"Mas tadi tantri telpon katanya ibu masuk rumah sakit," ucapnya pada permadi Yang baru saja pulang dari kantor.
Dengan wajah sedih dan air mata yang tak hentinya membasahi ke dua pipinya, permadi yang merasa tubuhnya letih mendaratkan tubuhnya di sofa. Menyadarkan kepalanya yang berat di sandaran sofa sesekali memijit keningnya yang terasa berdenyut.
"Terus aku harus apa, aku ini baru pulang masih capek." jawabnya beranjak dari sofa menuju kamar dan menguncinya dari dalam.
Nadia yang nampak gelisah berjalan mondar mandir di depan pintu kamar berharap suaminya keluar dan mengantarkan dirinya kerumah sakit untuk menemui ibunya.
Karena hatinya semakin gelisah akhirnya Nadia memberanikan diri mengetuk pintu kamar.
Tokkkk!!
Tokkkkk!!
"Mas permadi bisa tolong antar aku ke rumah sakit, aku harus jenguk ibu mas kasihan ibu." pintanya memelas dengan menimang- nimang Attfa rahendra permadi, dalam gendongan putranya yang baru berusia 2 tahun. Tanpa memberi jawaban Permadi membuka pintu kamarnya.
"Kalo kamu kesana terus siapa yang akan jaga fafa? Aku ini capek mau tidur lagian udah ada Tantri yang jagain ibu kamu di sana." ketusnya
Ibu kamu? tapi itu ibumu juga mas walau pun hanya Ibu mertua sudah kewajiban mu untuk menghormati nya sama seperti ibu mu juga mas. Nadia hanya bisa bermonolog dalam hatinya.
Nadia berusaha membujuk suaminya agar berubah pikiran dan setidaknya dialah sebagai menantu tergerak hatinya untuk menjenguk mertuanya yang terbaring di rumah sakit. Nadia menidurkan fafa di kasur dengan hati-hati ia pun keluar menuju dapur menyiapkan makan malam untuk pemadi suaminya.
Setelah Permadi membersihkan diri ia duduk di kursi meja makan menikmati secangkir kopi buatan istrinya. Dengan jarinya yang sibuk menggeser layar Ponselnya membalas pesan WhatsApp Kania teman sekantor juga mantan kekasihnya. Nadia berkali kali melirik suaminya yang sejak tadi tak mengalihkan pandangannya dari layar pipih itu membuatnya penasaran dan bertanya.
" Baca pesan dari siapa mas, bukan dari tantri kan?" tanya Nadia sambil melirik layar Ponsel milik suaminya.
" Bukan, udah sana terusin masaknya udah laper belum makan!" Nadia menyodorkan sepiring nasi goreng dengan telur dadar. Masakan sederhana yang rasanya tak kalah enaknya dengan nasi goreng restoran yang pernah ia makan bersama Kania di saat jam istirahat di luar Kantor.
Harus Permadi akui jika masakan Nadia memang selalu enak di lidahnya karena itulah mama Dita ingin permadi menikahi Nadia, selain cantik Nadia pintar masak dan pastinya pintar mengurus suami. Untuk itulah mama Dita menjadikannya menantu di rumahnya dan memberikan rumah sederhana yang cukup nyaman di kawasan perumahan yang terbilang cukup mewah untuk kalangan menengah atas.
Permadi menatap layar ponselnya dengan senyum lebarnya seakan tidak merasakan kesedihan apapun yang Nadia rasakan. Rasa takut, gelisah, khawatir yang berkecamuk menjadi satu. Menatap wajah polos putranya mengusap pipi kecilnya seakan memenuhi ruang hatinya yang sesak karena pikirannya yang tertuju pada ibu Laila ibunya. saat akan merebahkan tubuhnya di samping putranya yang lelap dalam tidur ponselnya berdering tertera nama tantri ia pun langsung menggeser ikon berwarna hijau.
☎️Hallo Tantri bagaimana kabar ibu? Maaf mba belum bisa jenguk ibu" ucap Nadia dengan tangisnya.
☎️Mba, ibu sakit liver dan sudah akut, kasihan bapak. Bagaimana dengan bapak di rumah dengan kondisi bapak yang tidak bisa melihat mba? Tantri di sini juga sendiri bagaimana Tantri bisa pulang masak untuk bapak mba?"
