.

" Kalua begitu saya permisi dulu," ucap Rania yang pamit undur diri.

" Baik,"sahut Wanita itu tersenyum manis.

Rania pun meninggalkan wanita itu. Ya meski dalam keadaan apapun, para klien tidak pernah hilang darinya. Meski menemui Kliennya dengan acak-acakan. Tetapi tetap saja Rania tetap bisa menjalin kerja sama.

Memang dia sangat ahli dalam berkomunikasi dan apalagi memikat kliennya. Agar mau bekerja sama dengannya. Itulah yang membuat dia terus semakin sukses.

Bersambung

Eps 3 Makan malam bersama

Setelah menemui klien Rania langsung terbang ke Palembang. Dia langsung melakukan perjalanan bisnis selama 3hari. Dia hanya pulang kerumah mengambil pakaian yang di perlukan.

Apa yang terjadi dengan kejadian tadi pagi saat ada perang di rumahnya. Saat dia pulang bahkan tidak melihat di mana orang tuanya. Dia pun pergi tanpa memberi tau siapa-siapa dan pasti itu bukan yang pertama kali di lakukannya.

Setiap pergi ke Luar Kota atau Negri, Rania tidak perlu meminta izin atau sekedar berpamitan. Karena tidak ada gunanya. Keluarganya juga tidak akan menanyakannya apa lagi melarangnya untuk pergi.

Sebenarnya Rudi dan Faridah, bukan tidak ingin menanyakan hanya saja Rania memang selalu jutek. Dan ya menurut mereka kalau Rania tidak pulang berarti sedang melakukan perjalanan bisnis. Karena mereka juga tau Rania adalah wanita yang gila dalam pekerjaan.

Tetapi memang istana mewah itu tidak pernah damai dan hanya seperti-seperti itu saja. Hanya ada pertengkaran tanpa keharmonisan. Rumah yang di bangunnya dengan kerja keras dan pasti halal lebih seperti neraka di dunia.

***********

Rendy sedang memeriksa pasien laki-laki yang tadi pagi di tanganinya. Bocah laki-laki itu sudah di pindahkan keruang perawatan. Pasien tersebut juga tadi melakukan operasi di bagian kepalanya yang terluka parah.

Rendy memeriksa kondisi pasien dengan serius. Sementara suster yang menemaninya mencatat apa-apa saja yang penting yang pasti hanya Rendy dan suster yang tau apa yang di catat.

" Apa keluarganya sudah datang?" tanya Rendy.

" Belum Dok," jawab sang Suster.

" Bagaimana dengan wanita yang menabraknya tadi, apa dia sudah kembali?" tanya Rendy lagi yang tidak melihat Rania yang mengaku menabrak anak itu.

" Tidak Dok, tadi pagi wanita itu pergi dan sampai sekarang tidak pernah muncul," jawab suster apa adanya.

" Apa dia belum menemukan keluarganya, kenapa dia tidak datang juga," batin Rendy dengan pemikiran yang tidak bisa stabil.

" Ya sudah, nanti saya akan coba cari keluarganya, kamu jaga di saja, dia sini," perintah Rendy.

" Baik Dok," sahut suster yang mengambil alih pekerjaan Rendy.

Rendy pun pergi meninggalkan ruang perawatan. Membiarkan suster yang menjaga bocah laki-laki tersebut.

Rendy tidak tau jika Rania sudah terbang ke Palembang mengurus bisnisnya yang jauh lebih penting menurutnya. Ya mungkin saja Rania lupa dengan bocah laki-laki itu yang tadi di tabraknya.

Karena kalau sudah berhubungan pekerjaan. Rania pasti tidak mengingat apa-apa lagi. Maklumlah dia memang sangat gila kerja dan menjadikan pekerjaan no 1.

*************

Mobil Rendy berhenti di depan rumahnya. Rendy akan pulang jika sudah jam 9 malam tidak kurang dan tidak lebih. Kecuali dia ada operasi mendadak yang memang membutuhkan dirinya barulah dia akan pulang larut malam.

Ratih mama Rendy, sedang menghidangkan makan malam. Ratih di temani. Putri bungsunya, Tania, atau sering di panggil Nia, keponakannya, Zahra dan juga Anisa sahabat Rendy dari SMP yang sekarang tinggal ber tetangga di dekat rumah mereka.

Anisa Gadis berusia 25 tahun itu, yang menutup auratnya dengan hijabnya. jika orang tuanya pergi ke Luar kota. Dia akan menginap bersama keluarga Ratih dan memang itu sudah sering terjadi dari Anisa remaja dan sampai dewasa sekarang.

" Kak, Rendy lama sekali pulangnya," protes Tania menata piring yang menunggu kakaknya yang sedari tadi tidak pulang-pulang.

" Sabar, sebentar lagi, pasti akan pulang," sahut Ratih menuang air ke gelas.

" Kamu sudah lapar ya Nia?" Tebak Anisa.

" Benar kak, Anisa, perutnya sudah bunyi-bunyi," sahut Tania dengan wajah cemberutnya sambil mengusap-usap perutnya. Yang lainnya senyum-senyum mendengarnya.

" Sabar, sebentar lagi, juga bakalan sampai," sahut Zahra.

" Assalamualaikum ," sapa Rendy yang langsung kemeja makan.

Ratih, Tania, Anisa, Zahra, saling melihat baru saja di bicarakan, sekarang sudah sampai. Rendy memang panjang umur.

