NovelToon NovelToon

Langkah Kaki Tengah Malam

Bab 1 - Asrama Kampus

"Tari, kamu sudah baca pengumuman kan? kenapa tidak pindah ke asrama?" tanya pak Hamid, dosen pembimbing semua mahasiswa penerima beasiswa unggulan di kampus Tunas Bangsa.

Tari hanya diam, sedikit menunduk menghindari tatapan Hamid yang lurus menatap kearahnya. Dia salah, karena itulah Tari tidak punya pembelaan.

Sejak seminggu lalu semua mahasiswa penerima beasiswa sudah dihimbau untuk pindah ke asrama, dilarang menyewa tempat tinggal sendiri diluar kampus.

Tapi Tari yang takut dengan Asrama itu memilih berkeras diri untuk tetap tinggal di kos-kosannya. Sampai akhirnya ada salah seorang yang mengadu dan dia dipanggil kemari.

"Keputusan ini sudah final Tari, kalau kamu menolak tinggal di asrama, semester ini juga beasiswa kamu akan dicabut."

"Jangan Pak! hari ini juga saya akan pindah ke asrama," jawab Tari dengan cepat, tatapannya penuh dengan permohonan.

Sementara Hamid tak bicara lagi, dia hanya membuang nafasnya dengan kasar.

Jam 5 sore, Tari mulai datang ke asrama putri kampus. Seharian ini dia kuliah dan membereskan semua barang-barang di kosan lamanya.

Hingga baru sore ini dia sampai disini.

"Ayo Ri naik, kamar yang kosong cuma 1. Tidak usah pusing pilih kamar," ucap Arum, teman satu angkatan tari di jurusan Agribisnis fakultas Pertanian.

"Aku tidak berani tidur sendiri Rum, aku tinggal di kamar mu saja ya?" mohon Tari, mereka berdua mulai memasuki lantai 1 asrama, kemudian menuju anak tangga menuju lantai 2.

Kamar di mulai dari lantai 2 hingga lantai 5, sementara lantai 1 hanya untuk kantor dan ruang pertemuan.

"Sudah telat, kamar ku penuh. Ada aku sama anak dari prodi lain, Siska. Kamu sih dari awal ku ajak tidak mau!" jawab Arum ketus, dia sudah duga akan begini jadinya.

Tapi apa mau dikata, semuanya sudah terlanjur. Tiap kamar hanya muat untuk 2 orang, sementara ini nanti Tari hanya tinggal sendirian.

"Kamu tenang saja, kamar kita sebelahan kok." Arum coba menenangkan sang sahabat.

Dia memimpin langkah Tari, sampai di lantai 2 Arum langsung menuju kamar sang sahabat.

"Ini kamar mu," ucap Arum seraya membuka pintu kamar itu, seketika hawa dingin seperti menerpa tubuh Tari yang berdiri tepat di depan pintu.

Kamar itu nyaris gelap, namun dengan cepat Arum menghidupkan lampunya.

"Ayo masuk!"

"Aku takut Rum."

"Jangan takut, kamar ku di sebelah mu pas. kamu nomor 201 aku nomor 202. Enak kamar kita dekat dengan kamar mandi."

Tari diam saja sampai akhirnya Arum menariknya untuk masuk. Dingin, hanya itu yang Tari rasakan ketika masuk ke dalam kamar. Ada ranjang susun 2 di sebelah kanan dan di samping pintu masuk ada 2 lemari pakaian. Meja belajar juga ada 2 di dekat jendela.

"Aku tidak mau tidur disini Rum."

"Tidak ada pilihan lain Ri, ini kamar mu. Kamu sabar saja, katanya 3 hari lagi ada teman mu tidur di kamar ini."

Tari tak bisa menjawab lagi, jika boleh rasanya dia ingin menangis.

Tapi kini dia tidak punya pilihan lain, Tari terpaksa tinggal di asrama ini agar tetap mendapatkan beasiswa. Keputusan pihak kampus yang mewajibkan penerima beasiswa tinggal di asrama benar-benar memberatkan dia.

Kenapa harus wajib tinggal disini sih? memangnya disini ada apa? batin Tari penuh tanya.

Saat itu tatapan Tari langsung tertuju pada dinding kosong disebelah kiri.

Dinding itu terlihat basah.