☎️Besok mba akan kerumah bapak sebelum ke rumah sakit.Tapi mba akan bawa fafa dulu ke rumah mama Dita, biar fafa ada yang jaga" tutur Nadia hatinya semakin sakit betapa teganya dan acuhnya sikap permadi suaminya terhadap dirinya.
Tantri pun merasa lega dengan jawaban Nadia kakaknya dan mengakhiri panggilan telponnya.
Apa sebenarnya yang sudah membuatnya berubah dulu di awal pernikahan ia merasa permadi adalah peria yang sempurna di matanya. laki-laki yang baik, perhatian, dan tidak pernah bebicara kasar untuk kesetiaan memang ia ragu .Karena sebelum ia menikah dengan permadi ia pernah menjalin hubungan dengan teman kuliahnya.
Dan harus putus karena perjodohan orang tuanya. Nadia memutuskan menghampiri suaminya yang masih setia berkutat dengan benda pipih itu yang tak lepas dari genggaman tangannya. Ia melihat pesan WhatsApp bertuliskan kata mesra. Melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain meski hanya sekedar kata-kata gombal di ponselnya begitu sakit luar biasa, seakan di adalah laki laki jahat pertama yang mampu membuat jiwa raganya mati rasa.
Reflek Nadia merebut hape milik suaminya, dari balik punggungnya dan netranya seakan tidak sanggup untuk membacanya sekali lagi. Tangisnya semakin pecah memenuhi ruangan sedangkan Permadi dengan senyum kecutnya melenggang pergi masa bodoh dengan tangis dan luka hati akibat perbuatannya.
"Tega kamu mas, tega apa yang sudah membuat mata hatimu tertutup mas?" Nadia menahan sesak di dadanya memorinya berputar putar mengingat kenangan dua tahun lalu setelah menikah.
Rumah tangga yang begitu bahagia selalu ada senyum tawa dan canda di malam-malam indanya yang mereka lalui selama satu tahun terakhir. Kebahagiaannya begitu lengkap ketika Nadia hamil. Permadi yang antusias mendengar kabar kehamilan istrinya yang selalu siap sedia untuknya di kala manjanya Nadia melewati masa hamil mudanya.
Begitu kabar itu terdengar di tengah tengah keluarga Sapto Cahyo Permadi seakan bertambah lengkap rasa bahagia itu. Bukan hanya suaminya yang mencintainya tetapi mertua yang begitu menyayanginya. Namun setelah kelahiran Attfa Rahendra Permadi suaminya sedikit berubah.
Pulang terlambat, jarang memberi kabar jika ada lembur di luar kantor serta bicara kasar padanya. Dunia seakan jatuh terbalik dari kehidupannya entah apa yang membuatnya berpaling darinya. Dari merubah penampilan, pakaian serta merias diri sebelum tidur tidak memberinya pengaruh apapun permadi justru semakin muak dengan perubahan dirinya.
Nadia mengusap kedua pipinya yang basah dan mata yang sembab, sedikit bengkak akibat tangisnya yang begitu dalam dan menyiksa batinnya. Nadia yang lelah dengan segala perasaannya Ia pun beranjak ke kamar melihat permadi tidur dengan memeluk putranya.
Mencoba meraih ponsel permadi yang ia cabut dari kabel pengisi daya untuk melihat apa saja isi pesan singkatnya.
Pada wanita yang Nadia sendiri belum tahu siapa. Berusaha menggeser layar unlocknya tetap saja terkunci dan Nadia tidak tahu apa password Ponsel milik suaminya. Setelah beberapa kali mencoba dan gagal akhirnya Nadia kembali mencolok kan ponsel itu pada charger pengisian daya. Ia pun membaringkan tubuhnya di samping Permadi dan mengarungi alam bawah sadarnya.
Nadia terjaga di jam tiga fajar karena Fafa terbangun dari tidur dan menangis mencari botol susunya yang terlepas dari genggaman tangannya. Ia pun bangkit dari pembaringan nyamannya membuatkan sebotol susu untuk Fafa sebagai sumber energinya yang sudah satu bulan ini ia sapih.