" Walaikum salam," sahut Mereka serentak

" Sudah pulang nak, ayo sekalian makan?" ajak Ratih sang mama. Rendy langsung mencium punggung tangan mamanya dan mencium kening mamanya.

" Kakak lama sekali pulangnya, perut Tania sudah keroncongan," sahut Nia dengan manja menghampiri kakaknya dan mencium punggung tangan sang kakak.

Rendy gemas, mengusap acak rambut Tania. Sampai berantakan.

" Maaf, kenapa tidak makan duluan," ucap Rendy dengan lembut kepada adik perempuannya itu.

" Ahhhh, mana seru makan tidak ada kakak," sahut Tania dengan manyun dengan wajahnya yang mengemaskan. Meski sudah 21 tahun tetapi Tania masih saja seperti anak kecil.

" Ayo cepat makan," ajak Tania dengan manja.

" Iya sebentar lagi," ucap Rendy yang sekarang meletakkan tangannya di bahu adiknya, memeluk adiknya dan Rania yang manja itu Sudak memeluk pinggang sang kakak. Dia benar-benar sangat manja pada kakaknya.

" Hay Rendy," Sapa Anisa dengan senyum lebar yang akan merasa adem jika melihat Rendy si Pria tampan itu.

" Iya Anisa," sapa Rendy tersenyum manis.

" Ya sudah ma, Rendy naik dulu, Rendy mandi sebentar," ucap Rendy.

" Iya sayang, mama tunggu di bawah ya," ucap Ratih.

" Kakak mandi dulu ya," ucap Rendy pada adiknya.

" Hmmm, jangan lama-lama," ucap Nia yang sudah tidak sabaran untuk mengisi perutnya.

" Iya," jawab Rendy dan Rendy pun langsung naik ke atas.

Rendy adalah Dokter muda yang berusia 28 tahun yang sudah menjadi Dokter specialis. Di rumah besar itu. Rendy tinggal bersama mamanya, adiknya yang berusia 21 tahun yang sekarang sedang melanjutkan kuliah.

Selain itu mereka juga tinggal bersama Zahra sepupu Rendy yang bekerja di Perusahaan terbesar di Jakarta. Sementara sang papa sudah tiada dan Rendy lah yang menggantikan sosok orang tua itu.

Rendy memiliki wajah yang tampan yang berkarismatik dan sangat teduh. Selain tampan. Attitud nya juga sangat baik. Didikan orang tuanya yang menjadikannya pria yang sopan dan lembut dalam setiap hal.

Jadi jelas Dokter tampan itu menjadi incaran para ibu-ibu untuk menjadikannya menantunya dan juga incaran para wanita yang cantik-cantik di luar sana untuk menjadikan Rendy kekasih atau bahkan suami mereka.

***********

Setelah selesai bersih-bersih Rendy pun kembali turun dan langsung menuju meja makan untuk menikmati makan malam yang sudah di siapkan itu. Dan mereka pun mulai menikmati makan malam mereka bersama, sambil mengobrol.

" Bagaiman kuliah kamu hari ini, Nia?" Tanya Rendy sambil mengunyah makanannya yang selalu memberi perhatian pada sang adik.

" Ya, biasalah kak," sahut Tania dengan lemas yang seperti kuliah sang adik tidak baik-baik saja.

" Biasa itu seperti apa?" Tanya Rendy heran.

" Hhhhhh, banyak tugas, belum lagi ya, Nia dapat tugas dari kampus tugas berat," ucap Tania.

" Seberat apa sih Nia sampai bicaranya kayak beban banget?" Tanya mamanya.

" Tania, harus terjun ke Perusahan langsung, untuk mengetahui bagaimana sistem-sistem yang ada di perusahaan," sahut Nia menjelaskan sedikit.

" Ya bagus dong Tania, jadi kamu akan semakin banyak pengalaman," sahut Anisa.

" Bagus dari mana Kak Anisa. Tania mana ada kenal dengan petinggi-petinggi perusahaan. Kalau begini mending kemarin Tania mengambil jurusan ke Dokteran, jadi nggak sesulit ini," ucap Nia. Seakan menyesal menjalani kuliahnya yang sekarang.

" He, kamu itu, kamu pikir kuliah main-main," sahut Rendy tidak suka dengan adiknya yang putus asa.

" Habisnya repot," sahut Nia tidak bersemangat.

" Gini aja Nia, Kaka ada teman yang jadi direktur di Perusahaan kakak bekerja. Kalau kamu ada waktu, nanti kakak coba buat atur jadwal ketemu," sahut Zahra menikam ide cemerlang.

" Serius kak," tanya Nia tidak percaya.

" Iya,"

" Thanks you banget, memang Kakak sebagai penyelamat," ucap Tania sekarang kembali semangat.

Rendy hanya geleng-geleng melihat kelakukan adiknya itu.

" Nia, seberat apapun tugas kuliah kamu. kamu harus menghadapinya dan tidak boleh asal-asalan. Apalagi mengeluh seperti itu," ucap Rendy memberi adiknya saran.

" Iya kak maaf," sahut Nia.

" Sudah-sudah, kita lanjutkan makannya lagi," sahut Farida. " Ayo Anisa kamu juga makan yang banyak," ucap Farida lagi.

" Iya Tante," jawab Anisa tersenyum manis.

" Kamu mau ini Rendy?" tanya Anisa menawarkan makanan yang di sendokkannya. " Ini aku yang membuatnya tadi," lanjut Anisa lagi.

" Sedikit saja," ucap Rendy. Anisa mengangguk dan mengambilkan sedikit untuk Rendy.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!