Di Jakarta.
Seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan memasuki sebuah klub malam termewah dan terbesar yang ada di ibu kota. Baru kali ini dalam sejarah hidupnya memasuki tempat dengan suara yang menggema keras, serta lampu kelap kelip dan bergonta ganti warna. Wanita yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda itu terus mengikuti langkah kaki orang suruhannya.
"Di sini ruangannya Bu," ucap lelaki bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam. Salah satu lelaki yang bekerja sebagai bodyguard keluarga besarnya. Perempuan yang menjadi istri bos pemilik stasiun televisi dan berbagai macam kerajaan bisnis yang di miliki keluarganya.
"Kamu yakin dia disini?" tanya perempuan itu. Wajahnya sudah nampak memerah siap melayangkan kemarahannya pada seseorang yang akhir-akhir knk selalu dalam pengawasannya. Seseorang yang selalu membuatnya cemas.
"Sangat yakin seratus persen Bu," jawabnya sambil mengacungkan kedua jempolnya. Agar Ibu bos di hadapannya itu percaya dengan kerja kerasnya.
"Kamu tunggu disini," perintah perempuan itu.
"Baik Bu."
Amarah sudah siap di lontarkan perempuan itu. Detak jantungnya bahkan sudah bekerja sangat cepat, sejujurnya ia tidak siap dengan semua kemungkinan-kemungkinan yang sudah menjalar memenuhi isi kepalanya sejak kakinya memasuki tempat yang jauh dari kata sunyi senyap itu. Bahkan perempuan itu tidak siap melihat kemungkinan adegan yang akan ia saksikan saat membuka pintu yang nampak kokoh di depannya saat ini.
Klek ...
Dua orang yang ada di dalam ruang private itu, tentu saja langsung menoleh secara bersamaan saat mendengar suara pintu di buka dengan sangat kasar seperti orang kesurupan.
Perempuan yang usianya sudah kepala lima itu menatap nyalang lelaki yang terus dalam pengintainya. Lelaki yang duduk santai di sebuah sofa yang ada di ruangan khusus orang-orang penting. Kedua matanya sudah memanas saat melihat seorang perempuan menggunakan pakaian seksi duduk santai di atas ranjang.
"ZEEENNN ..." Teriaknya kuat. Sungguh tidak di sangkan-sangka lelaki kesayangannya itu berada di tempat seperti ini.
"Nda ..." Zen tentu langsung berdiri karena terkejut melihat Bundanya berada di tempat ini, di ruangan ini.
Nissa melangkah lebar menghampiri anak lelaki satu-satunya. "Dasar bocah sontoloyo, bisa-bisanya kamu berbuat seperti ini Zen." Nissa melayangkan pukulan menggunakan tas mahalnya ke tubuh anak bujangnya.
"Ampun Nda, sakit." Ucapnya. Sebenarnya pukulan Bundanya itu tidaklah seberapa, tapi Zen harus mengeluh agar Bundanya menghentikan aksinya saat ini.
"Kamu ini di jodohkan nggak mau, malah main sama perempuan seperti ini. Ingat dosa Zen, dosaaa ..." Nissa belum mau mengakhiri pukulannya. "Kalau Ayah sampai tahu kelakuan kamu seperti ini bagaimana Zen? Habis kamu Zen sama Ayah mu." Pekiknya kuat sambil menghajar satu-satunya anak yang lahir dari rahimnya.
Sedangkan perempuan dengan paras cantik di usianya yang cukup matang itu hanya terkekeh melihat adegan penyiksaan seorang ibu pada anaknya. Perempuan dengan tubuhnya yang jelas seksi itu sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan perempuan yang baru ia lihat itu.
"Main apa sih Nda? Zen itu baru selesai meeting dengan klien Zen," ucapnya sambil menerima pukulan yang belum berhenti Nissa lakukan.
"Meeting apa?" Nissa menghentikan aksinya, membuat Zen merasa lega. "Meeting buat anak sama perempuan seperti ini?" sekarang tangan Nissa menjewer telinga Zen untuk meluapkan emosinya.
"Aw ... Nda sakit Nda ..." Zen mengikuti arah tarikan tangan Nissa agar telinganya tidak sakit di jewer Nissa seperti ini.
Perempuan itu semakin mencoba menahan tawanya karena merasa terhibur dengan adegan secara langsung di depan matanya. Bahkan ia sama sekali tidak menganggap serius ucapan Nissa yang mengira dirinya perempuan penghibur.
Klek ...
Tiga orang di dalam ruangan itu, tentu saja langsung menoleh saat pintu kamar mandi terbuka, dan menampilkan lelaki yang usianya sekitar 60 tahunan. "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya lelaki dengan kepalanya yang nampak plontos.
Perempuan seksi itu langsung menghampiri lelaki bertubuh gempal itu dengan senyum yang begitu nampak menawan. "Tidak ada apa-apa Bang, hanya sebuah ke salah pahaman saja."
"Ibu Nissa ..."