Hari ini akan ada banyak hal yang harus ia lakukan membuat sarapan untuk suaminya kerumah mama Dita untuk meminta ibu mertuanya menjaga Fafa selama Nadia di rumah sakit. Menggantikan Tantri, serta membawakan makanan untuk ayahnya yang memang juga sakit tuna netra akibat katarak.
Karena kendala uang sehingga ayahnya tidak bisa di operasi untuk meminta uang pada suaminya pun Nadia tidak berani mengingat keadaan ekonomi keluarga nya yang sedang pasang surut. Di tambah sekarang Fafa sudah tidak lagi minum ASI sebagai sumber kehidupannya, dan sudah menggantinya dengan susu formula lanjutan di usianya yang sudah menginjak dua tahun.
Sebenarnya Nadia ingin sekali kembali bekerja seperti dulu agar bisa membantu keuangan rumah tangganya. Namun permadi melarang dirinya bekerja karena alasan Fafa masih sangat kecil dan masih membutuhkan kasih sayangnya.
Meski sesekali mama Dita datang sekedar memberikan uang susu tiap bulannya, namun tetap saja ada rasa tidak enak hati pada ibu mertuanya. Seharusnya dirinyalah yang seharusnya memberi kan sedikit uangnya untuk orang tua meski itu mertua sekali pun.
Namun keadaan yang telah membuatnya terbalik, akhir-akhir ini permadi tidak memberikan semua gaji fullnya selama satu bulan melainkan hanya separuh dari gajinya. Ia pun harus memutar otak agar pengeluaran lebih kecil dari pendapat uang yang di terimanya dari Permadi. Mengatur keuangan agar tetap cukup selama satu bulan itu pun masih tak menutupi kebutuhan belanjanya sehari-hari. Ia pun harus mengeluarkan uang daruratnya untuk menutup mines belanja bulanannya agar tidak berhutang.
Setelah memasak dan menyiapkan Sarapan di meja saji Nadia menata makanan yang akan di bawanya ke rumah ayahnya. Menyiapkan baju kantor untuk suaminya yang masih lelap di kamar bersama putranya, Nadia mandi terlebih dulu sebelum ia membangunkan fafa dan memandikan nya.
Melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.10 menit. Nadia membangun kan suaminya agar tidak telat berangkat ke kantor. Sudah menjadi rutinitasnya ngopi dan membaca koran sebelum ke kantor ia pun harus membangun kan permadi lebih pagi.
"Mas bangun udah jam enam lewat lima belas menit. Aku harus kerumah bapak dan menititpkan Fafa ke mama." ujarnya yang hanya mendapat balasan erangan suara beratnya yang masih enggan untuk bangun.
Permadi mengerjapkan kedua matanya melirik putranya yang masih lelap di sampingnya dengan botol dot yang masih menyumpal di mulut mungilnya. Melengkungkan sudut bibirnya menatap duplikat dua gen yang menyatu sempurna di dalam diri Fafa berhidung mancung wajah yang tampan senyum manis yang Nadia wariskan untuknya.
Setelah puas memandangi pangeran kecilnya permadi bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Nadia segera menggendong Fafa yang telah terbangun berceloteh lucu dengan bahasa uniknya seakan menyambut salam paginya pada bundanya dengan tertawa menggemaskan.
"Sayang maafin bunda ya harus bawa Fafa ke rumah oma Dita. Bunda harus menjaga nenek di rumah sakit Fafa jangan rewel ya, sayang!"
Menghujani putranya dengan ciuman sayangnya membuat matanya kembali berkaca-kaca.
Setelah fafa rapi dan wangi Nadia membawanya keluar menuju meja makan yang disana suaminya telah selesai sarapan dengan koran yang sudah ada di tangannya.
"Mas nanti sebelum ke kantor tolong antar aku ke rumah mama, biar Fafa sementara sama mama Dita selama aku dirumah sakit."
"Ehemm,," jawab Permadi singkat.
"Mas nanti sore tolong sempat kan waktu buat jenguk ibu!" pintanya pada suaminya.