"Rum, kenapa dinding itu basah?" tanya Tari, namun lama tak mendapatkan sahutan, Tari pun sontak menoleh ke belakang.

Dan alangkah terkejutnya dia saat tak melihat Arum disana, sementara pintu kamarnya sudah tertutup rapat.

Deg!

Bab 2 - Kamar Mandi

Tari tersentak, jantungnya semakin bergemuruh hebat. Kedua mata Tari terus berkedip dengan cepat menatap pintu yang tertutup rapat.

Kemana Arum? tanyanya dalam hati.

Namun tak ingin pikiran buruk menguasai diri akhirnya dia hanya berpikir bahwa mungkin saja Arum kembali ke kamarnya.

"Ya, mungkin tadi Arum sudah pamit, tapi aku tidak dengar," ucap Tari, meyakinkan dirinya sendiri akan hal yang masuk akal.

Berulang kali Tari menarik dan membuang nafasnya pelan mencoba tenang.

Kamar sepi yang terasa semakin mencekam tiap kali dinding melihat ke arah dinding yang lembab. Dalam matanya bahkan seperti melihat lukisan abstrak seorang wanita yang sedang memekik dari goresan cat dinding yang mulai pudar.

"Ya ampun, pikiranku terlalu kacau," lirih Tari. Dia masih berdiri ditempat yang sama, memegang koper bajunya dengan kuat sekali.

Tari melihat ke arah jendela, di luar sana dunia mulai menggelap menyambut malam.

"Sebaiknya aku bereskan baju dulu, setelah itu baru mandi," gumam Tari.

Buru-buru dia membuka kopernya dan menyusun baju di dalam salah satu lemari. Badannya juga terasa sangat gerah, butuh guyuran air agar lebih segar.

Saat itu hari semakin malam dan Tari segera menuju kamar mandi bersama untuk penghuni di lantai 2.

Mungkin karena kamarku bersebelahan dengan kamar mandi ini jadi dindingnya basah. Batin Tari.

Saat dia masuk ke kamar mandi, ada beberapa orang yang juga sedang mandi. Membuatnya jadi sedikit tenang.

Kamar mandi itu cukup luas, di awali dengan beberapa westafel di sisi kiri dan kanan, lengkap dengan kaca yang begitu besar. Namun kaca itu sudah tak bersih lagi, banyak karat kuning di pinggirannya.

Kemudian ada 6 bilik kamar mandi, di sisi kanan lengkap dengan shower di dalamnya, juga 6 WC di sisi kiri. Lalu di paling ujung tempat mencuci baju, tempat yang terlihat lebih gelap.

Tari masuk ke salah satu bilik kamar mandi yang kosong, menutup tirai nya dan mulai melepaskan baju. Menyalakan shower dan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin itu.

Asik mandi Tari sampai tak sadar, jika teman-temannya yang lain mulai keluar. Menyisahkan dia seorang diri di kamar mandi luas ini.

Saat itu Tari mandi menghadap ke arah shower di tembok, Tari tidak melihat ketika ada bayangan yang berdiri di belakang tubuhnya. Tangannya panjang dan bergerak menjulur seperti ingin membuka tirai bilik kamar mandi itu.

Dan Tari yang merasa aneh pun segera menoleh kebelakang, tapi dia tidak melihat siapapun di sana. Dia hanya mulai menyadari jika kamar mandi ini sudah sepi.

Deg! jantung Tari berdegup, ketika rasa takut kembali merayapi dirinya.

"Aku harus cepat," ucap Tari.

Buru-buru dia mengambil sabun di bawah kakinya. Gerakan cepat Tari membuatnya tak melihat jika ada sepasang kaki kotor yang berdiri jelas dari celah tirai di bawah.

Haaa...

Suara lembut itu menggema di dalam kamar mandi ini, seperti hembusan angin yang begitu lembut. Menyapu tengkuk Tari yang terguyur oleh air.

Membuat tengkuk gadis cantik ini seketika merinding, Tari pun dengan segera menyudahi mandinya, membalut tubuhnya dengan handuk secara buru-buru dan segera keluar dari dalam bilik kamar mandi itu.

Dia tergesa berlari keluar, meninggalkan kamar mandi yang kini lampunya jadi hidup dan mati dengan sendirinya.

Haaa ...

Bab 3 - Siapa?