Nissa jelas terkejut saat melihat kembali dengan jelas siapa lelaki berkepala plontos itu. Kedua matanya seketika melebar saat mengingat siapa lelaki yang merangkul mesra perempuan seksi itu. Wajah Nissa seketika berubah kecut karena merasa tidak enak hati.
"Pak Bagus."
Bersambung ...
Disarankan untuk membaca novel NISSA dan Dikira Janda terlebih dahulu 🙏
Awalnya novel Iki bakal aku rilis tanggal 29 tapi aku rilis malam ini karena males stok bab dan takut ide ku keburu ilang 😂
Semoga kalian semua bisa terhibur dengan tulisan aku, meski belum bagus dan rapih🙏
Kalau bab ini lolos malam ini, nanti bakal aku up 1 bab lagi sebelum tidur 🥰
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya para kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Lelaki yang kini sudah resmi menjadi pimpinan DS Group sejak empat tahun yang lalu itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Lelaki yang langsung pulang ke tanah air, begitu studi S2-nya selesai di salah satu universitas ternama di luar negeri. Lelaki yang memiliki nama asli Zayn Dzuhairi Sucipto itu masih betah sendiri di usianya yang kini sudah mendekati kepala tiga. Lelaki yang akrab di sapa Zen itu sama sekali tidak pernah terciduk memiliki hubungan asmara dengan perempuan mana pun.
Lelaki yang beberapa bulan lagi berusia dua puluh sembilan tahun itu, melirik kursi di sampingnya. Perempuan yang telah melahirkannya ke dunia ini, yang beberapa saat lalu membuat kehebohan karena salah faham.
Zen langsung mengajak Bundanya pulang setelah meminta maaf atas semua keributan yang terjadi.
Nissa sendiri benar-benar tidak enak hati pada lelaki yang menjadi mitra bisnis suaminya itu. Nissa bahkan sampai berulang kali meminta maaf pada perempuan yang ia hina secara tidak langsung. Beruntungnya, perempuan yang ternyata menjadi istri kedua itu memaafkan ucapan Nissa dan tidak merasa tersinggung sama sekali. Baik hati bukan?.
"Memangnya tidak ada tempat meeting selain tempat seperti itu Zen? Ayah pasti akan memarahi mu kalau tahu kamu sering kesana." Nissa benar-benar terkejut saat tahu kalau ternyata Zen sering memasuki area klub malam untuk menemui kliennya.
"Orangnya maunya cuma di tempat itu Nda. Sudah Zen ajak ke tempat lain, beliau nggak mau."
"Tapi dulu, waktu sama Ayah, selalu meeting di kantor kenapa sekarang jadi di klub malam?"
"Itu kan dengan Ayah, Nda. Bukan dengan Zen."
"Terus Alan kemana?"
"Alan, Zen suruh pulang karena dia tadi sedang sakit kepala Nda."
Nissa masih betah mendebat anaknya, padahal mobil sudah memasuki garasi sejak tadi. "Pokoknya Nda nggak mau tahu, kamu nggak boleh lagi memasuki tempat itu. Jangan salahkan Nda kalau tadi Nda asal bicara karena salah paham."
"Lagi pula, sejak kapan Nda memata-matai Zen? Nda nggak percaya sama Zen?"
"Makannya kamu itu cepat menikah. Nda benar-benar terganggu dengan berita yang bertebaran di luar sana. Nda nggak mau anak Nda yang ganteng ini di pandang miring karena gosip yang terus beredar di media massa."
Lagi-lagi permintaan Bundanya selalu sama, memintanya untuk segera menikah. Tidak jauh berbeda dengan sang Ayah, Yusuf.
"Sebenarnya perempuan seperti apa yang ingin kamu jadikan istri Zen? Ayah sama Nda capek nawarin perempuan yang mau di jodohkan dengan kamu."
Zen hanya bisa menghela nafasnya. Permintaan kedua orang tuanya saat ini hanyalah ingin melihat ia segera menikah. "Kalau begitu jangan jodohkan Zen dengan perempuan manapun Nda. Karena hasilnya akan tetap sama. Nanti kalau sudah saatnya, Zen pasti menikah."
"Kapan? Kamu ini sudah mau dua puluh Sembilan tahun Zen."
Setelah melakukan perdebatan, Nissa dan Zen langsung memasuki rumah megah itu. Nissa segera menuju kamarnya, ia tadi berpamitan dengan sang suami keluar untuk menemui teman arisannya.
Zen langsung melepas jas kerjanya setelah memasuki kamarnya. Ia melempar pakaian formal itu secara asal lalu melangkah menuju ranjangnya berukuran king size, dan mendaratkan tubuhnya yang atletis di sana.
Zen menarik napas dalam-dalam mengingat lagi bagaimana rasa ingin kedua orang tuanya melihatnya naik ke pelaminan.
"Tiga atau empat tahun lagi Ayah, Nda. Tolong bersabar sebentar lagi."
Zen langsung mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di atas meja. Senyumnya langsung mengembang saat melihat foto layar kunci ponselnya. Zen langsung memasukkan empat huruf, yang menjadi sandi ponselnya. Nama yang selalu ia sebut di setiap doa-doanya. Senyum Zen kembali mengembang saat melihat wallpaper ponselnya sendiri. Zen langsung membuka aplikasi galeri di mana ia menyimpan beberapa foto yang begitu sangat penting untuknya.