"Kalo gak sibuk." kembali ketus dengan jawabannya. Melihat Nadia berpakaian sedikit rapi tatapan protes dari suaminya meminta Nadia utuk mengganti pakaiannya dengan yang lebih biasa.
"Kamu itu mau ke rumah sakit apa mau ke Kantor? Ganti baju sana pake kaos sama celana bahan aja! sengaja kan biar narik perhatian laki laki di luar sana?"
Nadia melihat dirinya dari atas sampai bawah biasa saja tidak ada yang istimewa. hHnya saja baju yang melekat di tubuhnya memang baju yang dulu biasa ia sering pakai bekerja itu pun sudah lama dengan warna yang sedikit pudar.
Ia pun meminta suaminya menjaga Fafa untuk mengganti bajunya dengan yang lebih santai. Tapi tetap saja meski Nadia pakai pakaian robek dan lusuh sekali pun tidak akan memberikan pengaruh apa pun pada wajah cantiknya.
Sedikit pun tidak mengurangi kadar kecantikan itu sendiri, di tambah tidak ada Fafa dalam gendongannya Nadia tidak ada bedanya denga gadis single di luaran sana.
Di dalam mobil Nadia memberanikan diri menanyakan masalah teman wanita suaminya yang bernama Kania. Lidahnya seakan kelu nyalinya yang maju mundur antara berani dan tidak. Nadia takut jika suaminya akan marah dan semakin memperkeruh suasana.
"Mas, Kania itu siapa semalam dia kirim pesan singkat saat kamu tidur?" menatap kearah permadi sekilas. Begitu juga dengan permadi melirik wajah Nadia sepintas dengan tangan mengoperasikan kemudinya.
"Temen kantor," jawabnya datar.
"Tapi kenapa manggil kamu sayang mas?" Nadia kembali bertanya yang hanya mendapatkan sorotan mata tajam dari suaminya.
"Kamu tu kenapa si? emang salah becandain temen pake kata sayang di lingkungan kerja kaya gitu udah biasa gak usah baper!" memutar kemudinya memasuki area perumahan yang membentuk leter U. Sesampainya di rumah mama Dita Nadia mengetuk pintu karna tidak di kunci Nadia langsung masuk kedalam.
"Assalamualaikum. Ma, mama!!"
"waalaikumsalam!" jawab mama Dita yang baru saja keluar dari kamar setelah mengantar suaminya berangkat kerja.
"Eh,, sayang! Ada cucu oma ternyata," Menciumi pipi gembil Fafa yang masih dalam gendongan Nadia. 'Wangi banget cucu oma tambah ganteng aja kaya papah kamu kecil dulu." Meraih Fafa dari tangan Nadia.
"Mah sebenarnya Nadia mau minta tolong mama buat jaga Fafa selama Nadia di rumah sakit" ucapnya pada mama Dita sedikit sungkan.
"Lho memangnya siapa yang sakit Nadia?" tanya mama Dita kejutnya.
" Ibu, Mah. Ibu sakit liver dan sudah akut dan harus di rawat setidaknya sampai kondisi ibu benar benar memungkin kan." jawab Nadia sedih
"Ya, sudah biar Fafa sama mama aja kamu cepatan berangkat biar permadi yang antar ke rumah sakit." Nadia mencium punggung tangan mama Dita dan menciumi pipi cubby putranya.
" Fafa sayang bunda pergi dulu ya, jangan nakal sama oma!!" Nadia meninggalkan rumah mama Dita meletakkan baju ganti dan susu untuk Fafa di atas meja tamu. Melangkah keluar menuju rumah ayahnya mengantarkan makanan sebelum ke rumah sakit.
"Mas biar aku naik taksi aja dari rumah bapak ke rumah sakitnya nanti kamu telat." yang tidak mendapatkan jawaban dari suaminya. Nadia melirik ke arah Permadi dan membuang pandangannya ke luar jendela tanpa lagi bertanya.
"Assalamualaikum!"
"Pak! Bapak!" Nadia membuka pintu mencari keberadaan orangtuanya.
Membuka pintu kamar, serta mencarinya ke dapur namun tak menemukan sosok pria yang selama 23 tahun ini menjaganya. Semenjak Nadia menikah ia hanya main kerumah orang tuanya beberapa kali saja itu pun tidak pernah sampai menginap.