"Astaga," ucap Tari, dia menutup pintu kamarnya dengan cepat dan bersandar di balik pintu itu, menyentuh dadanya yang bergemuruh merasa takut.

Kamar mandi itu sudah tak ada penghuni selain dia sendiri, namun Tari merasakan ada sepasang mata yang mengawasi. Bahkan hawa dingin di dalam kamar mandi itu seolah mengalahkan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya.

"Tidak, tidak, ini pasti hanya perasaan ku saja," yakin Tari, dia terus mensugesti dirinya sendiri dengan hal baik. Tak ingin tenggelam dalam ketakutannya sendiri.

Tari lantas dengan segera memakai baju, menyalakan musik dari ponselnya agar kamar ini tidak terlalu sepi.

Tari adalah mahasiswa tahun akhir, di tahun ini dia tengah menulis skripsi untuk menyelesaikan pendidikannya.

Malam itu setelah makan malam, Tari langsung berkutat di hadapan leptop miliknya.

Terlalu fokus mengerjakan skripsi membuatnya tak sadar jika waktu telah sampai di tengah malam.

Tiba-tiba lagu di ponsel Tari berhenti berputar, membuat gadis cantik ini menatap ponselnya sendiri dan coba menghidupkan kembali tapi ternyata daya ponsel itu telah habis.

"Yah, kok mati sih, perasan tadi masih 70 persen."

Mencari-cari charger namun Tari tak kunjung menemukannya, bahkan sampai membuka lemari baju juga tapi charger itu tetap tak bisa dia temukan.

"Aku pinjam Arum saja lah, semoga saja dia belum tidur."

Saat itu juga dia putusan untuk mendatangi kamar Arum, Tari keluar dengan santainya menuju kamar sang sahabat yang berada di sebelah. Kata Arum kamarnya 202, tepat disebelah kamarnya.

Tari langsung mengetuk, berulang kali dia ketuk namun tidak mendapatkan jawaban.

"Rum, ini aku Tari."

"Arum?" panggil Tari sekali lagi tapi tetap saja tidak ada yang menyahuti panggilannya.

Malah tiba-tiba dia merasakan ada hawa dingin yang menyapu tengkuknya dengan sangat lembut.

Haaa...Rambut panjangnya pun seperti tertiup angin.

Bulu kuduk Tari merinding. Seketika dengan cepat dia menoleh kebelakang dan tak menemukan apapun. Bahkan tak ada angin kencang yang datang.

Tari menatap sekeliling yang teramat sangat sepi. Semua kamar di lantai ini tertutup rapat, bahkan sebagian lampunya terlihat mati dari celah kecil fentilasi udara di atas pintu.

Tatapan Tari coba naik, melihat dari bawah sini lantai 3 yang juga suasananya sama, sepi.

Glek! seketika Tari menelan ludahnya dengan kasar. Dalam benaknya langsung terbayang jam yang tertera di layar leptopnya.

Tari ingat dengan jelas, dia melihat jam itu sebelum memeriksa ponselnya yang mati.

Saat ini waktu menunjukkam pukul 12 malam tepat.

Deg! seketika Tari terpaku. Kedua matanya bergerak tidak tenang. Seolah serba salah menatap ke sembarang arah. Seolah di setiap sudut lantai ini banyak hal yang tak ingin dia lihat.

Tari bahkan merasa di atas kepalanya ada yang menggantung dengan pergerakan pelan.

Ya Tuhan. Batin Tari. Dia ingin kembali ke dalam kamarnya sendiri, namun entah kenapa kedua kakinya terasa begitu berat untuk di gerakan. Seolah ada rantai besi yang mengikatnya.

Tari terus coba bergerak namun gagal, sampai akhirnya dia mendengar ada langkah kaki mendekat dari arah belakang.

Lalu suara itu hilang begitu saja, lalu muncul lagi dengan langkah yang lebih cepat.

"Siapa itu?!" pekik Tari, dia menoleh ke belakang dengan cepat dan lagi-lagi tak menemukan siapa pun.

Jantungnya tak tenang, nafasnya semakin memburu. Terlebih saat langkah kaki itu kembali menguasai pendengaran nya. Semakin cepat mendekat namun tak ada satu pun orang yang dia lihat.

Diantara ketakutan itu, Hanya pintu kamar Arum yang mampu dia gapai.

Tok tok tok!

"Arum! buka pintunya!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!