"Seperti apa wajah kamu sekarang?" gumam Zen sambil menatap lekat foto gadis kecil dan cantik mengenakan jilbab yang usinya baru dua tahunan. Malaikat kecil yang ia temui terakhir kali di saat usianya empat belas tahun.
"Wajah mungil mu ini, selalu membayangi aku setiap waktu."
Bersambung ...
Wajah siapa sih Zen🤭🤭🤭 apa wajah othor yang sangat menggemaskan ini 🥰🥰🥰
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya para kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Hal yang tidak mungkin adalah jatuh cinta pada balita yang usinya saja baru dua tahun. Tidak mungkin juga seorang anak manusia tetap merasakan cinta di saat pertemuan yang terjadi lima belas tahun yang lalu. Sangat mustahil lelaki yang memupuk perasaannya yang begitu besar tanpa pernah tahu bagaimana raut wajah gadis yang sekarang kemungkinan usianya akan delapan belas tahun.
Akan tetapi, tidak kemungkinan itu benar-benar terjadi pada pimpinan DS Group itu. Semakin lama perasaan cintanya semakin tumbuh dan berkembang. Walau paras gadis yang ia lihat tetaplah balita berusia dua tahun dari dulu hingga sekarang. Zen benar-benar tidak melirik perempuan manapun walau banyak gadis yang ingin mendekati dirinya.
Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Zen selama ini. Karena Zen tidak pernah mengatakan pada siapapun tentang nama seorang gadis yang terus ia sebut di dalam hatinya setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu. Kecuali pada sekretarisnya, sekaligus sopir pribadinya.
Pagi sudah menyapa hari yang begitu nampak cerah, Sebuah mobil mewah sudah memasuki halaman rumah megah. Seorang lelaki langsung keluar dari sana, dan langsung melangkah cepat untuk segera membangunkan bosnya. Sudah dapat di tebak, setiap libur bekerja bosnya itu akan kembali tidur setelah solat subuh.
"Biasakan ketuk pintu dulu dong." Sungut Zen saat melihat sekretarisnya masuk ke dalam kamarnya.
"Sorry bos, aku pikir tadi sedang tidur. Makannya aku langsung masuk."
"Sungguh tidak bisa menjaga privasi."
Alan, lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu sudah bekerja menjadi sekertaris dan sopir Zen sejak Zen telah Resmi mengambil alih tugas Yusuf memimpin DS Group. Alan di percaya menjadi orang kepercayaan Zen, karena Alan adalah salah satu anak yang berada di panti asuhan, di mana keluarga Yusuf menjadi salah satu donatur terbesar di panti asuhan itu.
"Kalau sejak tadi sedang mainan hape, kenapa tidak mengangkat panggilan telepon ku?" Alan jadi kesal dengan tingkah bosnya.
"Suka-suka aku, bos mah bebas."
Alan mendekati Zen dan langsung merebut ponsel Zen. "Pasti lihatin foto gadis mungil itukan?" tanya Alan sambil lari ingin melihat layar ponsel Zen.
Zen langsung beranjak dari posisinya yang nyaman rebahan sejak tadi. Ia memang sudah menceritakan tentang gadis kecil itu. Namun, Zen tidak pernah memperlihatkan foto gadis mungil itu pada Alan. Zen tidak ingin Alan terpesona dengan kecantikan foto balita yang selalu ia sembunyikan itu.
"Balikin hape ku, atau aku potong gaji kamu," ancam Zen sambil mengejar Alan yang terus lari kesana kemari.
"Nggak urus sama gaji, yang penting aku bisa melihat fotonya. Toh tabungan ku cukup banyak sekalipun kamu pecat."
"Sudah sombong ya sekarang, balikin."
"Kan bos ku yang ngajarin aku sombong." Alan masih terus lari demi melihat layar ponsel Zen.
Brug ...
Ke duanya terjatuh di atas ranjang dengan posisi yang sangat inten. Membuat orang yang baru saja masuk ke dalam kamar Zen terkejut dengan keadaan keduanya.
"ZEEENNN ... ALAAANNN ..." Teriak Nissa kencang melihat posisi Zen yang menimpa Alan.
"Nda ...," pekik keduanya terkejut. Dengan cepat Zen menyambar ponselnya yang di genggam Alan.
Nissa melangkah lebar mendekati anaknya dan anak angkatnya. Nissa langsung melayangkan pukulan keras di bahu Zen dan Alan secara bergantian. Bahkan perempuan yang ahli bela diri itu memukul kedua anaknya dengan cukup keras.
Bug ... Bug ... Bug ...
"Awww ... Sakit Ndaaa ..." Ringis keduanya bersamaan.
"Dasar bocah prik. Jangan-jangan kabar yang beredar di media itu benar, kalau kalian itu G*ay," tutur Nissa kesal membahas kabar yang berhembus akhir-akhir ini.
"Apaaa ..." Pekik Zen dan Alan secara bersamaan.
Bersambung ...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya para kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!