Selain Fafa yang tidak kerasan tidur di rumah kakeknya. Permadi selalu menolak jika Nadia ingin menginap dengan alasan tidak bisa bebas berduaan di kamar, selain kamarnya yang kecil kamar Nadia bersebelahan dengan kamar Tantri suara sekecil apa pun pasti terdengar dari kamar sebelah.
Nadia mencoba mencari pak Nurdin di halaman belakang dan benar Pak Nurdin berada di belakang sedang menjemur pakaian sepertinya pakaian yang bekas ia pakai dan di cucinya sendiri. Nadia melangkah menghampiri sosok pria tua yang ia panggil bapak dengan hati penuh iba dengan keadaannya yang tidak bisa melihat akibat katarak yang di deritanya.
Sesekali pak Nurdin meraba-raba ember yang berada di depannya meraih kaos oblong yang biasa di pakainya sehari hari.
"Bapa!" Panggilnya seraya mendekati pak Nurdin dan mencium punggung tangannya.
"Nadia?!" Pak Nurdin menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya.
"Iya, Bapak ini Nadia bapak sedang apa di sini? tanya Nadia sedih. "biar Nadia yang jemur, Pak." meraih pakaian dari tangan Pak Nurdin yang di tolak halus olehnya dan menjemur sisanya yang masih ada di ember.
"Tidak usah, Nak biar Bapak yang jemur cuma sedikit." Tolaknya sambil meraba-rabakan tangannya ke udara yang hendak meraih tangan Nadia.
"Bapak sudah sarapan belum? Nadia bawakan makanan untuk Bapak sebelum ke rumah sakit Nadia mampir ke sini dulu biar bapak bisa sarapan Nadia suapin ya, Pak!" bujuk Nadia sambil menuntun serta memapah tubuh bapaknya menuju ruang dapur. Membantunya duduk di kursi menyiapkan nasi serta lauk yang di masak dari rumahnya.
"Sudah Nak, biar Bapak makan sendiri saja, kamu jenguk saja ibumu kasihan Tantri sendirian sejak kemarin. Tadi kamu ke sini dengan siapa dan di mana cucu Bapak Fafa?" Tanya Pak Nurdin dengan wajah melasnya.
"Tadi Nadia di antar Mas Permadi, sebelum ke sini Fafa Nadia titipkan sama Mama Dita, Pak. Maaf tadi Mas Permadi buru-buru ke kantor dan nggak sempet ketemu Bapak sudah telat soalnya." ucap Nadia mencari alsan tepat meski sedikit berbohong.
Nadia melirik jam dinding yang menggantung di dapur, ia beranjak dari kursi dan segera pamit pada bapak-nya keburu kesiangan dan takut taksi atau ojek sulit didapat.
Nadia keluar dari rumah masa kecilnya melewati gang-gang kecil menuju jalan raya yang biasa ojek dan taksi serta angkutan umum biasa lewat di sana. akhirnya Nadia memutuskan naik angkot saja hampir 15 menit Nadia berdiri sepertinya tidak ada taksi yang lewat meskipun harus dua kali naik angkutan. Karena bukan jalurn angkutan umum yang Nadia naiki turun di depan gedung rumah sakit. Dan harus turun di pertigaan jalan satu kali seberangan dan kembali menunggu angkot yang turun tepat di depan gedung rumah sakit.
Nadia sampai di rumah sakit pukul 08.45. menit. Memasuki loby rumah sakit mengayunkan langkah kakinya berjalan melewati koridor diantara deretan kaca besar tiap ruangan. Nadia menuju meja bagian informasi menanyakan ruangan di mana ibunya di rawat.
Setelah mengetahui ruang rawat ibunya melalui petuga secepatnya Nadia menuju ruang Melati, ia berjalan sedikit tergesa-gesa dan tidak melihat ada seorang cleaning service yang sedang bertugas tengah menyemprotkan cairan pembersih lantai. Nadia berjalan cepat sehingga tidak melihat lantai telah basah oleh cairan pembersih Nadia terpeleset dan berteriak kaget.
Agghhh.......!!
Seorang pria berjas putih bersih dengan sneli yang menggantung di lehernya, dengan sigap menangkap tubuh Nadia yang hampir saja terpelanting ke lantai. Dan satu yang pasti tubuhnya akan terasa sangat sakit jika dokter tampan tadi tidak segera menopang tubuh Nadia. Seorang cleaning service itu pun berlari dengan alat kebersihan di tangannya dan segera mengeringkan lantai yang basah.
"Hati-hati lantainya basah! Apa anda tidak melihatnya?" tanya Dokter menunjuk ke bawah dengan sorot matanya. Nadia segera melepaskan diri dari tautan tangan Sang dokter yang telah menolongnya.
"Maaf, terima kasih dokter anda telah menolong saya," ucap Nadia dengan pandangan sedikit tertunduk. Berjalan menjauh dari hadapan dokter menuju kamar rawat ibunya.
"Lain kali jika lantainya di bersihkan usahakan di beri tanda! Agar tidak ada yang melewati jalan sebelum selesai di bersihkan." Tegasnya memperingatkan.
"Baik, Dokter maaf saya telah ceroboh." ujar cleaning service itu. Dokter itu pun kembali bejalan menuju ruangannya.
Nadia membuka pintu ruangan ia melihat tantri sedang menyuapkan bubur pada ibunya.
"Assalammualaikum!"
"Tantri, Ibu!'' Nadia menyapa ke duanya. Dengan mata berkaca-kaca ia merasa bersalah akan keadaan ibunya yang sakit tanpa dirinya tahu.
"Mba Nadia!'' panggil Tantri dengan mengedarkan pandangannya pada pintu ruangan yang telah terbuka.
Nadia meraih telapak tangan ibunya dan mencium punggung tangannya. Mengucapkan kata maaf yang di balas sentuhan Lembut ibunya dengan mengusap kepala Nadia dengan tubuh lemahnya yang terpasang jarum infus.
"Maafkan Nadia, Bu. Baru sempat jenguk ibu sekarang,'' memeluk tubuh ibunya yang terbaring lemah di atas brankar.
"Tidak apa-apa Nadia, ibu mengerti keadaanmu. Karena kamu sepenuhnya milik suamimu." seperti ada ribuan jarum tajam yang menusuk hatinya.
Seakan Nadia dan suaminya adalah anak duhaka yang begitu tega membiarkan ibunya terbaring di rumah sakit selama tiga hari tanpa mereka tahu.
"Ibu dalam keadaan mu yang lemah seperti ini kau masih saja memikirkan menantumu. yang jelas tidak ingin tahu bagaimana keadaan ibu saat ini." Nadia bergumam pada hatinya.
Nadia menyeka air matanya begitu miris pada kehidupan rumah tangganya yang ia jalani beberapa bulan ini tanpa seorang pun tahu.
🌼🌼🌼
Di Kantor Permadi justru menikmati jam makan siangnya bersama Kania di cafe yang letaknya tidak jauh dari kantor ia bekerja. Tertawa tersenyum dengan bahagianya seolah bak remaja yang di mabuk cinta.
"Sayang jadi kapan kamu meresmikan hubungan kita aku bosan pacaran terus?'' tanya Kania resah.
Kania mengeluhkan statusnya yang belum jelas pada permadi, pria yang bersetatus suami orang yang masih saja Kania tunggu agar permadi segera menikahinya. Setelah Permadi mewujudkan keinginan ibunya dengan menikahi Nadia dan memberikan cucu pada kedua orangtuanya.
"Secepatnya aku akan menceraikan Nadia dan kita akan menikah. Deperti rencana dan impian kita dulu saat kita masih sama-sama di bangku SMA. Kita berpisah karena dulu aku harus kuliah di luar negri dan akhirnya kita di pertemukan kembali di kantor ini." ucapnya sambil menggenggam tangan Kania.
Permadi adalah kakak kelas Kania di SMA mereka saling jatuh cinta ketika acara Kemah di sekolah. Permadi adalah siswa cerdas dengan peringkat satu pararel yang berhasil menerima beasiwa kuliah di luar negri. Dan harus berpisah dengan Kania demi karir dan masa depannya. Serta melamar Kania dan menikahinya setelah ia sukses.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!